Yesus Kristus ada di peringkat ketiga. Isaac Newton sang ilmuwan yang gemilang menduduki peringkat kedua. Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wasallam ditempatkan di peringkat pertama.
Yang bikin pemeringkatan itu bukan orang Islam. Kita semua sudah tahu itu. Michael H. Hart telah mengambil keputusan yang berani. Bukunya “The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History” menuai kontroversi dan dihujani kritik. Apalagi Islam bukanlah agama terbesar di dunia.
Sementara Hart kebanjiran kritik, umat Islam banjir kegembiraan. Setidaknya buku ini membuat umat Islam makin yakin akan kerasulan Nabiyullah Muhammad shallallaahu ‘alayhi wasallam.
Kita juga pernah mendengar Mahatma Gandhi memberikan komentar yang positif terhadap Islam. Bahwa bukan pedang (sword) yang membuat Islam jaya di masa lampau. Tapi kesederhanaan (simplicity), sikap yang sama sekali tidak menonjolkan diri (utter self-effacement), sikap menepati janji (scrupulous regard for pledges), dan kepercayaan yang mutlak kepada Tuhan (absolute trust in God).
Tapi seandainya buku Michael H. Hart itu tidak pernah eksis. Seandainya Gandhi tidak pernah memiliki opini yang positif tentang Islam. Apakah keyakinan kita berkurang?
Islam sudah luar biasa (awesome). Tanpa buku Hart. Tanpa quote Gandhi.
Kita yakin (confident) bahwa Muhammad adalah Rasulullah bukan karena sebuah buku. Bukan karena validasi siapapun atau pihak manapun. Kita bukan umat yang rindu validasi.
Kita menghargai hal-hal baik yang dikatakan oleh orang-orang dari luar Islam. That’s fine. Tapi kita tidak bergantung kepada pengakuan-pengakuan semacam itu. Mentalitas kita adalah mentalitas al-haqqu min rabbik. Keyakinan kita berasal dari fakta bahwa kebenaran datang dari Rabb. That’s enough.
Fa laa takuunanna minal mumtariin. Jangan sekali-kali kita termasuk orang yang ragu.
Ustad Nouman pernah kuliah di jurusan computer information system lalu beralih ke psikologi. Maka Ustad pun belajar tentang konsep-konsep Freud, tentang psikologi perilaku (behavioral psychology). Ada konsep-konsep yang berbeda dengan apa yang Islam ajarkan. Ada beberapa yang bahkan sangat kontradiktif. Tapi kadang-kadang kita jadi ragu karena Islam berbicara hal lain yang bertolakbelakang dengan yang dibahas di ruang kuliah.
Di saat itulah kita kembali ke al-haqqu min rabbik. Kebenaran itu (the truth) datang dari Rabb-mu. Jangan kamu jatuhkan dirimu ke lembah keraguan.
Ada beberapa kata yang berbeda yang digunakan di Quran untuk keraguan. Ada rayb, ada syak. Di ayat ini, ada mumtariin. Akar katanya adalah mirya. Artinya, kamu terlibat dalam adu argumentasi yang membuatmu bingung (confused). Dan kamu mulai goyah (shaky) disebabkan oleh argumen dari pihak lain yang kamu dengarkan.
Rasulullah pun pernah mengalaminya. Tapi Rasulullah tidak terintimidasi dengan quotes mereka yang terdengar seakan-akan penuh kebijaksanaan.
Kita sudah punya haqq itu. Kita sudah punya Alquran. Dan kita tidak ingin membenamkan diri ke jurang keraguan.
I’m watching 056. Al-Baqarah (Ayah 145-151) – A Deeper Look http://bit.ly/2tI7649
Resume oleh Heru Wibowo