Surat Maryam merupakan surat makkiyah yang terdiri dari 98 ayat. Terdapat beberapa kisah para nabi dalam surat ini dan yang menjadi salah satu kisah favorit saya adalah kisah nabi Zakaria ketika meminta keturunan. Sehingga dari kisah inilah, salah satu ayat-Nya menjadi penguat saya bila hati ini mulai melemah untuk berharap pada-Nya.
قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا
Dia (Zakaria) berkata, “Ya Tuhanku, sungguh tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku.” [Q.S Maryam 19:4].
Ust. Nouman pernah menafsirkan ayat ini dengan makna, “I’ve never thought that I’ve made dua to You and You didn’t listen and I felt like I was unlucky or misfortune or unfortunate. I never thought that I always thought highly every time I made dua of You, I’ve always been optimistic. And I’ve spent a career of my life until my hair turned gray and white. Doing so, I’ve never ever been disappointed in making dua to You.”
It has such a beautiful meaning, hasn’t it?!
Doa inilah yang membuat saya tersentuh dan menjadikannya salah satu ayat favorit saya. Kenapa? Karena husnuzhan-nya nabi Zakaria dengan mengatakan bahwa “ia belum pernah kecewa dalam berdoa pada Tuhan-nya”. Lalu terlintas dalam pikiran saya, apakah dalam segala pintanya Allah kabulkan segera? Apakah tidak ada sekali pun dalam salah satu pintanya yang belum Allah kabulkan? Ternyata tidak! Sungguh, doa inilah menjadi bukti betapa bersabarnya dan husnuzhan-nya nabi Zakaria berdoa selama 60 tahun meminta kepada Rabb-nya seorang keturunan. Kemudian Rabb-nya membalas dengan sebaik-baik balasan dalam surat yang sama.
يَا زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَامٍ اسْمُهُ يَحْيَىٰ لَمْ نَجْعَلْ لَهُ مِنْ قَبْلُ سَمِيًّا
(Allah berfirman), “Wahai Zakaria! Kami memberi kabar gembira kepadamu dengan seorang anak laki-laki namanya Yahya, yang Kami belum pernah memberikan nama seperti itu sebelumnya.” [Q.S Maryam : 7].
Lihatlah! Ternyata, Allah mempersiapkan seorang anak yang belum pernah diberikan nama itu sebelumnya pada siapapun dan Allah sendirilah yang memberikannya nama, Yahya. Seorang anak yang sangat berbakti kepada kedua orang tuanya, memiliki rasa kasih sayang kepada sesama, dan bersih dari dosa. Subhanallah.
Adakalanya saat kita berdoa Allah langsung mengabulkannya. Adakalanya saat kita berdoa ini tetapi Allah memberikan itu. Adakalanya juga saat kita berdoa Allah masih belum mengabulkannya, atau malah “permasalahannya” semakin bertambah. Pada saat itulah kita mulai meragu kepada Allah, mempertanyakan apakah Allah mendengar pinta kita? Apakah kita berbuat suatu kesalahan sehingga Allah marah? Atau apakah Allah telah meninggalkan kita?
Ust. Nouman pernah membahas mengenai hal ini dalam salah satu khutbahnya mengenai bagaimana cara doa bekerja. Beliau menjelaskan bahwa doa yang dikabulkan segera atau doa yang belum dikabulkan tidak ada hubungannya dengan apakah Allah sedang senang atau marah dengan kita. Melainkan kita hanya menerka alasan kenapa Allah belum mengabulkan doa kita. Kita sering mengira bahwa doa berarti meminta sesuatu pada-Nya (hal ini memang benar, karena kita disuruh untuk meminta apapun kepada Allah), tetapi kita tidak boleh lupa bahwa ini bukan hanya mengenai semua pinta kita kepada-Nya, melainkan bagaimana kita berkomunikasi dengan-Nya, bagaimana kita meyakini kemurahan-Nya, dan bagaimana kita meyakini ketetapan-Nya.
“Our dua are a means by which we connect to Allah. Our dua are not a means by which this world becomes heaven. The purpose of dua is to help you and me deal with those struggles and never forget that Allah is with us whether it’s hard times or easy times.” – Ust. Nouman
Doa Nabi Zakaria ini selalu menghibur dan menguatkan saya di kala hati mulai meragu dan usaha mulai melemah untuk mewujudkan impian saya: melanjutkan pendidikan. “Bertebaranlah kalian di bumi ini” adalah motivasi saya ingin menimba ilmu di belahan timur bumi-Nya. Menuntut ilmu karena-Nya, mengamalkan ilmu tersebut karena-Nya, dan insya Allah akan menjadi bukti jihad saya di jalan-Nya. Berharap Allah mudahkan jalan saya ke surga sesuai janji-Nya kepada thullaabul ‘ilmi.
Wahai diri, ingatlah. Ini bukan hanya mengenai Rabb-mu mengabulkan segala pinta mu atau belum mengabulkan pinta yang lainnya. Sungguh, ini lebih dari sekedar itu, yaitu bagaimana kau yakin sampai akhir bahwa Rabb-mu akan memberikan yang terbaik atas segala doa-doa mu. Karena kau yakin dan percaya bahwa “Allah sesuai prasangka hamba-Nya dan Ia tidak akan mengabulkan doa dari hati yang lalai”. Maka, teruslah berharap, teruslah meminta pada-Nya dalam keadaan lapang maupun sempit dan meyakini bahwa ketetapan-Nya adalah yang terbaik.
Wahai diri. Bila hati mu melemah berharap dan kau mulai lelah berusaha, atau kau mengira ini bukanlah jalanmu kemudian kau berhenti dari apa yang kau impikan. Maka ingatlah kembali kisah Muhammad Al-Fatih pada saat menaklukan Konstantinopel. Bukankah tidak ada yang kurang dari dirinya? Seorang pemuda yang tidak pernah meninggalkan sholat berjama’ah dan sholat malam sekalipun. Pastilah sangat spesial hubungannya dengan Tuhan-nya. Tetapi masih Allah uji ia dengan runtuhnya semangat pasukannya dan melemahnya iman mereka. Allah pertanyakan kembali niat dan tekadnya. Lalu, bagaimana dengan dirimu yang boleh jadi masih jauh dari kelas seorang Muhammad Al-Fatih? Tentu saja kau akan diuji akan niat dan tekad mu itu.
Oleh karena itu wahai diri, ber-husnuzhan lah kepada Rabb-mu atas segala doa-doa yang telah kau curahkan pada-Nya, terkhusus pada doa yang belum Allah kabulkan sampai detik ini. Ber-husnuzhan lah seperti nabi Zakaria yang meminta kepada Rabb-nya tanpa sedikitpun rasa kecewa, tanpa sedikitpun berputus asa, dan tanpa sedikitpun lelah meminta. Karena sungguh, Rabb-mu lebih mengetahui sedangkan kau tidak. Dan Rabb-mu akan memberikan yang terbaik dari berbagai hal yang kau minta kepada-Nya.
Wallahu a’lam bish shawab