Kemarin saya bertemu dengan mas Fikri Ibrahim. Juga, mba Yulia dan mba Lanny. Yang dibicarakan? Sudah bisa ditebak. Urusan ukhrowi dan duniawi. Termasuk urusan kendaraan. Saat-saat ini, untuk body repair, harus nunggu antrian panjang. Maklum. Bengkel-bengkel penuh. Setelah hujan deras dan banjir dahsyat. Yang menyeret cukup banyak mobil yang kini sudah duluan antri di bengkel.
Alhamdulillah, body mobil masih bisa di-repair. Lha kalo rumah, gimana? Salah satu solusinya adalah pindah rumah. Ke lokasi bebas banjir.
Maka yang jualan rumah pun semakin gencar. Seperti seorang sales person sorenya. Sore hari setelah pertemuan hari itu. Dia maksa ngasih brosur. Meski sudah saya coba untuk menolaknya. Sehalus dan sesopan yang saya bisa.
Yang dia tawarkan adalah sebuah rumah yang biasa. Di kawasan hunian yang juga bisa. Maksudnya, biasa ditawarkan oleh perusahaan properti yang lainnya juga. Saya menaruh hormat dan terkesan dengan kegigihannya. Tapi kan saya sedang tidak membutuhkannya. Brosur yang saya terima darinya itu harus berakhir di tong sampah.
Kalo yang dijual adalah istana, dengan “harga yang terjangkau”, nah, kalo yang ini, saya mau. Seperti yang diceritakan Ustadz Nouman. Menyambung cerita tentang dahsyatnya Surah Al-Ikhlas.
Inna nabiyyAllaahi shollAllaahu ‘alayhi wasallama qoola man qoro-a qul huwAllaahu ahadun ‘asyro marrootin buniya lahu bihaa qoshrun fil jannah.
Siapa yang membaca Qulhu (Surah Al-Ikhlas) sepuluh kali, pasti akan dibangunkan sebuah istana untuknya di surga. (HR Darimi 3295)
Ustadz Nouman secara khusus berdoa, semoga kita semua termasuk di dalamnya. Maksudnya, termasuk komunitas pecinta Qulhu. Sehingga membacanya berulang-ulang setiap hari. Sehingga ada sebuah istana yang menanti kita di surga. Aamiin.
Di Qulhu alias Surah Al-Ikhlas, Allah memperkenalkan diri-Nya. Dengan nama-Nya. Yang membuat hati orang beriman bergetar ketika nama itu disebutkan.
Tentang nama itu, tentang kata “Allah”, secara umum ada dua pendapat. Pendapat pertama, kata “Allah” itu orisinil. Aslinya, namanya ya seperti itu. Pendapat kedua, kata “Allah” adalah derivat alias turunan dari kata “ilaah”.
Ustadz Nouman lebih condong kepada pendapat yang terakhir. Bahwa kata “Allah” adalah unik (unique). Bahwa kata “Allah” aslinya seperti itu. Tidak diturunkan dari kata “ilaah”.
Apa yang mendasari pendapat itu? Setidaknya ada dua pembuktian. Pembuktian secara historis dan pembuktian secara linguistik.
Belajar dari semua ayat yang pernah turun dari semua kitab suci, kata yang digunakan untuk memperkenalkan diri-Nya adalah sama: Allah. Bahkan ketika kitab suci itu ditulis atau disusun bukan dalam Bahasa Arab, tetap saja nama-Nya konsisten: Allah. Jadi bahkan kata “Allah” itu bukan milik Bahasa Arab. It belongs to humanity. Kata “Allah” adalah milik seluruh umat manusia. Kata “Allah” adalah nama-Nya yang asli sejak Nabi Adam ‘alayhis salam. Ini adalah pembuktian secara historis.
Pembuktian secara linguistik tak kalah menariknya. Pendapat bahwa kata “Allah” berasal dari kata “ilaah”, didasarkan pada “ilaah” yang tertentu, atau “al-ilaah”, dan penggunaannya yang berulang serta terus-menerus membuat kata “al-ilaah” berubah menjadi kata “Allah”.
Masalahnya adalah, dalam Bahasa Arab, ketika kita memanggil seseorang, tidak mungkin kita bilang “yaa al-walad” atau “yaa ar-rajuul”. Manggilnya pasti “yaa walad” atau “yaa rajuul”.
Atau “Yaa Rahman”. “Yaa Rahiim”. Bukan “Yaa Ar-Rahmaan.” Bukan “Yaa Ar-Rahiim.”
Kalo manggilnya pake “Yaa”, maka alif lam ta’rif nya hilang.
Kalo mau alif lam ta’rif nya tetap ada, maka manggilnya pake “Yaa Ayyuha”.
Contoh: “Yaa Nabii”, ini benar. “Yaa An-Nabii,” ini salah. Alif lam ta’rif nya harus hilang. Tapi kalo tidak mau dihilangkan, manggilnya jadi “Yaa Ayyuhan-Nabii.”
Ada orang yang kepanasan. Panasnya begitu menyengat sehingga ia langsung mengingat Allah. Dan dia menggumamkan, “Yaa Allah.”
Ada juga orang yang kedinginan. Dia sampai menggigil meski sudah pake jaket rangkap lima sehingga ia juga langsung mengingat Allah. Tubuhnya bergetar saat mengucapkan, “Yaa Allah.”
Begitulah cara kita memanggil-Nya. “Yaa Allah”. Jika kata “Allah” berasal dari “al-ilaah”, maka kita tidak mungkin memanggil seperti ini. Harusnya alif lam ta’rif nya ilangin dulu. Harusnya manggilnya “Yaa ilaah.” Tapi nyatanya tidak begitu.
Dua pembuktian itu, secara historis dan secara linguistik, sudah cukup untuk membuat kita lebih condong kepada pendapat bahwa kata “Allah” adalah unik, spesifik, terpisah dan tidak ada hubungannya, apalagi berasal dari kata “ilaah”.
Kata “Allah” juga unik dari segi cara mengucapkannya. Ada huruf yang ringan, ada huruf yang berat. Huruf dha (ض) adalah sebuah contoh huruf yang berat. Kata-kata waladhdhaalliin (وَلَا الضَّآلِّيْن) di akhir Fatihah, kita ga bisa senyum saat mengucapkannya. Harus bad mood saat mengucapkannya.
Demikian juga dengan huruf qof (ق). Ini huruf yang berat. Kita tidak bisa membacanya sebagai ka (كَ). Kita sudah belajar huruf-huruf ini dari guru tajwid kita. Yang mengajarkan supaya kita bad mood saat mengucapkan huruf-huruf yang berat itu. 😀😀 Boleh good mood untuk huruf-huruf yang ringan. Ngucapin tho (طَ) harus bad mood. Kalo ta (تَ) boleh good mood. Memang gitu aturannya. Coba aja baca tho (طَ) sambil tersenyum, ntar kan keluarnya ta (تَ).
Lam is a happy letter. Huruf lam (ل) itu diucapkannya ringan. Huruf lam ada di kata “Allah”. Tapi kata “Allah” kita ucapkan dengan lam (ل) yang berat. Kecuali jika didahului kasrah seperti pada kata lillaah, atau fillaah, atau billaah, atau bismillaah, nah, barulah huruf lam (ل) dibaca ringan.
Kita tidak mengucapkannya “al laahu”, dengan lam yang ringan. Tapi kita mengucapkan kata “Allah” dengan lam yang berat. Bukan happy lam, tapi heavy lam.
Padahal di surah Al-Isra’ 17:23 kita ketemu dengan wa qodhoo robbuka allaa ta’buduu illaa iyyaahu wa bil waalidayni ihsaanaa. Di situ ada kata “allaa” tapi bacanya ringan-ringan aja. Bacanya pake happy lam. Padahal tidak didahului kasrah ini.
Apa artinya? Artinya, kata “Allah” memang benar-benar unik. Dibacanya, how to pronounce it, juga unik. Seakan melanggar semua aturan grammar dari Bahasa Arab. Tidak ada lagi yang lain, dalam bahasa Arab, yang pengucapannya, seperti cara pengucapan kata “Allah”. Artinya, bahkan kata “Allah” adalah unik sebagai sebuah kata.
Konsep di balik kata “Allah”, adalah unik. Sudah umum diketahui. Tapi ternyata kata itu sendiri sudah unik. Tidak ada kata yang lain yang menyerupai kata “Allah”.
Ini belum selesai loh. Masih ada fakta lain yang juga unik.
Dalam bahasa Arab, untuk sebuah proper name, hanya berlaku “a” atau “u” di akhir kata.
Contohnya, nama Thalhah. Maka bentukan kata yang mungkin adalah Thalhatu atau Thalhata. Tidak pernah ada Thalhati.
Contoh lainnya, nama ‘Ubaidah. Maka bentukan kata yang mungkin adalah ‘Ubaidatu atau ‘Ubaidata. Tidak pernah ada ‘Ubaidati.
Contoh lainnya lagi, nama Nabi Ibrahim. Bentukan kata yang mungkin adalah Ibraahiimu atau Ibraahiima. Tidak pernah ada Ibraahiimi.
Tapi kata “Allah” tidak seperti itu. Semua bentukannya mungkin bagi kata “Allah”. Ada “Allaahu”, ada “Allaaha”, dan ada juga “Allaahi”.
Ketiganya ada.
Bahkan Ustadz Nouman berpendapat bahwa kata “Allah” tidak asing untuk semua bahasa. Karena kata “Allah” tidak asing untuk semua hati manusia.
Karena fitrah manusia memang seperti itu. Kita terlahir dengan fitrah untuk mengenal kata “Allah”.
By the way, biar adil, akan dibahas juga tentang kata “ilaah”. Meskipun Ustadz Nouman tidak subscribe alias tidak menganut pendapat bahwa kata “Allah” berasal dari kata “ilaah”.
Kata “ilaah” berarti sesuatu yang disembah (something that is worshipped). Kata “ilaah” juga berarti seseorang yang kita tuju ketika kita putus asa (someone we turn to when we’re desperate). Saat kita kewalahan (overwhelmed), ilaah adalah yang kita tuju.
Kata “ilaah” juga berarti sesuatu yang kita kagumi. Yang kita puji-puji.
Kata “ilaah” juga berarti sesuatu yang kita pandang, dengan perasaan terpesona (an awe).
Kata “ilaah” juga berarti tempat berlindung. Tempat kita mencari perlindungan.
Dan karena dalam bahasa Arab ada konsep di mana huruf wawu bisa menggantikan hamzah, maka kata “ilaah” atau “walaah” juga berarti cinta. Cinta yang mencengangkan.
(bersambung)