[MFA2019] The Power of Time – Andriani Dyah Arum


وَٱلۡعَصۡرِ

إِنَّ ٱلۡإِنسَـٰنَ لَفِی خُسۡرٍ

“By the time. Indeed, mankind is surely in loss.”

“Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian,”

[Q.S. Al-‘Asr (103) : 1-2]

Ketika Allah SWT memulai friman-Nya dengan sebuah sumpah, maka apa pun yang digunakan untuk bersumpah akan menjadi saksi di hadapan-Nya pada Hari Akhir tentang apa yang manusia kerjakan semasa hidupnya. Dan setiap kali Allah memulai dengan sumpah, apa pun yang datang setelahnya pasti hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan.

Allah SWT bersumpah demi waktu. Bahwa tidak ada keraguan, sungguh benar adanya, manusia sesungguhnya merugi. Betapa mudahnya manusia lupa, betapa sulitnya manusia sadar akan fakta bahwa kita berada dalam kerugian.

Kerugian yang seperti apa?

Kita kadang lupa untuk memperhatikan bahwa tidak ada yang abadi. Allah lah yang abadi. Sekuat apapun kemampuan, sebesar apapun pencapaian, sehebat apapun usaha kita, kita tidak akan mampu melawan arus waktu. Manusia adalah selemah itu, ketika ia sudah menua kekuatan tubuh tidak akan sama lagi. Manusia adalah semerugi itu, ketika ia bersukacita dengan pencapaiannya, waktu yang akan menenggelamkan masa kejayaannya. Maka rugilah manusia yang berpikir dirinya akan abadi dan mempunyai waktu luang.

Ada analogi dari Allah SWT yang membantu kita memahami dahsyatnya kekuatan waktu. Ketika memasuki waktu sholat Ashar, kita menyaksikan dahsyatnya kekuatan waktu, yang menenggelamkan matahari dan segala sinar teriknya. Betapa singkatnya waktu yang ada hingga kita tidak sadar telah menyia-nyiakannya dan kadang membiarkannya berlalu begitu saja. Sebagaimana waktu Ashar yang amat sebentar, jembatan dari masa terang benderang ke gelap gulita.

The sense behind the idea of ‘Asr is ‘urgent’ or ‘immediate’. ‘Asr time is gonna turn to Maghrib in any seconds. The limited time that will be gone too quickly is just like this worldly life we have right now.

Jika begitu sulit untuk beriman dan meyakini Hari Akhir dan Kebesaran Allah, cobalah hentikan waktu sejenak. Bisakah? Cobalah buat waktu sore lebih panjang lagi hingga senja. Bisakah? Cobalah untuk hentikan matahari yang tenggelam. Bisakah? Masihkah kita berpikir kita benar-benar memiliki daya dan upaya yang lebih besar dari Allah SWT? Merugilah manusia yang berjalan di muka bumi dan menganggap dirinya kuasa. Pada kenyataannya dirinya semakin menjauh dari kenyataan bahwa waktu terus berjalan, bumi terus berputar, dan malam akan selalu datang mengakhiri siang.

Analogi yang lain dari waktu Ashar adalah penyadaran untuk orang-orang yang beriman bahwa seluruh kehidupan dan peradaban manusia yang pernah ada adalah seperti satu hari penuh. Dan ketika Rasulullah SAW menerima turunnya firman penyempurna kitab-kitab sebelumnya, saat itulah umat manusia telah memasuki waktu Ashar peradaban manusia. Umat Nabi Muhammad SAW berada di masa senja, di garis akhir penghujung peradaban manusia. Tidak lama, akan tenggelam matahari dan memasuki malam hingga semua terlelap, Hari Akhir.

“Aku melihat Rasulullah ﷺ menunjuk dengan jari telunjuknya dan jari tengahnya, berkata; “Aku dan akhir zaman adalah seperti dekatnya kedua jari ini”.”

[H.R. Sahl bin Sa’d]

Namun ada pengecualian bagi yang menerima peringatan ini dan tidak ingin merugi. The main idea of this Surah is: indeed (no doubt about it), human being are in loss. But there is an exception.

[Q.S. Al-‘Asr (103) : 3]

“kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan sekaligus saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.”

Jadilah orang yang beriman maka Anda akan senantiasa mendeklarasikan Kebesaran Allah dan Kemahasempurnaan Allah. Mengajarkan untuk sadar diri akan keterbatasan. Dan hanya Allah yang sempurna. Mengerjakan kebijakan dan saling menasihati sebagai bentuk ikhtiar umat Muslim untuk memperoleh keberkahan di kehidupan duniawi dan untuk bekal di akhirat nanti. Tidak heran mengapa ketika jauh dari Allah, bertemu dengan hari Senin saja sudah stress, waktu terbuang sia-sia tanpa memberi atau memperoleh manfaat setiap detiknya.

Seminggu yang lalu saya memasuki usia 23 tahun. Selama 23 tahun ini, rasa merugi itu ada karena selalu menyia-nyiakan waktu luang tidak untuk Allah. Belum lagi tren ‘quarter-life crisis’ di mana saat menginjak umur awal sampai akhir 20-an, banyak kerisauan dan kegundahan yang kurasakan karena berusaha menutupi kehampaan diri dengan yang selain Allah.

Tapi ketika kita bicara soal ‘pengecualian’, Allah berfirman “illa …” Di ayat ini, kita tidak sedang bicara tentang jumlah yang banyak. Al-Quran seringnya memakai kata ‘kebanyakan mereka’ yang dilanjutkan dengan hal buruk.

Hal baik selalu untuk orang-orang yang sedikit. Karena untuk melaksanakan perintah di atas diperlukan usaha dan hati yang lapang. Begitu mudahnya kita mengikuti jalan syaitan untuk lalai. Sangat sulit untuk tetap berpegang teguh pada kebenaran dan berada di jalan Allah tapi akan worth it .

But when we talk about exceptional, we talk about not the majority of people. By saying “except”, Allah describes these conditions, only minority of people, small number of people, will follow. Most of people don’t do these things.

Sebagaimana kita menyadari keberadaan kata “kecuali” pada ayat ini, seharusnya kita merasa rendah hati untuk memeriksa keimanan kita dan bertanya pada diri sendiri, di umur segini, dengan keseharianku ini, “Apa aku termasuk orang yang sedikit itu? Apa aku masih merugi?”

In light of recognizing اِلَّا there, it makes me anxious. Are they really that few? Am I among them? Do I still have time to realize that I’m in loss? Am I going to be fine when time is really up?

Referensi video:

One thought on “[MFA2019] The Power of Time – Andriani Dyah Arum

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s