(ٱللَّهُمَّ مَـٰلِكَ ٱلْمُلْكِ تُؤْتِى ٱلْمُلْكَ مَن تَشَآءُ وَتَنزِعُ ٱلْمُلْكَ مِمَّن تَشَآءُ) (Surah Ali Imran ayat 26)
Engkau beri kekuasaan, Engkau beri kemampuan, Engkau beri wewenang, Engkau beri kedaulatan kepada sesiapa saja yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut itu dari sesiapapun yang Engkau kehendaki.
Inilah faktanya. Kita menyatakan kepada Allah bahwa Engkau melakukan dengan kebijaksanaanMu, Sesiapa yang Engkau putuskan memperoleh kekuasaan, sesiapa yang Engkau cabut kekuasaannya.
Yang menarik dari bagian ayat ini adalah kata (مُلْك) digunakan hingga dua kali.
(تُؤْتِى ٱلْمُلْكَ مَن تَشَآءُ وَتَنزِعُ ٱلْمُلْكَ مِمَّن تَشَآءُ)
Meski bisa digunakan dhamir (kata ganti), seperti berikut ini
(تُؤْتِى ٱلْمُلْكَ مَن تَشَآءُ وَتَنزِعُهُ ٱلْمُلْكَ مِمَّن تَشَآءُ)
Kita bisa saja menggantinya dengan sebuah kata ganti. Dengan kata lain di dalam bahasa Inggris bisa dikatakan, Engkau beri kekuasaan kepada sesiapapun yang Engkau inginkan, dan Engkau mencabutnya dari sesiapapun yang Engkau inginkan.
Anda boleh menyebutkan kata ‘nya’ pada kesempatan kedua, namun Allah menggunakan kata kekuasaan, kemampuan, dan wewenang untuk kedua kalinya. Jika ini dilakukan pada bahasa Arab kuno, tujuannya adalah bukan untuk merujuk pada dua jenis kekuasaan yang berbeda, namun kekuasaan yang sama.
Secara sederhana apa maknanya? Artinya, pertama kali mendengar “Engkau beri kekuasaan kepada sesiapapun, Engkau mengambilnya dari sesiapapun. Engkau beri kerajaan kepada sesiapapun Engkau mengambilnya dari sesiapapun.”
Pasti kita mengira Allah memberi kepada seseorang dan mengambil dari orang lain. Betul? Itulah yang terlintas di pikiran kita. Penggunaan (مُلْك) hingga dua kali mengajarkan sesuatu yang lebih jauh lagi. Bahwa Dia bisa memberinya kepada seseorang, dan mengambilnya dari orang yang sama.
Kepada orang yang diberiNya juga bisa diambilNya kembali. Itu terserah kepadaNya, Dia yang Maha Berkehendak. Bahkan bukan memberi kepada seseorang dan mengambil dari yang lain. Subhaanallah. Bahwa di sini Allah tidak memberi seseorang jaminan, kamu punya kekuasaan, boleh digunakan selamanya. Tidak.
Allah yang menentukan kapan kita memperolehnya, kapan Dia akan mengambilnya dari kita, Dia juga akan memutuskannya. Istilah kekuasaan ini tidak berasal dari istilah pemilihan umum, juga bukan dari masa jabatan kepresidenan, tidak dari keputusan seorang pemimpin, tetapi datang dari Allah. Kapan mereka akan memperolehnya, kapan itu akan diambil dari mereka. Inilah pelajaran pertama di sini.
Pelajaran kedua, Allah membedakannya dengan (عِزَّة)
(تُؤْتِى ٱلْمُلْكَ مَن تَشَآءُ وَتَنزِعُ ٱلْمُلْكَ مِمَّن تَشَآءُ وَتُعِزُّ مَن تَشَآءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَآءُ ۖ)
Sesiapa yang Engkau inginkan Engkau beri kekuasaan, Engkau mencabutnya dari sesiapapun yang Engau inginkan, lalu Dia berkata, Engkau memberi (عِزَّة)
(وَتُعِزُّ مَن تَشَآءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَآءُ ۖ)
Apa artinya (عِزَّة)?
(عِزَّة) pada dasarnya berarti dua hal; salah satu arti (عِزَّة) adalah kekuasaan, jadi sesiapapun yang memiliki semacam kewenangan atas kita punya semacam (عِزَّة), tidak cuma kekuasaan, (عِزَّة) juga berarti penghargaan, penghormatan, (كَرَم) (kemuliaan).
Banyak orang kadang memiliki kekuasaan, namun tidak memiliki kehormatan. Mungkin ada para petugas kepolisian yang memiliki kekuasaan, namun karena mereka bertindak kasar di lingkungannya, masyarakat tidak menghormatinya. Ini bisa terjadi.
Sebuah pemerintahan mungkin punya kekuasaan, tapi tidak dihormati. Ini mungkin saja terjadi. Kebalikannya juga bisa terjadi. Terkadang sebagian orang dihormati, tapi mereka tidak punya kekuasaan. Ini bisa saja seorang guru, cendekiawan, ilmuwan, atau seorang penulis, yang dihormati karena gagasannya, tetapi tidak punya kekuasaan untuk mewujudkan gagasannya. Tidak seorang pun yang mau mengambil idenya dan melakukan sesuatu bersama mereka.
Jadi mereka memiliki kehormatan tapi tidak kekuasaan. Ini bisa terjadi. Namun ketika seseorang memiliki (عِزَّة), sebenarnya mereka memiliki dua hal tersebut, mereka dihormati dan memiliki kekuasaan.
Sekarang Allah menjelaskan lebih jauh, Dia membedakan (مُلْك) dari (عِزَّة), keduanya adalah hal yang berbeda. Hanya karena memiliki kekuasaan bukan berarti Anda dihormati, bukan berarti bahwa Anda juga secara otomatis memiliki kekuasaan di hati orang-orang, mungkin Anda punya kekuasaan di atas kertas, Anda rajanya, Anda pemimpinnya, namun itu bukan berarti penduduk telah menerima kekuasaan Anda, atau mereka akan menghormati kekuasaan Anda. Itu bisa terjadi.
Jadi Allah mengatakan, Dia bisa memberi kerajaan, Dia bisa memberi kekuasaan, dan mengambil kekuasaan tersebut, tetapi kerajaan atau kekuasaan itu, bukan berarti si penguasa itu juga punya (عِزَّة), Dia membedakan kedua konsep tersebut satu sama lainnya, ini adalah hal yang luar biasa yang telah dilakukan Allah.
Karena terkadang di mata dunia, sesiapapun yang memiliki kekuasaan pasti juga akan dihormati. Akhirnya mereka membuat penghormatan palsu, karena menginginkan kedudukan tertentu, lalu semacam pelantikan untuk menghormatinya. Mereka harus melakukan upacara untuk merayakan dan menghormatinya, atau ketika Anda datang menemui mereka, Anda harus memperlihatkan kesopanan tertentu. Semua formalitas ini hanya untuk menghormati orang ini.
Namun Allah mengajarkan kepada kita bahwa kehormatan, kekuasaan, dan penghargaan yang sesungguhnya, bukan sesuatu yang bisa diperoleh dari sebuah upacara. Anda bisa memperolehnya di atas selembar kertas, Anda bisa memperolehnya karena berdiri di podium tertentu atau tinggal di istana tertentu, tapi kehormatan bukan berasal dari sana.
Allah menanamkannya di hati orang-orang. Allah menempatkannya di hati orang-orang, jadi bisa saja seseorang itu tinggal di suatu tempat tertinggi, tetapi tidak punya kehormatan. Tidak punya (عِزَّة) sedikitpun, meski mereka merasa memiliki (مُلْك).
Jadi Allah berkata, (تُؤْتِى ٱلْمُلْكَ مَن تَشَآءُ وَتَنزِعُ ٱلْمُلْكَ مِمَّن تَشَآءُ وَتُعِزُّ مَن تَشَآءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَآءُ ۖ)
Ngomong-ngomong, (عِزَّة) juga berarti kekuatan. Perbedaan yang menarik, tidak hanya berarti kehormatan, juga kekuatan. Allah mengatakan (فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍۢ) (Surat Yasin ayat 14)
Kami kuatkan dua Nabi dengan yang ketiga. Kami kuatkan mereka. Kata (عِزَّة) juga digunakan di sana.
Dengan kata lain, hanya karena punya kerajaan bukan berarti Anda otomatis punya kekuatan. Terkadang ada orang orang yang punya gelar, tapi tidak punya kekuatan yang sebenarnya. Mereka tidak punya (عِزَّة) untuk melakukan sesuatu. Mereka hanya punya kekuasaan.
Sudah berapa kali ini terjadi dalam hidup kita secara pribadi? Ini bukan sekedar menyangkut urusan politik, juga menyangkut kehidupan kita secara pribadi. Berapa banyak kita lihat seorang Ayah punya kekuasaan di atas kertas, resminya dialah yang mencukupi kebutuhan keluarga, seharusnya dia punya semacam (مُلْك), namun dia tidak punya kekuatan untuk menyuruh putra atau putrinya melakukan atau mengatakan sesuatu, atau bahkan sama sekali merubah perilaku mereka. Tidak punya kekuatan. Terkadang dia punya kekuasaan, namun tidak dihormati sama sekali. Dia tidak punya (عِزَّة).
Allah berkata, (تُؤْتِى ٱلْمُلْكَ مَن تَشَآءُ وَتَنزِعُ ٱلْمُلْكَ مِمَّن تَشَآءُ وَتُعِزُّ مَن تَشَآءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَآءُ ۖ)
(تُذِلُّ) juga berarti mempermalukan. Engkau mempermalukan sesiapa yang Engkau kehendaki. Namun juga berarti Engkau cabut kekuasaan sesiapapun yang Engkau kehendaki.