Raisa Andriana suatu hari pulang ke rumah ortu. Setelah berbulan-bulan ga pernah pulang. Di rumah ketemu ayah dan kakak. Tapi ga ketemu ibu.
Ibu lagi ke Bandung. Raisa kangen berat. Akhirnya video call. Kangen-kangenan.
Selepas itu, Raisa masih merasa sedih. Belum puas karena belum ketemu sang ibunda face-to-face. Sisa rasa rindu Raisa berubah menjadi sebuah lagu. Didedikasikan khusus untuk sang ibunda : Lagu Untukmu.
Ibu. Sosok yang pantas dirindukan.
Ibu. Sosok yang juga merindukan.
Setiap ibu pasti juga punya rasa rindu dengan anaknya. Rindu pada anaknya sendiri.
Ada juga seorang ibu yang ‘rindu’ dengan seorang anak yang bukan anak kandungnya sendiri. Contohnya adalah istri Fir’aun. Yang ucapannya diabadikan di surah Al-Qashash ayat 9.
Wa qoolatimro-atu fir’awna. Istri Fir’aun berkata.
Qurrotu ‘aynin lii. Ku tak bisa mengalihkan pandanganku dari anak ini. (I can’t take my eyes away off this kid. He makes me so happy.)
Padahal Fir’aun tahu bahwa istrinya sedang depresi.
Gara-gara instruksi Fir’aun untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir.
Dan istri Fir’aun suka banget sama bayi Musa.
Istri Fir’aun sangat menyayangi bayi Musa.
Meski Musa bukan anak kandungnya sendiri.
Rasa sayang yang datang dari-Nya.
Wa alqoytu ‘alayka mahabbatan minnii. (QS Thaha 20:39)
“Aku (Allah) telah melimpahkan kepadamu (istri Fir’aun) kasih sayang yang datang dari-Ku.”
Ada special love dari Allah.
Yang membuat istri Fir’aun ketika melihat bayi Musa, seakan-akan seperti sedang merindukan kehadirannya.
Sebuah pemandangan yang tak biasa.
Seorang wanita yang begitu bahagia bersama seorang bayi yang menggemaskan.
Dan sepasukan tentara yang siap mengeksekusi sang bayi atas perintah penguasa.
Wanita ini bersikukuh bahwa pasukan itu tidak akan mengambil bayinya. Tidak akan mencederai bayinya. Meskipun wanita ini sendiri sebenarnya sedang ketakutan.
Ketakutan yang tercermin dari doa istri Fir’aun.
Wa najjinii min fir’awna wa ‘amalihi. (QS At-Tahrim 66:11)
“Selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya.”
Istri Fir’aun adalah seorang pemberani. Tak mau dan tak rela melepaskan sang bayi.
Maka wanita hebat ini mendekati Fir’aun.
Qurrotu ‘aynin lii. Bayi ini adalah penyejuk mata hati bagiku. Bayi ini bikin aku hepi. Bayi ini mengusir rasa sedih di hati.
Qurrotu juga berarti ‘tetap ada disana’ (stay there). Artinya, pandangan mata istri Fir’aun tak bisa berpaling. Tetap memandang ke sana. Memandang bayi Fir’aun.
“Lihatlah. Lucu banget kan dia.”
Lalu istri Fir’aun melanjutkan kata-katanya.
Wa laka. Dan (penyejuk mata hati) bagimu juga.
“Ayo, lihatlah dia.”
Fir’aun ga mau lihat.
“Ayo, lihatlah dia.”
Akhirnya Fir’aun melihat bayi itu.
Dan pandangan mata Fir’aun juga tak bisa berpaling.
Even the great evil ruler of the world, looks at this child, and he is also amazed.
“Iya, bener. Bayi ini cute banget.”
And he can’t help himself.
Wa laka. Perhatikan bahwa istri Fir’aun memisahkan dirinya dari suaminya di sini. “Bayi ini adalah penyejuk mata hati bagiku. Dan penyejuk mata hati bagimu juga.” Istri Fir’aun tidak menggunakan kata ‘kita’ (us).
Dan Fir’aun akhirnya melihat bayi itu.
Dan Fir’aun tak bisa berpaling.
Allah meletakkan special love bahkan di hati Fir’aun.
Padahal ribuan bayi sudah dibunuh gara-gara orang yang zhalim ini.
Orang yang memperbudak penduduk negerinya.
Pentolan pelanggaran HAM.
Tapi tak berkutik saat melihat bayi Musa.
Di titik ini, kita bisa memetik satu pelajaran lagi.
Tentang keindahan manusia yang mempesona.
Keindahan bayi Musa membuat hati Fir’aun tertawan.
Sementara itu, keindahan Yusuf membuat jari-jari wanita tersayat.
Bedanya, di usia.
Musa mempesona di usia yang lebih muda.
Yusuf mempesona di usia yang lebih tua.
Bedanya lagi adalah, apa yang terpotong.
Pesona Yusuf, memotong jari para wanita.
Pesona Musa, akan ‘memotong leher’ Fir’aun, tanpa Fir’aun menyadarinya.
Laa taqtuluuhu. Jangan kamu membunuhnya.
‘Asaa an yanfa’aaa. Mungkin dia bisa bermanfaat buat kita. Yuk kita adopsi aja dia jadi anak kita.
‘Asaa an yanfa’aaa adalah kutipan yang persis sama (exact quote) yang diucapkan beberapa generasi sebelumnya, berkenaan dengan Yusuf, yang akhirnya menjadi bendaharawan negeri Mesir.
‘Asaa an yanfa’aaa membuat Fir’aun teringat dengan sejarah negerinya, yang pernah punya bendaharawan, yang berawal dari kutipan yang sama.
Sementara itu, di luar istana kerajaan Fir’aun, di tepi sungai, ada seorang wanita hebat lainnya yang hatinya sedang meradang (inflamed). Dia adalah ibu kandung Musa. Hati sang ibu diliputi keraguan dan kehampaan. Energinya seperti terkuras karena sang ibu tak bisa lagi melihat bayinya.
Kalo kita masuk ke mesin waktu, _traveling_ ke masa lalu, berada di tepi sungai yang sama dan melihat ibu kandung Musa, kita akan menyaksikan sosok wanita yang lumpuh (paralyzed), mengalami trauma (traumatized), dengan tatapan mata yang kosong dan suram (didn’t blink). Wanita ini sungguh terpuruk.
Wa ash-baha fu-aadu ummi muusaa faarighaa. (QS 28:10)
Dan hati ibu Musa menjadi kosong.
In kaadat latubdii bihi. Sungguh, hampir saja sang ibu menyatakannya. Menyatakan rahasia tentang Musa. Maksudnya, ibu Musa hampir saja lepas kendali. Berteriak-teriak memanggil bayi Musa. Tanpa mempedulikan pasukan Fir’aun yang berjaga diseputarnya. Ibu Musa hampir saja menjerit-jerit bahkan melompat masuk sungai.
Lawlaa an robathnaa ‘alaa qolbihaa. Seandainya tidak Kami teguhkan hatinya. Seakan-akan jika hati ibu Musa tidak diteguhkan Allah, ibu Musa sudah nyebur ke sungai. Kita mengamati bahwa di ayat yang sama, di ayat ke-10 ini, fu-aad berubah menjadi qalb. Berubah menjadi calm heart. Hati yang tenang.
Litakuuna minal mu’miniin. Agar ibu Musa ditetapkan sebagai orang mukmin.
Penetapan Allah terhadap seorang wanita sebagai true believer adalah anugerah yang luar biasa. Sebelumnya sudah ada wanita hebat lainnya yang masuk golongan ini: Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Musa ‘alayhis salam menjadi fenomenal karena dibesarkan oleh dua wanita hebat yang luar biasa. Ibu kandungnya sendiri dan istri Fir’aun. Dan Musa berada di kawasan yang menjadi central of kufr. Kondisi yang tidak mudah. Dua wanita hebat ini mengajarkan kepada Musa bahwa apapun masalah yang dia hadapi, dia akan segera kembali ke Allah.
Dari sudut pandang parenting, Musa tidak perlu seorang ayah tapi cukup dua wanita hebat tadi yang memberikan training kepadanya. Bekal pelatihan dari dua ibu ini sudah cukup buat Musa. Kedua ibu itu adalah great believers. Allah sudah menetapkan parenting strategy buat Musa seperti itu.
Dan di zaman now, kita pun menyaksikan, fatherless children di sana-sini. Tapi selama sang ibunda berpegang teguh kepada ayat-ayat-Nya, terjaga utuh keimanannya, in sya Allah segala masalah bisa dihadapi dengan sempurna.
Dan untuk ibundaku yang saya pernah tinggal di rahimnya. Yang sekarang tinggal di alam yang tak lagi sama.
Aku merindukanmu.
😢
Semoga kita bisa kembali bertemu. Dalam naungan maghfirah dan rahmat-Nya.
🤲🏻
Source:
Bayyinah TV > Qur’an > A Concise Commentary > 01. Al-Qasas (Ayah 1-10)
Resume oleh Heru Wibowo