Ketika mendengar kajian dari Ustadz Nouman Ali Khan tentang sebuah ayat Al-Qur’an di Juz 29, saya teringat pada aktivitas beberapa tahun lalu.
Dulu sekitar tahun 2014, saat saya masih kuliah, saya suka ikut bantu-bantu masjid universitas mengadakan kegiatan. Biasanya masjid mengadakan kajian di waktu sore hari di hari kerja, karena target pesertanya adalah para mahasiswa dan para dosen atau karyawan yang sudah selesai jam kerja. Akan tetapi, seringnya sedikit sekali jamaah yang hadir. Mungkin karena mahasiswa sudah mengikuti berbagai kajian di mushola fakultas masing-masing. Para dosen dan karyawan juga kebanyakan bergegas kembali ke rumah selepas kerja.
Kemudian Kepala Bidang Takmir Masjid yang juga salah satu dosen di kampus menginisiasi sebuah program Kajian Ahad Pagi. Ya, kajian diadakan sepekan sekali setiap hari Ahad, di pagi hari mulai pukul 7 sampai 9 pagi. Menarik, pikir saya waktu itu. Di hari kerja saja kajian sepi, kira-kira bagaimana cara menarik jamaah untuk meluangkan waktu di hari Ahad mereka yang biasanya digunakan untuk beristirahat.
Rupanya beliau memiliki pandangan yang berbeda. Beliau melihat setiap hari Ahad, di lingkungan kampus banyak sekali masyarakat sekitar yang berolahraga atau sekadar jalan-jalan bersama keluarga. Hal ini dikarenakan kampus kami cukup rapi dan asri dengan taman, hutan kota, dan danaunya. Akses kampus yang bisa dibilang hanya satu pintu di hari Ahad juga membuat suasana car-free-day otomatis. Kondisi ini dianggap sangat ideal untuk menarik masyarakat mendengarkan kajian sambil menikmati pemandangan danau di samping masjid. Tidak hanya itu, beliau menambahkan satu ide unik: GRATIS sarapan untuk 200 peserta pertama.
Seiring berjalannya waktu, dengan izin Allah, kajian selalu ramai dihadiri jamaah. 200 sarapan gratis pun hampir selalu kehabisan. Pada beberapa tema populer seperti kajian pernikahan, keluarga, atau parenting, jumlah jamaah bahkan bisa mencapai ribuan.
Setiap usai kajian, saya dan rekan-rekan tim yang lain langsung membagikan sarapan pagi kepada para jamaah. Para orang tua mengambilkan sarapan untuk anak-anaknya yang juga ikut kajian. Mereka dengan keluarganya masing-masing duduk melingkar sambil menyantap sarapan di teras masjid, sambil bercengkrama diiringi sepoi angin dari arah danau. Sungguh bagi saya pemandangan yang sangat hangat. Tidak hanya kenyang, para jamaah juga mendapatkan hal yang lebih penting yaitu ilmu agama dan kedekatan dengan keluarga di setiap hari Ahad pagi. Paket 200 sarapan yang awalnya dari kas masjid juga sering mendapat uluran donasi dari jamaah sendiri. Alhamdulillah.
Lalu, ayat apa yang dibahas Ustadz Nouman Ali Khan? Ayat tersebut adalah ayat 8 surat Al-Muzammil.
وَاذْكُرِسْمَ رَبِّكَ وَتَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيْلًا
(Dan sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan sepenuh hati.)
Konteks ayat ini adalah perintah Allah kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk mendirikan qiyamullail di sepertiga malam terakhir sebagai bekal penguat ruhiyah untuk tugas dakwah yang beliau emban.
Ada dua kata dalam ayat ini yang menjadi fokus pembahasan Ustadz Nouman Ali Khan:
- Kata kerja تَبَتَّلْ (tabattal)
- Kata keterangan تَبْتِيْلًا (tabtiilan)
Kata تَبَتَّلْ memiliki akar kata بَتَلَ (ba-ta-la) yang dekat maknanya dengan قَطَعَ (qo-tho-‘a) yang artinya “memotong” atau “memutus”.
Dalam ayat ini, تَبَتَّلْ إِلَيْهِ (tabattal ilayhi) artinya Allah memerintahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk memutuskan diri, memisahkan diri dari kesibukan dunia dan fokus beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Di dalam Bahasa Indonesia, kita mengenal istilah kata kerja intransitif, yaitu kata kerja yang tidak membutuhkan objek, atau kata kerja yang berdampak pada diri pelaku sendiri. Misalnya “berdiri”, “tidur”, “berjalan”, dan sebagainya.
Di dalam Bahasa Arab, kata تَبَتَّلْ pada ayat ini termasuk kata kerja intransitif, artinya aktivitas fokus meninggalkan kehidupan duniawi adalah untuk diri sendiri.
Tapi kemudian Allah menyandingkan kata تَبَتَّلْ dengan kata keterangan تَبْتِيْلًا yang terbentuk dari kata kerja transitif بَتَّلَ (battala) artinya aktivitas tersebut harus berdampak pada orang lain.
Allah menggabungkan dua kata tersebut dalam satu frase sehingga maknanya:
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam harus memisahkan diri dari duniawi dan fokus kepada Allah sedemikian hingga membuat orang lain tertarik untuk ikut memisahkan diri mereka dari dunia dan fokus kepada Allah.
Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam harus menjadi pribadi teladan sehingga orang lain tergerak juga untuk menjadi teladan.
Selain itu, di dalam Bahasa Arab, kata تَبَتَّلْ termasuk rumpun kata تَفَعَّلْ yang artinya pekerjaan yang bertahap dan sedikit demi sedikit berdampak pada capaian pelaku. Kata ini juga bermakna unik, individual, atau satu macam fokus pekerjaan.
Kata keterangan تَبْتِيْلًا juga memiliki makna hiperbola yang berarti unggul. Kembali kita gabungkan kedua kata di atas, kurang lebih maknanya adalah perintah untuk menjadi spesialis yang fokus dengan satu macam proyek kebaikan. Sehingga tanpa diminta, orang lain dengan sukarela menawarkan bantuan untuk bergerak bersama. Tidak hanya itu, orang lain yang membersamai juga harus menjadi pribadi-pribadi berkualitas unggul. Terbukti dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berhasil membentuk generasi para Sahabat radhiyallahu ´anhum yang luar biasa.
Sampai pada pembahasan ini, saya langsung teringat dengan aktivitas saya dulu di masjid kampus seperti yang saya ceritakan di awal. Kita juga bisa mengambil pelajaran dari ayat ini bagaimana supaya sebuah proyek kebaikan bisa berdampak bagi masyarakat luas, baik kita sebagai pelaku individu Muslim, organisasi, maupun institusi keislaman. Merujuk kalam ilahi di atas, caranya yaitu pertama dengan menyebut nama Allah (وَاذْكُرِسْمَ رَبِّكَ), kemudian fokus dan konsisten pada satu macam program kebaikan unik sehingga orang lain terinspirasi dan berpartisipasi secara otomatis (وَتَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيْلًا).
Wallahu a’lam bishawab.
__
Video referensi: Bayyinah TV – Quran – Courses – Leadership – 04. Leadership Workshop
https://www.bayyinahtv.com/video/4143
Ditulis oleh: Faiq Miftakhul Falakh