Kata al-kaafiruun digunakan untuk identifikasi. Seperti halnya kata muslim.
Kita adalah muslim.
Saat kita tidur, kita adalah muslim.
Saat kita bangun tidur, kita adalah muslim.
Label muslim itu kita bawa kemana pun kita melangkah.
Sehingga label muslim itu menjadi bagian dari identitas kita.
Apakah seseorang yang saat ini tidak memeluk Islam, bisa kita beri label ‘kafir‘?
Kita tidak bisa menghakimi bahwa seseorang itu kafir luar-dalam.
Kita tidak bisa menghakimi bahwa seseorang itu mengingkari kebenaran luar-dalam.
Kita tidak bisa menghakimi bahwa seseorang itu kafir di mulut dan kafir di hati.
Yang bisa menghakimi hanya Allah.
Kita, tidak bisa.
Rasulullah saw pun, tidak bisa.
Makanya ada kata qul.
Allah menyuruh Nabi saw untuk mengatakannya.
Allah lah yang menghakiminya.
Bukan Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wasallam.
“Katakan kepada mereka, bahwa mereka menyimpan kekafiran di hati mereka.”
Label ‘kafir’ hanya bisa datang dari Allah swt.
So, kita seharusnya makin sensitif.
Untuk tidak mudah mengkafir-kafirkan orang lain.
Karena kita tidak berhak untuk menghakimi mereka.
Karena mereka belum tentu selamanya kafir.
Karena Allah lah yang paling tahu akhir kesudahan mereka.
Secara fiqh, kita mungkin biasa menggunakan istilah ‘kafir’ untuk setiap non muslim. Juga, saat kita melakukan studi keislaman.
Tapi istilah Al-Qur’an, beda dengan istilah fiqh.
Al-Qur’an punya kepekaan (sensitivity) soal istilah.
Di Al-Qur’an ada pembedaan antara musyrik dan kafir.
Di Al-Qur’an ada kelompok yang disebut qowmun laa ya’lamuun (kaum yang tidak mengetahui).
Di Al-Qur’an ada lagi ghoofiluun (mereka yang ga sadar alias unaware atau yang lalai alias heedless).
Di Al-Qur’an ada lagi jaahiluun (mereka yang bebal alias ignorant).
Di Al-Qur’an ada ahlul kitaab dan ada juga alladziina uutul kitaab.
Itu semua adalah contoh istilah-istilah yang digunakan untuk orang-orang yang bukan muslim.
Tidak dikasih label ‘kafir’.
Dan istilah-istilah itu, satu sama lain tidak ekuivalen. Tidak disamaratakan. Sebagai contoh, mari kita buka surah Al-Bayyinah.
Lam yakunilladziina kafaruu min ahlil kitaab, wal musyrikiin (QS 98:1).
Ayat pertama ini menyebutkan tentang mereka yang kufr dari golongan ahli kitab dan mereka yang kufr dari golongan orang musyrik.
Artinya, dari golongan ahli kitab, ada yang belum sampai kufr.
Dan dari golongan orang musyrik, ada juga yang belum sampai kufr.
Jadi ‘kafir’ adalah orang-orang yang sudah diputuskan Allah, yang akan tetap kafir luar-dalam.
Itu lah kenapa surah Al-Kafirun begitu keras.
Kita jadi paham kenapa surah ini begitu yakin menegaskan bahwa mereka tidak akan pernah masuk Islam.
“Aku tidak menyembah apa yang kamu sembah.”
“Kamu tidak akan menyembah apa yang aku sembah.”
Begitu keras. Sudah ada label di situ. Ketok palu tiga kali, untuk selamanya.
Atas nama Allah Yang Maha Melihat isi hati, Rasulullah saw bilang ke mereka bahwa mereka tidak akan pernah berubah.
Yang juga menarik untuk kita cermati adalah: kenapa yaa ayyuhal kaafiruun, bukan yaa qowmii?
Jawabannya tentu adalah karena keduanya beda.
Yaa ayyuhal kaafiruun berarti bahwa Rasulullah saw sudah tidak berharap lagi dari mereka.
Yaa qowmii berarti bahwa Rasulullah saw masih menaruh harapan terhadap mereka untuk kembali ke jalan-Nya.
Mengapa yaa ayyuhal kaafiruun?
Karena Allah ingin kasih tahu Rasulullah saw bahwa tidak ada lagi ruang yang tersisa buat Rasulullah saw untuk mendakwahi mereka.
Sudah ‘lu gue end‘, untuk urusan dakwah.
Dakwah artinya kita memperlakukan yang kita dakwahi seperti teman dekat.
Meski kita ga kenal dengan mereka.
Dakwah artinya kita sabar bersama mereka.
Dakwah artinya, ketika mereka menjadi bebal alias ignorant, maka qooluu salaaman (QS 25:63). Kita tetap mengucapkan kata-kata yang mengandung keselamatan.
Dan kita akan balik lagi ke mereka, lagi dan lagi, menyampaikan pesan-pesan untuk mengingatkan mereka.
Itu kalo dakwah.
Bagaimana dengan surah Al-Kafirun?
Bagaimana dengan lakum diinukum wa liya diin?
Apakah lakum diinukum wa liya diin terdengar seperti dakwah?
Apa makna dibalik lakum diinukum wa liya diin?
“Aku ga akan berubah.”
“Kamu ga akan berubah.”
Apakah itu terdengar seperti dakwah?
Tidak.
Surah Al-Kafirun menegaskan bahwa pintu dakwah telah tertutup.
Untuk sekelompok kafir Quraisy itu.
Mereka telah mendapatkan semua yang terbaik dari Rasulullah saw.
Yang mendakwahi mereka itu bukan para sahabat loh. Bukan para tabi’in. Bukan pula tabi’it tabi’in. Apalagi kita.
Yang mendakwahi mereka adalah pendakwah terbaik: Rasulullah saw.
Tapi mereka memang kebangetan.
Mereka cuma berpikir seperti ini tentang Rasulullah saw, “Orang ini ulet yah. Pantang menyerah gitu dia. Yuk kita kasih dia tawaran yang bagus. Siapa tahu dia melunak.”
Keadaan ini dilukiskan di ayat yang lain:
(أَمۡ أَبۡرَمُوۤا۟ أَمۡرࣰا فَإِنَّا مُبۡرِمُونَ)
[Surat Az-Zukhruf 43:79]
“Ataukah mereka telah merencanakan suatu tipu daya (jahat), maka sesungguhnya Kami telah berencana (mengatasi tipu daya mereka).”
Kata abromuu, burmaa, digunakan untuk melukiskan tali pengikat konstruksi. Tali pengikat yang sangat kuat. Saat itu masih pake tali karena belum ada semen. Jadi ini adalah tali pengikat konstruksi yang sangat kuat.
Beda dengan tali pengikat sepatu yang kecil dan siap dilepas sewaktu-waktu.
Kata abromuu merujuk pada tali pengikat yang kuat, yang kokoh, dan tidak dimaksudkan untuk dilepas lagi.
Begitulah ibroom. Talinya diikat begitu kuat untuk tidak bisa dilepas lagi.
Mereka ga bisa berubah?
Kami juga ga bisa berubah.
Mereka punya rencana?
Kami juga punya rencana.
Mereka telah mengambil keputusan.
Tapi Allah telah lebih dulu mengambil keputusan tentang mereka.
Kalo Allah mencabut hidayah-Nya, kita bisa berbuat apa?
Mereka memang keras kepala.
Ketika hari Pembalasan datang, apa yang bisa dilakukan?
Melepaskan tali pengikat? Masih bisakah?
(رُّبَمَا یَوَدُّ ٱلَّذِینَ كَفَرُوا۟ لَوۡ كَانُوا۟ مُسۡلِمِینَ)
[Surat Al-Hijr 15:2]
Orang kafir itu kadang-kadang (nanti di akhirat) menginginkan, sekiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang Muslim.
(وَلَوۡ تَرَىٰۤ إِذِ ٱلۡمُجۡرِمُونَ نَاكِسُوا۟ رُءُوسِهِمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ رَبَّنَاۤ أَبۡصَرۡنَا وَسَمِعۡنَا فَٱرۡجِعۡنَا نَعۡمَلۡ صَـٰلِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ)
[Surat As-Sajdah 32:12]
Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata), “Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), niscaya kami akan mengerjakan kebajikan. Sungguh, kami adalah orang-orang yang yakin.”
(وَأَنفِقُوا۟ مِن مَّا رَزَقۡنَـٰكُم مِّن قَبۡلِ أَن یَأۡتِیَ أَحَدَكُمُ ٱلۡمَوۡتُ فَیَقُولَ رَبِّ لَوۡلَاۤ أَخَّرۡتَنِیۤ إِلَىٰۤ أَجَلࣲ قَرِیبࣲ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ ٱلصَّـٰلِحِینَ)
[Surat Al-Munafiqun 63:10]
Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda kematianku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang shalih.”
Maaf, tidak bisa!
Sudah tidak bisa lagi!
Kesempatan itu sudah hilang.
Tali pengikat kekafiran mereka tak bisa dilepas lagi.
Karena talinya tali konstruksi, bukan tali sepatu.
Mari kita sekarang naik helikopter.
Untuk melihat surah Al-Kafirun dari jauh.
Untuk sedikit melihat dari skala makro.
Kita menarik diri dulu keluar dari surah Al-Kafirun, surah ke-109.
Dari ketinggian ini kita bisa melihat surah Al-Ma’un, surah ke-107.
Kita bisa mengamati bahwa arah menuju kekafiran secara progresif ada di surah Al-Ma’un ini.
Dan grafik kekafiran mencapai puncaknya di surah Al-Kafirun.
Oke, cukup.
Helikopter kini terbang rendah.
Dan kita kembali ke skala mikro.
Masih ada lagi yang juga menarik: kenapa digunakan kata kaafiruun?
Bukankah proposal yang mereka tawarkan adalah syirk?
Proposal mereka adalah ‘pertukaran sesembahan’.
Satu season menyembah Allah dan season berikutnya menyembah sesembahan mereka.
Itu kan bukan ‘kafir’?
Tapi ‘syirk‘?
Kenapa Allah tidak bilang qul yaa ayyuhal musyrikuun?
Kenapa Allah bilang qul yaa ayyuhal kaafiruun?
Kenapa yang digunakan adalah kata ‘kafir’?
Kafir artinya apa? Ingkar.
Apakah mereka mengingkari Allah? Sepertinya tidak.
Apakah mereka menolak Allah? Sepertinya juga tidak.
Apakah proposal mereka ‘hanyalah’ mengajak gonta-ganti Tuhan? Ya, mereka mengakui Allah dan ‘hanya’ mengajak barteran.
Apakah mereka mau mengikuti sholat seperti cara Rasulullah sholat? Ya, mereka mau.
Kita bisa berhipotesis bahwa mereka itu bukan ‘kafir’.
Apalagi setelah menelaah fakta-fakta di berbagai tempat di Alquran, di surah Al-‘Ankabut, surah Luqman, surah Az-Zumar, dan surah Az-Zukhruf:
(وَلَىِٕن سَأَلۡتَهُم مَّنۡ خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَ ٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ وَسَخَّرَ ٱلشَّمۡسَ وَٱلۡقَمَرَ لَیَقُولُنَّ ٱللَّهُۖ فَأَنَّىٰ یُؤۡفَكُونَ)
[Surat Al-Ankabut 29:61]
Dan jika engkau bertanya kepada mereka, ”Siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” Pasti mereka akan menjawab, ”Allah.” Maka mengapa mereka bisa dipalingkan (dari kebenaran).
(وَلَىِٕن سَأَلۡتَهُم مَّنۡ خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَ ٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ لَیَقُولُنَّ ٱللَّهُۚ قُلِ ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِۚ بَلۡ أَكۡثَرُهُمۡ لَا یَعۡلَمُونَ)
[Surat Luqman 31:25]
Dan sungguh, jika engkau (Muhammad) tanyakan kepada mereka, ”Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab, ”Allah.” Katakanlah, ”Segala puji bagi Allah,” tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
(وَلَىِٕن سَأَلۡتَهُم مَّنۡ خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَ ٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ لَیَقُولُنَّ ٱللَّهُۚ قُلۡ أَفَرَءَیۡتُم مَّا تَدۡعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ إِنۡ أَرَادَنِیَ ٱللَّهُ بِضُرٍّ هَلۡ هُنَّ كَـٰشِفَـٰتُ ضُرِّهِۦۤ أَوۡ أَرَادَنِی بِرَحۡمَةٍ هَلۡ هُنَّ مُمۡسِكَـٰتُ رَحۡمَتِهِۦۚ قُلۡ حَسۡبِیَ ٱللَّهُۖ عَلَیۡهِ یَتَوَكَّلُ ٱلۡمُتَوَكِّلُونَ)
[Surat Az-Zumar 39:38]
Dan sungguh, jika engkau tanyakan kepada mereka, “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Niscaya mereka menjawab, “Allah.” Katakanlah, “Kalau begitu tahukah kamu tentang apa yang kamu sembah selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan bencana kepadaku, apakah mereka mampu menghilangkan bencana itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat mencegah rahmat-Nya?” Katakanlah, “Cukuplah Allah bagiku. Kepada-Nyalah orang-orang yang bertawakal berserah diri.”
(وَلَىِٕن سَأَلۡتَهُم مَّنۡ خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَ ٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ لَیَقُولُنَّ خَلَقَهُنَّ ٱلۡعَزِیزُ ٱلۡعَلِیمُ)
[Surat Az-Zukhruf 43:9]
Dan jika kamu tanyakan kepada mereka, “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Pastilah mereka akan menjawab, “Semuanya diciptakan oleh Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui.”
Jika kamu tanya mereka, siapa yang menciptakan langit dan bumi, matahari dan bulan, mereka pasti menjawab: Allah.
Siapa yang bilang “Allah” tadi?
Ya, orang-orang Quraisy itu.
Jawaban mereka seperti itu.
Tapi Allah panggil mereka apa?
Kafir.
Bahkan berkali-kali.
Padahal percakapan Rasulullah dengan Quraisy adalah bukan tentang mengingkari Allah.
Tapi tentang syirk.
Tentang menyekutukan Allah.
Bahkan seperti dijelaskan di Az-Zukhruf 43:9, mereka menyebutkan secara tepat nama-nama Allah.
Kenapa mereka dibilang ‘kafir’?
(bersambung)
Source:
Bayyinah BTV > A Deeper Look > Al-Kafirun
Resume oleh Heru Wibowo