Sincerity Part 1


Ada teman saya yang sangat bangga sama anaknya. Karena suka bangunin dia saat sholat Shubuh. Untuk berangkat sholat berjamaah bersama di masjid.

Suatu hari teman saya ini harus jadi imam sholat berjamaah di rumah. Putra kebanggaannya bergumam beberapa saat sebelum sholat, “Ini pasti Qulhu lagi, Qulhu lagi.” 🙂🙂

Teman saya tambah sayang sama putranya. Yang mengharapkan hafalan Qur’annya bertambah.

Tulisan ini memang membahas tentang Qulhu. Panggilan akrab untuk surah Al-Ikhlas. Surah yang sangat sering kita baca.

Tapi sebelum membahasnya, kita kaji sebentar surah yang mendahuluinya: Al-Lahab.

Al-Lahab terdiri dari lima ayat. Separo awalnya tentang Abu Lahab. Separo yang akhir tentang istrinya. 

Kok separo? Kan lima ayat? Jadi pembagiannya gimana? Dua setengah ayat untuk Abu Lahab, lalu dua setengah ayat berikutnya untuk istrinya?

Ayat ke-3: Yashlaa itu fi’l
Ayat ke-4: Imro-atuhu itu marfu’. Jadi imro-atuhu di ayat ke-4 adalah juga subjek dari kata kerja yang sama di ayat ke-3.
Makanya separo-separo. Separo atas untuk Abu Lahab. Separo bawah untuk istrinya.

Di awal surah disebutkan, kedua tangan Abu Lahab dibinasakan. Akibatnya dia tewas. Binasa. 

Di akhir surah, ada bagian tubuh juga yang disebutkan: leher. Lehernya dijerat tali.

Di titik ini, Ustadz Nouman dengar suara adzan. Bukan. Itu suara hp.
Berikutnya, Ustadz Nouman menunjukkan kerendah-hatian saat mengajar.
Mengajar bahasa Arab beda dengan mengajar Al-Qur’an.
Mengajar bahasa Arab: Ustadz Nouman akan jalan terus, not distracted

Mengajar Al-Qur’an: Ustadz ga bisa cuek. Karena yang diajarkan adalah Al-Qur’an. Ustadz berhenti. Menatap yang sedang menelpon sambil tersenyum. Lima ratus pasang mata ikut menyaksikan. Semuanya menunggu. Selesai orang itu menelpon, Ustadz menyapa, “Gimana kabarnya, apakah semuanya baik-baik saja?” Dijawab, “Iya.” Ustadz minta izin, “Apakah aku boleh lanjutkan?” Dijawab, “Ya, kamu boleh lanjutkan.” 
Tetap rendah hati. Meski sedang mengajar.

Di ayat ke-2, Allah bilang, hartanya, dan apa yang dia usahakan, ga guna. Harta dan semua hasil usaha itu diperoleh dari bekerja. Flipside dari ayat ke-2 ini adalah ayat ke-4.

Di ayat ke-4, Allah bilang tentang hammaa latal hathab. Tentang seorang laborer. Tentang orang yang bekerja. Apa yang dia usahakan hanya menambah api. Api yang menyala-nyala. Api neraka itu disebutkan di ayat ke-3, ayat pertengahan dari surah ini.

Sebuah struktur simetri yang luar biasa dari surah Al-Lahab!

Dari surah Al-Fiil sampai akhir Al-Qur’an itu one continuation subject matter.

Surah Lahab dan Surah Al-Ikhlas terhubung indah sekali. 
Sama-sama bicara tentang our reliance to Allah. Bahwa setelah berusaha, kita menggantungkan nasib atau hasil usaha kita sepenuhnya hanya kepada-Nya. 
Sama-sama menjelaskan bahwa Allah tidak butuh siapapun, tapi siapapun butuh Allah. Dan segala sesuatu, apapun itu, butuh Allah. Bergantung kepada-Nya.

Indah sekali karena manusia cenderung berpikir bahwa dirinya bergantung pada uang dan status. Yang akhirnya membuat dia merasa tidak butuh Allah. Tidak bergantung lagi kepada-Nya. Sehingga Allah perlu mengoreksinya dengan maa aghnaa ‘anhu maaluhu. Maa tidak. Aghnaa (akan) berguna. ‘Anhu baginya. Maaluhuu hartanya. Ga guna baginya hartanya. 

Wa maa kasaba. Dan apa saja yang dia usahakan, ga guna juga. Di sini Allah mengajarkan kepada kita bahwa yang Truly Ghaniy adalah Allah. Yang Maha Kaya. Hanya Allah saja. Dan segala sesuatu yang lain bergantung kepada-Nya.

Al-Ikhlas adalah sepertiga Al-Qur’an. Hadits-nya masyhur. Banyak yang meriwayatkannya. Satu periwayat pun bisa beberapa kali. Juga, hadits tentang sahabat yang cinta banget sama surah ini. Menunjukkan betapa hebatnya mereka terkoneksi dengan Al-Qur’an.

Beda banget sama kita di jaman now. Kita seperti terputus dengan Al-Qur’an. Bukan salah kita juga sih. Ada banyak hal yang terjadi, dari generasi ke generasi, antara generasi para sahabat dulu sampai dengan generasi kita saat ini. Yang membuat Al-Qur’an ga ngeklik di hati.

Tapi setidaknya kita tahu Qul huwallaahu ahad kan ya? 
Tapi setidaknya kita tahu Al-fatihah kan ya?
Tapi setidaknya kita tahu surah Ar-Rahmaan dan surah YaaSiin kan ya?
Tapi setidaknya kita tahu Ayat Kursi kan ya?
Tapi setidaknya kita tahu Al-Falaq dan An-Naas kan ya?

Lumayan.

Dan setidaknya kita juga tahu KAI kan ya? Bukan Kereta Api Indonesia. Tapi al-Kautsar, al-’Ashr dan al-Ikhlas. Tiga surah terpendek di Al-Qur’an. Diurutkan dari surah yang paling pendek. Surat-surat favorit yang kita baca saat sholat ketika kita sedang terburu-buru.

Jika di setiap sholat fardhu bacaan kita cuma di seputar tiga surah itu saja, maka sudah saatnya kita bertanya: kapan kita tidak buru-buru. Sudah saatnya kita merenung: sebegitu pentingkah kesibukan kita yang lain itu sehingga kita seperti kehabisan waktu. Itu pun kalo kita masih punya waktu untuk merenung.

Yang pasti, Qulhu atau Surah Al-Ikhlas sudah menjadi semacam surah langganan. Buat yang biasa sholat sunnah qabliyah atau ba’diyah, dua surah ini biasa dipilih: Al-Kafirun dan Al-Ikhlas.

Artinya, surah Al-Ikhlas mungkin menjadi surah yang paling sering kita baca. Kemungkinan berikutnya, surah Al-Ikhlas itu pun kita baca begitu saja. Maksudnya, just move along with our day. Berlalu sebagaimana hari berlalu. Tidak membekas di hati. 

Padahal jika kita mau menyelami kedalaman maknanya, kita akan berasa seperti baru masuk Islam. Mulai dari nol lagi. 

Qul huwallaahu ahad. Katakanlah, Allah itu Ahad. Katakanlah, bukan hanya kepada yang lain, tapi juga katakan kepada diri sendiri. Setiap kali kita membaca surah ini, kita diminta untuk mengatakan kepada diri kita sekali lagi bahwa Allah itu Ahad. 

Mengulang-ulang membaca Qulhu entah di sholat fardhu tertentu atau di sholat sunnah kita, adalah kebiasaan yang bagus. Kenapa? Karena Qul huwallaahu ahad adalah a reality that becomes rusty all too easily. Allah itu Ahad, adalah sebuah realitas yang tak bisa dipungkiri, tapi terlalu mudah berkarat dan tak murni lagi.

Surah Al-Ikhlas bisa dipelajari secara teknis maupun secara tatabahasa. Surah Al-Ikhlas juga bisa dipelajari dengan mengkaji apa kata para mufassirun yang pernah melakukan studi atasnya. Semua studi itu menjadi pengetahuan yang bermanfaat. Tapi, fakta yang menarik adalah kata ikhlas tidak ada di dalam surah ini. 

Aneh kan ya? 

Kalo surah Al-Baqarah gimana? Ada kata baqarah di dalamnya.

Surah Ali Imran? Ada kata-kata ali imran di dalamnya.

Surah An-Nisa’? Ada kata nisa’ di dalamnya.

Surah Al-Ma’idah? Ada kata ma’idah di dalamnya.

Surah Al-An’am? Ada kata an’am di dalamnya.

Lah? Kalo gitu kenapa disebut Al-Ikhlas?

Ikhlas artinya adalah to purify. Untuk memurnikan. 

Kata akhlasha artinya adalah membersihkan sesuatu dari kotoran (impurities).

Dan surah ini memang multifungsi. 

Membersihkan hati.
Membersihkan pikiran. 
Membersihkan dosa-dosa.
Membersihkan kehidupan seseorang. 
Membersihkan kehidupan akhirat seseorang.
Membersihkan segalanya.

Ikhlas in every sense. Ikhlas dalam segala hal.

Ikhlas juga berarti sincerity. Ketulusan. 

Tulus itu ada hubungannya dengan bersih-bersih juga.

Membersihkan intention (niat) seseorang.

Maknanya dalam. 

Kita paham maknanya dalam kalo kita mau menginternalisasikannya ke dalam diri kita.

Allah sendiri menggambarkan kata-kata-Nya sebagai lautan. 

Qul law kaanal bahru midaadan likalimaati robbii lanafidal bahru qobla an tanfada kalimaatu robbii wa law ji’naa bimitslihii madadan (QS Al-Kahf 18:109). 

Saat kita berada di pantai dan melihat lautan. Kita lihat permukaannya. Pemandangan yang sungguh indah. Itu baru permukaannya. 

Saat kita masuk ke dalam lautan, makin dalam kita memasukinya makin kita menemukan kehidupan yang tidak pernah kita lihat sebelumnya. 

Saat kita selesai diving dan menyembul kembali ke permukaan, kembali ke daratan, seluruh tubuh kita basah kuyup. 

Apakah kita bisa bilang bahwa kita sudah mengalami, sudah merasakan setiap tetes lautan?

Tidak.

Jika kita menyelam masuk ke lautan setiap hari di seluruh hidup kita, ada tetes-tetes air yang baru yang menyentuh tubuh kita, setiap hari, di seluruh hidup kita, pada akhirnya, yang tersisa bersama kita adalah tetes-tetes air. Dari samudera itu. 

Seperti itu juga kita, saat menyelam di samudera Al-Qur’an.

Kita bisa menelaah Al-Qur’an, mempelajari Al-Qur’an, setiap hari. 

Perhatian kita tercurah, waktu dan energi kita terkuras, tenggelam bersama ayat-ayat-Nya.

Tapi di akhir hidupku dan hidupmu, apa yang kita bawa? 

Hanya beberapa tetes.

And there is endless ocean of wisdom left.

(bersambung)

Source:
Bayyinah BTV > Quran > Surahs > Deeper Look > Surah’s 100-114 > Al-Ikhlas

Resume oleh Heru Wibowo


Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s