The Disbelievers (Part 7)


Surah Al-Kafirun ditutup dengan lakum diinukum wa liya diini.

You have your deen. And I have mine.

Bagimu agamamu. Dan bagiku agamaku.

Struktur kalimatnya sebenarnya tidak mencerminkan urutan yang normal.

Urutan normalnya seharusnya diinukum lakum wa diini lii.

Agamamu bagimu dan agamaku bagiku.

Tapi Allah membalik urutannya menjadi lakum diinukum wa liya diini.

Secara tatabahasa, struktur seperti ini menciptakan ikhtishaash atau exclusivity.

Ada pengkhususan. Ada eksklusivitas.

You people, only have your religion. And I, only have mine.

Kalian (wahai orang kafir), kalian hanya punya agama kalian. Agama kalian adalah khusus untuk kalian. Agama kalian adalah eksklusif untuk kalian.

Dan aku, hanya punya agamaku. Agamaku adalah khusus untukku. Agamaku adalah eksklusif untukku.

Eksklusivitas ini juga sekaligus menandakan bahwa orang-orang kafir yang diajak bicara sama Rasulullah saw ini adalah specific group of people. Hanya sekelompok orang tertentu. Sekelompok orang yang hanya akan memegang teguh agama mereka.

Dan sebagai responnya, Rasulullah saw hanya akan memegang teguh ajaran Islam.

Tapi ada bedanya.

Konsistensi Rasulullah saw terjaga sepanjang hayat.

Sedangkan mereka tidak seratus persen memegang teguh agama mereka sepanjang hidup mereka.
Kadang-kadang pegangan mereka terlepas juga.

Yang juga menarik dari ayat ini adalah makna lain dari diin.

Diin juga bisa berarti judgement.

Seperti diin dalam maaliki yawmiddiin di al-Fatihah.

Apa implikasi diin alias judgement di ayat ini?

Judgement itu keputusan, dan setiap kita bertanggung jawab atas keputusan yang kita ambil.

Ayat ini mengandung semacam gertakan atau ancaman.

“Kamu hanya punya judgement kamu. Aku hanya punya judgement aku. Kamu tanggung sendiri ntar akibat dari keputusanmu itu!”

Lalu wa liya diini, ada dua hal yang menarik di sini.

Yang pertama adalah tentang kata liya.
Yang kedua adalah tentang kata diini.

Kata liya menarik karena ada fat-hah di ya.
Ini tidak normal.
Normalnya kita bilangnya liy.

Fat-hah di sini membuat maknanya menjadi sangat kuat.

Kira-kira menjadi begini:

“Yang kamu punya adalah agama kamu. Dan yang aku punya, yang aku punya nih, yang aku punya!!! (sambil tangan mengepal, dan genggaman tangan itu dipukul-pukulkan di atas meja), yang aku punya, adalah agamaku!”

Begitu cara kita bicara kalo kita tidak bernegosiasi.

Yang kedua adalah tentang kata diin.

Kata diin menarik karena adanya excitement di sana.

Kenapa?

Karena huruf ya yang seharusnya ada di bagian akhir kata diin, di-drop.
Kalo ada huruf ya, jadinya diiniy.
Tapi huruf ya ini di-drop, dihapus, jadinya diini.
Atau diin saja.

Apa maknanya?

Ada heightened emotion. Ada nada suara yang meninggi.

Seperti halnya pada doa Robbi zidnii ‘ilman.
Dalam doa ini, seharusnya yang digunakan adalah kata robbiy. Tapi kita ga baca gitu. Kita bacanya robbi.

Kenapa huruf ya di kata Robbiy juga di-drop?

Karena kita desperate.
Karena kita memposisikan diri kita, berada dalam keputusasaan.
Bukan karena kita orangnya mudah putus asa.
Tapi karena kita begitu ‘putus asa’, begitu berharap bahwa Allah akan menambah ilmu kita, robbi zidnii ‘ilman, mana mungkin ilmu kita bertambah jika Allah tidak mengabulkannya.

Sama halnya dengan kata-kata dalam Al-Qur’an yang lain.
Fattaquun. Farhabuun. Wa iyyaaya farhabuun.
Bukan farhabuuniy, tapi farhabuun.

Jadi penghilangan ya itu ada fungsinya.
Menyatakan heightened emotion dalam bahasanya.
Ada emosi yang meninggi.

Lakum diinukum wa liya diini.

Nadanya meninggi karena mereka memang kebangetan.

Kebaikan Allah dan Rasul-Nya dibalas dengan pengingkaran.
Mereka malah bikin tawaran. Udah gitu bikin tawarannya bukan cuma satu, tapi dua kali.

They made multiple offers.
Alhasil, Allah made multiple refusals.
Tawaran gila dua kali, ya harus ditolak dua kali pula.

Di Al-Qur’an, selain di surah Al-Kafirun, juga ada kalimat-kalimat yang diulang.

Inna ma’al ‘usri yusran. Inna ma’al ‘usri yusran.
Ada juga: waylun yawma-idzin lil mukadzdzibiin yang diulang-ulang.
Kallaa saya’lamuun tsumma kalla saya’lamuun.

Ada repetitions.

Pengulangan seperti itu mirip orang yang berteriak-teriak, “Throw it! Throw it!”
Atau, “Hurry! Hurry!”

Atau kalo di Indonesia contohnya adalah teriakan dari pendukung timnas.
“Kasih ke Evan Dimas! Kasih ke Evan Dimas!”

Ketika kita ingin menekankan sesuatu, dan tidak ingin kita mendengar anything in return, tidak ingin kata dibalas kata, inginnya kata dibalas dengan tindakan yang mengikuti kata-kata kita, maka kita mengatakannya dua kali.

Jadi kata-kata yang diulang itu mengisyaratkan, tidak ada diskusi. Just do it.

Contoh berikut adalah sebuah ilustrasi lain, tentang kata yang diulang. Ada seseorang yang sangat ingin memberikan bantuan, tapi yang satunya tidak mau dibantu.

A: “Lemme help you.
B: “No!”
A: “Come on.
B: “No!”
A: “I just wanna help you.
B: “No! No!
A: “Okay.” (I get it now)

Kata yang diulang itu menegaskan: tidak ada diskusi!

Sekarang, mari kita lihat rekam jejak situasinya dari awal, sejak Rasulullah menerima wahyu.

Rasulullah memulai dakwahnya. Menceritakan pertemuan beliau shallallaahu ‘alayhi wasallam, dengan malaikat.

Orang-orang Quraisy, yang awalnya biasa-biasa saja, merasa kasihan sama Rasulullah. Menganggap Rasulullah makhluk yang menyedihkan. Menganggap Rasulullah mengalami halusinasi. Menganggap Rasulullah gila.

Al-Qur’an membuat perumpamaan tentang hal ini. Kunta fiina marjuwwan (QS Hud 11:62). Bahwa awalnya Rasulullah itu sebenarnya dipandang sebagai sosok yang memberi harapan buat orang-orang Quraisy. Karena Rasulullah terlihat cerdas. Bakat kepemimpinannya alami.

Tapi semua harapan itu berubah total setelah Rasulullah bicara soal wahyu. Semua harapan itu sirna setelah mereka melihat Rasulullah shalat.

Awalnya mereka mereka melihat Rasulullah dengan tatapan penuh harap.
Lalu mereka melihat Rasulullah dengan tatapan aneh.

Selanjutnya mereka melihat perubahan pada diri Rasulullah itu sebagai sebuah masalah. Yang makin lama makin membesar.

Mereka memutuskan untuk bicara dengan keluarga Rasulullah. Atau, keluarga Muhammad, a la bahasa mereka.

Tapi, ga ngefek.

Berikutnya, mereka mencari orang-orang yang agresif. Orang-orang ini disuruh melontarkan penghinaan dan caci maki ke Rasulullah. Melakukan hal-hal yang jahat, keji, hina, kotor, dengan sasaran tunggal: Rasulullah yang mulia, shallalahu ‘alayhi wasallam.

Tentu saja mereka tahu bahwa apa saja yang mereka perbuat itu akan menyakiti perasaan Rasulullah.

Dan bagusnya, mereka juga tahu bahwa Rasulullah saw adalah manusia yang bermartabat. Sosok yang dihormati. Bahasa Rasulullah santun dan tertata. Tidak pernah bicara yang ngawur atau ngaco.

Makanya ketika Rasulullah mendengar segala caci maki mereka, Rasulullah benar-benar tersakiti. Sakitnya lebih parah dibandingkan sakit secara fisik.

Al-Qur’an melukiskannya di QS An-Nahl 15:97. Yadhiiku shodruka bimaa yaquuluun. Dada jadi sesak karena omongan mereka.

Tapi Rasulullah tetap tegar.
Usaha mereka sia-sia.

Ga ngefek lagi.

Ada juga sebenarnya penyiksaan secara fisik (physical torture).

Tapi tetap saja.
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam ga mempan digituin.

Ga ngefek lagi.

Akhirnya mereka datang dengan proposal ini.

Mencoba pendekatan halus.
Berpikir win-win, menurut pikiran mereka.
Rasulullah ditawari governorship.

Jadi mereka mengubah strategi.
Mencoba pake strategi negosiasi.

Kenapa?

Karena Rasulullah bukan teroris.
Kalo sama teroris, negosiasi dihindari.
Negosiasi berarti mengakui legitimasi.
Walau tanpa tentara.
Walau tanpa milisi
Walau tanpa senjata.

Surah Al-Kafirun itu tegas banget:
“Berani-beraninya kalian mau negosiasi!”

Allah memposisikan Rasulullah bak seorang raja yang tersinggung dengan perilaku mereka yang ingin bernegosiasi.

Padahal Rasulullah tidak punya bala tentara.
Tidak punya angkatan darat, laut, dan udara.
Atau angkatan gurun, juga tidak punya.

Mungkin ini adalah poin paling penting yang di-share Ustadz Nouman terkait surah Al-Kafirun.
Yaitu bahwa proposal kompromi yang mereka ajukan, adalah kufr karena satu lagi alasan yang lain, yaitu bahwa kompromi itu sendiri adalah kufr. Sebagaimana yang disebutkan di surah Al-Kafirun.

Kompromi itu berarti setengah-setengah. Tidak full. Tidak complete.
Padahal apa yang Allah minta?
Udkhuluu fissilmi kaaffatan wa laa tattabi’uu khuthuwaatisysyaythaan.

Allah tidak bilang, masuklah Islam dan jangan ikuti syaithan.
Tapi Allah bilang, masuklah Islam, secara keseluruhan (completely), dan jangan ikuti langkah-langkah syaithan.

Jadi kalo kita tidak masuk Islam secara keseluruhan, kalo kita masuk Islam secara parsial, berarti masih ada jejak langkah syaithan.

Islam parsial itu tidak ada.
Sedikit give and take itu tidak ada.
Kompromi, aksi coba-coba dengan proposal mereka adalah kufr.

Dan saat ini, kita hidup dalam sebuah masa, di mana, di banyak tempat di belahan dunia, ada sebuah masalah yang bisa dibilang sebagai masalah minoritas. Minority problem. Masalah yang menghinggapi muslim di wilayah di mana muslim adalah minoritas.

Warga sekitar merayakan Hari Natal (Christmas) dan muslim minoritas merasakan tekanan. Keluarga-keluarga muslim merasakan tekanan untuk menyediakan pohon natal (Christmas tree) di rumah-rumah muslimin. Ada tekanan yang mempertanyakan kenapa muslimin itu harus berbeda, kenapa muslimin tidak bisa ikut bergembira, kenapa muslimin tidak ikut merayakan dan menghias pohon natal bersama.

Apakah mereka yang merayakan Natal itu seratus persen tidak baik?

Harus diakui, mereka juga punya hal-hal yang baik, yang bisa dijadikan contoh.

Mereka suka menyelenggarakan kegiatan amal seperti memberi sumbangan amal (giving charity), membantu yang membutuhkan (helping the needy), dan menegakkan keadilan (standing up for just justice).

Ironisnya, ketika kita diminta untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan seperti itu, kita malah mundur.

Sementara ketika ada acara-acara seperti belanja Christmas tree, kita malah ikutan antri (lining up).

Itu namanya tebang pilih.

Dan dalam urusan mengamalkan Islam, kita pun masih suka tebang pilih.

(bersambung)

 

Source:
Bayyinah BTV > A Deeper Look > Al-Kafirun

Resume oleh Heru Wibowo

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s