Terhubung Kembali Dengan Quran 2 – Nouman Ali Khan di Masjid Istiqal
Assalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillah wassholawatu wassalaamu ‘ala Rasulillah wa’ala alihi wasohbihi ajma’in. Amma ba’du.
Wa kadzalika anzalnahu hukman ‘arobiyyan (QS Ar-Ra’d: 37)
Robbisyroh lii shodrii wa yassir lii amrii wahlul uqdatam mil lisaanii yafqohuu qoulii. (QS Ta-Ha: 25-28)
Doa Ibrahim Dikabulkan
Saya ingin memulai dari yang terakhir kita bahas. Ibrahim alaihissalam memanjatkan sejumlah doa,di sesi sebelumnya sudah saya jelaskan.
Dan saya ingin memulai dengan menyampaikan bahwa beberapa doa yang dipanjatkan Ibrahim alaihissalam dikabulkan oleh Allah di dalam Al-Qur’an.
Contohnya, Ibrahim alaihissalam mengatakan, “Rabbi hablii hukman.” (QS Asy-Syu’ara: 83) Saya harap Anda semua ingat ini. Dia (Ibrahim) mengatakan, “Ya Allah, beri hamba kekuatan untuk membuat keputusan yang baik.” Kekuatan yang besar untuk membuat keputusan. Anda ingat saya sampaikan hal ini?
Allah azza wa jalla mengatakan, “Wa kadzalika anzalnahu hukman ‘arobiyyan” (QS Ar-Ra’d: 37), kata-kata yang sama. Allah berfirman, “Dengan cara itulah Kami mengirimkannya,” maksudnya Al-Qur’an sebagai “hukm” dalam bahasa Arab. (Hukm) artinya dalam bahasa Arab, pembuat keputusan yang sangat ampuh. Artinya, semakin terhubung Anda dengan Al-Qur’an, semakin besar kemampuan Anda untuk membuat keputusan. Al-Qur’an memberi Anda kekuatan untuk membuat keputusan yang benar.
Terkadang dalam hidup Anda tahu Anda harus melakukan sesuatu, tapi Anda membutuhkan dukungan seseorang agar Anda bisa melakukannya.
“Aku tahu, aku harus melakukannya, tapi… entahlah, entahlah.”
Kemudian, seorang teman datang dan berkata, “Lakukan saja.”
Dan Anda seperti tersadar, “Baik, baik, terima kasih.”
Dan yang teman Anda lakukan hanyalah mengirimkan sebuah pesan, “Lakukan saja!” dan kemudian Anda berkata, “Ohh! Aku bisa melakukannya!”
Sebenarnya, itulah sebagian yang dilakukan oleh Al-Qur’an.
Dan ketika Anda berinteraksi dengan Al-Qur’an dengan cara yang benar, maka Al-Qur’an benar-benar memberi Anda kekuatan untuk bertindak, yang sebelumnya tidak Anda miliki. Benar? Jadi itulah salah satu implikasinya.
Hal indah lainnya adalah dia mengatakan, “Waj’al lii lisaana shidqin fil-aakhiriin.” (QS Asy-Syu’ara: 84)
Anda ingat Ibrahim alaihissalam mengatakan, “Di generasi terakhir nanti, harus ada seseorang yang menceritakan kebenaran tentangku.” Karena dia akan dilupakan.
Dan apa yang dilakukan Al-Qur’an? Al-Qur’an mengisahkan kebenaran tentang Ibrahim alaihissalam. Dan kata “shidq” muncul kembali. Allah berfirman, “Qul shodaqallaah fattabi’uu millata Ibroohiima haniifan, wa maa kaana minal musyrikiin.” (QS Ali ‘Imran: 95)
“Allah telah mengatakan kebenaran. Sekarang, ikuti jalan Ibrahim alaihissalam. Dan dia tidak termasuk salah satu dari kelompok musyrik.”
Anda tahu, Ibrahim alaihissalam adalah satu-satunya nabi dari semua nabi, yang dimana Allah mengatakan kepada Rasulullah shalallahu alaihi wassalam, “Fattabi’u millata Ibrohima haniifan.” (QS Ali ‘Imran: 95)
“Ikutilah agama Ibrahim.” Ikutilah agama Ibrahim alaihissalam.
Karena kita sedang membahas topik ini, saya ingin mengingatkan kembali semua yang hadir di sini. Saya sudah membahasnya beberapa kali sebelumnya, tapi saya akan memberi Anda ulasan singkat sebelum kita membahas ‘Bagaimana terhubung dengan Al-Qur’an.’
Rukun Islam Dan Ibrahim ‘alaihi salam
Berapakah pilar yang dimiliki Islam? Lima! Bagus! Kelima pilar ini terkait dengan Ibrahim alaihissalam.
Tauhid, Asyhadualla ilaha illallah, pilar nomor satu. Pilar ini terkait dengan Ibrahim alaihissalam karena dia menolak semua berhala tersebut, dan mendirikan Ka’bah untuk menyembah Allah.
Kemudian, ada pilar apa lagi? Bisakah Anda menyebutkan beberapa diantaranya? Syahadat, lalu ada apa lagi?
Salat. Dan di dalam salat, Ibrahim alaihissalam, Ketika mendirikan Ka’bah dia berdoa, “Robbij’alnii muqiimash-sholaati wa min dzurriyyatii.” (QS Ibrahim: 40).
Ibrahim memanjatkan doa ketika membangun Ka’bah. “Ya Allah, jadikan hamba dan anak-anak hamba, orang-orang yang mendirikan salat.”
Kita adalah anak-anak Ibrahim, anak-anak yang mendirikan salat. Jadi, salat juga berawal dari Ibrahim alaihissalam.
Apa lagi pilar selanjutnya? Salat. Salat sudah kita bahas. Apa lagi?
Zakat. Jika kita berbicara tentang zakat, mungkin kalian akan berkata, “Apa kaitannya Ibrahim alaihissalam dengan zakat?”
Ibrahim alaihissalam mengajarkan anaknya, Ismail. Dan apa yang diajarkan Allah kepada kita tentang Ismail alaihissalam? “Wa kaana ya’muru ahlahuu bish-sholaati waz-zakaati.” (QS Maryam: 55)
Ismail alaihissalam selalu menyuruh keluarganya untuk berdoa dan membayar zakat. Zakat juga berawal dari Ibrahim alaihissalam.
Haji. Apakah haji terkait langsung dengan Ibrahim alaihissalam? Itu perkara yang paling jelas. Semua yang Anda lakukan saat melakukan ibadah haji terkait dengan Ibrahim alaihissalam. Mulai dari Ka’bah, kurban, Safa dan Marwah bersama istrinya. Semua terkait langsung dengan Ibrahim alaihissalam.
Satu-satunya yang barangkali Anda pikir tidak terkait dengan Ibrahim alaihissalam adalah puasa di bulan Ramadan. Puasa tidak terkait? Puasa jelas terkait? Apa yang saya katakan di sesi sebelumnya? Kita menyambut Ramadan karena turunnya Al-Qur’an. Dan Al-Qur’an turun berkat doa Ibrahim alaihissalam. Jadi seluruh agama ini sebenarnya berputar di sekeliling Ibrahim alaihissalam. Kenyataannya, seluruh sirah Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam, seluruh misi nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam, adalah untuk membebaskan Ka’bah dari syirik.
Karena ketika berhala-berhala itu dihancurkan,Allah berfirman, “Hari ini, telah Aku sempurnakan agamamu.”
“Al-yauma akmaltu lakum diinakum.” (QS Al-Ma’idah: 3)
“Hari ini, telah Aku sempurnakan agamamu,” ketika semua berhala dihancurkan.
Siapa yang mendirikan Ka’bah? Ibrahim alaihissalam. Dan putranya, beberapa generasi kemudian, membersihkan Ka’bah yang dibangun oleh ayahnya. Iya kan?
“Falya’buduu robba haadzal-baiit. Alladzii ath’amahum min juu’, wa aamanahum min khouuf.” (QS Quraish: 3-4)
Yang ingin saya sampaikan kepada Anda adalah, jangan lupakan keterkaitan Anda dengan Ibrahim alaihissalam. Itulah sesungguhnya identitas Anda. Mari kita bahas sedikit tentang hal ini.
Identitas saya, nama belakang saya adalah Khan. (Nama belakang saya) berasal dari Ayah saya. Identitas Anda berasal dari Ayah Anda. Ayah kita memberi kita nama. Betul? Kemudian kita melanjutkan nama mereka.
Kita mencintai dan menghormati para nabi kita, semuanya. Tapi, Ibrahim alaihissalam memiliki tempat khusus. Allah tidak hanya menyebutnya seorang nabi, Allah berfirman, “Millata abiikum Ibroohim.” (QS Al-Hajj: 78) Agama kalian adalah agama Ayah kalian, Ibrahim. Dia (Ibrahim) bukan hanya nabi bagi kita semua, dia juga Ayah kita. Artinya, identitas kita terkait dengannya.
Kita harus menganggap identitas kita sebagai seorang Muslim terkait langsung dengan Ibrahim alaihissalam. Bahkan, hal tersebut dikatakan oleh Allah kepada Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam, bahwa dia harus mengaitkan identitas dirinya dengan Ibrahim alaihissalam.
Praktik Terhubung Dengan Al Quran
Sekarang, mari kita benar-benar membahas tentang ‘Terhubung dengan Al-Qur’an’ secara praktis. Setiap kali Anda membaca sesuatu. Tidak, Anda tidak membaca. Tidak apa.
Kalian menonton film. Mari kita bicara tentang film. Astaghfirullahualladzim, tepat sebelum Ramadan! Tentu Anda tidak akan menonton “Infinity War”, Innalillahi wa inna illaihi rojiun! Semoga Allah mengurbankan seekor kambing atau sesuatu. Saya tidak tahu apa yang baru saja saya katakan.
Intinya adalah ketika Anda, oh bukan Anda! Anda tidak menonton film, Anda kan sangat islami. Ketika seseorang akan menonton film, mereka bersemangat. Mereka punya perasaan bersemangat. “Waaa! Mau mulai nih filmnya!” Sebelum film dimulai, sudah ada perasaan menunggu-nunggu. Ketika Anda ingin benar-benar menikmati sesuatu, Anda harus merasakan sesuatu sebelumnya.
Misalnya orang tua Anda berkata, “Hei, Nouman Ali Khan akan memberikan ceramah. Ayo berangkat!”
“Wuaduuhh…”
Dan mereka menyeret dan membuat Anda duduk di tempat ini. Anda tidak ingin berada di sana. Anda sama sekali tidak semangat. Anda tidak merasakan apa pun tentang ini.
Yang saya maksud, dan berulang kali saya katakan adalah, kita harus menghubungkan apa dengan Al-Qur’an? Hati kita. Iya kan? Hati kita. Hati adalah tempat dimana semua perasaan berada. Kegembiraan ada di hati. Rasa takut ada di hati. Rasa cinta ada di hati. Rasa hormat ada di hati. Semua perasaan itu ada di hati.
Jadi, jika Anda tidak memiliki perasaan yang tepat, Anda tidak akan bisa terhubung dengan Al-Qur’an. Jadi ada sesuatu,dan perasaan tidak sama dengan informasi. Anda harus menyegarkan kembali perasaan-perasaan Anda.
Yang ingin saya lakukan, dan saya acapkali lupa, lalu saya ingatkan diri saya dan melakukannya berulang kali. Yang ingin saya pikirkan adalah ada tempat-tempat tertentu di dalam Al-Qur’an, di mana Allah mengajari kita tentang perasaan apa yang seharusnya kita miliki terhadap Al-Qur’an. Perasaan seperti apa yang seharusnya Anda miliki, sebelum Anda membuka Al-Qur’an. Dan jika Anda bisa mengingatkan diri Anda tentang perasaan itu, maka cara Anda membaca akan berubah.
Saya akan berbagi perasaan-perasaan itu dengan Anda. Perasaan harap yang diajarkan Allah di dalam buku-Nya.
Yang paling mudah, “Ar-Rahmanu, ‘allamal Qur’an.” (QS Ar-Rahman: 1-2)
“Ar-Rahman ‘allamal Qur’an.”
Rahma, nama Allah, Ar-Rahman, berasal dari kata rahma, yang berasal dari kata rahm, yang berarti rahim seorang Ibu. Perut seorang Ibu menahan semua rasa sakit dan memastikan bahwa sang bayi selamat. Sang bayi sama sekali tidak tahu apa yang dilakukan sang Ibu untuknya. Ibu kelaparan sedangkan sang bayi makan dari tubuh sang Ibu. Ibu kesakitan, sedangkan sang bayi bersenang-senang. Semua dilakukan untuk melindungi sang bayi, apapun yang terjadi.
Allah azza wa jalla menggambarkan cinta-Nya kepada kita dengan kata rahman. Dia berbicara pada rahim sang Ibu dan berfirman, “Samaituka bi’ismi.” Aku menamaimu dengan nama-Ku.
Pahamilah ini. Sang Maha Penyayang-lah yang mengajari Al-Qur’an. Allah tidak marah ketika Dia mengajari Al-Qur’an. Allah bukan (tidak menggunakan nama) Yang Maha Kuasa ketika mengajari Al-Qur’an. Bukan Allah Maha Penghukum saat mengajari Al-Qur’an. Bukan Allah yang akan melemparkanmu ke dalam neraka yang mengajari Al-Qur’an.
Ar-Rahman ‘allamal Qur’an, bukan Al-Azis (Yang Maha Perkasa) ‘allamal Qur’an, Al-Muntaqim (Yang Maha Pemberi Pembalasan) ‘allamal Qur’an, Al-Jabbar (Yang Maha Memaksa) ‘allamal Qur’an. Bukan!
Ar-Rahman ‘allamal Qur’an. Dia yang Maha Penyayang, yang peduli padamu. Dia yang merawatmu, bahkan lebih dari kemampuanmu merawat dirimu sendiri. Seperti seorang bayi yang tidak bisa merawat dirinya sendiri, sang Ibu yang merawatnya. Dia yang benar-benar melindungimu dalam perawatannya, semua ditangani. Dialah yang mengajarimu Al-Qur’an.
Al-Qur’an pada dasarnya adalah sebuah surat. Al-Qur’an menyebutnya, “Risaalaati Rabbi.”
Surat dari Rabb-ku, surat dari Tuhanku. Surat-surat yang dipenuhi rasa cinta untukmu. Ini adalah Dia yang mencintaimu, yang menulis surat kepadamu, yang berbicara kepadamu.
Anda harus memikirkan itu sebelum membuka Al-Qur’an. Jika Anda tidak memiliki pemikiran itu, dan Anda membuka Al-Qur’an, Anda akan bertanya-tanya, “Mengapa Al-Qur’an berbicara tentang azab, neraka Jahanam?”
“Mengapa Qur’an berbicara tentang hariq (siksa neraka), kuffar (orang kafir), jihad, qital (perang)?”
“Aku tidak melihat cinta.”
“Di mana sayangnya? Bukankah Sang Maha Penyayang yang mengajarkan Al-Qur’an? Aku tidak melihat ada rasa sayang.”
“Aku melihat banyak perkelahian, aku melihat banyak kemarahan.”
Bahkan pemeluk Nasrani kerap mendatangi saya dan mengatakan,
“Tuhan kalian benar-benar pemarah di dalam Al-Qur’an.”
Itu yang mereka katakan kepada saya. Saya menjawab, “Tidak, Dia tidak marah. Kamu membacanya dengan cara yang salah.”
“Kamu membacanya dengan cara yang salah.”
Apakah Allah marah di dalam Al-Qur’an? Benar atau tidak?
Apakah Allah terkadang marah di dalam Al-Qur’an? Itu benar.
Terkadang Dia marah. Terkadang Dia berbicara tentang melemparkan manusia ke dalam api neraka, iya atau tidak? Terkadang Dia menjelaskan neraka jahanam, api, siksaan, nanah, dan darah. Apakah Dia menggambarkan semua hal tersebut? Ya, Dia marah di dalam Al-Qur’an.
Jadi, apanya yang penyayang?
Pahamilah ini. Allah marah pada orang yang paling buruk. Orang-orang yang terburuk, bukan pada semua orang. Allah marah pada orang seperti Fir’aun. Dan Dia menceritakan tentang mereka, dan kemudian Dia menggambarkan cara mereka akan dihukum. Tapi Dia tidak membicarakan Anda sekalian,
“Laa yashlaahaa illal-asyqoo.” (QS Al-Lail: 15)
Dia tidak akan melemparkan orang-orang ke neraka kecuali orang-orang yang paling buruk. Orang-orang yang paling kacau.
Jadi, Anda tidak membuka Al-Qur’an dengan berpikir… Sayangnya, kebanyakan muslim saat ini beranggapan,
“Yah, sepertinya Al-Qur’an menjamin bahwa aku akan masuk neraka.”
“Maksudku, aku tak memiliki peluang yang bagus.”
“Orang lain mungkin punya. Tapi aku? Aku seorang muslim yang buruk. Aku tidak akan berhasil.”
Tidak! Al-Qur’an seharusnya dibaca dengan pemahaman bahwa Allah ingin memberimu kasih sayang. Dia ingin memberikanmu rahmah.
Dan ngomong-ngomong, “Ar-Rahman ‘allamal Qur’an” juga berarti semakin banyak Anda belajar tentang Al-Qur’an, semakin besar cinta Allah kepadamu. Semakin banyak Anda mempelajari Al-Qur’an, semakin banyak waktu yang Anda luangkan, lagi dan lagi. Semakin Anda merasakan bahwa Allah mencintai Anda, lebih dan lebih.
Inilah perasaan yang harus Anda miliki sebelum membuka Al-Qur’an. Sebelum Anda mendengarkan Al-Qur’an. Sebelum Anda mencoba memahami Al-Qur’an. Itu akan mengaitkan hati Anda kepada Al-Qur’an.
Sekarang, hal yang kedua.
“Laqod anzalnaa ilaikum kitaaban fiihi dzikrukum.” (QS Al-Anbiya: 10)
Dalam surat Anbiya, Allah azza wa jalla berfirman, “Kami telah menurunkan sebuah Kitab kepada kalian. Di dalamnya, terdapat peringatan bagimu.”
Saya akan menyederhanakannya untuk kalian.
Al-Qur’an berbicara tentang kalian. Al-Qur’an berbicara tentang kalian. Itu yang Allah katakan.
Al-Qur’an membicarakan kalian. Dia tidak berbicara tentang Adam. Dia tidak berbicara tentang Ibrahim alaihissalam. Al-Qur’an tidak membicarakan mengenai yang terjadi di perang Badr. Tidak pula membicarakan Uhud dan Ahzab, tidak membicarakan mengenai peristiwa Hijrah. Al-Qur’an membicarakan tentang siapa? Anda!
Semua cerita itu, semua sejarah itu, semua bagian di dalam Al-Qur’an, dengan satu dan lain cara terkait dengan siapa? Diri Anda sendiri. Setiap bagiannya.
Seseorang bertanya kepada saya, “Bagaimana aliif laaam miim bisa terkait dengan saya?” Anda bilang setiap bagian di Al-Qur’an terkait dengan saya. Lalu bagaimana dengan aliif laam miiim? Bagaimana dengan “Qaaaf”? Bagaimana menerapkannya?
Akan saya jelaskan dimana keterkaitannya.
Al-Qur’an adalah sebuah buku. Anda pernah membaca buku lain selama hidup Anda? Ya.
Tujuan dari sebuah buku adalah agar Anda mengerti. Jika Anda tidak memahami buku tersebut, maka tidak ada gunanya.
Apakah semua orang mengerti arti Aliif Laam Miim? Tidak! Apakah semua orang mengerti arti Qaaaf? Tidak! Jadi pertanyaannya adalah, apa tujuannya? Tujuannya tentu ada.
Tujuannya adalah ada sesuatu yang tidak akan pernah Anda ketahui. Dan Anda harus belajar. Itu adalah pelajaran pertama. Pelajaran pertama adalah bahwa Anda tidak mengetahui semua hal, dan Anda tidak akan pernah tahu tentang semua hal.
Anda harus menempatkan otak Anda dalam kerendahan hati. Allah adalah guru Anda. Dia akan memutuskan apa yang akan Anda pahami. Dia akan memutuskan apa yang Anda tidak pahami. Allah membenahi sikap Anda. Dia memperbaiki sifat Anda. Bahkan hal itu saja membicarakan Anda dan perilaku Anda.
Karena ketika Anda membaca bab yang tidak Anda pahami dari sebuah buku lain, Anda bisa mengatakan,
“Aku tidak menyukai bab ini, aku tidak mengerti. Apa ini? Apa maksudnya itu?”
Al-Qur’an harus Anda buka dengan kerendahan hati, itulah perilaku yang dimaksud.
Kita membuka Al-Qur’an untuk mencari kasih sayang Allah, itu nomor satu.
(Kedua) kita tahu bahwa Al-Qur’an berbicara tentang kita. Al-Qur’an bermanfaat untuk kita dengan cara tertentu. Al-Qur’an akan membantu kita dengan cara tertentu.
Dan nomor tiga, kita harus datang kepadanya (Al Qur’an) dengan kerendahan hati. Kita tidak datang pada Al-Qur’an untuk mengkritiknya. Kita tidak datang pada Al-Qur’an untuk mengajukan pertanyaan bodoh. Kita datang pada Al-Qur’an sebagai seorang pengemis.
Allah berfirman, “Ayaatul lissaa’iliin.” (QS Yusuf : 7)
Ayat-ayat ini adalah untuk mereka yang bertanya. Tapi, “saa’il” dalam bahasa Arab juga berarti pengemis. Ini adalah ayat-ayat untuk pengemis.
Kita mengemis kepada Allah untuk memandu kita. Kita mengemis kepada Allah untuk membuka hati kita. Kita mengemis kepada Allah untuk memberi kita petunjuk agar kita bisa memperbaiki hidup kita.
Allah menggambarkan Al-Qur’an sebagai nur. Apa arti dari “nur”? Ada yang tahu apa artinya “nur”? Bagus! “Nur” berarti cahaya. Jika Allah memberikan Anda cahaya, berarti tanpa cahaya, Anda berada dalam apa? Anda berada dalam kegelapan. Jika Anda berada dalam kegelapan, Anda tidak akan tahu ke mana Anda harus pergi. Dan ketika Anda memiliki cahaya, Anda bisa melihat. Artinya, tanpa cahaya, Anda dan saya buta. Kita tidak tahu harus ke mana.
Ketika Anda menghidupkan lampu,
“Ya Tuhan, di sana ada bahaya, ada ular!”
“Ada tebing di sana, aku bisa jatuh.”
“Oh, ini jalan yang harus kutempuh.”
Kita tidak akan pernah tahu, apa yang berbahaya, langkah mana yang harus diambil atau dihindari, jalan mana yang harus diambil untuk pulang, jalan mana yang salah. Kita tidak akan tahu sampai ada cahaya.
Gagasan bahwa kita berada di dalam kegelapan. Menerima kita berada dalam kegelapan. Dan setiap kali kita harus menyalakan cahaya untuk melihat. Dan Anda tidak membutuhkan cahaya hanya satu kali. Anda melihat cahaya sekali, dan selanjutnya.
Anda bisa hidup dalam kegelapan, Anda baik-baik saja. Tidak seperti itu. Anda harus kembali, lagi, dan lagi. Dapatkan cahaya itu lagi, dan lagi, dan lagi. Dan kemudian cahaya itu melemah karena ketika Anda terus menggenggam cahaya itu, baterainya mulai habis. Anda harus kembali lagi kepada Al-Qur’an untuk mendapatkan lebih banyak cahaya. Keterikatan dengan Al-Qur’an seperti ini, “Ya Allah, aku sedang mencari petunjuk-Mu.” Yang membawa saya pada bagian terakhir dari sikap kita, bagaimana kita mendekati Al-Qur’an sehingga Allah membantu hati kita.
Al Quran Sebagai Nasihat, Obat Dan Petunjuk
“Qod jaa’atkum mau’idzotum mir robbikum.”
“Yaa ayyuhan-nasu qod jaa’atkum mau’idzotum mir robbikum.” (QS Yunus: 57)
Ini adalah surat Yunus. Allah berfirman, “Wahai manusia, petunjuk telah datang kepadamu dari Tuhanmu.”
Tetapi kata “mau’idzo” bukan hanya berarti petunjuk. Tapi juga berarti petunjuk yang masuk ke dalam hati. Petunjuk yang masuk ke dalam hati kita. Seseorang yang mencintaimu, seseorang yang memahami kesulitanmu sedang memberimu petunjuk.
Al-Qur’an bukanlah kumpulan hukum. Bukan kumpulan aturan. Bukan pula infomasi. Al-Qur’an menggambarkan dirinya sebagai nasihat. Jika Anda meminta nasihat dari seseorang, pertama-tama Anda harus mencintai mereka, mempercayai mereka dan menghormati mereka.
Jika Anda tidak menyukai paman Anda, Anda tidak akan meminta saran darinya.
Anda punya beberapa teman yang sangat pintar. Sebagian lainnya, inna lillahi wa inna illaihi rojiun. Anda datang kepada teman-teman yang pintar untuk meminta saran, bukan?
Anda meminta saran dari seseorang yang Anda percayai. Mereka lebih bijak dari Anda. Beberapa orang memberi Anda saran yang malah membuat Anda lebih kesal dari sebelumnya. Mereka memberi saran dengan cara yang buruk.
Seperti misalnya Anda mengatakan, “Hei, apa yang sebaiknya kulakukan?”
Dan mereka menjawab, “Pertama-tama, kamu bodoh, dan kedua… Dan kemudian…”
Jadi, pertama-tama mereka menghina Anda, dan kemudian memberi saran. Dan Anda tidak ingin menerima saran mereka.
Tetapi, Allah memberi Anda petunjuk dengan penuh cinta. Dia peduli pada Anda, Dia mencemaskan Anda. Dia tidak ingin menghukum Anda. Dia tidak ingin menghancurkan Anda. Dia ingin hidup Anda menjadi lebih mudah.
“Yuriidullahu ay yukhoffifa ‘ankum.” (QS An-Nisa’: 28)
Allah ingin kesulitan Anda, beban Anda menjadi lebih ringan. Jadi Dia berfirman, “Mau’idzotum mir robbikum.” (QS Yunus: 57)
Dia memberikan Anda petunjuk. Sekarang, jika Anda memiliki banyak masalah. Dan Anda menemui seseorang yang memberi Anda saran yang sangat bagus.
Mereka meletakkan tangan di bahu Anda dan berkata,
“Semua akan baik-baik saja. Aku bersamamu.”
“Dengar, kita bisa memecahkan masalah ini. Langkah pertama, langkah kedua, langkah ketiga.”
Mereka menenangkan Anda, mereka memberi Anda saran yang baik. Apakah Anda merasa lebih baik sesudahnya?
Anda berkata, “Oh, terima kasih. Ini yang aku butuhkan.”
Terkadang kita membutuhkan hal ini. Ketika dada Anda terasa lebih lapang.
Apa yang dikatakan Allah di dalam ayat yang sama?
Ia berfirman, “Qod jaa’atkum mau’idzotum mir robbikum wa syifaa’ul limaa fish-shuduur.” (QS Yunus: 57)
Dia mengatakan, menyembuhkan apa pun yang di dalam hatimu, di dalam dadamu.
Beberapa dari Anda memendam amarah. Anda memendam amarah untuk waktu yang lama. Begitu melihat wajah sepupu Anda, tekanan darah Anda langsung naik. Beberapa orang punya masalah seperti itu. Beberapa dari Anda masih ingat apa yang dikatakan seseorang sepuluh tahun yang lalu, lima tahun yang lalu, dan Anda masih mengingatnya seakan-akan baru saja terjadi. Setiap hari Anda hidup dengan perasaan seperti itu, dan setiap hari itu membuat Anda marah. Itu adalah sesuatu yang ada di dalam hati Anda.
Beberapa dari Anda merasa sedih. Mungkin beberapa dari Anda adalah seorang Ibu, yang anaknya meninggalkan rumah tanpa pernah memberi kabar. Anaknya tidak peduli. Dia benar-benar mengabaikan Ibu dan Ayahnya, dan itu membuat Anda sedih. Setiap hari Anda menatap fotonya dan menangis. Itu ada dalam dada Anda. Itu menyakiti hati Anda.
Ada kemarahan di dada Anda. Ada kesedihan di dada Anda. Ada kecemasan di dada Anda. Ada ketakutan di dada Anda. Ada begitu banyak emosi di dalam diri kita yang membuat kita depresi, cemas. Perasaan-perasaan itu membuat kita takut. Perasaan-perasaan negatif.
Allah mengatakan bukalah buku ini dan minta pada Allah untuk menyembuhkan apa yang kamu rasakan di hatimu. Apa yang sedang kamu rasakan. Apa yang sedang kamu alami.
Dia tidak hanya bicara tentang penyakit hati seperti nifaq, kemunafikan, atau ketamakan, atau hubbud dunya (cinta dunia), dan sejenisnya. Ini membicarakan mengenai semua hal yang kita rasakan.
Segala kesedihan yang melanda kita. Kesulitan apapun yang kita hadapi yang menyakiti hati kita. Bukalah buku Allah, dan mintalah Allah untuk menyembuhkan hati kita. Sembuhkan hati kita, dan Allah akan menyembuhkannya. Allah akan menyembuhkan hati kita.
Jika Anda tidak percaya, cobalah. Cobalah dengan hati yang terbuka, lalu lihat apa yang terjadi.
“Wa syifaa’ul limaa fish-shuduur.” (QS Yunus: 57)
Dan kemudian Ia berfirman, “Wa hudan wa rahmatan lil mu’miniin.” (QS Yunus: 57)
Dan ngomong-ngomong, di luar semua itu, Al-Qur’an juga adalah petunjuk. Anda lihat, di dalam ayat ini, Allah tidak mengatakan (langsung) bahwa Al-Qur’an adalah petunjuk. Dia mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah nasihat (mau’idzoh), itu yang pertama. Kemudian Dia mengatakan, Al-Qur’an menyembuhkan hati Anda (syifaa’), itu yang kedua. Dan kemudian Allah mengatakan, Al-Qur’an adalah petunjuk (huda).
Pelajaran apa yang kita ambil dari sini? Anda tidak akan mendapat petunjuk dari Al-Qur’an sebelum Anda mencoba belajar untuk menerima nasihat darinya.
Jangan mulai lebih dulu dengan memikirkan perasaan Anda. Dahulukan bagaimana Qur’an menyembuhkan Anda terlebih dahulu.
Dan ketika Allah mengatakan, ini halal dan ini haram. Amalkan itu dan jangan kerjakan ini, Anda akan melakukannya. Dan Anda akan melakukannya dengan ikhlas.
“Wa hudan wa rahmatul lil mu’miniin.” (QS Yunus: 57)
Al Qur’an adalah kasih sayang, sebuah ungkapan cinta untuk mereka yang benar-benar percaya.
Dengan kata lain, Al-Qur’an memiliki semua solusi. Allah ingin Anda terlibat. Allah menunggu kita untuk terlibat.
Sulit dipercaya, bahwa Anda tidak pernah mencobanya. Anda tidak pernah mencoba mengalaminya. Bagaimana mungkin Anda memercayainya? Allah berkata hanya kepada orang-orang yang benar-benar beriman, Dia akan memberikannya. Kita tidak bisa membuka Al-Qur’an dan berkata,
“Hmm, aku tidak benar-benar yakin. Coba kulihat.”
Kita harus benar-benar berserah diri. Benar-benar percaya bahwa Allah akan menghubungkan kita dengan-Nya. Dia akan menyembuhkan, membimbing, dan menunjukkan cinta dan belas kasih-Nya. Baru kemudian Al-Qur’an akan terbuka untuk Anda.
Terhubung Dengan Quran Melalui Doa
Sekarang, hal yang terakhir. Saya tidak ingin memberikan ceramah selama satu jam. Saya ingin menyampaikan hal-hal yang bisa Anda ingat. Dan Anda bisa berbagi dengan keluarga Anda atau orang lain yang tidak hadir di sini karena Ramadan segera tiba. Jadi, dengarkan bagian ini dengan seksama.
Allah berbicara tentang Ramadan hanya satu kali di dalam Al Qur’an. Allah berbicara tentang taqwa di banyak bagian. Allah juga kerap berbicara tentang akhirat. Allah juga sering berbicara tentang Al Qur’an itu sendiri. Allah hanya bicara tentang Ramadan di satu tempat, Al Baqarah ayat 180-186, itu saja. Tidak di bagian lain.
Dalam ayat-ayat tersebut, Allah pertama menggambarkan bahwa Ramadan penting karena “Alladzii unzila fiihil-Qur’aan.” (QS Al-Baqarah: 185) karena Al-Qur’an diturunkan pada bulan itu. Karena itulah, Ramadan penting karena Al-Qur’an. Ramadan penting karena Al Qur’an.
Saya akan kembali membahas ini nanti, sebetulnya ini adalah poin terakhir. Saya akan membahas poin kedua terlebih dahulu.
Setelah Anda terhubung dengan Al-Qur’an, sesuatu dalam diri Anda seharusnya berubah. Anda tahu apa yang berubah? Doa. Itu sebabnya, setelah ayat-ayat tentang Ramadan,
Allah azza wa jalla berfirman, “Wa idzaa sa’alaka ‘ibaadii ‘annii fa innii qoriibun ujiibu da’watad-daa’i idzaa da’aan falyastajibuu lii walyu’minuu bii la’allahum yarsyuduun.” (QS Al-Baqarah: 186)
Pada dasarnya Allah mengatakan, “Aku menunggu kalian untuk berdoa.” Allah sedang menunggu kita untuk berhubungan dengan-Nya. Hubungan terbaik dengan Allah adalah doa.
Kita semua tahu bahwa Al-Qur’an adalah hubungan dengan Allah, dan intisari dari Al-Qur’an adalah Fatihah, dan Fatihah itu sendiri adalah sebuah doa.
Bagian terpenting dari seluruh surat Al-Baqarah adalah bagian terakhir. Dan semua ayat-ayat itu adalah apa? Doa. Al-Qur’an dimulai dengan doa.
“Ihdinash shiiraathal mustaqiim. Shiraathal ladziina an’amta ‘alaihim ghairil maghdhuubi ‘alaihim wa ladh dhaaalin.” (QS Al-Fatihah: 6-7)
Al-Qur’an diakhiri dengan doa. “Qul a’uudzu bi rabbin naas. Maliki naas. Ilaahin naas.” (QS An-Nas: 1-3)
Al-Qur’an dimulai dan diakhiri dengan doa. Doa adalah saat Anda bicara kepada Allah, betul?
Al-Qur’an adalah Allah bicara kepada Anda, dan doa adalah Anda bicara kepada Allah.
Pernahkan Anda mendengar sesuatu yang disebut percakapan satu arah? Percakapan satu arah artinya, satu pihak berbicara, sementara yang lain,
“Hei, (kamu lihat dua tanda ceklis), tapi kenapa kamu tidak menjawab? (di WhatsApp).”
“Kenapa sih?”
“Kenapa tidak merespon? Aku lihat kau sedang online.”
Itu adalah percakapan satu arah.
Allah berbicara pada kita. Itu satu arah. Tapi hubungan dua arah artinya, A berbicara kepada B dan B juga berbicara kepada A. Allah berbicara pada kita, dan sekarang kita harus berbicara kepada Allah.
Amati surat Al-Fatihah.
“Alhamdulillahi rabbil ‘aalamin. Ar-rahmaanir rahiim. Maaliki yaumid-diin.” Allah berbicara kepada kita.
“Ihdinash shiraathal mustaqiim.” Kita bicara kepada Allah.
Begitulah cara Anda berhubungan dengan Allah. Allah sedang mengajarkan sesuatu tentang Al-Qur’an-Nya.
Seluruh Al-Qur’an bisa Anda anggap sebagai sebuah doa. Seluruh Al-Qur’an bisa Anda ubah menjadi sebuah percakapan dengan Allah. Anda bisa mengubahnya menjadi sebuah doa. Bagaimana caranya?
Seseorang bertanya kepada saya, “Tapi, Ustad, bagaimana caranya aliif laaam miiim bisa menjadi doa?”
Kalian ingat orang ini? Orang ini sangat terobsesi dengan aliif laam miim, dan saya tidak tahu alasannya. Bahkan aliif laam miiim pun adalah sebuah doa.
“Ya Allah, Engkau mengetahui dan hamba tidak.”
“Ajariku apa yang perlu aku ketahui, dan jangan biarkan aku terobsesi dengan apa yang tidak perlu kuketahui.”
Bukankan itu sebuah doa?
“Dzaalikal kitaabu laa raiba fiihi hudallil muttaqiin.” (QS Al-Baqarah: 2)
Inilah kitab. Tidak ada keraguan di dalamnya.
“Ya Allah, jangan biarkan keraguan datang ke dalam hati hamba.”
Ini adalah bimbingan untuk orang-orang yang bertakwa.
“Ya Allah, Allahumaj’alni minal muttaqiin.”
Ya Allah, jadikan hamba salah satu dari mereka yang bertakwa.
“Ustad, bagaimana dengan Fir’aun? Bagaimana Anda bisa mengubah Fir’aun menjadi sebuah doa?”
“Fa tawallaa biruknihii wa qaala saahirun au majnuun.” (QS Az-Zariyat: 39)
Fir’aun berpaling dari Musa dan berkata, “Dia seorang penyihir. Dia orang gila.”
Anda tentunya tidak berdoa seperti ini, “Ya Allah, jangan jadikan saya penyihir, jangan jadikan saya…”
Tapi Anda bisa berdoa seperti ini, “Ya Allah, ketika hamba melihat kebenaran, jangan biarkan hamba berpaling sebagaimana Fir’aun berpaling.”
Anda mengerti? Pikirkan apa yang Anda baca, dan bagaimana Anda mengubahnya menjadi sebuah doa. Bagaimana Anda mengubahnya menjadi sebuah doa. Apapun yang Anda baca di kitabullah. Bagaimana Anda mengubahnya menjadi sebuah doa.
Dan jika Anda melakukan itu, Anda akan menyadari bahwa buku ini sedang berbicara tentang Anda. Jika Anda melakukan itu, terjadi penghayatan. Anda mulai memikirkan tentang ayat-ayat tersebut secara mendalam. Apa yang akan saya minta kepada Allah melalui ayat ini? Apa yang akan saya minta kepada Allah dari ayat berikutnya? Setiap ayat menjadi sebuah doa.
Itu adalah keterkaitan antara hati Anda dengan Al-Qur’an, karena doa berasal dari hati. Doa tidak datang dari kepala Anda, doa berasal dari hati Anda.
Latihan Terhubung Dengan Al Quran
Tidak perlu terburu-buru. Cobalah ini untuk latihan. Saya akan memberi Anda satu saran. Anda tidak harus melakukannya, tapi Anda bisa mencoba. Barangkali itu akan membantu Anda di bulan Ramadan ini, Anda bahkan bisa memulainya sekarang.
Ini bukan latihan yang panjang. Saya mengerti kebanyakan dari Anda adalah pekerja. Beberapa dari Anda adalah mahasiswa, artinya Anda tidak bisa diharapkan (tertawa). Sebagian dari Anda punya urusan yang harus diselesaikan. Semua orang sibuk, atau pura-pura sibuk. Tidak apa.
Saya meminta Anda meluangkan kira-kira 10-15 menit, tidak lebih. Oke?
Ini yang saya ingin Anda lakukan. Pertama, saya minta Anda untuk mendengarkan.
Berapa dari Anda yang belajar lebih baik dengan mendengarkan? Dan berapa banyak yang belajar lebih baik dengan membaca?
Oke, hanya sekitar 3 orang yang belajar lebih baik dengan membaca. Oke, saya juga. Ketika membaca, saya tertidur. Ketika mendengarkan, saya bisa tetap terbangun. Beberapa dari Anda sedang tertidur sekarang, seperti yang dua di sana. Bercanda, saya bercanda.
Maksud saya adalah, jika Anda bisa lebih fokus dengan membaca, lakukan dengan membaca. Jika Anda bisa lebih fokus dengan mendengarkan, maka lakukan dengan mendengarkan.
Dengarkan atau baca penjelasan dari beberapa ayat Al-Qur’an. Bukan membaca Al-Qur’an, tapi penjelasannya. Dengarkan atau baca.
“Ada orang yang namanya Nouman Ali Khan, dia banyak menjelaskan tentang Al-Qur’an. Penjelasaannya ada di YouTube. Tapi, yang lebih baik juga banyak.”
Tidak penting siapa yang Anda dengarkan. Dengarkan penjelasan tentang beberapa ayat Al-Qur’an. Kemudian, dengarkan murottal ayat tersebut. Sepanjang hari, berulang-ulang, surat yang sama. Berulang-ulang.
Dengarkan penjelasannya sebanyak dua kali, barangkali perlu waktu satu minggu, tidak masalah. Tidak masalah. Sedikit demi sedikit, 10 menit setiap kalinya. Dengarkan murotal ayat Al-Qur’an yang sama.
Kalian tahu apa yang akan terjadi? Setelah beberapa waktu, sekali pun Anda tidak bisa berbahasa Arab, Anda akan mulai terhubung dengan ayat-ayat tersebut karena Anda mendengarkan penjelasannya. Dan Anda mengingat beberapa bagian. Dan Anda mendengar ayat itu dibaca berulang-ulang.
Tidak masalah jika Anda tidak mengenal seluruh Al Qur’an, tapi Anda terhubung dengan Surat Al-Ashr. Anda terhubung dengan Al-Fatihah.
Dan kali berikutnya, tambahkan empat ayat lagi. Anda terhubung dengan empat ayat lagi.
Berikutnya, dengan dua ayat lain. Anda terhubung dengan dua ayat lagi. Anda tidak perlu memelajari semuanya. Al-Qur’an ibarat sebuah lautan. Anda tidak perlu menyelesaikan Al-Qur’an. Tapi jika setiap hari Anda berhubungan dengan Al-Qur’an, maka Anda berhasil.
Allah tidak meminta Anda untuk menyelesaikan seluruh Al-Qur’an.
Kebanyakan sahabat nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam tidak hapal seluruh Al-Qur’an. Kalian tahu? Kebanyakan sahabat tidak hapal seluruh Al-Qur’an. Saya terus menerus mengulangi ini.
Aisyah radhiyallahu anha, 16 tahun di dalam shirah Rasulullah shalallahu alaihi wassalam. Al-Qur’an turun selama 23 tahun. 16 tahun kemudian, dia mengatakan,
“La aqro’u katsiran minal Qur’aan”.
“Saya tidak mengetahui banyak tentang Al-Qur’an. Saya tidak terlalu sering membaca Al-Qur’an.”
Anda tidak perlu mengetahui banyak tentang Al-Qur’an, tapi Anda harus berhubungan dengan Al-Qur’an setiap hari. Sedikit demi sedikit.
Dan karena kebanyakan dari kita tidak bisa berbahasa Arab, tidak jadi masalah, maka Anda harus mencari cara untuk bisa terhubung.
Saran saya adalah, dengarkan penjelasan atau baca penjelasan tentang Al-Qur’an, dan kemudian dengarkan murottal ayat-ayat Al-Qur’an sampai Anda terbiasa. Dan kemudian tambahkan sedikit lagi, dan sedikit lagi.
Dan setiap kali Anda mendengarkan pembacaan Al-Qur’an, pertama-tama ingat apa yang saya katakan. Mengapa Anda mempelajari Al-Qur’an? Mengapa Anda mendengarkan Al-Qur’an? Anda mendengarkan Al-Qur’an karena ini adalah rasa cinta Allah kepada Anda. Pesan ini berisi cinta Allah kepada Anda. Karena setiap ayat di dalamnya akan Anda ubah menjadi apa? Setiap ayat akan Anda ubah menjadi sebuah doa. Setiap ayat itu merupakan saran pembimbing untuk Anda. Dia menyembuhkan hati Anda dengan cara tertentu.
Jika Anda mengingat semua hal ini dan melakukannya, maka hubungan Anda dengan Al-Qur’an, dan hubungan Anda dengan Allah akan menjadi lebih kuat, semakin kuat, dan semakin kuat.
Ayat Ramadan
Hal terakhir yang saya sampaikan kepada Anda, sebelum saya meninggalkan Anda adalah tentang bulan Ramadan. Di bulan Ramadan. Ayat tentang puasa Ramadan diturunkan sesaat sebelum perang Badr. Tolong catat itu.
Puasa Ramadan diturunkan sesaat sebelum perang Badr. Perang Badr terjadi di bulan Ramadan, di akhir dari bulan Ramadan pertama. Yang artinya, sebagian besar Al-Qur’an sudah diturunkan. Karena bagian Mekah sudah selesai. Jadi, barangkali 70 persen dari Al-Qur’an sudah diturunkan. Kemudian Allah menurunkan ayat-ayat tentang ibadah puasa pada bulan Ramadan, dan ini adalah bulan ketika kita seharusnya merayakan turunnya Al-Qur’an.
Saat itu, para sahabat sudah mengetahui banyak tentang Al-Qur’an. Betul? Karena sebagian besar ayat-ayat Al-Qur’an sudah diturunkan. Ini yang Allah katakan,
“Syahru ramadhaanalladzii unzila fiihil-Qur’aan hudal lin-naasi wa bayyinaatim minal-hudaa wal-furqoon.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Dengarkan baik-baik!
“Bulan Ramadan adalah bulan ketika Al-Qur’an diturunkan.”
Ini adalah informasi baru. Bagi kebanyakan sahabat, ini adalah informasi baru.
Kemudian Allah berfirman, “Ini adalah petunjuk untuk manusia, hudal lin-naas.”
Apakah para sahabat sudah mengetahui bahwa Al-Qur’an adalah petunjuk? Sudah atau belum? Apakah itu informasi baru atau informasi yang sudah diketahui? Mereka sudah tahu.
Allah berfirman, “Wa bayyinatim minal-hudaa.” (QS Al-Baqarah: 185)
“Di dalamnya terdapat bukti-bukti.”
Di antara pedoman-pedoman itu, terdapat bukti-bukti kebenaran. Apakah para sahabat tahu hal ini? Ya.
“Wal-furqaan.”
Al-Qur’an memisahkan kebenaran dari kebohongan.
Apakah para sahabat tahu hal ini? Ya.
Allah menyampaikan hal tentang Al-Qur’an yang sudah kita ketahui. Kenapa? Karena Allah berniat untuk memperkenalkan kembali Al-Qur’an kepada kita pada bulan Ramadan.
Bahkan jika Anda sudah memelajari Al-Qur’an seumur hidup Anda, jika Ramadan datang, perkenalkan diri Anda seolah Anda tidak pernah belajar sebelumnya. Setiap ayat, seolah Anda belajar untuk yang pertama kali. Setiap ayat seolah Anda tidak tahu. Setiap ayat, Anda memikirkan lagi, doa apa yang akan dipanjatkan. Apa yang Allah sampaikan padaku di dalam ayat ini. Inilah tujuan dari memperkenalkan kembali diri kita kepada Al-Qur’an di bulan yang indah dan penuh rahmat ini.
Kalian tahu, “Hudal lin-naas, wa bayyinaatim minal-hudaa wal-furqaan.”
Hal lain yang menarik adalah, Anda sekalian berada di sebuah negara, yang mayoritas warganya adalah Muslim. Dan ada orang-orang non-Muslim di sekitar Anda. Sebagian.
Saya sampaikan kepada Anda. Bukan hanya non-Muslim, tapi banyak anak muda muslim di negara Anda yang sangat jauh dari Al-Qur’an. Betul?
Mereka sangat jauh dari buku Allah. Setan sedang dirantai, teman-teman. Setan sedang dirantai selama 30 hari. Inilah kesempatan Anda untuk berbagi sesuatu tentang Al Qur’an dengan anak-anak muda yang sangat jauh dari Al-Qur’an. Ada anak-anak muda yang tidak akan pernah… Anda tidak bisa todongkan senjata ke kepala mereka, dan mereka tetap tidak akan datang ke Masjid Istiqlal.
“Nouman Ali Khan? Cih, siapa dia?”
Tapi Anda mengenal anak-anak muda itu. Saya tidak kenal. Tapi Anda kenal mereka, Anda teman sekolah mereka. Saudara Anda, sepupu Anda, teman Anda, tetangga Anda, bawahan Anda. Saya tidak ada hubungan dengan mereka, dan saya tidak akan pernah ada hubungan dengan mereka. Satu-satunya yang menghubungkan mereka dengan Al-Qur’an adalah Anda. Hanya Anda! Hanya itu yang mereka punya.
Itu artinya di bulan ini, bukan hanya “hudal lakuum” (petunjuk bagi kamu), tapi juga “hudal lin-naas” (petunjuk bagi manusia). Itulah yang dikatakan ayat itu. Ini adalah pedoman untuk setiap orang, semua orang.
Jangan hanya terhubung dengan Al-Qur’an sendirian! Cari peluang untuk berbagi sesuatu tentang Al-Qur’an dengan orang-orang di sekitar Anda! Dengan lembut, dengan penuh cinta, dengan penuh kepedulian. Sedikit demi sedikit.
Jangan ceramahi mereka! Dan jangan kirim WhatsApp tentang video YouTube sepanjang 40 menit! Jangan lakukan itu! Pelan-pelan! Berbagilah sesuatu yang indah tentang apa yang dikatakan Allah, kepada orang-orang di sekitar Anda! Dan lakukan dengan cara yang cerdas! Lakukan dengan cara yang cerdas.
Ramadan adalah waktu yang tepat untuk melakukannya. Ini bulan Ramadan. Para setan sedang tidak ada. Setiap kali Anda berbagi sesuatu tentang kalimat-kalimat Allah, setan marah.
Dia datang lalu, “Aku sedang sibuk. Kita bahas nanti aja deh.”
Begitu Anda bicara sedikit tentang Al-Qur’an,
“Bisakah kita mengganti topik?”
Bukan dia yang mengatakan itu. Sebenarnya itu pekerjaan setan. Sebenarnya itu adalah setan. Itu adalah waswasa, waswasa. Sekarang setan sedang tidak ada. Mereka terikat.
Ini adalah kesempatan, bukan hanya untuk kita, tapi juga agar orang lain terhubung dengan Al Qur’an. Untuk kita menghubungan orang lain juga.
Dan tentu saja, “al-inaa’u bimaa fiihi yandlohu” (setiap wadah mengeluarkan apa-apa yang dimilikinya). Jika Anda mengambil sesuatu untuk diri Anda, maka Anda akan memiliki sesuatu untuk diberikan. Jika Anda memberi manfaat untuk diri Anda, maka Anda punya sesuatu untuk diberikan. Jika sang akar tidak kuat, maka si pohon tidak akan sehat, dan tidak ada seorang pun yang akan mendapat manfaat dari buahnya. Jika Anda sendiri tidak kuat, apa yang kemudian bisa Anda berikan untuk orang lain?
Jangan mempelajari Al-Qur’an untuk mengajarkan Al-Qur’an! Pelajarilah Al-Qur’an untuk diri Anda sendiri! Pelajari Al Qur’an untuk siapa? Untuk diri Anda sendiri. Anda sendiri.
Anda tidak boleh mengatakan, “Ayat ini! Aku harus mengirimkannya ke tanteku, dia membutuhkannya.”
Jangan lakukan itu! Ini tentang Anda. Al-Qur’an berbicara tentang Anda. Al-Qur’an tidak berbicara tentang Ayah Anda, tidak pula berbicara tentang orang yang tidak Anda sukai. Al-Qur’an berbicara tentang Anda. Lupakan yang lain.
Dan kemudian, jika Anda sudah memiliki banyak hal yang baik dalam diri Anda, jika Anda memiliki sesuatu yang baik, berbagilah dengan orang-orang yang Anda kasihi. Berbagilah dengan orang-orang yang Anda kasihi. Sayangnya, sisi negatifnya juga harus kita sebutkan.
Bagi sebagian orang yang mengetahui banyak ayat Al-Qur’an, Anda tahu apa yang mereka lakukan? Mereka mengutip ayat-ayat untuk mengkritik orang lain. Mereka mengutip ayat Al-Qur’an, “Kamu tahu tidak, kamu mengingatkanku pada ayat,
“Idzaa jaa ‘akal munaafiquuna qaaluu nasyhadu…” (QS Al-Munafiqun: 1)
Ketika ada yang meninggikan suaranya,
“Inna ankaral-ashwaati lashoutul-hamiir.” (QS Luqman: 19)
“Tidak ada suara yang lebih buruk dari suara seekor keledai,” firman Allah.
Anda bisa menghina orang lain menggunakan Al-Qur’an. Oh, Anda bisa. Anda bisa. Tapi itu berarti Anda tidak menghormati Al-Qur’an. Allah memberikannya kepada Anda dengan kasih sayang. Anda ingat itu? Jadi Anda tidak menggunakannya sebagai azab untuk orang lain. Jika Allah memberikannya dengan kasih sayang, Anda harus memberikannya dengan kasih sayang pula. Anda tidak boleh mengutipnya untuk mengkritik orang lain. Anda tidak menghakimi orang lain dengan itu.
Anda tidak bisa berkata, “Aku akan foto ayat ini, tambahkan ‘meme’,”
“dan kupastikan dia melihatnya.”
“Bukan aku yang mengatakannya. Allah yang mengatakannya.”
Jangan lakukan itu kepada kitab Allah!
Anda sadar apa yang sedang Anda lakukan? Anda bertindak atas nama Allah. Allah yang berhak menghakimi, bukan Anda. Jangan gunakan kata-kata Allah, dan mengubahnya menjadi senjata untuk memukul orang-orang. Jangan lakukan itu! Bukan itu tujuan Qur’an turun ke dunia. Al-Qur’an turun untuk menyembuhkan hati, bukan menyakiti. Jangan menyakiti orang lain dengan menggunakan kata-kata Allah.
Anda tahu apa yang terjadi jika Anda melakukan itu? Maka hati itu tidak menjadi lebih dekat pada Allah, justru menjauh dari Allah. Dan Allah akan bertanya pada Anda di Hari Pembalasan,
“Mengapa kamu menjauhkan hamba-Ku dari Al-Qur’an-Ku?”
Allah akan bertanya, “Itu adalah tali Allah yang seharusnya menghubungkan manusia dengan Al-Qur’an,”
“dan kamu menjauhkan orang-orang dari itu, dengan menghina orang-orang menggunakan kitab-Ku.”
“Dengan mengkritik orang-orang dengan menggunakan kitab-Ku.”
Saya sendiri tidak mau mendapat masalah seperti itu.
Al-Qur’an seharusnya membawa cahaya untuk manusia. Al-Qur’an seharusnya membawa harapan untuk manusia Al-Qur’an seharusnya membawa pengampunan untuk manusia.
Jika seseorang berbuat salah, ingatkan mereka akan ayat-ayat tentang pengampunan Allah.
Jika seseorang melakukan kesalahan, ingatkan mereka bagaimana mereka bisa memperbaikinya, bahwa, itu bukan sebuah akhir untuk mereka.
Jika seseorang percaya bahwa mereka akan masuk neraka, katakan pada mereka, “Maa yaf’alullahu bi’adzaabikum.” (QS An-Nisa: 147) Allah tidak tertarik untuk menghukum Anda. Allah tidak ingin melihat Anda dibakar di dalam neraka. Allah tidak tertarik pada hal itu. Ini adalah tugas Anda.
“Hudal lin-naasi wa bayyinaatim minal-hudaa wal-furqaan.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Al-Qur’an ini keseluruhannya adalah rahmat.
Menyimpan Al Qur’an Di Hati
“Fa bidzaalika falyafrohuu huwa khoirum mimmaa yajma’uun.” (QS Yunus: 58)
“Aku akan mengakhiri di tempat aku memulai.”
Di mana Allah memulai, sudah dijelaskan oleh Ibrahim alaihissalam
“Di hari ketika hanya satu hal yang bermanfaat, yaitu apa?”
Anda ingat? Saya lupa. Ayo, ingatkan saya.
“Qalbun salim.” Hati yang bersih. Anda ingat itu? Hati yang bersih.
Dan di bagian paling akhir, Allah mengatakan, Dia memberi kalian saran yang akan bermanfaat bagi hati kalian. Allah membersihkan hati kalian dengan Al-Qur’an. Ingat ayat yang sudah saya sampaikan ini?
“Syifaa’ul limaa fish-shuduur, wa hudaw wa rohmatul lil-mu’miniin.” (QS Yunus: 57)
Lalu Dia berfirman, “Qul bifadhlillaahi wa birohmatihii.” (QS Yunus: 58)
Katakan pada mereka bahwa semua ini diberikan pada kalian.
Al-Qur’an diberikan kepada kalian karena kebaikan Allah, berkat cinta dan ampunan Allah. “Fa bidzaalika falyafrohuu.” (QS Yunus: 58)
Dan berkat Al-Qur’an, mereka seharusnya dipenuhi kegembiraan. Karena Al Qur’an seharusnya mereka dipenuhi oleh apa? Kebahagiaan! Mereka seharusnya sangat gembira, mereka seharusnya merasa optimistik. Mereka seharusnya bersikap positif berkat Al-Qur’an.
Tidak seharusnya Al-Qur’an membuat Anda marah. Apakah Anda kenal seseorang yang sangat mengenal Al-Qur’an, dan mereka selalu marah? Saya pernah melihatnya dan saya tidak mengerti.
“Fa bidzaalika falyafrohuu (agar mereka berbahagia)”‘; laa (bukan) “falyagdobu (agar mereka mereka marah); falyahzanu (agar mereka bersedih).”
Suasana hati mereka selalu buruk.
“Dulu kamu orang yang menyenangkan, sampai kamu menghapal Al-Qur’an. Apa yang terjadi padamu? Kamu jadi sulit bergaul sekarang. Kamu selalu saja marah pada seseorang.”
“Fa bidzaalika falyafrohuu.” Karena Al Qur’an seharusnya mereka dipenuhi kegembiraan
Lalu Allah berfirman, “Huwa khoirum mimmaa yajma’uun.” (QS Yunus: 58)
“Ini lebih baik dari apa pun yang mereka kumpulkan.”
Manusia mengumpulkan uang, mainan, video-games, film. Manusia mengumpulkan pengikut di media sosial, semua hal.
Allah berfirman, “Al-Qur’an ini lebih baik dari semua hal yang kalian kumpulkan.”
Allah menjelaskan kepada kita alasannya. Itu tersirat di dalam doa Ibrahim alaihissalam.
Al-Qur’an ini, jika kamu menyimpannya di dalam hatimu, dia akan membuat hatimu bagaimana? Qalbun saliim. Itulah hati yang kita butuhkan di hadapan Allah di Hari Pembalasan. Ini akan menjadi pemenuhan atas doa Ibrahim alaihissalam.
Kita menyimpan Al-Qur’an di dalam hati kita. Ilmu ada di sini (di kepala). Betul? Ilmu ada di sini (di kepala). Pengetahuan ada di sini (di kepala).
Allah berfirman, “Bal huwa aayaatum bayyinaatun shuduuril-ladziina uutul-‘ilm.” (QS Al-Ankabut: 49)
“Ini adalah ayat-ayat yang hidup di dalam dada orang-orang yang diberi pengetahuan.”
Pengetahuan ada di sini (di kepala). Tapi satu-satunya tujuan (dari pengetahuan) adalah untuk menolong hati Anda.
Bani Israil memiliki banyak pengetahuan. Mereka mengenal Taurat. Mereka mengenal buku Allah. Tapi itu tidak membantu hati mereka.
Allah mengatakan, “Ayat-ayat ini, meski kau memiliki pengetahuan, tidak seharusnya tinggal di sini (di kepala)”
“Ayat-ayat itu seharusnya hidup di dalam hati kita.”
Semoga Allah azza wa jalla membuka hati kita di bulan Ramadan ini. Semoga Allah azza wa jalla benar-benar menghubungkan kita dengan kata-kata Allah seperti yang seharusnya.
Satu hal lagi terbesit di kepala saya, dan saya ingin berbagi dengan Anda, kemudian selesai. Saya janji!
Terhubung Dengan Al Qur’an; Terhubung Kepada Allah
Al-Qur’an disebut juga Hablullah.
Al-Qur’an disebut “Wa’tashimuu bihablillaahi jamii’an wa laa tafarraquu.” (QS Ali ‘Imran: 103)
“Berpeganglah pada tali Allah.”
Hablullah artinya apa? Tali Allah.
Nabi Muhammad SAW menjelaskan, “Huwa hablullahil matin minassamaa-i ilal ardh.”
“Itu adalah tali Allah yang panjang yang membentang dari langit ke bumi.”
Ujung yang satu bersama Allah, dan ujung yang lain bersama Anda.
Jika ada dua orang memegang satu tali yang sama, satu di sisi ini dan satu di sisi yang lain, maka sisi yang lebih kuat akan menarikmu, kan?
Jika satu ujung oleh Allah, dan ujung yang lain dipegang Anda, siapa yang menarik siapa?
Allah menarik Anda. Dan Allah menarik Anda ke atas, kan? Semakin kuat Anda berpegang pada tali itu, “Yarfa’illahulladziina aamanuu minkum walladziina uutul-‘ilma darajaat.” (QS Al-Mujadilah: 11)
Allah akan mengangkat Anda, Allah akan membuat Anda lebih tinggi dan semakin tinggi. Anda berpegang pada Kitab ini, dan apa yang terjadi pada Anda? Terangkat lebih tinggi.
Sekarang, Anda sudah berpegangan pada tali Allah. Tapi Allah berfirman, “Wa’tashimuu bihablillaahi jamii’an.” (QS Ali ‘Imran: 103)
Allah tidak hanya mengatakan, “Wa’tashimuu bihablillaah.”
Lam yakfi (tidak cukup). Qal (Ia mengatakan), “Wa’tashimuu bihablillaahi jamii’an.”
Berpeganganlah pada tali Allah bersama-sama. Bersama-sama.
Anda ingin terhubung dengan Al-Qur’an, berpeganglah pada tali itu. Seutas tali adalah sebuah penghubung. Tapi Anda tidak bisa melakukannya sendiri, harus bersama-sama.
Nah, hal yang penting mengenai tali ini, jika sepuluh orang berpegang pada seutas tali yang sama, mereka akan dekat satu sama lain, bukan? Betul, kan? Karena mereka berpegangan pada tali yang sama.
Semakin dekat umat (Islam) dengan Al-Qur’an, semakin dekat pula mereka satu sama lain. Jadi tidak masalah jika Anda bermadzhab Syafi’i atau Hanafi. Tidak masalah janggut Anda sepanjang ini, atau sepanjang ini, atau sama sekali tidak berjanggut. Itu sama sekali bukan masalah. Karena yang menghubungkan Anda, yang menghubungkan Anda dengan orang lain adalah tali Allah. Semua hal lain ada di urutan kedua, ketiga, tidak terlalu penting. Tidak mengapa.
Kecintaan Anda pada sesama Muslim akan meningkat karena kecintaan Anda terhadap Al-Qur’an meningkat. Inilah satu-satunya cara untuk bersatu. Satu-satunya cara untuk bersatu.
Hal lain di dalam agama kita, bisa digunakan untuk memisahkan umat. Semua hal. Anda bisa menggunakan fikih untuk memecah belah. Fikih penting, tapi bisa digunakan untuk memecah belah. Anda bisa menggunakan perbedaan pendapat dalam ilmu-ilmu keislaman.
Oh, kau pengikut Syaikh ini, aku pengikut Syaikh yang itu. Aku benci kamu!”
“Aku juga benci kamu!”
Anda bisa menggunakannya untuk memecah belah.
Hanya ada satu, dan hanya satu yang Allah berikan kepada kita yang bisa mempersatukan manusia. Membuat mereka dekat, lebih dekat dan semakin dekat. Dan itu adalah kalam Allah. Ketika manusia berpegang pada itu, mereka menjadi lebih dekat kepada Allah.
Anda tahu apa yang pernah saya alami? Saya sedang berada di Kanada. Saya menjadi pembicara di sebuah konvensi. Ketika saya berada di sebuah bazar di konvensi tersebut, sekelompok wanita mendatangi saya. Tidak satu pun dari mereka mengenakan hijab. Sekelompok wanita Kanada mendatangi saya.
“Apakah Anda Nouman Ali Khan?”
Saya jawab, “Ya.”
Dan mereka berkata, “Bisakah kita bicara?”
Saya menjawab, “Tentu saja.”
“Kami adalah sekelompok wanita Kristen yang mempelajari Al-Qur’an. Kami mencintai Al-Qur’an, dan Anda membantu kami mempelajarinya. Dan kami ingin berdoa untuk Anda dan ingin menunjukkan kepada Anda apa yang sudah kami pelajari.”
Mereka pun membaca Al-Fatihah. Mereka semua membaca Al-Fatihah.
Al-Qur’an begitu berpengaruh, sehingga bahkan orang yang belum menjadi Muslim sekali pun, atau bahkan mereka tidak menyadari bahwa mereka telah menerima Islam. Mereka bahkan tidak sadar.
“Qalbuhum muthma’inun bil imaan.”
Hati mereka telah dipuaskan oleh iman. Bahkan mereka bisa mendekat. Perbedaan-perbedaan di antara kita jadi tidak berarti. Ketika umat islam saling bertengkar di antara mereka sendiri, itulah merupakan bukti bahwa kita tidak terhubung dengan Al-Qur’an. Itu sebenarnya adalah bukti.
Sekarang, berpegang pada tali Allah. Apa bahasa Arabnya? “Wa’tashimuu bihablillaah.”
Tapi dalam Surat Al-Hajj, Allah berfirman.
“Fa aqiimush-sholaata wa aatuz-zakaat, wa’tashimuu billaah.”(QS Al-Hajj: 78)
Allah tidak mengatakan, “Wa’tashimuu bihablillaah.”
Allah mengatakan, “Wa’tashimuu billaah.” Berpeganglah pada Allah. Berpeganglah pada Allah, bukan berpeganglah pada tali Allah. Ini merupakan sesuatu yang disebut ‘athaf bayan’. Satu tempat menjelaskan tempat lain.
Dengarkan dengan seksama. Allah sedang mengajari kita, bahwa jika kita tetap berpegang pada tali Allah, itu artinya kita berpegang pada Allah
Saya ulangi. Jika kamu berpegang pada tali Allah, apa artinya itu? Kamu sedang berpegang pada Allah.
Apa kebalikannya? Jika Anda tidak berpegang pada tali Allah, maka Anda tidak berpegang pada Allah.
Dan semakin erat Anda berpegang pada tali ini, maka semakin dekat pula Anda pada Allah. Hubungan dengan Al-Qur’an adalah hubungan kepada Allah. Jangan lupakan itu. Kedua hal itu sama di dalam Al Qur’an. Keduanya satu dan sama. Dan ini bukan sesuatu yang bisa Anda tunda.
Allah menggunakan kata i’tisham, wa’tashimuu. Al-‘ishma dalam bahasa Arab artinya perlindungan. ‘I’tisam’ artinya berpeganglah untuk melindungi dirimu sendiri. Ketika orang terjatuh dari kapal dan ada seutas tali, dan mereka berpegang pada tali itu. Jika mereka melepaskan tali itu, apa yang akan terjadi? Mereka akan tenggelam. Mereka akan berpegangan untuk menyelamatkan hidup mereka. Inilah gambaran tentang berpegang pada Al-Qur’an.
Inilah mengapa “lanfishooma lahaa.”
“Fa qadistamsaka bil-‘urwatil wushqaa lanfishooma lahaa.” (QS Al-Baqarah: 256)
Dia bergantung pada rantai yang dijatuhkan dari kapal. Rantai itu tidak akan putus. Teruslah berpegang, dan kamu tidak akan tenggelam. Inilah pesan Al-Qur’an. Inilah yang harus kita genggam, dan kita harus melakukannya bersama-sama.
Jika Anda benar-benar ingin hati Anda terhubung, ingatlah doa Nabi Ibrahim AS. Beliau berkata, “Beri aku hukm. Beri aku hukm, dan beri aku teman yang baik.” Al-hiqnii bish-shoolihiin
“Rabbi hablii hukman wa al-hiqnii bish-shoolihiin.” (QS Asy-Syu’ara: 83)
Lihatlah apa yang Allah lakukan. Allah memberi kita hukm, yaitu Al-Qur’an. Lalu Beliau mengatakan, “Jamii’an” “ash-shoolihiin.” Dia mengabulkan doa Ibrahim alaihissalam, sebenarnya bukan hanya untuk Ibrahim alaihissalam, tapi untuk kita semua.
Semoga Allah azza wa jalla mendekatkan kita, mendekatkan hati kita, meningkatkan kecintaan kita kepada Al Qur’an yang sudah kita miliki. Saling berbagilah hal-hal yang baik tentang Al-Qur’an. Berbagilah.
Misalnya, “Aku membaca ayat ini, dan aku membuat doa ini.”
“Ayat apa yang kamu baca, dan doa apa yang kamu buat?”
Bagikan melalui Snap, Instagram. Bagikan melalui Twitter Bagikan melalui WhatsApp. Manfaatkan media sosial untuk sesuatu yang baik. Gunakan itu di antara teman-teman Anda. Jangan hanya menyebarkan video Mufti Menk. Anda bisa melakukan itu, tentu saja! Saya juga melakukannya. Tapi tetap saja… (tertawa)
Berbagilah sesuatu yang Anda temukan sendiri. Berbagilah dengan teman-teman Anda sesuatu yang Anda temukan. Minta mereka berbagi dengan Anda apa yang mereka temukan. Secara pribadi terhubung dengan Al-Qur’an.
Tugas kami untuk membantu Anda, tapi Anda juga harus berusaha sendiri. Saya tidak bisa menghubungkan Anda dengan Al-Qur’an, Anda harus melakukannya sendiri. Tidak ada orang yang bisa menghubungkan saya dengan Al-Qur’an, saya harus melakukannya sendiri. Yang bisa kita lakukan hanyalah saling membantu.
Jadi, doa saya untuk Anda semua, semoga Allah azza wa jalla merestui pertemuan kita, dan semoga Allah azza wa jalla memberikan berkah terutama kepada generasi muda kita, dan menjadikan mereka inspirasi bagi generasi setelah mereka tentang arti terhubung dengan Al-Qur’an yang sesungguhnya.
Barakallahi walakum, wassalamu’alaikum warahmatullahi ta’ala wabarakatuh
Saya akan meninggalkan Jakarta besok. Saya memanjatkan banyak doa untuk Anda sekalian. Semoga Anda juga melakukan hal yang sama untuk saya.
Saya akan mencoba memulai tafsir Surat Ali-Imran di bulan Ramadan nanti Insya Allahu ta’ala, mohon doa agar usaha saya berhasil.
Jazakumullah khairan, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Reblogged this on Bridge of Knowledge 🙂.
LikeLike