Manusia Bodoh
Part 2 Cerita Keempat
Tadabbur Al-Qur’an Surah Al-Baqarah 142-144
***
Sekarang tiba giliran kita. Saatnya ujian itu kita yang hadapi. Sekarang, kitalah umat yang terpilih. Bani Israil sudah lewat. Sudah dihapus dari posisi itu. Sekarang kita lah anak-anak Ibrahim ‘alayhis salam, yang mengemban tanggung jawab itu.
Wa kadzaalika ja’alnaakum ummatan (QS 2:143). Allah telah membuat kita menjadi satu umat. Konsep satu umat ini punya tiga aspek: continuity, replaceable, dan ibrahimiyah.
Pertama, continuity. Artinya, umat Islam memandang dirinya sebagai kelanjutan dari pertempuran yang sama. Pertempuran yang dimulai oleh Adam ‘alayhis salam. Pertempuran kubu malaikat melawan kubu setan. Kita adalah laskar terakhir di pertempuran itu.
Kedua, replaceable. Ini perlu dipahami dengan baik. Supaya kita tidak tergelincir di jurang kesombongan. Penjelasannya jadi sedikit agak panjang.
Kita paham bahwa kita bukan umat yang pertama terpilih. Sudah ada umat yang dipilih sebelum kita. Apa yang terjadi dengan umat itu? Mereka gagal. Mereka pun digantikan. Digantikan oleh siapa? Ya digantikan oleh kita ini.
Berarti kita hebat ya? Tunggu dulu. Bukan itu poinnya. Jika Allah pernah melakukannya, melakukan penggantian satu umat dengan umat yang lain, maka Allah mampu untuk melakukannya lagi. Melakukan penggantian lagi. Mengganti kita dengan umat yang lain.
Wa in tatawallaw yastabdil qawman ghayrakum tsumma laa yakuunuu amtsaalakum (QS 47:38). Jika kamu berpaling dari jalan-Nya, Dia akan menggantikan kamu dengan kaum yang lain. Kaum yang tidak akan seperti kamu.
Kita tidak boleh berbangga diri dan bilang dengan penuh kesombongan bahwa Bani Israil sudah done. Bahwa Bani Israil episodenya sudah berakhir. Bahwa kitalah yang terpilih sekarang. Bahwa kita lebih hebat.
Jika kamu berpikir kamu istimewa, jika aku berpikir aku istimewa, jika kita suka dengan label atau cap istimewa, bahwa kita umat Islam ini adalah spesial, maka tidak ada bedanya kita dengan Bani Israil.
Kita harus tawadhu’. Kita harus sadar diri. Kita harus paham bahwa kita itu replaceable. Tergantikan. Bahwa Allah bisa mengumumkan ‘lu gue end’ kapan saja. Menggantikan kita dengan kaum yang lebih baik kapan pun Allah mau.
Mereka yang sekarang masih Kristen, Hindu, atau Yahudi, atau kaum yang lain, bisa saja Allah jadikan Muslim di masa depan dan menggantikan kita.
Kita tidak irreplaceable. Kita tidak tak tergantikan. Kita bukan pemilik Islam. Islam-lah yang memiliki kita. Islam itu tinggi dan tidak ada yang menandingi ketinggiannya. Islam lho ya. Islam. Bukan kita. Ketinggian Islam tak tergantikan. Kita, kita bisa tergantikan.
Intinya, jangan kecewakan Allah yang telah memilih kita.
Ketiga, ibrahimiyah. Artinya, kita sadar bahwa kita menjalankan agama Nabi Ibrahim ‘alayhis salam. Ini sangat penting untuk dipahami. Nama agama kita, Islam, sebenarnya berasal dari Ibrahim ‘alayhis salam.
Rabbanaa waj’alnaa muslimayni laka wa min dzurriyyatinaa ummatan muslimatan laka (QS 2:128). Ya Tuhan kami, jadikanlah kami orang yang berserah diri kepada-Mu. Dan anak cucu kami juga, Ya Allah. Jadikan mereka juga umat yang berserah diri kepada-Mu.
Itu adalah doa Nabi Ibrahim. Dua kali frasa ‘berserah diri’ disebut. Muslimayni dan muslimatan. Dua-duanya mengandung kata muslim. Dua-duanya menyebutkan tentang Islam.
Idz qaala lahu rabbuhuu aslim. Qaala aslamtu lirabbil ‘aalamiin (QS 2:131). Ingatlah ketika Tuhan berfirman kepada Ibrahim, “Berserahdirilah!” Ibrahim menjawab, “Aku berserah diri kepada Tuhan seluruh alam.” Dalam dialog ini, dua kali kata Islam disebut.
Wa washshaa bihaa ibraahiimu baniihi wa ya’quubu yaa baniyya innallaahashthafaa lakumuddiina fa laa tamuutunna illaa wa antum muslimuun (QS 2:132). Ibrahim berwasiat kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini. Maka jangan kamu mati kecuali sebagai Muslim. Semoga kita wafat dalam keadaan memeluk Islam. Memenuhi wasiat Ibrahim ‘alayhis salam.
Millata abiikum ibraahiim. Huwa sammaakumul muslimiina min qablu (QS 22:78). Ikutilah agama nenek moyangmu Ibrahim. Allah telah menamakan kamu orang-orang muslim sejak dulu. Ayat ini membuat argumennya makin mantap. Bahwa kita mengikuti agama Ibrahim ‘alayhis salam.
Islam berarti kita berserah diri. Secara total. Tanpa syarat. Tidak peduli betapa sulit perintahnya. Itu adalah warisan dari ayahanda kita, Ibrahim ‘alayhis salam. Millata abiikum Ibraahiim. Agama ayah kamu, Ibrahim.
Lho, bukannya kita pengikut Muhammad ya? Tentu saja, kita adalah pengikut Muhammad Rasulullah, shallallahu ‘alayhi wasallam. Tapi, bahkan kepada Rasulullah sendiri, Allah bilang apa? Tsumma awhaynaa ilayka anittabi’ millata ibraahiima haniifaa (QS 16:123). Nabi Muhammad diminta untuk mengikuti agama Ibrahim yang lurus.
***
Berikut ini adalah bonus. Terutama buat yang masih penasaran tentang aspek ibrahimiyah dan perlu fakta lebih banyak.
Seberapa ‘Ibrahim’-nya kah agama kita?
Coba kita kupas the five pillars. Rukun Islam yang lima.
Pertama, syahadat.
Testimoni pengesaan Allah itu kembali kepada Ibrahim.
Hanya Allah, tuhan Ibrahim. Na’budu ilaahaka wa ilaaha aabaa-ika ibraahiima wa ismaa’iila wa ishaaqa ilaahan waahidaa (QS 2:133). Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu yaitu Ibrahim, Ismail dan Ishaq, Tuhan yang satu.
Kedua, shalat.
Siapakah yang berdoa: rabbij’alnii muqiimashshalaati wa min dzurriyyatii (QS 14:40)?
Ya Tuhanku. Jadikanlah aku orang yang tetap melaksanakan shalat. Dan juga anak cucuku.
Memang di ayat ini tidak disebutkan siapa yang berdoa. Tidak ada kata Ibrahim. Tapi ayat ini hanyalah satu dari rangkaian doa yang sudah dipanjatkan sejak ayat ke-35. Di ayat ke-35 itu lah kita tahu siapa yang memanjatkan doa-doa itu.
Ketiga, zakat.
Ismail adalah anak laki-laki dari Ibrahim.
Wa kaana ya’muru ahlahuu bishshalaati wazzakaati (QS 19:55). Ismail menyuruh keluarganya untuk melaksanakan shalat dan menunaikan zakat.
Dari mana Ismail mempelajari ini? Dari ayahnya, Ibrahim. Zakat juga kembali ke Ibrahim.
Keempat, puasa di bulan Ramadhan.
Apakah Ramadhan juga kembali ke Ibrahim? Bukannya jaman Ibrahim dulu belum ada Ramadhan?
Memang betul, jaman itu jaman super old. Dan Ramadhan belum ada.
Tapi ayo kita pikirkan dan ingat-ingat kembali.
Ramadhan adalah sebuah perayaan. Mengapa kita merayakan Ramadhan? Karena Qur’an diturunkan. Qur’an, hadiah Allah yang luar biasa. Yang diberikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam.
Ramadhan dirayakan karena Qur’an diturunkan. Dan Qur’an diturunkan karena doa Ibrahim ‘alayhis salam. Rabbanaa wab’ats fiihim rasuulan minhum yatluu ‘alayhim aayaatika wa yu’allimuhumul kitaaba wal hikmata wa yuzakkiihim (QS 2:129). Ibrahim mohon kepada Allah supaya Allah mengutus seorang rasul yang akan membacakan ayat-ayat-Nya. Membacakan Qur’an. Dan mengajarkan Kitab. Yaitu, Al-Qur’an.
Doa ini dijawab Allah dengan diutusnya Muhammad Rasulullah, dan kita merayakan turunnya Qur’an di bulan Ramadhan. Jadi puasa di bulan Ramadhan itu hakekatnya adalah, kita merayakan doa Ibrahim ‘alayhis salam.
Kelima, haji.
Ada yang berani meragukan bahwa haji itu kembali kepada Ibrahim ‘alayhis salam?
Haji ditunaikan di rumah yang dibangun oleh Ibrahim.
Bahkan setiap ritualnya lekat dengan Ibrahim ‘alayhis salam. Wattakhidzuu min maqaami ibraahiima mushallaa (QS 2:125). Dijadikanlah maqam Ibrahim itu tempat shalat. Shafa dan Marwa kembali ke Ibrahim. Penyembelihan hewan qurban kembali ke Ibrahim. Semua ritual haji kembali ke Ibrahim ‘alayhis salam.
Lima fondasi Islam kembali ke Nabi Ibrahim ‘alayhis salam.
***
Kita, umat Islam, telah terpilih sebagai umat yang baru. Laskar yang baru. Menggantikan laskar yang lama, Bani Israil, yang gagal dan arogan. Kita bisa memandang umat yang baru ini sebagai ‘bangsa’ yang baru. Yang tidak tersekat oleh batas geografis. Yang umatnya ada di mana-mana.
‘Bangsa’ yang baru butuh independence day. Hari kemerdekaan. Perayaan saat bangsa itu dibentuk. Bangsa yang baru juga butuh ibu kota. Bangsa yang baru butuh konstitusi. Bangsa yang baru membutuhkan nama.
Apa namanya? Muslimin.
Apa konstitusinya? Kitabullah, Al-Qur’an.
Hari kemerdekaannya, kapan? Bukan hari lagi, tapi bulan. Bulan kemerdekaan. Yaitu, bulan Ramadhan.
Ini adalah identitas yang baru karena sebelumnya berpuasanya umat Islam adalah seperti berpuasanya kaum Yahudi.
Ibukota yang baru adalah Mekah. Sebelumnya, Yerusalem.
Bangsa yang baru telah dibentuk. Terpisah dari Bani Israil, bangsa sebelumnya.
Ribuan tahun yang lalu, Ibrahim berdoa, disamping Ismail. Wa min dzurriyyatinaa ummatan muslimatan laka (QS 2:128). Ibrahim minta sama Allah, mohon supaya diantara anak cucunya, diberikan setidaknya satu generasi, satu umat, satu bangsa, yang muslim.
Ribuan tahun kemudian, doa itu terjawab. Diucapkan sendiri oleh Baginda Nabi. Wa kadzaalika ja’alnaakum ummatan wasathan (QS 2:143). Allah telah menjadikan kita satu umat. Atau, dengan kata lain, akhirnya Allah menjawab doa Ibrahim itu.
Kita semuanya, pemeluk Islam yang ada di sini, sebenarnya adalah jawaban dari doa Ibrahim ‘alayhis salam. Doa Nabi Ibrahim yang minta sama Allah supaya diberikan satu umat yang muslim diantara anak cucunya. Subhanallah.
***
Ditulis oleh Heru Wibowo
Source:
Depth Study of Surah Al Baqarah || Nouman Ali Khan || 25th October 2016 || Malaysia Tour
***
Subhanallah..
Terimakasih Pencerahannya Ustadz
LikeLike