Suatu ketika, Khalifah Umar melihat sekelompok orang duduk berkeliling di sekitar api unggun di tengah padang pasir. Alih-alih memanggil mereka dengan frasa, “Hai, orang-orang di sekitar api!“, ia memilih, “Hai, orang-orang di sekitar cahaya,” untuk memastikan frasa yang berpotensi negatif tidak mempengaruhi mereka.
Di lain waktu. cucu-cucu Nabi (ﷺ) melihat seorang lelaki tua melakukan wudu, tetapi melakukan banyak kesalahan. Alih-alih memarahinya, mereka malah mendatangi dan berkata, “Kami berdua berdebat mana yang memiliki wudu yang lebih baik, dan kami ingin Anda menjadi hakim di antara kami.”
Ketika ia melihat betapa sempurna wudu mereka, dia berkata, “Wudu saya yang perlu diperbaiki, bukan kalian.”
Seorang ulama terkenal dari generasi terakhir, suatu waktu ada perdebatan hebat tentang pendapat dari status orang yang meninggalkan salat, apakah ia masih seorang Muslim atau tidak – ditanya, “Apa pendapat Anda tentang orang yang meninggalkan salat?”
Orang yang bertanya kepadanya bukanlah seorang ulama, melainkan seseorang yang mendengar perdebatan dan menyukai belajar mandiri. Syekh tersenyum dan berkata, “Pendapat saya kita harus menggandeng tangan dan mengajaknya datang ke masjid bersama kita!”
Seringkali, ini bukan tentang pesan itu sendiri, tetapi bagaimana cara kita menyampaikan, yang menggerakkan hati dan mengubah pikiran. Tidak setiap kontroversi harus disampaikan di depan setiap orang: berbicara kepada pendengar Anda dengan baik adalah setengah dari pengetahuan.
Semoga Allah memberi kita kebijaksanaan untuk berdakwah dengan cara yang paling bijak dan terbaik!
Sumber: https://www.facebook.com/19667888299/posts/10156966732808300/