Bismillahirrahmanirrahim…
Alhamdulillah tadi malam (Rabu, 1 April 2020, 19.30–21.30) Yayasan Bayyinah Quran Indonesia (YBQI) telah mengadakan Kulwap “Bagaimana Cara Mengatasi Kecemasan Karena Coronavirus?” bersama Kak Tala.
Ada berbagai macam alasan dari peserta mengapa mereka ingin mengikuti kulwap ini, beberapa di antaranya: ingin memproteksi diri dengan ilmu baru, ingin mengatasi kecemasan diri sendiri, keluarga dan orang sekitar, ingin lebih bijak menyikapi pandemi, ingin mengurangi kepanikan yang semakin bertambah, ingin membangun mindset positif dalam menghadapi wabah, ingin bisa menghadapi situasi ini dengan logis & menenangkan, serta ingin menjadi bagian dari pemutus rantai kecemasan berlebihan dalam menghadapi situasi ini.
Masya Allah, ternyata kulwap ini benar-benar dibutuhkan oleh banyak orang ya.
Sebelum masuk ke resume kulwap, kita kenalan dulu yuk sama kakak narasumber kita.
Sekilas Tentang Narasumber
Mega Tala Harimukthi atau yang biasa dipanggil Kak Tala adalah seorang psikolog yang hobi membaca, menulis, dan memasak. Ia biasa menjadi asisten psikolog, asesor, konselor, dan narasumber. Latar belakang pendidikannya adalah S1 Psikologi UNDIP dan S2 Magister Profesi Psikolog Klinis Dewasa UI. Ia kini membuka praktik online di aplikasi Halodoc dan KALM.
Materi dari Kak Tala
Sebelum sesi diskusi, kami diberi bekal materi sebagai berikut:












Kemudian Kak Tala memberikan penjelasan singkat mengenai materinya:
Dari klien-klien yang saya tangani akhir-akhir ini, banyak yang mencemaskan masalah pandemi ini karena beberapa sebab:
- Kecemasan tentang kapan semua ini berakhir?
- Kecemasan tentang apakah saya tinggal di lingkungan yang aman saat ini?
- Kecemasan karena WFH (Work from Home = kerja di rumah) yang gak kunjung usai, bosan dan hilang ide untuk materi belajar anak.
Bahkan gak jarang yang sampai mengalami psikosomatis* setiap mendapat informasi tentang COVID-19.
*Psikosomatis adalah kondisi yang menggambarkan saat munculnya penyakit fisik yang diduga disebabkan atau diperparah oleh kondisi mental. (Sumber: halodoc)
Sebetulnya, secara umum cemas ini hal yang wajar dialami semua orang.
Terlebih hari ini di seluruh penjuru dunia mengalami masalah yang sama. Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, kita semua menghadapi wabah yang sama. Jadi, pilihannya apakah mau menghindar atau stay aware?
Kalau saat ini ada teman-teman yang merasa bahwa informasi tentang wabah ini sangat membanjiri media sosial teman-teman, maka biasanya akan muncul tanggapan yang mungkin bisa jadi reaktif maupun responsif.
Selengkapnya bisa dibaca juga di materi pdf-nya ya.
Yang jadi kendala saat ini adalah, kebanyakan dari kita terlalu fokus pada masalah sampai lupa memikirkan sebetulnya adakah hikmah dari masalah ini? Adakah hal yang bisa dipelajari dari kejadian ini?
Karena kita terbiasa mengatur hidup kita, setiap hari kita punya rutinitas yang kita jalankan dan rutinitas membuat kita tenang karena kita bisa memprediksi apa yang akan terjadi beberapa waktu kemudian. Setiap kali terjadi perubahan, maka keseimbangan kita pun hilang, dan banyak yang kemudian menjadi cemas.
Pada beberapa situasi, kecemasan bisa jadi hal yang baik, yaitu membantu kita untuk waspada. Misalnya cemas ketularan maka kita menjadi waspada dan menggunakan masker, lebih rajin mmencuci tangan dll.
Kecemasan sebetulnya membuat kita lebih “aware” utk menjaga kebersihan. Semakin rajin cuci tangan, mandi, membuat rumah lebih bersih dan lainnya.
Tetapi apabila kecemasan sudah sangat menumpuk maka justru bisa mengganggu kesehatan mental kita. Misalnya kita menjadi ketakutan keluar rumah, menjadi sangat protektif kepada orang-orang di sekitar kita sehingga mungkin bisa mengganggu mereka, panic buying juga menjadi salah satu contoh akibat kecemasan.
Kondisi terparahnya kecemasan ini terkadang membuat seseorang akhirnya mengalami psikosomatis, ataupun sakit fisik. Misalnya sakit lambung, sakit kepala, hingga sakit kulit. Dan ini sudah dialami oleh banyak orang di luar sana.
Kalau kecemasan itu ditekan, juga bisa muncul dalam bentuk mimpi. Alangkah tidak nyamannya kalau sampai begini kan? Tidur tidak nyenyak dan bangun tidur pun rasanya tidak segar.
Pada kondisi ini memang pada akhirnya, kita perlu belajar untuk memilah-milah mana hal yang perlu difokuskan dan mana yang perlu dikesampingkan untuk menyeimbangkan hidup di situasi yang penuh ketidakpasatian.
Bukankah sebetulnya kita pun sering dihadapkan pada ketidakpastian sebelumnya?
Yang membuat berbeda kondisinya adalah saat ini semua orang mengalami masalah yang sama, jadi rasanya seperti tidak aman. Ini yang umumnya terjadi.
Jadi, meskipun kondisi ini memang sangat membuat cemas, kita masih bisa berharap dan berpikir positif bahwa semua ini akan berlalu pada akhirnya.
So, here and now. Hadapi dulu yang sekarang sedang dijalani dengan penuh kesadaran dan tetap aware.
Itulah materi dan penjelasan dari Kak Tala, masya Allah merasa mulai tercerahkan dan mendapat energi positif ya. Sekarang kita lanjut ke sesi tanya-jawab.
Q&A — 1
Q: Sebenarnya saya menggantikan ibu saya yang saat ini sangat cemas. Beliau memang pernah mengalami sakit fisik yang disebabkan dari psikisnya berkali-kali ketika pemicunya datang. Gejala utamanya badannya seperti robot rasanya. Ada yang bergetar di tubuhnya tanpa terkendali. Sempat sakit macam-macam, tetapi hasil lab bagus.
Sekarang ayah saya sudah meninggal, itu juga menyebabkan gejala itu muncul lagi, tetapi tidak sebanyak sebelumnya. Ketika sudah lebih baik, kemudian pak de saya meninggal, ibu saya stress lagi.
Sekarang ada wabah COVID-19, ibu saya juga jadi ketakutan. Kepikiran terus. Saya sudah sarankan tidak usah baca medsos dulu dan lakukan hal-hal yang bisa melupakan.
Pertanyaan saya saran dari Mba Mega bagaimana agar gejala yang dirasakan ibu saya bisa hilang?
A: Sebelumnya boleh saya tanya, apakah ibunya sudah pernah dibawa konsultasi ke psikolog atau mendapat treatment untuk kecemasannya?
Karena begini, kalau dari penjelasan singkatnya, sepertinya ibunya memang susah sejak lama memiliki kecemasan yang berat. Sehingga mudah muncul apabila ada pemicu/trigger.
Cara agar gejalanya berkurang, pertama kali batasi arus informasi terkait COVID-19 ke ibunya. Support ibu untuk terus melakukan kegiatan yang biasa dilakukan. Kalau perlu lakukan hobi yang disenangi agar emosi positif ibu terbangun kembali.
Jika dalam kondisi terus menerus cemas bisa coba lalukan relaksasi dan teknik pernapasan.
Teknik pernapasan:
- Duduk dalam posisi nyaman
- Tarik napas melalui hidung selama 4 detik
- Tahan napas 7 detik
- Hembuskan napas selama 8 detik melalui mulut
Teknik pernapasan akan membantu untuk menstabilkan kembali kondisi detak jantung dan membuat lebih nyaman. Lakukan terus hingga rasanya nyaman. Ini bisa dilakukan untuk menurunkan kecemasan pada saat pemicunya muncul.
Q: Iya sudah ke psikiater. Waktu itu dikasih obat-obatan. Tetapi sepertinya efeknya sementara. Jadi bagaimana ya?
A: Sebelumnya terkait obat-obatan ini diluar kepakaran saya jadi saya akan menjawab sesuai porsi saya ya. 🙏🏻 Mungkin bisa diimbangi dengan treatment lainnya mba.
Audio Panduan Relaksasi Meredakan Stres Pikiran Dan Tubuh Di Masa Pandemi COVID-19
👆🏻 Link resmi dari Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia. Isinya ada audio yang bisa didengarkan untuk menenangkan diri di kondisi saat ini. Semoga membantu untuk relaksasi ya.
Bisa dicoba rutinkan dulu relaksasi yang saya berikan link di atas ya. Dan ajarkan teknik pernapasan yang bisa digunakan saat tiba-tiba cemas.
Jika masih kesulitan mengendalikan kecemasannya, setelah kondisi kondusif, bisa mencoba membawa ibunya konsultasi ke psikolog ya. Semoga menjawab.
Tapi perlu diingat ya, kita boleh cemas sekadar untuk alarm diri supaya lebih aware, waspada dan berjaga. Jangan juga berlebihan khawatirnya malah kitanya yang akhirnya cemas. Kecemasan berlebih bisa menurunkan imun tubuh juga.
Q&A — 2
Q: Kak ingin bertanya, saat ini saya tinggal di daerah yang belum terlalu parah dampak coronanya, tapi ada teman saya yang tinggal di daerah yang cukup banyak kasus corona. Saya bingung apa yang harus saya katakan untuk membuat teman saya lebih nyaman dan merasa lebih baik. Kira-kira perkataan yang seperti apa ya kak yang bisa saya katakan ke dia?
A: Kalau semisal temannya bercerita tentang ketakutannya akan corona ini cukup dengarkan dan gak perlu ditanggapi secara berlebihan. Kalau perlu ingatkan saja untuk mengurangi membaca informasi terkait corona jika itu membuatnya ga nyaman.
Ingatkan dia untuk selalu tetap beraktivitas setiap harinya. Agar pikirannya tidak selalu tertuju pada hal negatif tentang corona ini.
Tanggapi ceritanya dengan responsif ya, usahakan tidak ikut reaktif. 🙏🏻😊
Q&A — 3
Q: Saat ini saya sedang merasakan cemas berlebih, sudah gadget distancing, tapi masalahnya justru orang di sekitar saya / yang tinggal dengan saya tidak punya kesadaran tentang bahaya COVID-19, bagaimana ya Kak? Terutama orangtua yang kadang masih suka keluar rumah bahkan dengan tidak memakai masker, jadinya menambah pikiran dan kecemasan saya. Saya juga sudah berusaha memberi tahu, tapi dijawab dengan pasrah, titik. Apa yang harus saya lakukan?
A: Baik, memang saat ini tantangan bisa datang dari luar diri kita. Karena orang lain memang ada di luar kendali kita.
Mungkin bisa dicoba siapkan segala kebutuhannya, mulai dari masker, hand sanitizer, dan lainnya. Tetap ingatkan saja. Kalau orangtuanya melek media, mungkin bisa share berita-berita yang agak sdikit membuat mereka mulai cemas agar lebih aware ya. Niatnya bukan menakut-nakuti tapi membuat lebih aware.
Kebetulan saya pribadi juga butuh waktu ketika mengedukasi orangtua tentang ini. Hehehe. Yang jelas siapkan saja semua kebutuhan untuk lebih waspada ya. 🙏🏻
Kalau perlu tanya mau kemana orangtuanya, apabila tidak penting-penting sekali, mungkin bisa dicegah supaya gak terlalu banyak berinteraksi dengan orang lain.
Q: Well noted Mba Talaa. Saya sudah siapkan segala kebutuhannya. Saya sudah sering kirim link atau infographic tentang corona, tapi sampai sekarang juga masih PR mba. Tp kan ga mgkn kalo saya yang mengisolasi diri dari orangtua ya mba 🙂 Apalagi yang terakhir positif di kota saya rumahnya juga tidak jauh dari rumah kami, jadi rasanya kecemasan ini seperti makin dibangunkan :(. Bagaimana ya Mba?
A: Kalau kondisinya demikian, physical distancing dalam rumah perlu diterapkan mungkin ya. Bukan kita mengisolasi diri dari orangtua. Tapi ketika misal orangtua habis pergi pun, kita gak perlu mendekat dulu. Karena memang PR untuk mengedukasi orangtua tentang COVID-19 ini. Kalau sudah gak bisa dibilangin, yang penting sekarang jaga kesehatan diri sendiri ya. Semoga selalu dalam lindungan-Nya. Aamiin.
Perlu dipahami oleh kita semua sekali lagi begini ya…
Orang lain itu di luar kendali kita. Jadi ketika segala daya upaya sudah dilakukan dan gak ada perubahan, maka saatnya lebih chill dan rileks. Akan ada masanya sendiri orang akan mulai aware dengan situasi ini. 😄
Q&A — 4
Q: Hari selasa kemarin kami sekeluarga telah selesai menjalani karantina mandiri, karena kami ODP, bepergian ke area red zone. Menurut dokter bila tak ada gejala, maka aman, tetapi tetap harus menerapkan physical distancing.
Nah, saya jadi cemas sendiri, pengennya kembali berlatih memanah di Perpani, tapi takut, was was tertular atau menularkan, baiknya latihan tapi jaga jarak dengan pemanah lainnya kah? Terima kasih.
A: Kalau jawaban saya bukan iya atau tidak ya mba. Tapi kembali ke urgensi kegiatannya.
Apakah latihan memanah ini sangat urgent harus dilakukan? Seperti misalnya kita harus makan dan minum setiap hari. Atau kita bisa mencoba melakukan aktivitas yang sama baiknya tanpa harus bepergian lagi?
Kalau memang kegiatan memanah ini sangat urgent untuk anda lakukan, maka lakukan dengan penuh kesadaran dan tetap lakukan physical distancing. Tapi kalau tidak urgent dan Anda khawatir tertular/menularkan maka kembali di rumah saja.
Semoga membantu memberi insight ya. Karena setiap keputusan yang diambil selalu ada konsekuensinya. 🙏🏻
Q&A — 5
Q: Halo Mba. Pertanyaan saya tentang parnoan. Apakah ini masuk dikategori cemas atau takut ya. Atau seperti apa dari sudut pandang psikologis. Karena saya sering merasakan jangan-jangan kena, jangan-jagan benda itu ada virusnya. Dll. Terima kasih
A: Sebelumnya apakah pikiran “jangan-jangan kena” atau “jangan-jangan begini begitu” sudah dimiliki sebelum masa pandemi atau baru muncul saat pandemi?
Pikiran ini termasuk dalam kondisi cemas. Bahasa awamnya jadi parno ya.
Pada dasarnya cemas itu muncul karena sebuah ketidakpastian.
Jadi pikiran “jangan-jangan” ini termasuk sebuah ketidakpastian yang perlu diantisipasi agar tidak semakin membesar ya.
Q: Saat pandemi ini mba. Jadi bagaimana?
A: Baik, artinya cemas ini, Mas. Pikiran yang wajar karena jadi membuat kita lebih alert tapi baiknya dikendalikan ya.
Karena kecemasan dalam kondisi ini bisa “menular” ke keluarga juga. Usahakan berbagi ketenangan ya supaya bisa menurunkan kecemasannya.
Q&A — 6
Q: Sebelum bertanya, saya akan curhat dulu, sebagai warga negara yang baik saya mengikuti anjuran pemerintah ketika harus WFH.
Seminggu awal WFH tidak ada masalah yang berarti bagi saya dan keluarga saya. Edukasi terkait social distancing dan precautions lainnya sudah saya sampaikan ke keluarga. Semua bisa menerima juga dengan baik.
Minggu kedua sudah mulai merasa tidak nyaman, sempat cranky juga terlebih saya seorang yang extrovert (?) sehingga merasa tidak betah kalau hanya di rumah saja. Setiap hari saya tidak pernah bosan untuk mengingatkan kepada keluarga untuk cuci tangan, dll.
Tapi pada suatu hari, ibu saya mungkin yang juga sudah merasa cemas atau bisa dibilang juga bosan, saya sempat merasa cemas karena ibu saya bisa termasuk golongan yang beresiko karena umur lebih dari 60 tahun. 71 tahun tepatnya.
Tapi Alhamdulillah kecemasan itu bisa hilang, tapi hanya pada saat-saat tertentu saja. Ketika saya mau tidur atau ketika saya sudah tidak begitu sibuk kecemasan itu muncul lagi. Bagaimana pendapat Kakak terkait hal yang terjadi pada diri saya?
A: Nah ini, benar sekali ya seminggu pertama WFH mungkin kita masih senang ya. Kemudian ketidakpastian semakin lama, 2 minggu, 3 minggu dan entah sampai kapan berakhir. Hal yang wajar dan dimaklumi. Di luar sana banyak orang yang mengalami kebosanan ini hingga akhirnya membuat cemas.
Sebetulnya keluar rumah boleh kok, kalau kita punya kendaraan, bisa keliling tanpa harus mampir. Sampai rumah bersih-bersih badan. Kalau semisal mau gofood, grabfood pun menurut saya tidak apa-apa ya sekalian membantu mereka. Intinya sesekali keluar rumah itu tidak apa-apa, yang penting tetap menerapkan pola physical distancing tadi dan melihat urgensinya.
Kalau memang kita biasa bergaul dan bertemu teman, mungkin bisa coba dengan video call atau kegiatan yang bisa membuat tetap keep in touch dengan mereka.
Kecemasan itu sebetulnya ada dalam pikiran kita. Sehingga makanya butuh usaha untuk bisa tetap rileks. Salah satunya yang bisa dilakukan sebelum tidur adalah relaksasi, pakai aromaterapi jika memungkinkan, membatasi diri dalam memakai gawai, dll. Intinya coba cari kegiatan yang tetap aman dan bisa menurunkan rasa bosannya. Bisa menjalankan hobi misalnya ya.
Perlu juga menjaga kondisi mental ibunya ya mas. Saling support dan tetap fokus pada kegiatan positif.
Saya pribadi untuk menurunkan kebosanan, pernah keluar untuk melihat situasi sekitar juga. Jalan-jalan pagi dan sore.
Sebetulnya yang perlu dijaga betul itu bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain karena wabah ini tidak terlihat keberadaannya. Cuma memang misal, kita beli nasi uduk di warung perlu menjaga jarak.
Bosan itu bisa mengacak-acak hari kita. Hehehe
Q: Terima kasih untuk mengingatkan bahwa semua ini hanya ada dalam pikiran kita. Hanya kita yang bisa menyembuhkannya. Hanya diri sendiri. Terima kasih sekali lagi.
A: Terima kasih kembali. Betul, kendali di kita. Secara ilmiah, cemas itu adanya dalam pikiran kita ya teman-teman. Jadi coba tetap fokus dengan apa yang sedang dikerjakan. Mungkin bisa sharing dengan teman ya tentang aktivitas hari itu agar dapat insight yang bisa menurunkan cemasnya.
Sekedar informasi, cemas ini banyak jenisnya dan jika kita sudah memiliki kecemasan dalam rentang waktu lebih dari 6 bulan dan sudah mengganggu aktivitas kita sehari-hari. Ada baiknya lakukan konsultasi dengan psikolog ya.
Q&A — 7
Q: Kakak saya tetap bekerja di luar rumah (tidak bisa WFH) dan pekerjaannya membutuhkan interaksi dengan banyak orang. Karena hal ini lah yang membuat saya kadang masih suka cemas walau tidak berlebihan seperti sebelumnya (sampai jantung berdebar, susah tidur, menangis, tiba-tiba menjadi maniak kebersihan).
Ditambah kakak yang lain suka panik dan cemas terutama setelah mendengar berita tentang COVID-19. Saya sudah mengalihkan dengan membaca ilmu agama, melakukan social media distancing, tidak menonton televisi, tapi ya itu, terkadang dalam suatu waktu tiba-tiba masih suka muncul rasa panik dan cemas.
Apakah saya ini sudah termasuk dalam panik yang berlebihan atau tidak? Dan bagaimana cara ampuh mengatasi? Apakah saya harus konsultasi dengan dokter secara online karena untuk bertemu langsung tidak memungkinkan?
A: Sayangnya memang tidak semua orang mendapat kesempatan utk WFH sehingga mereka tidak punya pilihan untuk itu.
Seperti yang saya sampaikan di atas, kalau dalam satu rumah ada yang sangat cemas atau bahkan parno menghadapi COVID-19, rentan sekali “menularkan kecemasannya” ke anggota keluarga lainnya.
Cara masing-masing orang dalam menurunkam kecemasannya berbeda-beda ya mba. Memang perlu mencoba baru bisa menemukan yang paling cocok.
Jika sudah sangat mengganggu, saya sarankan konsultasi ke psikolog. Bisa secara online dulu ya.
Ada salah satu metode yang bisa coba dipelajari utk menurunkan kecemasan yaitu dengan berlatih mindfulness.
Q: Awalnya amat sangat mengganggu kak. Semua langkah dan gerak saya menjadi tidak leluasa seperti biasanya. Suka “duh tangan berasa kotor” “duh tempat ini kotor”, yang awalnya saya tidak punya misofobia, tetiba saya bisa memiliki itu. Dan memang benar sekali cemas sangat menular. Saya sampai bingung bagaimana mengatasi kalau boleh tahu, mindfulness itu bagaimana?
A: Mindfulness adalah kondisi dimana kita menyadari penuh keberadaan kita saat ini.
Kita sadar dan hadir pada apa yang sedang dikerjakan sekarang mba. Misal Anda sedang membaca, maka cukup membaca saja. Kalau ada pikiran yang tiba-tiba muncul cukup pahami dia ada tanpa harus direspon apapun. Kurang lebih begitu.
Q: Cukup memahami suatu pikiran ada tanpa harus direspon itu sedikit susah untuk saya karena sejujurnya saya tipe orang yang pemikir, dengan kata lain suka memikirkan sesuatu sedetail dan sejauh mungkin. Inilah yang menjadi PR bagi saya dalam menghadapi kecemasan yang saya alami. Bagaimana ya?
A: Kalau sudah begini, saran saya bisa coba konsultasi pribadi ya mba. Supaya menurunkan cemasnya dan pikiran lebih tenang.
Q&A — 8
Q: Saya kebetulan gabisa WFH karena kerja di bank. Stok masker menipis dan kantor hanya bisa menyediakan masker kain. Sehingga ayah saya sering mencemaskan saya. Pertanyaan saya, masker kain itu efektif atau engga ya? Dan bagaimana cara menanggapi ayah saya?
A: Kalau terkait masker kain efektif atau tidak, jujur saya gak paham juga mba. Hehehe. Tapi lebih baik tetap dipakai dibandingkan tidak dipakai sama sekali. 🙏🏻
Ayahnya sebetulnya menunjukkan rasa khawatirnya ya mba. Mungkin caranya berlebih sehingga membuat kurang nyaman. Coba ceritakan saja kondisi di lapangan bagaimana, dan tunjukkan dengan perilaku menjaga kebersihan ketika sampai rumah. Misal sampai rumah langsung mandi, menanggalkan pakaian, atau kalau perlu langsung rendam pakaiannya. Sama seperti jawaban-jawaban di atas, untuk ke orang tua memang susah-susah gampang, jadi bisa terus diedukasi ya mba. Tanyakan apa yang membuat cemas dan menurut ayah, anda harus bagaimana agar dia tidak cemas? Semoga menjawab.
Q&A — 9
Q: Pertanyaan ku Mba, aku salah satu nakes, dan kecemasan ku saat ini, aku kadang takut pulang kerumah, hiks, karena takut ada virus-virus yang kebawaa.
Bagaimana cara ngilangin rasa takut itu yaah, karena aku sekarang jadi agak jaga jarak sama anak dan suami, dan itu sangat bikin sedih, kadang suka tiba-tiba nangis… yang biasanya ngusel-ngusel dan cium-cium ke anak sekarang jadi worry..
Mau trik dan tips agar supaya bisa calm down ya🙏🏻 Makasih Mba Tala.
A: Mba Dewi, terima kasih ya sudah tetap bertugas di kondisi seperti ini. 🤗
Wajar rasanya jadi cemas kalau-kalau menular, jadi carier dan lainnya. Langkah pertama memang perlu menerima dulu kondisinya yang memang gak mudah ya mba. 🙏🏻
Selama memang sudah membersihkan badan, setelahnya bisa relaksasi ya mba agar tenang. 🙏🏻🙏🏻🙏🏻
Dengan kondisi begini rasanya saya ingin buat grup untuk support nakes yang bertugas di lapangan. 🙏🏻🙏🏻🙏🏻
Tetap cium-cium anak, peluk-peluk anak tidak apa-apa ya mba. Bismillah semoga Allah selalu melindungi mba dan keluarga.
Closing Statement dari Kak Tala
Kondisi pandemi ini sedang melumpuhkan dunia, bukan hanya Indonesia. Maka perasaan tidak nyaman dan cemas pun dialami oleh banyak orang di luar sana.
Kita semua tidak punya pilihan untuk menghindarinya, kita hanya punya pilihan untuk menyadari bahwa kondisi ini nyata.
Jadikan kecemasan yang kita alami sebagai alarm untuk kewaspadaan. Kendalikan diri dalam merespon informasi yang datang, dan batasi diri dari beragam informasi yang membuat tidak nyaman.
Tetap jaga kesehatan, fokus berkegiatan, dan jangan lupa luangkan waktu untuk melakukan me time.
Stay safe, stay health, and stay happy. Insya Allah semua ini segera berlalu. Saling support satu sama lain ya. 😊🙏🏻
Jazakumullah khairan semua❤️
Untuk Kak Tala atas sharing ilmunya, jawaban dengan solusinya yang menenangkan banget, dan kesediaan mendengarkan curhat kami🙏
Dan juga buat teman-teman yang sudah bergabung di sini, semoga mendapatkan manfaatnya, semoga kita semua bisa melaluinya yaa dengan responsif bukan reaktif, bener kata kak Tala insya Allah semua ini segera berlalu.
Semoga kita semua lulus ujian-Nya🤲 Aamiin yaa Rabb.
Note: Resume ini boleh dibagikan ke keluarga dan teman-teman yang lain, semoga semakin banyak yang teredukasi dan mengambil manfaat dari kulwap ini. Insya Allah.
I don’t have her books for the same reasons. I actually started reading her works through my teacher too. And
LikeLike