Tadabbur Az-Zukhruf 43: 13-14
Ada 20 juta pemudik dua tahun lalu. Tahun berikutnya naik jadi 21,6 juta. Tahun 2019 ini bakal naik lagi. Menhub memprediksi 23 juta.
Yang tidak naik dan tidak berubah adalah hakekat transportasi itu sendiri. Asal muasalnya. Dan pesan Allah yang terkandung di dalamnya.
Subhaanalladzii sakhkhorolanaa haadzaa wa maa kunnaa lahuu muqriniin wa innaa ilaa robbinaa lamunqolibuun.
Para pemudik yang menjaga konektivitas dengan Allah tidak akan lupa membaca doa ini.
Allah menjadikan kapal (ships) dan hewan ternak (cattle) bisa kita tunggangi. Supaya kita nyaman dengan tunggangan itu. Tapi ada satu alasan mendasar kenapa Allah melakukannya. Yaitu, supaya kita bisa memanjatkan doa ini.
Kita membaca doa ini saat kita naik kendaraan. Tapi dari studi ayat ini kita belajar bahwa doa ini sudah disiapkan Allah sebelum kendaraan tercipta. Jadi sejatinya kita membaca doa ini bukan karena kita naik kendaraan. Melainkan kita naik kendaraan karena ada doa ini.
Allah menghendaki doa ini ada. Salah satu alasan kenapa kita punya transportasi di hidup kita adalah supaya kita bisa mengucapkan subhaanalladzii sakhkhorolanaa haadzaa. Betapa sempurna Allah yang telah menundukkan alat transportasi itu.
Kendaraan sangat berhubungan dengan kebanggaan (ride has a lot to do with pride). Di jaman old orang bangga memiliki kuda yang bagus. Wajah penunggangnya sangat beda dengan wajah penunggang keledai. Wajah penunggang kuda di zaman old mirip-mirip wajah pemilik Ferrari di zaman now.
Bahkan kendaraan pun dirias dengan aneka macam aksesori yang bisa dinikmati oleh orang-orang dari luar kendaraan. Yang punya malah tidak bisa menikmatinya karena ada di dalam kendaraan. Tapi tetap saja kendaraannya menjadi kebanggaan bagi dirinya.
Di level yang berbeda, ada pemilik jet pribadi. Ada pemilik yacht.
Subhaanalladzii sakhkhorolanaa haadzaa adalah pernyataan kerendahan hati (statement of humility). Apapun kendaraannya, apapun levelnya, kita semua seharusnya rendah hati. Allah lah yang telah membuat kendaraan itu bisa kita kendalikan.
Wa maa kunnaa lahuu muqriniin. Jika kudanya menjadi tak terkendali (go crazy), riwayat hidup kita bisa berakhir seketika. Jika remnya blong, mobilnya melaju di atas 100 km/jam, kita hanya bisa pasrah.
Kan perusahaan manufakturnya sudah menghitung safety factor dengan sangat teliti? Kan mobilnya kualitas Jerman? Kan keluaran pabrikan Jepang yang andal? Iya, tapi terlalu banyak suku cadang yang bergerak (moving parts) di kendaraan kita. Ban pecah saat kecepatan tinggi juga bisa terjadi. Tiba-tiba semuanya menjadi di luar kendali kita.
Wa maa kunnaa lahuu muqriniin. Kita benar-benar tidak pernah pegang kendali 100 persen atas kendaraan kita. Allah lah yang menjadikannya mungkin.
Wa innaa ilaa robbinaa lamunqolibuun. Hanya kepada Rabb kita sesungguhnya kita semua akan kembali. Kita keluar rumah dengan harapan bisa kembali lagi ke rumah. Tapi bisa jadi kita tidak kembali lagi ke rumah. Yang bisa dipastikan, kita semua akan kembali ke Allah.
Sebuah pengakuan yang luar biasa dan kerendahan hati atas sifat kehidupan yang rapuh (fragile nature of life).
Wa innaa ilaa robbinaa lamunqolibuun. Bagaimanapun juga kita akan kembali ke Allah.
Apapun moda transportasi kita: mobil, kuda, pesawat, kapal, semuanya beresiko. Kita semua berada di dalam ruang yang terbuat dari potongan logam, yang melaju dengan kecepatan yang tidak pernah terbayangkan dalam sejarah peradaban manusia, bersama dengan potongan-potongan logam lain yang lebih besar, bersebelahan satu sama lain.
Angka kecelakaan di Indonesia masih tinggi. Tapi kita tetap saja naik kendaraan. Seakan-akan angka statistik itu tidak berarti apa-apa buat kita. Dan memang begitulah sifat kehidupan.
Wa innaa ilaa robbinaa lamunqolibuun. Hanya kepada Allah kita akan kembali.
Selamat mudik buat yang mudik.
Semoga konektivitas dengan Allah tetap terjaga. Salah satunya melalui doa yang indah ini.
I’m watching 01. Az-Zukhruf (Ayah 1-15) – A Concise Commentary http://bit.ly/2zfusx4
Resume oleh Heru Wibowo
your post is so actual. terima kasih sudah menterjemahkannya
LikeLike