Nabi (ﷺ) adalah pria termuda yang berdiri pada hari Hilf Al-Fudul, hari Persekutuan Para Pemuka Mekah. Ketika mereka bersama-sama membangun hak ekonomi masing-masing dari anggota masyarakat Mekah.
Ironisnya, subhanallah, persekutuan ini terjadi karena orang asing yang datang ke Mekah, dan dia dicurangi kemudian dia menulis sebuah syair panjang tentang bagaimana orang-orang Mekah berpikir bahwa mereka mulia, mereka pikir karena Ka’bah ada dalam kekuasaan mereka atau mereka pikir Ka’bah adalah milik mereka, karena Ka’bah berada di antara mereka, mereka bisa berbuat tidak adil.
Dan tahukah Anda, jika Anda berkunjung ke Mekah saat ini, apa yang Anda lihat di luar gedung-gedung besar itu? Apa yang Anda lihat di balik menara jam itu? Apa yang Anda lihat hanya beberapa meter dari kiswah Ka’bah yang menghabiskan jutaan dan jutaan dolar dianggarkan setiap tahunnya?
Apa yang Anda lihat? Anda lihat yang tak bertangan (dipotong tangannya) mengemis untuk hidup. Orang-orang yang tidak bisa makan dan minum. Itu bukan Islam kita.
Umar bin Khattab (رضي الله تعالى عنه), ketika dia diminta untuk mengganti kiswah Ka’bah, katanya, “Orang-orang miskin lebih pantas dikenakan pakaian dan diberi makan daripada Ka’bah.”
Karena Nabi (ﷺ), bersabda, (ما أطهارة ك؟)
“Seberapa suci kamu?”
(ما اعظمك؟)
“Seberapa hebat kamu?”
“Tapi aku bersumpah bahwa (عرض), kehormatan, darah, harta orang yang beriman lebih suci bagi Allah (سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى) daripada engkau.”
Itu bukan Islam kita. Islam kita tidak mengabaikan hal-hal di yang terjadi sekitar dan hanya mengkhawatirkan ritual semata.
Ka’bah pada masa Nabi (ﷺ) bukanlah bangunan indah yang menakjubkan ini. Masjid Nabi (ﷺ) tidak indah karena ada kipas angin serta kubah geser dan payung Masjid. Masjid Nabi (ﷺ) bahkan tidak memiliki atap. Masjid Nabi (ﷺ) bahkan tidak memiliki karpet. Mereka salat di atas tanah.
Hal itu tidak akan membuat Masjid menjadi istimewa. Dan tidak akan membuat Rasul Allah (سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى) istimewa. Sebelum Islam beliau adalah aktivis sosial. Pria termuda.
Apa yang hal itu gambarkan tentang beliau? Beliau jauh di atas rekan sebayanya. Dalam usia dua puluhan Nabi (ﷺ) berdiri bersama para tetua sukunya meletakkan tangannya di Ka’bah, dan memastikan bahwa hak setiap orang akan dihormati.
Dan Nabi (ﷺ) berkata, “Jika aku dipanggil untuk itu lagi setelah Islam, aku akan ikut bergabung. Bahkan jika bersama orang syirik pun, bersama orang-orang politeis sekalipun, aku akan bergabung dengan mereka untuk menjunjung hak setiap orang.”
Nabi (ﷺ) bukanlah seorang pasifis. Rasul (ﷺ) angkat bicara. Nabi (ﷺ) adalah seorang aktivis. Beliau adalah seorang shadiqul amin. Beliau adalah seorang yang terpercaya. Beliau peduli pada urusan ‘dunia’ orang-orang.
Dan itulah mengapa ketika beliau berdiri (ﷺ) berdakwah ke orang-orang kepada kebaikan dan akhirat, mereka mempercayainya. Mereka yang beriman padanya, percaya padanya.
Karena mereka tahu bahwa Rasulullah (ﷺ) adalah dia yang berusaha memperbaiki urusan mereka di dunia ini, maka pasti beliau juga berusaha memperbaiki urusan mereka di akhirat. Ini adalah Islam-nya Rasulullah (ﷺ).
Subtitle Transkrip oleh Darul Arqam Studio