Jangan berakhir.
Aku tak ingin berakhir.
Dua baris pertama lirik lagu Satu Jam Saja itu mewakili perasaanku.
Bukan perasaanku tentang seorang teman.
Tapi perasaanku tentang Al-Qur’an.
This Book, its wisdom doesn’t come to an end.
Its guidance doesn’t come to an end.
Its counsel doesn’t come to an end.
Its miracle, its beauty, its power, its effect, doesn’t come to an end.
Kebijaksanaannya, pedomannya, nasihatnya, keajaibannya, keindahannya, kekuatannya, pengaruhnya, tak akan pernah berakhir.
Jangan berakhir.
Aku tak ingin berakhir.
Semuanya tentang Al-Qur’an, tak akan berakhir.
Aku lah yang justru akan berakhir.
Kesadaran tentang ke-tak-berakhir-an Al-Qur’an dan ke-berakhir-an kita, perlu diulang-ulangi.
Apalagi kita sedang membahas Al-Ikhlas, yang merupakan intisari Al-Qur’an.
Sepertiga Al-Qur’an itu pretty heavy loh.
Dan Rasulullah ga main-main sampai bilang begitu.
Mungkin kita sering ‘memanfaatkan’ surah ini.
Untuk dibaca super cepat dalam sholat yang berakhir sangat singkat.
Karena dunia yang begitu menyibukkan kita.
Tapi kini kita diajak untuk berhenti.
Stop and think.
Berhenti dan melakukan sebuah perenungan.
Allah itu hanya satu.
Ahad.
Tapi ada saja yang menyalahinya.
Ada yang bilang qooluttakhodzalloohu waladan (QS 18:4).
Ada yang bilang wa qooluttakhodzarrohmaanu waladan. Laqod ji’tum syay-an iddan (QS 19:88-89).
Ada yang bilang “Allah Yang Maha Pengasih mempunyai anak.”
Sungguh kurang ajar!
Hampir saja langit pecah, bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh, karena ucapan itu (QS 19:90).
Stop and think.
Kita berhenti sejenak untuk berpikir.
Merenungkan betapa dahsyatnya Surah Al-Ikhlas.
Yang tercermin di banyak hadits Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wasallam.
Dulu, di jaman sahabat, ada orang yang hobinya baca Qulhu.
Sehingga bikin yang lain merasa gimana gitu.
Maka dilaporkanlah orang itu ke Rasulullah, “Masak dia bacanya Qulhu melulu. Emang itu cukup?”
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam merespon.
Pertama, bahwa Qulhu adalah sepertiga Qur’an.
Kedua, supaya kita berhenti mengritik orang yang baca Qulhu. (Bukhari 6826)
Ada juga yang melaporkan tetangganya ke Rasulullah.
Karena dengar tetangganya bangun malam, dan cuma baca Qulhu.
Rasulullah kembali merespon.
Respon yang sama.
Bahwa Qulhu adalah sepertiga Qur’an.
Dan supaya kita berhenti mengritik orang yang baca Qulhu.
Malah Rasulullah balik bertanya, apa susahnya bangun malam dan baca Qulhu.
Seakan-akan Rasulullah menyindir, tahajud dan baca Qulhu kan mudah, tapi kok kita malas melakukannya. (Tirmidzi 2821)
Ada lagi yang melaporkan kebiasaan baca Qulhu di tiap raka’at shalat. Setelah baca Fatihah dan surah tertentu, selalu diakhiri dengan baca Qulhu dulu.
Rasulullah merespon, tanyakan ke dia kenapa selalu begitu.
Ternyata, dia selalu begitu karena Qulhu memberinya gambaran tentang Ar-Rahmaan. Itu lah kenapa dia suka membacanya. Rasulullah bilang, akhbiruhu annallaahu yuhibbuhu. Katakan padanya, Allah cinta dia.
Dalam sholat witir, Rasulullah membaca Al-A’la, Al-Kafirun, lalu Al-Ikhlas. Konsisten seperti ini. Dan ketika selesai, Rasulullah membaca subhanal malikil qudduus. Tiga kali. Hadits-hadits yang meriwayatkan hal ini pun konsisten. Ada di riwayat Nasa’i nomor 1681, 1713, 1716, 1717, 1721, 1731, dan 1732.
Apabila Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam hendak tidur, beliau meniup telapak tangannya sambil membaca Qulhu (Al-Ikhlas 1-4) dan Mu’awidzatain (Surah Al-Falaq dan An-Nas), kemudian beliau mengusapkan telapak tangan ke wajahnya dan seluruh tubuhnya. Aisyah berkata, ketika beliau sakit, beliau menyuruh Aisyah melakukan hal itu.” (Bukhari 5307)
Suatu saat Rasulullah mendengar seorang laki-laki membaca Surat Al-Ikhlas. Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam kemudian bersabda, “Wajib baginya.” Abu Hurairah bertanya, “Apa yang wajib bagi dia wahai Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam?” Beliau menjawab, “Surga.” (Nasa’i 984)
Ditulis oleh Heru Wibowo