وَلَقَدۡ ذَرَأۡنَا لِجَهَنَّمَ كَثِیرࣰا مِّنَ ٱلۡجِنِّ وَٱلۡإِنسِۖ لَهُمۡ قُلُوبࣱ لَّا یَفۡقَهُونَ بِهَا وَلَهُمۡ أَعۡیُنࣱ لَّا یُبۡصِرُونَ بِهَا وَلَهُمۡ ءَاذَانࣱ لَّا یَسۡمَعُونَ بِهَاۤۚ أُو۟لَـٰۤىِٕكَ كَٱلۡأَنۡعَـٰمِ بَلۡ هُمۡ أَضَلُّۚ أُو۟لَـٰۤىِٕكَ هُمُ ٱلۡغَـٰفِلُونَ
“Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka Itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raaf 179)
Saya memilih ayat ini karena saya merasa tertampar oleh ayat ini. Ayat ini mengingatkan saya pada tujuan diri ini diciptakan. Sebagaimana tercantum dalam Surat Adz-Dzariyat 56, bahwa Allah menciptakan jin dan manusia untuk beribadah.
Ayat favorit di atas menyebutkan bahwa Allah memberi manusia tiga hal: hati, mata, dan telinga. Ketiga pemberian tersebut memunculkan pertanyaan pada diri sendiri: apakah saya sudah menggunakan ketiga hal yang Allah karuniakan itu untuk benar-benar memahami tanda-tanda kekuasaan-Nya? Sehingga berefek pada diri saya untuk melakukan segala sesuatu semata-mata untuk beribadah kepada-Nya?
Allah memberikan mata kepada manusia dan hewan. Dua-duanya berfungsi untuk melihat. Namun apakah yang membedakan antara melihatnya manusia dengan melihatnya hewan?
Bedanya, manusia bisa melihat dengan iman. Dan hal ini berlaku untuk seluruh karunia yang lain. Apakah setiap karunia-Nya digunakan untuk menghamba kepada-Nya atau digunakan sia-sia?
Penjelasan Ustadz Nouman Ali Khan tentang ayat tersebut dikaitkan dengan sebuah hadits yang memberitakan bahwa Allah menciptakan sebuah rumah di surga untuk setiap manusia yang pernah diciptakan. Orang yang beriman akan masuk surga dan menempati rumahnya masing-masing. Dan mereka akan dapati di sebelahnya sebuah rumah yang kosong. Rumah kosong itu tidak lain adalah rumah yang sudah Allah sediakan bagi manusia, namun manusia itu menolaknya untuk ke surga. Wujud dari penolakan itu adalah dengan tidak mengikuti petunjuk yang Allah berikan selama hidupnya di dunia.
Ayat Al-A’raaf 179 seakan memberi makna berkebalikan dengan hadits tersebut. Dalam ayat ini dikatakan bahwa Allah akan mengisi jahanam dari kebanyakan jin dan manusia.
Sementara itu dalam ayat lain disebutkan bahwa Allah menciptakan manusia tidak hanya untuk beribadah. Allah juga menciptakan manusia untuk menunjukkan cinta dan kasih sayang-Nya kepada manusia itu sendiri. Dengan kata lain tujuan Allah bukan untuk menciptakan manusia lalu melemparnya ke neraka. Melainkan Allah menciptakan manusia untuk menempatkannya di surga.
Ayat favorit ini menyiratkan suatu makna bahwa Allah telah menciptakan jin dan manusia namun kebanyakan dari mereka menuju jahanam. Lalu bagaimana bisa mereka malah berpaling dari surga dan menuju jahanam? Itu karena mereka memiliki hati, mata, dan telinga tetapi tidak digunakan untuk memahami ayat-ayat-Nya, tidak merenunginya, tidak menggunakannya dengan benar. Mereka seharusnya menggunakan ketiga pemberian tersebut dengan benar untuk mengantarkannya ke surga.
Implementasi ayat favorit itu dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan memanfaatkan setiap karunia-Nya untuk bertafakur. Bertafakur dimanapun, kapanpun, dan dalam kondisi apapun.
Misalnya ketika mata ini melihat apapun yang ada di sekitar, carilah alasan atau penjelasan bagaimana penglihatan itu bisa mengingatkan saya ke Allah. Saya mulai dari hal yang mungkin orang menganggapnya hal yang sederhana atau sepele. Ketika saya hadapkan raga ini pada sebuah cermin, saya lihat begitu luar biasanya Sang Maha Pencipta. Melihat sekujur tubuh ini tersusun dari berbagai komponen yang sangat rumit, susunan saraf, sel-sel, serta jaringan tubuh lainnya yang bekerja sesuai fungsinya masing-masing.
Yang mendesain, menggerakkan, membentuk, dan melakukan segala hal yang berkaitan dengan gerak-gerik tubuh manusia, itu semua tidak lain merupakan kekuasaan dari Sang Pencipta. Allah lah yang membuat jantung saya berdetak, membuat paru-paru saya bernafas, membuat mata ini berkedip, darah mengalir ke seluruh tubuh, serta berbagai hal lainnya yang membuat raga ini bisa beraktivitas dengan sempurna.
Sekilas, hal itu sangat sederhana, namun jika kita lihat dengan kacamata iman, berfikir dengan hati yang terpaut dengan Allah, maka sesederhana apapun yang terlihat akan mengingatkan kita pada Allah SWT. Allah menunjukkan banyak tanda-tanda kekuasaan-Nya agar manusia berfikir, beriman dengan memahami tanda-tanda tersebut.
Saya teringat dengan suatu ungkapan yang mengatakan “Jika air laut yang ada di bumi ini dijadikan tintanya, niscaya tidak akan cukup untuk menuliskan ilmunya Allah”. Hal itu menunjukkan begitu luasnya ilmu Allah, namun kembali lagi pada manusia itu sendiri. Bagaimana cara dia memanfaatkan jiwa raganya untuk memahami tanda-tanda keagungan Allah SWT.