
(الحمد لله)
(الحمد لله ، خالق الوجود من العدم)
(و جاعل النور من الظلم)
(و مخرج الصبر من الالم)
(و ملقي التوبة على الندم)
(فنشكره على المصائب كما نشكره على النعم)
(و نصلي على رسوله الاكرم)
(ذي الشرف الاشم ، و النور الاتم)
(و الكتاب المحكم)
(و كمال النبيين و الخاتم ، سيد ولد آدم)
(الذي بشر به عيسى بن مريم)
(و دعا لبعثته ابراهيم عليه السلام)
(حين كان يرفع قواعد بيت الله المحرم)
(فصل الله عليه وسلم و على اتباعه ، خير الامم)
(الذين بارك الله بهم كافة الناس العرب منهم و العجم)
(الحمد لله)
(الذي لم يتخذ ولدا ولم يكن له شريك في الملك)
(ولم يكن له ولي من الذل وكبره تكبيرا)
(الحمد لله الذي أنزل على عبده الكتاب)
(ولم يجعل له عوجا)
(والحمد لله)
(الذي نحمده و نستعينه و نستغفره)
(و نؤمن به و نتوكل عليه)
(و نعوذ به من شرور انفسنا و من سيئات اعمالنا)
(من يهد الله فلا مضل له, ومن يضلل فلا هادي له)
(و نشهد ان لا اله الا الله وحده لاشريك له)
(و نشهد ان محمدا عبده ورسوله)
(أرسل رسوله بالهدى ودين الحق)
(ليظهره على الدين كله)
(وكفى بالله شهيدا)
(فصل الله عليه و سلم تسليما كثيرا كثيرا)
(عم بعد)
(فإن أصدق الحديث كتاب الله)
(وخير الهدي هدي محمد ﷺ)
(وإن شر الأمور محدثاتها)
(فإن كل محدثة بدعة)
(وكل بدعة ضلالة)
(وكل ضلالة في النار)
(قال الله عز و جل في القرآن الكريم)
(بعد أن أقول)
(أعوذ بالله من الشيطان الرجيم)
(بسم الله الرحمن الرحيم)
( يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَآ أَحَلَّ ٱللَّهُ لَكَ تَبْتَغِى مَرْضَاتَ أَزْوَٰجِكَ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ) (QS. At Tahrim: 1)
(قَدْ فَرَضَ ٱللَّهُ لَكُمْ تَحِلَّةَ أَيْمَٰنِكُمْ وَٱللَّهُ مَوْلَىٰكُمْوَهُوَ ٱلْعَلِيمُ ٱلْحَكِيمُ) (QS. At Tahrim: 2)
(رَبِّ اشْرَحْ لِى صَدْرِي) (QS. Taha: 25)
(وَيَسِّرْ لِى اَمْرِي) (QS. Taha: 26)
(وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِّسَانِى) (QS. Taha: 27)
(يَفْقَهُوا قَوْلِى) (QS. Taha: 28)
(اللَّهُمَّ ثَبِّتْنا وَاجْعَلْنا عند الموت بِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ)
(اللَّهُمَّ جْعَلْنامِنَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ)
(وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ)
(آمين يا رب العالمين)
Semua yang halal adalah bentuk kecintaan Allah
Ketika Allah menempatkan manusia di bumi, Ia membuat banyak dari apa yang ada di bumi ini tersedia bagi kita, sesuatu yang seharusnya kita gunakan, nikmati, manfaatkan dan membuat kita bersyukur padaNya.
(وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَٰيِشَ ۗ قَلِيلًا مَّا تَشْكُرُونَ) (QS. Al Araf: 10)
Allah berfirman, “Dia menaruh di dunia ini, banyak hal. Segala macam hal yang dapat kamu gunakan untuk hidup, sedikit sekali kamu bersyukur.”
Pada ayat lainnya dalam Qur’an, Allah menjelaskan lebih spesifik. Dan berkata,
(كُلُوا۟ مِمَّا فِى ٱلْأَرْضِ حَلَٰلًا طَيِّبًا) (QS. Al Baqarah: 168)
Makanlah dari apapun yang terdapat di bumi ini, yang diizinkan, (حَلَٰل) dibolehkan,
serta (طَيِّبًا), yang baik dan murni.
Dan Anda dapat melihat (حَلَٰل) dan (طَيِّبًا) sebagai dua sifat kata yang artinya, salah satu cara untuk melihatnya adalah apa pun yang Allah bolehkan itu baik. Itu haruslah baik bagi Allah untuk membolehkannya.
Pada ayat lain, Allah menjelaskan bahwa satu-satunya hal yang tidak diizinkan-Nya, tidak dibolehkan, ialah apa yang kita sebut haram. Allah berfirman,
(وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ ٱلْخَبَٰٓئِثَ) (QS. Al Araf: 157)
Hal-hal buruk adalah apa yang Ia haramkan. Jadi, hal-hal yang kotor, buruk, dan tidak baik untuk kita, adalah hal-hal yang Dia haramkan.
Dan sebagian besar dari apa yang Allah berikan di bumi ini, Allah halalkan untuk kita. Ada beberapa hal yang harus kita jauhi, namun, hal-hal lainnya Allah bolehkan.
Apapun yang Allah berikan kepada kita adalah bukti cinta Allah, bukti kepedulian Allah. Dan salah satu cara yang dapat Anda pikirkan tentang hal yang Allah berikan kepada kita, yang halal, yang merupakan bentuk cinta dari Allah, ialah banyak hal yang telah Allah berikan kepada kita.
Allah berfirman, itu seperti, “Hal-hal yang halal adalah contoh dari apa yang Allah berikan kepada kita di Jannah.” Faktanya, kita diciptakan, sehingga dapat mewarisi Jannah yang telah Allah ciptakan untuk kita. Itulah tujuan kita diciptakan. Dunia ini bukan rumah kita yang sebenarnya. Ini hanya tempat tinggal sementara. Tempat tinggal kekal kita adalah Jannah. Jadi, Allah menjelaskan tentang Jannah,
(أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْوَٰرِثُونَ) (QS. Al Mu’minun: 10)
Orang-orang yang akan masuk ke dalam Jannah adalah orang-orang yang mewarisi Jannah.
Warisan berarti sudah menjadi milik Anda. Itu milik leluhur Anda dan Anda akan kembali ke apa yang sudah ada menjadi milik Anda. Anda tidak membelinya atau mendapatkannya. Karena itu sebenarnya sudah diwariskan, kan? Jadi, gagasannya adalah kita akan kembali ke rumah terakhir kita.
Tapi, ketika Allah menggambarkan Jannah dalam Qur’an, Allah menggambarkannya sebagai tempat dengan sungai-sungai, buah-buahan, pohon-pohon, dan makanan yang lezat. Daging yang berasal dari unggas seperti ayam atau burung puyuh, dan hal-hal seperti itu. Allah berfirman,
(وَلَحْمِ طَيْرٍ مِّمَّا يَشْتَهُونَ) (QS. Al Waqiah: 21)
Allah akan berikan dari hal-hal yang mereka sukai. Daging burung apa pun yang mereka suka makan. Jadi Ia mengacu pada banyak hal yang telah kita alami dalam hidup ini, dan kemudian merujuk pada kehidupan selanjutnya. Intinya adalah, bahwa Allah, meskipun kita belum berada di surga, membuat kita sedikit dapat merasakannya. Coba kalikan dengan tak terhingga, lihat seberapa baik itu akan terjadi, dan betapa luar biasanya itu akan terjadi. Namun terlepas dari hal tersebut, ini masih merupakan bukti cinta dan perhatian dari Allah, bahwa Ia membuat begitu banyak dari dunia ini diizinkan untuk kita, halal untuk kita.
Definisi lain dari haram
Dan saya ingin memulai dari hal tersebut, dan kemudian saya ingin menambahkan sesuatu sebelum saya berbagi cerita dengan Anda hari ini yang menjelaskan pelajaran pertama dari Surat At-Tahrim, yang menceritakan suatu peristiwa dalam kehidupan Rasulullah (ﷺ).
Hal yang ingin saya bagikan dengan Anda adalah kata (حَرَام). Kata tersebut tidak hanya merujuk pada sesuatu, hal yang Allah tidak izinkan. Tentu saja, itu mengacu pada hal tersebut juga,
dan terutama mengacu pada itu. Ada beberapa jenis hewan yang tidak dibolehkan untuk kita makan. Hewan-hewan tersebut haram. Ada beberapa jenis minuman yang tidak boleh diminum. Minuman tersebut haram, dll. Ada beberapa perbuatan yang diharamkan. Semua orang mengerti itu.
Tapi, (حَرَام) dalam bahasa Arab juga berarti menjauhkan diri Anda atau untuk menolak sesuatu. Sebagai contoh, jika Anda berkata, “Astaga, aku benci restoran pizza itu.”
“Aku tidak akan pernah kembali ke sana lagi.”
Itu tidak diharamkan oleh Allah, melainkan Anda membuatnya haram untuk diri sendiri. Itu bukan kata (حَرَام) dalam arti agama. Kata (حَرَام) haram itu sebenarnya karena Anda yang menolak, menjauhkan, atau Anda melarang diri sendiri untuk pergi ke sana lagi.
Atau bisa jadi saat seseorang punya perjanjian bisnis, dan bisnis tersebut memburuk. Dan kemudian mereka berkata, “Ya ampun, aku tidak akan pernah berbisnis dengan orang-orang itu lagi.” Jadi, haram bagi Anda berurusan dengan mereka. Itu tidak berarti haram menurut ukuran Allah. Itu berarti Anda memutuskan, “Tidak lagi! Aku tidak akan memberikan mereka akses lagi, Aku tidak ingin berbicara dengan mereka, Aku tidak ingin berurusan dengan mereka lagi.” Ini juga semacam haram dari sudut pandang bahasa Arab.
Latar belakang cerita surat At Tahrim
Dengan dua hal tersebut, mari membahas sebuah sinopsis dari cerita yang ingin saya bagikan dengan Anda hari ini.
Nabi kita (ﷺ) ketika beliau berada di Madinah, beliau mempunyai banyak tanggung jawab. Beliau adalah gubernur Madinah. Beliau harus mengurus situasi militer.
Ada orang-orang di Mekah yang masih haus darah kaum Muslim, dan mereka tetap berusaha mengumpulkan intelijen, mencoba mencari cara untuk menyerang Madinah. Ada juga orang-orang di dalam Madinah yang berpura-pura menjadi Muslim, tetapi sebenarnya mata-mata, bekerja dengan musuh, dan mengirimkan mereka informasi intelijen.
Jadi, ada masalah internal. masalah spionase, dan masalah mata-mata di dalam Madinah. Ada juga suku-suku lain, seperti, suku Yahudi dari Bani Quraidhah, Bani Nadhir, dll. Kita memiliki perjanjian dengan mereka, bahwa kita akan mempertahankan Madinah bersama. Tetapi, beberapa orang dari suku-suku itu membuat konspirasi, bahwa jika mereka diserang dari luar, mereka akan menyerang dari dalam. Ya, itu juga terjadi. Dan mereka sebenarnya, beberapa dari Anda mungkin tahu, ada upaya untuk menghabisi Rasulullah (ﷺ) dengan cara pembunuhan. Hal-hal seperti itu terjadi di Madinah.
Selain semua situasi perang ini, masalah militer dan keamanan yang terjadi, pada waktu bersamaan. Rasulullah (ﷺ) juga adalah imam dari masjid. Beliau juga yang harus mengajar agama Islam. Lalu, siapa saja yang memiliki masalah, seseorang memiliki masalah pernikahan, seseorang memiliki masalah kesehatan, seseorang memiliki masalah dengan orang lain, masalah perselisihan, kepada siapa mereka datang? Mereka mendatangi Rasulullah (ﷺ). Mereka bertanya padanya.
Seseorang memiliki pertanyaan tentang Islam,
“Apakah ini dibolehkan? Ini tidak dibolehkan?”
“Apa yang harus saya lakukan?”
“Apa yang bisa kukatakan?”
“Ajari sesuatu yang membuatku lebih dekat dengan Allah.”
Siapapun yang ingin bertanya, mereka mendatangi Rasulullah (ﷺ).
Jadi, beliau harus berurusan dengan pemerintahan, berurusan dengan konseling, berurusan dengan komunitas besar, perhatiannya ada di segala tempat. Beliau harus memastikan semuanya baik-baik saja, dan beliau harus menyeimbangkan semua itu.
Dan di atas itu semua, beliau bertanggung jawab atas beberapa rumah tangga. Ibu kita, istri-istrinya, beliau harus memastikan mereka semua mempunyai waktu darinya juga karena beliau kepala dari semua rumah tangga itu. Jadi beliau memiliki semua tanggung jawab itu.
Beliau mempunyai jadwal, dan dalam jadwal itu dari semua ibu orang beriman, istri-istrinya,
beliau akan memberi mereka jatah waktu karena dengan semua tekanan ini, dan pekerjaan di luar. Setidaknya Anda harus memiliki jadwal tetap, bahwa masing-masing dari mereka mendapatkan jatah waktu tertentu. Jadi, beliau akan menghabiskan jumlah waktu yang sama sebanyak yang beliau bisa dengan mereka masing-masing.
Salah satu dari mereka membawakannya madu. Dia tahu bahwa Rasulullah mencintai madu. Ketika istri beliau tersebut memberikan madu itu, beliau menyukainya. Beliau sangat menikmati memakannya karena beliau menghadapi banyak tekanan dari luar. Jadi beliau bersantai dan menikmati madu itu. Hingga beliau tidak menyadari bahwa waktu berlalu karena setiap istri memiliki jatah waktu tertentu.
Tapi sekarang beliau menghabiskan lebih banyak waktu untuk menikmati makanan ini, hingga beliau pun lupa waktu. Akibatnya, beliau menghabiskan lebih banyak waktu ke istri yang memberikan madu itu, Ketika beliau bersama dengan istri berikutnya, dia memiliki waktu yang lebih sedikit. Hal ini mulai menjadi semacam kebiasaan, sehingga istri (yang membawakan madu itu) berpendapat, “Aku mendapatkan waktu lebih karena membawa madu ini.” Jadi, dia terus membawanya, dan Rasulullah terus mengonsumsinya, dan Rasulullah sering terlambat, ini menjadi pola.
Istri berikutnya menyadari,
“Aku mendapat 10 menit lebih sedikit.”
“Aku mendapat 20 menit lebih sedikit.”
“Ini adalah sebuah masalah.”
Ada beberapa pilihan. Istri tersebut bisa berterus terang dan mengatakan yang sejujurnya. Dan berkata, “Sebenarnya, ya Rasulullah, Anda telah menghabiskan waktu lebih sedikit dengan saya, dan saya pikir itu tidak adil, dan saya perlu lebih banyak waktu dengan Anda.” Dll. Dia tidak mengatakan itu. Dia memutuskan untuk mencoba pendekatan tidak langsung dan mengatakan padanya (ﷺ).
“Bau apa itu?”
Dia agak berusaha mengatakannya bahwa bau dari madu itu busuk. Ketika beliau bersama istri berikutnya. Istri tersebut berkata, “Baunya sedikit aneh.”
Beliau pun merasa tidak enak bahwa istrinya sekarang tidak nyaman dengan bau madu itu. Sehingga, beliau berkata, “Aku tidak akan pernah makan madu itu lagi.”
Misi tercapai, kan? Karena sekarang Rasulullah tidak akan begitu lagi, dan istri tersebut akan bersama dengan Rasulullah seperti sediakala, dan kembali menghabiskan waktu lebih lama dengan cara yang baik.
Menanggapi insiden kecil ini, Allah mewahyukan Surat At-Tahrim, surah nomor 66 dalam Al-Qur’an. Allah berfirman kepada Rasulullah (ﷺ),
(يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ) (QS. At Tahrim: 1)
“Wahai Nabi,”
(لِمَ تُحَرِّمُ مَآ أَحَلَّ ٱللَّهُ لَكَ) (QS. At Tahrim: 1)
“Mengapa kamu menjauhkan dirimu sendiri, mengapa kamu melarang dirimu sendiri, sesuatu yang dihalalkan Allah bagimu?”
“Mengapa kamu melarang apa yang Allah izinkan untukmu? Apa yang kamu lakukan dengan madu itu? Mengapa kamu membuatnya haram untuk diri sendiri?”
Rasulullah tidak mengatakan itu haram. Dia hanya mengatakan bahwa, “Aku tidak akan memakannya lagi karena dia (istrinya) tidak suka baunya.” Itu logikanya.
Dan Allah berfirman,
(تَبْتَغِى مَرْضَاتَ أَزْوَٰجِكَ) (QS. At Tahrim: 1)
Engkau melakukan ini untuk membuat pasanganmu bahagia. Engkau melakukan ini untuk membuat mereka bahagia. Engkau menjauhkan diri sendiri dari sesuatu yang Allah buat halal karena engkau ingin memastikan mereka tetap bahagia.
Dan Allah berfirman,
(وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ) (QS. At Tahrim: 1)
Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. selalu peduli, selalu penyayang.
Saya mulai di tempat lain, Saya tidak memulai khutbah dengan cerita ini. Saya memulai khutbah ini dengan memberitahu Anda bahwa Allah telah membuat sesuatu halal di dunia ini karena mereka bermanfaat bagi kita, karena Dia menyayangi kita, karena Dia ingin kita menikmatinya. Karena ketika kita menikmati hal-hal itu, kita lebih bersyukur kepada Allah. Itulah salah satu tujuannya.
Allah membuat sesuatu, hal-hal baik, halal untuk kita. Lalu, apa pentingnya ayat ini? Dan apa yang kita pelajari dari ayat ini? Omong-omong, ini adalah ayat pertama dari surat At Tahrim, dan ayat berikutnya adalah nasihat untuk Anda dan saya.
Jadi, ayat pertama adalah nasihat, dan bimbingan bagi Rasulullah (ﷺ), dan ayat berikutnya adalah untuk semua orang.
(قَدْ فَرَضَ ٱللَّهُ لَكُمْ تَحِلَّةَ أَيْمَٰنِكُمْ) (QS. At Tahrim: 2)
Tapi saya akan membahasnya nanti.
Ini halal, tetapi…
Anda tahu, apa yang terjadi di sini? Apakah ada perbedaan di antara apa yang Allah inginkan untukmu? Allah berfirman ada sesuatu yang baik untuk Anda. Kadang-kadang, Anda dan saya berada dalam hubungan. Hubungan itu bisa berupa suami-istri. Bisa jadi saudara kandung. Bisa jadi teman. Bisa jadi orang tua. Bisa jadi anak-anak. Anggota keluarga itu atau seseorang yang dekat dengan Anda berkata,
“Saya tahu ini halal tapi aku tetap tidak ingin kamu memilikinya.”
“Karena jika kamu mencintaiku maka kamu tidak akan memilikinya.”
Mereka mungkin tidak mengatakan itu secara langsung. Mereka agak menekan, agar Anda menjauhkan dan menolak diri dari sesuatu yang sebenarnya Allah izinkan untuk Anda miliki. Dan terkadang dalam hubungan seperti itu, apa yang dilakukan seseorang adalah…
“Aku sangat mencintaimu.”
“Baik, aku tidak akan melakukannya lagi.”
Seseorang mungkin berkata, misalnya, seorang istri berkata kepada suaminya,
“Jika kamu mencintaiku, kamu tidak akan pergi keluar.”
“Temanmu yang datang sebulan sekali, yang kalian pergi bersama makan pizza, Aku tidak suka dia.”
“Jika kamu mencintaiku, kamu tidak akan pergi bersamanya.”
Atau dia tidak akan mengatakan secara langsung, dia hanya berkata, “Tidak apa-apa. Silakan saja.”
“Kenapa kamu tidak pergi saja?”
“Kamu tidak peduli dengan keluargamu, kan? Silakan pergi.”
Dan Anda akan berkata, “Tidak, tidak. Oke, oke, saya tidak akan pergi.”
“Aku tidak akan pernah memanggilnya lagi.”
“Aku tidak akan pernah berbicara dengannya lagi.”
“Tidak masalah.”
Dia mungkin punya alasan, atau tidak punya alasan tapi pernyataannya tadi membuatnya terdengar seperti,
“Kesetiaanmu padaku, cintamu padaku, artinya kamu harus menjauhkan diri dari hal tertentu.”
Mungkin terkadang orang berbuat ekstrem. Seseorang berkata, seorang suami berkata kepada istrinya,
“Oh, kamu ingin pergi mengunjungi ibumu? Aku tidak ingin kamu melakukan itu karena aku akan benar-benar kesal jika kamu mengunjungi ibumu.”
Padahal sebenarnya diizinkan bagi seorang istri untuk mengunjungi ibunya, menghabiskan waktu bersamanya. Tapi, suaminya telah memberikan syarat padanya, seolah-olah istrinya entah bagaimana mengkhianatinya. Hal semacam ini bukan hanya antara suami dan istri,
orang tua pun melakukan ini.
Dari banyak keluarga di dunia, contohnya orang tua yang bercerai. Ketika orang tua bercerai. Terkadang semuanya berakhir dengan baik, seperti yang Allah inginkan, tetapi ada perceraian yang tidak berakhir dengan baik. Jadi, ibu dan ayah saling membenci, dan mereka menggunakan anak-anak. Mereka akan membuat anak-anak merasa tidak enak karena menghabiskan waktu bersama ayah, karena menghabiskan waktu bersama ibu, semacam itu.. Dan mereka membuat anak-anak merasa …
Setiap anak berhak untuk menghabiskan waktu, menyayangi, dan menghormati kedua orang tua mereka. Namun anak-anak tersebut merasa,
“Jika aku menghabiskan waktu bersama ayah, Aku pasti berbuat salah pada ibu.”
Atau, “Jika aku menghabiskan waktu dengan ibu, aku pasti berbuat salah pada ayah.”
Orang tua membuat anak-anaknya merasa melakukan sesuatu yang salah.
Mereka membuatnya haram untuk mereka, menjauhkan mereka dari sesuatu yang Allah tidak haramkan. Allah ingin mereka memilikinya. Allah ingin mereka bahagia, tapi ada seseorang dalam keluarga tidak membiarkan Anda melakukan itu.
Menghindarkan diri dari hal yang diperbolehkan
Jadi, apa yang harus dilakukan? Ketika Anda menjauhkan diri dari sesuatu yang sebenarnya dibolehkan, hanya karena Anda ingin membuat orang lain bahagia. Anda mengira itu akan membuat mereka bahagia. Dan mereka terus meminta lebih, dan lebih banyak dari Anda. Dan Anda mulai memberi lebih, dan lebih banyak lagi dari diri Anda. Anda tidak melakukan ini lagi, Anda tidak melakukan itu lagi. Anda memberikan sebagian dari hak Anda karena Anda mencintai orang lain. Terkadang orang memberikan segalanya.
Saya pernah bertemu orang-orang yang mengatakan, “Saya berusia 45 tahun. Saya tidak menikah karena ingin merawat orang tua saya.”
Ummm, mengurus orang tua tidak ada kaitannya dengan menikah. Anda bisa menikah, dan bisa memiliki 12 anak. Dan itu tidak berarti, hak orang tua Anda diambil. Keduanya sebenarnya adalah hal yang terpisah. Orang ini menjadikan sesuatu haram bagi diri mereka untuk membuat orang lain bahagia.
Allah berfirman kepada Rasulullah (ﷺ), bahkan jika Anda berkata, “Kamu tidak akan makan sedikit madu pun.”
Itu hal kecil, hanya sedikit madu. “Jangan biarkan itu terjadi dalam hidupmu bila Allah mengatakan tak mengapa.”
Tidak ada orang lain yang datang dan memberitahu Anda, “Tak peduli seberapa besar kamu menyukainya. Itu tidak baik.”
Apa yang telah Allah ciptakan untukmu, seharusnya kamu tidak merasa bersalah untuk menginginkannya, atau mengkonsumsinya, memilikinya karena Allah telah membolehkannya.
Ya, jika Anda hendak melakukan sesuatu yang mengambil hak orang lain, menyalahkan orang lain, itu sesuatu yang lain. Saya tidak bilang jika selama itu halal, lakukan apa pun yang Anda inginkan. Sama sekali tidak! Karena meskipun itu halal, Anda mungkin menggunakannya dengan cara haram.
Dan jika istri nabi Muhammad (ﷺ) ini, ibu dari orang-orang beriman. Jika dia berkata, “Aku tidak keberatan kamu makan madu. Aku hanya tidak ingin kamu mengurangi waktu denganku.” Tidak apa-apa, itu sepenuhnya haknya.
Jadi, ada cara untuk menuntut hak Anda tanpa memaksakannya pada orang lain, bahwa mereka perlu menjauhkan diri dari sesuatu, atau yang lainnya. Karena, apa yang dilakukannya telah melebihi batas waktu. Dan itu terjadi dalam hubungan sepanjang waktu. Seseorang menyangkal diri, menjauhkan diri mereka, tidak melakukan apa yang ingin mereka lakukan.
Ada orang, misalnya anak muda. Orang-orang dari semua kalangan datang, dan berbagi kisah mereka dengan saya, dan kadang-kadang saya sampai memegang kepala, bagaimana saya mengatasi ini? Saya terkejut.
Suatu hari, keluarga ini datang kepada saya. Mereka memiliki 3 anak perempuan, dan putri kedua dilamar. Seseorang ingin menikahi putri kedua ini, tapi yang lebih tua belum menikah. Sang ayah berkata, “Tidak! Karena di keluarga kami kami harus menikahkan yang lebih tua dahulu.”
Yang kedua terus mendapatkan tawaran menikah. Sang ayah terus menolak mereka, meskipun putri kedua ingin menikah karena itu akan terlihat buruk. Itu terlihat buruk karena yang lebih tua belum menikah, sedangkan yang lebih muda sudah menikah. Ini sesuatu, demi Allah, yang akan Allah tanyakan nanti, karena Anda menjauhkan seseorang dari hak yang Allah berikan kepadanya.
Hanya karena Anda merawat mereka, bukan berarti mereka adalah budakmu. Mereka adalah hamba Allah, dan apa yang Allah bolehkan untuk mereka, Anda atau saya tidak berhak untuk mengambil haknya. Anak-anak saya bukan milik saya sepenuhnya. Mereka amanah dari Allah. Inilah sebabnya ketika seseorang meninggal, apa yang kita lakukan untuk mengingatkan diri? Kita milik Allah dan hanya kepadaNya kita kembali. Kita tidak memiliki siapa pun.
Terkadang, yang terjadi justru sebaliknya. Ada orang-orang yang mengalami hubungan yang kasar. Terkadang, pernikahan berhasil, dan terkadang tidak berhasil. Terkadang, pernikahan menjadi sangat buruk. Terkadang, pernikahan menjadi tempat penyiksaan fisik. Terkadang, pernikahan menjadi tempat penyiksaan emosi, penyiksaan psikologis, penghinaan, fitnah, perkelahian, anggota keluarga saling membenci, suami dan istri berkelahi di depan anak-anak. Banyak hal menjadi buruk, lebih buruk, semakin buruk, dan anak perempuan itu berkata kepada orang tuanya.
Dia berkata, “Saya tahu dahulu ingin menikahi orang ini, tapi kini dia menjadi orang lain. Dia memiliki masalah ini dan ini. Anak-anak menderita dan saya tidak tahu apakah bisa bertahan.”
“Terlalu memalukan. Keluarganya mengatakan hal-hal ini kepada saya. Dia mengatakan hal-hal ini kepada saya dan saya tidak tahan lagi. Saya ingin bercerai.”
Dan ibu atau ayahnya berkata, “Tidak! Jangan! Kamu akan mempermalukan kami di keluarga, bertahanlah! Jangan lakukan itu, bersyukurlah kepada Allah. Bersabarlah.”
Apa yang dia minta sebenarnya halal. Jika dia menderita, setidaknya lakukanlah intervensi, setidaknya cari tahu apa masalahnya, setidaknya dengarkanlah rasa sakitnya sebagai istri, ataupun rasa sakitnya sebagai suami. Mereka memiliki hak untuk didengarkan, bukannya membuat mereka bersalah terhadap diri mereka yang meminta sesuatu yang Allah telah membuatnya halal.
Seseorang berhak untuk merasa dihormati. Seseorang berhak untuk merasa dimuliakan dan bermartabat. Seseorang berhak untuk merasa dicintai, untuk merasa memiliki tempat kembali. Jika mereka tidak merasakan itu, dan mereka datang ke orang yang disayangi dan berkata, “Aku menderita. Aku tidak baik-baik saja.”
Mereka tidak punya hak untuk memaksa mereka apa yang tidak Allah lakukan. Seolah mengatakan, “Kedengarannya sangat buruk, tetapi dengarkan apa yang kukatakan.”
Seolah mengatakan,
“Aku tahu Allah berkata itu tak mengapa, tetapi aku mengatakan itu tidak baik.”
“Jadi sekarang, siapa yang akan kamu dengarkan? Allah atau aku?”
“Aku!!”
Kedengarannya seperti itu.
Dan itu menjadi sangat menakutkan karena kita, menjadikan sesuatu haram, yang Allah telah membuatnya halal. Ini ada dalam berbagai bentuk. Ini muncul dalam berbagai bentuk dan ukuran. Ini bisa berhubungan dengan uang. Ini bisa terkait dengan hubungan. Ini bisa terkait dengan koneksi.
Terkadang anggota keluarga saling berkelahi dan Anda memberi tahu seseorang,
“Kamu tidak akan berbicara padanya lagi.”
“Jangan pernah bicara dengan pamanmu lagi.”
“Aku benci padanya …”
Ayah bertengkar dengan saudaranya. Mereka bertengkar satu sama lain. Lalu ayah memberi tahu anak-anaknya, “Jangan bicara dengannya! Jangan bicara dengan anak-anaknya!”
(وَيَقْطَعُونَ مَآ أَمَرَ ٱللَّهُ بِهِۦٓ أَن يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِى ٱلْأَرْضِ ) (QS. Al-Baqarah: 27)
Jika saya punya saudara laki-laki,- namun saya tidak punya -. Namun jika saya memiliki saudara lelaki, dan bertengkar dengannya. Maka anak-anak saya, mereka memiliki hubungan mereka sendiri. Mereka memiliki tanggung jawab sendiri. Mereka memiliki seorang paman. Mereka memiliki sepupu.
Semua hubungan itu, bukan milik saya. Saya tidak dapat mengendalikannya. Hubungan itu milik mereka. Saya tidak bisa menghalangi di tengah dan berkata,
“Kamu tidak boleh berbicara dengan sepupumu.”
“Kamu tidak boleh berbicara dengan pamanmu.”
“Kamu tidak boleh melakukan ini, kamu tidak boleh melakukan itu.”
Anda bukan pembuat halal dan haram. Kita tidak memiliki otoritas itu.
(لِمَ تُحَرِّمُ مَآ أَحَلَّ ٱللَّهُ لَكَ) (QS. At Tahrim: 1)
Ketika kita melakukan itu, kita membuat keburukan, kita membuat kekacauan. Dan yang kita lakukan adalah menjauhkan seseorang dari apa yang mereka layak dapatkan.
Manusia sulit memaafkan, tetapi Allah Maha Memaafkan
Jadi, dalam beberapa menit terakhir penjelasan dari saya ini. Ketika Allah mengungkapkan ini, Anda tahu apa yang Dia katakan pada akhirnya? Dia berkata kepada Rasulullah (ﷺ),
“Mengapa kamu mengharamkan dirimu dari apa yang telah Allah buat halal?”
“Apakah kamu melakukannya untuk membuat pasanganmu bahagia?”
(تَبْتَغِى مَرْضَاتَ أَزْوَٰجِكَ) (QS. At Tahrim: 1)
Dan kemudian Allah berfirman,
(وَٱللَّهُ غَفُورٌ) (QS. At Tahrim: 1)
Dan Allah Maha Pengampun.
Dan itu tidak hanya berarti Allah telah mengampuni Rasulullah (ﷺ). Allah memberi tahu Rasulullah (ﷺ) sesuatu yang sangat penting, sangat kuat. Hanya Allah yang Maha Pengampun. Allah satu-satunya yang benar-benar mengampuni.
Manusia dapat mencoba memaafkan tetapi masih ada sesuatu yang tersisa di dalam. Mereka tidak bisa menahannya. Kita tidak bisa menahannya. Kita tidak bisa begitu saja melepaskan sesuatu, yang masih tersisa di dalam.
Yakub (عليه السلام) sangat terluka oleh anak-anaknya. Mereka menculik putra kesayangannya, dan melemparkannya ke dalam sumur. Dan dia tidak bisa bertemu putranya selama masa mudanya, dan putranya menghabiskan waktu bertahun-tahun di penjara. Dan semua hal buruk ini terjadi karena putra-putranya yang lain. Tapi, akhirnya mereka meminta maaf. Mereka datang pada ayah mereka, Yakub, dan memintanya untuk berdoa untuk mereka, dan untuk meminta maaf padanya. Dan dia tidak bisa melakukannya. Dia berkata,
(سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّىٓ) (QS. Yusuf: 98)
“Aku akan melakukannya. Namun tidak bisa sekarang, saya terlalu terluka.”
Allah, bagaimanapun, Dia mengampuni.
Ini penting karena terkadang kita berusaha untuk menyenangkan seseorang, berkali-kali. Karena kita pikir perasaan mereka terluka, dan kita berusaha untuk meminta maaf pada mereka. Satu-satunya pengampunan yang Anda harus raih adalah pengampunan Allah (عز و جل).
Dengan setiap ciptaan lainnya, jika kamu mengacau, jika kamu pernah mengatakan sesuatu yang salah pada ibumu, ayahmu, suamimu, istrimu, saudaramu, atau temanmu. Anda mengatakan sesuatu yang salah pada mereka, Anda melakukan sesuatu yang salah pada mereka. Anda harus pergi ke mereka. Anda harus minta maaf. Minta maaflah secara tulus, dan lanjutkan hidup Anda. Anda tidak terus menerus kembali, dan meminta maaf berulang-ulang.
Satu-satunya yang membuat Anda terus menerus kembali, dan terus meminta maaf lagi, dan lagi, kepada siapa? Kepada Allah (عز و جل).
Dan bahkan Allah (عز و جل) memberi tahu kita bahwa ketika Anda pergi kepada-Nya atas segala dosa yang mungkin telah Anda lakukan, dan Anda dengan tulus meminta maaf kepadaNya.
(إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ تَوَّابًا رَّحِيمًا) (QS. An Nisa: 16)
Mereka akan menemukan Allah yang segera bersedia menerima tobatnya. Allah mengampuni, ketika orang tidak memaafkan.
Orang-orang berkata, “Ingat apa yang pernah kamu lakukan?”
“Ya, tapi aku sudah minta maaf waktu itu.”
“Tidak cukup, kamu belum minta maaf.”
“Permintaan maafmu belum cukup.”
“Kamu baru meminta maaf selama 10 tahun terakhir.”
“Saya minta kamu minta maaf lagi selama 30 tahun ke depan, atas satu hal yang telah kamu katakan itu.”
“Jadi, kamu harus terus menerus meminta maaf.”
Dan ini menjadi cara untuk mengendalikan seseorang. Ini menjadi cara mereka membuatnya haram untukmu. dari apa yang sebenarnya halal untuk Anda. Jadi, karena rasa bersalah terhadap mereka, Anda menjauhkan diri dari hal-hal yang sudah dibolehkan untuk Anda.
Dan Allah berfirman, (وَٱللَّهُ غَفُورٌ) dan Dia menambahkan namaNya, (رَّحِيمٌ) (QS. At Tahrim: 1) bahwa Allah itu penyayang, peduli.
Ketika Dia membuat sesuatu halal untuk Anda, karena Dia mencintaimu. Ketika Dia membuat sesuatu dibolehkan untuk Anda, karena Dia peduli padamu. Dia membuat sesuatu dibolehkan untukmu karena itu baik untukmu. Dan tidak ada orang lain yang akan bisa mencintaimu, dan merawatmu seperti Allah.
Tidak ada yang bisa memberitahumu bahwa sesuatu yang diberikan Allah karena cinta dan kepedulianNya adalah berbahaya. Jika Allah telah membuat sesuatu yang baik, tidak ada orang lain yang bisa mengartikan ulang, “Itu berbahaya, buruk, atau tidak baik.” Tidak ada yang memiliki hak itu.
Dan Anda akan menemukan, lupakan orang-orang yang tidak tahu firman Allah, dan lupakan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah. Anda akan temui orang-orang yang mengaku beriman pada Allah, mengaku beriman pada agama ini. Bahkan, terlihat menjalankan agama ini, namun, dalam hidup mereka Anda menemukan mereka membuat haram sesuatu yang Allah telah buat halal. Memaksakan pada orang-orang padahal mereka tidak punya hak untuk memaksakan. Membuat orang-orang merasa bersalah tentang apa yang seharusnya mereka tidak bersalah.
Budaya menjadi beban, sedangkan hukum Allah memberikan kemerdekaan
Ada beberapa kasus aneh seperti ini karena Anda tahu apa yang terjadi? Terkadang dalam budaya kita, dalam budaya yang berbeda, budaya Pakistan, budaya Bangladesh, budaya Mesir, budaya Maroko, perbedaan budaya. Kita memiliki harapan. Ini hal terakhir yang akan saya bagikan dengan Anda.
Harapan itu bisa menjadi sangat berat. Benar? Contohnya, saat terjadi pernikahan
maka ada harapan orang-orang akan berpakaian dengan cara tertentu. Dan kita harus memiliki jenis perhiasan tertentu, atau memiliki beberapa jenis aturan untuk tamu, atau jenis makanan tertentu.
Untuk melakukan itu, semua orang harus patuh. Seluruh keluarga harus ikut karena kita akan merayakan ini secara besar-besaran. Anda tahu, dalam pesta perayaan, dan akan ada sesi pengambilan foto. Kita harus memposting ini di media sosial, karena kalau tidak, bagaimana Allah akan menerimanya? Jadi, kita harus memastikan itu terlihat bagus.
Jadi, semua orang harus, “Kamu tidak bisa memakai pakaian yang sama dengan yang dikenakan tahun lalu. Kamu harus membeli yang baru.”
“Dan kita harus membayar ribuan tambahan untuk itu, dan semua orang harus ikut serta.”
Dan seorang anggota dalam keluarga berkata,
“Sepertinya kita terlalu banyak berbelanja.”
“Tidak seharusnya kita menghabiskan uang seperti ini.”
“Ini bukanlah cara untuk mendapatkan keberkahan.”
“Uang sebanyak ini bisa digunakan, untuk membantu orang miskin, atau banyak dari mereka di lingkungan kita yang tidak mampu untuk menikahkan putrinya.”
“Mereka bahkan tidak mampu membeli kurban untuk disembelih pada Iduladha.”
“Dan mungkin kita bisa membantu mereka menikahkan salah satu putrinya dengan sebagian uang ini, dan mendapatkan doa dari mereka.”
Jadi, orang-orang yang mampu melakukan itu, sebenarnya akan punya keberkahan dalam pernikahannya. Daripada hanya foto-foto dalam pernikahan mereka, atau hanya barang-barang mahal dalam pernikahan mereka. Kemudian, mereka merasa bersalah,
“Oh, kamu tidak mau membantu keluarga?”
“Astaghfirullah, betapa serakah dan egoisnya dirimu.
Kamu tidak ingin membantu keluarga.”
“Kamu hanya ingin mengurus diri sendiri.”
Dan lagi, seseorang berkata,
“Aku punya hak untuk tidak ikut dalam hal yang tidak baik.”
“Aku tidak wajib menjadi bagian dari sesuatu yang penting.”
“Aku tidak wajib melakukan sesuatu
hanya karena budaya kita mengharapkan itu.”
“Allah tidak mewajibkan aku.”
“Dan jika aku tidak melakukannya, aku tidak bersalah.”
“Sejujurnya, kemungkinannya, kalian justru melakukan sesuatu yang salah.” Kalian yang terlalu banyak berbelanja. Kalian yang menjadi boros. Kalian yang selalu memperbaharui penampilan. Kalian lebih peduli dengan menyenangkan orang, dibandingkan menyenangkan Allah. Kalian lebih takut pada kata-kata orang. Komentar apa yang akan dikatakan orang. Kata-kata apa yang akan mereka katakan. Kata-kata mereka lebih berat bagimu daripada kata-kata Allah. Itu masalah. Itu tidak baik.“
“Jadi aku memutuskan tidak akan melakukannya.” Anda memutuskan tidak akan melakukannya. Dan sekarang, tekanan diberikan pada Anda, bahwa Anda bukan anggota keluarga yang baik, bahwa Anda memutuskan hubungan. Allah ingin Anda mendukung keluarga. Allah ingin Anda menjadi baik bagi keluarga. Dia ingin kamu… Itu penyalahgunaan kata Allah.
Jangan melarang orang apa yang dibolehkan Allah! Jangan memaksakan orang-orang apa yang Allah tidak perintahkan! Apa yang Allah tidak paksakan!
Saya memberitahu kalian ini sepanjang waktu, dan pada menit terakhir, saya akan mengingatkan Anda.
Sebagian besar kesalahan yang dibicarakan dalam Qur’an adalah keluarga melakukannya kepada keluarga. Sebagian besar kesalahan yang dibicarakan dalam kitab Allah.
Rasulullah (ﷺ), musuh terburuknya adalah pamannya. Ibrahim (عليْه السلام), salah satu musuh terburuknya adalah ayahnya. Yusuf (عليْه السلام), saudara-saudaranya. Nuh (عليْه السلام), istrinya. Luth (عليْه السلام), istrinya.
Apa yang kamu temukan dalam Qur’an? Beberapa oposisi terburuk, beberapa kejahatan terburuk yang dilakukan, beberapa hal terburuk yang dikatakan, dikatakan oleh keluarga kepada keluarganya.
Jadi, ya, itu akan menjadi tantangan di keluarga kita itu akan menjadi tantangan, pada orang-orang yang paling dekat dengan Anda. Tapi, Anda harus menegaskan, Anda tidak harus melawan siapa pun.
Saya tidak memberimu ceramah ini lalu Anda berkata, “Tonton video ini dan kemudian kita akan bertengkar.” Tidak, tidak! Bukan itu yang saya inginkan.
Tetapi Anda harus jelas tentang siapa yang akan Anda tolong, dan siapa yang akan Anda hormati? Hukum yang diberikan Allah adalah untuk kebaikanmu, dan bagi mereka yang tidak memahaminya. Ini sebenarnya untuk mereka.
(وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَٱلْأَغْلَٰلَ ٱلَّتِى كَانَتْ عَلَيْهِمْ) (QS. Al Araf: 157)
(يُرِيدُ ٱللَّهُ أَن يُخَفِّفَ عَنكُمْ ۚ وَخُلِقَ ٱلْإِنسَٰنُ ضَعِيفًا) (QS. An Nisa: 28)
Dia berkata, “Allah memberimu hukum-hukum ini dan Dia memberimu apa yang dibolehkan dan apa yang tidak dibolehkan untuk menghilangkan beban-beban, belenggu-belenggu, dan penghalang-penghalang yang ada padamu.”
Dia ingin menyingkirkan beban Anda. Dia ingin membuat Anda merasa bebas. Itu sebabnya Dia memberimu hukum ini. Hukum bukan beban.
Budaya menjadi beban, masyarakat menjadi beban. Tetapi hukum Allah bukanlah beban. Hukum Allah sebenarnya adalah kebebasan.
Dia berkata,
(يُرِيدُ ٱللَّهُ أَن يُخَفِّفَ عَنكُمْ) (QS. An Nisa: 28)
Allah ingin meringankan bebanmu untuk memberimu kehidupan yang lebih mudah, dan kamu diciptakan (bersifat) lemah.
Artinya, hukum ini memang ada karena tanpa hukum ini, Anda akan hancur di bawah beban lain yang tidak bisa Anda pikul. Tetapi hukum ini akan meringankan beban Anda,
yang benar-benar dapat Anda bawa.
Kita harus kembali ke perintah Allah, halal dan haram yang telah Allah berikan dan tidak membuat versi halal dan haram Anda sendiri. Karena jika itu, kita hanya menempatkan rantai pada diri sendiri, kita hanya membebani diri sendiri, dan kita hanya membuat hidup kita sendiri, dan orang-orang di sekitar kita menjadi sulit.
Semoga Allah (عز و جل) menjadikan kita mereka yang benar-benar mampu membebaskan diri dan mampu mengungkapkan kepedulian ini dengan cara yang penuh kasih dan hormat kepada teman dan keluarga.
(بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْحَكِيْمِ)
(وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِالْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ)
(ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ وَ كَفَى)
(وَالصَّلاَةُ وَالسَّلَامُ عَلىَ عَبادِهِ ٱلَّذِى نَسَتَفَ)
(خُصُوْصًا عَلىَ أَفْضَلِهِمْ وَ خَاتَمِ النَّبِيِّيْن)
(مُـحَمَّدِ لِلْأَمِيْنِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ)
(قَالَ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ فِى كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ)
(بَعْدَ أَنْ أَقُوْلَ اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ)
(إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَٰٓئِكَتَهُۥ يُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِىِّ) (QS. Al Ahzab: 56)
(يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ صَلُّوا۟ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا۟ تَسْلِيمًا) (QS. Al Ahzab: 56)
(اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ)
(كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ اِبْرَاهِيْمَ)
(فِى الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ)
(اَللهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ)
(كَمَا بَرَكْتَ عَلَى اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ اِبْرَاهِيْمَ)
(فِى الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ)
(عِبَادَاللهِ)
(رَحِمَكُمُ اللهُ)
(اِتَّقُوْ اللهَ)
(اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ) (QS An Nahl: 90)
(وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ) (QS An Nahl: 90)
(وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ) (QS An Nahl: 90)
(وَلَذِكْرُ ٱللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ) (QS. Al Ankabut: 45)
(أَقِمِ الصَّلَاةَ) (QS. Al Ankabut: 45)
(إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتْ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ كِتَٰبًا مَّوْقُوتًا) (QS. An Nisa: 103)