Tadabbur Surah Al-Hasyr (QS 59)
***
Penghitung waktu mundur makin mendekati angka nol. Iqamah pun terdengar. Para jamaah bergegas bangkit berdiri. Merapatkan shaf. Meluruskan barisan.
Kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari. Sebagaimana aku tidak tahu apa yang akan dibaca Ustadz Nurul di salat shubuh kali ini. Mungkin satu halaman dari Surah Al-Baqarah. Mungkin Al-A’la. Atau Adh-Dhuha. Atau yang lain.
Tapi ternyata, bukan itu semua.
Pilihan bacaan ustadz kali ini adalah halaman terakhir dari Surah Al-Hasyr. Halaman yang dipenuhi nama-nama Allah yang indah. Tidak ada satu halaman pun di Qur’an yang memiliki konsentrasi nama-nama Allah lebih tinggi dari halaman ini.
Ayatnya dimulai dari ayat ke-18. Allah memanggil orang-orang yang beriman untuk bertakwa kepada-Nya. Dan untuk memperhatikan apa yang diperbuatnya sebagai bekal hari esok. Allah mengingatkan kita untuk mempersiapkan bekal menuju kampung akhirat.
Yang kita sudah terbiasa, adalah mempersiapkan bekal buat kegiatan besok hari. Sudah done sebelum kita tidur malam sebelumnya.
Orang tua juga sudah terbiasa melakukan persiapan buat anaknya. Besok pagi baju seragam, batik, atau pakaian biasa. Jadwal pagi dan sorenya apa. Mastiin jemputan sekolah, les, atau ekskul. Nyiapin breakfast dan lunch box juga.
Bagaimana dengan kematian, sesuatu yang pasti terjadi, apakah kita sudah mempersiapkan? Di ayat ini Allah mengingatkan. Wal tanzhur nafsun maa qaddamat lighad. Hendaklah setiap jiwa memperhatikan apa bekal yang sudah dipersiapkannya untuk akhiratnya.
Kita mungkin punya banyak simpanan uang di bank. Atau simpanan dalam bentuk uang pensiun. Atau asuransi. Atau jaminan hari tua. Karena kita adalah orang-orang cerdas yang terbiasa punya rencana jangka panjang.
Tapi orang-orang cerdas sejati juga akan mempersiapkan masa depan yang benar-benar sejati. Bukan masa depan di dunia saja. Tapi juga masa depan akhiratnya.
Ada yang spesial dari penggalan ayat ini. Posisinya ada di antara dua anjuran takwa. Urutannya:
(1) bertakwalah kepada Allah, lalu
(2) penggalan ayat ini, lalu sekali lagi,
(3) bertakwalah kepada Allah.
Sepertinya Allah hendak mengajarkan bahwa kalo kita serius bertakwa kepada-Nya, kita harusnya serius mempersiapkan bekal akhirat kita.
Jangan sampai kita tidak serius. Yang tidak serius adalah orang-orang yang lupa sama Allah. Jangan copy mereka. Karena Allah akan menjadikan mereka lupa dengan diri mereka sendiri (QS 59:19).
Dalem banget ini. Kalo kita lupa sama Allah, Allah akan bikin kita lupa sama diri kita sendiri. Kalo kita mengabaikan Allah, Allah akan bikin kita mengabaikan diri kita sendiri. Lupanya kita sama Allah, tidak membahayakan Allah, tapi membahayakan diri kita sendiri.
Mengabaikan Allah itu berarti anteng-anteng aja saat dengar kumandang azan. Kalo ditanya itu suara apa, jawabnya suara orang teriak-teriak.
Mengabaikan Allah itu berarti tidak cinta dan hormat sama Nabi. Kalo ditanya tanggal merah itu libur apa, jawabnya ada seseorang yang sedang merayakan ulang tahunnya. Padahal itu Maulid Nabi. Padahal itu Nabi yang seharusnya dia cintai dan hormati, shallallahu ‘alayhi wasallam.
Mengabaikan Allah itu berarti tidak mau zakat, infaq, dan shadaqah. Kalo ditanya kenapa ga mau berbagi, jawabnya tidak ada budget untuk itu. Padahal uang itu bukan miliknya. Padahal uang itu hanya titipan dari Pemilik Alam Semesta.
Dia enggan salat karena dia super sibuk. Dia sibuk mengurus dirinya sendiri. Dia tidak punya waktu untuk Allah. Mungkin dia tidak ngomong terus terang seperti itu, tapi sejatinya dia seperti itu. Kalo topengnya dilepas, persisnya seperti itu.
Allah tidak masuk dalam skala prioritasnya. Yang ada cuma bisnis, kerjaannya, seribu satu task yang ada di to-do-list dia. Itu semua jauh lebih berarti dari apapun untuk Allah. Lepas topeng, dia seperti itu.
Dia mengabaikan Allah karena dia sibuk dengan urusannya sendiri. Dia tenggelam dalam hidup tanpa makna. Membahayakan dirinya sendiri. Melupakan dirinya sendiri.
Kenapa disebut lupa diri? Karena tujuan hidupnya seharusnya adalah pengabdian kepada-Nya. Dia lupa kalo dirinya adalah makhluk. Yang diciptakan. Bukan yang menciptakan. Dia lupa bahwa yang diciptakan harusnya nurut sama yang menciptakan. Jadi dia memang sudah lupa diri.
Hidupnya tak punya makna. Tak punya purpose. Yang diciptakan tidak berhak punya purpose. Yang menciptakanlah yang berhak menetapkan purpose itu. Dan purpose itu sudah ditetapkan: untuk mengabdi kepada-Nya.
Pernahkah kita mengamati orang-orang yang ditelan berbagai macam kesibukan dan berujung dengan kehampaan? Hatinya serasa kosong?
Itu karena dia telah mengisi hatinya dengan segala tetek bengek duniawi yang terlihat indah. Tapi sesungguhnya semu belaka. Padahal dia seharusnya mengisi relung hatinya dengan Penciptanya. Allah ‘azza wa jalla.
Dia tidak pernah merasa puas. Jiwanya tidak pernah merasa terpenuhi. Tidak peduli betapa hebatnya job yang dia punya. Tidak peduli betapa mewah dan luas rumah kediamannya. Tidak peduli betapa terkenal namanya di seantero kota. Hatinya kosong melompong. Semua yang dia punya serasa tak berguna.
Lagi-lagi terbukti, Qur’an begitu presisi. Mengabaikan Allah akan membuat hidup seseorang berujung dengan lupa diri (QS 59:19).
***
“Oke, oke. Thanks sudah mengingatkan. Aku mau hijrah. Aku mau say goodbye sama lupa diriku. Aku mau berhenti mengabaikan Allah. Kasih tahu dong, gimana caranya mengingat Allah.”
Alhamdulillah dia sadar dan mau memperbaiki hidupnya. Tapi bagaimana cara menjawab permintaan dia itu?
Salah satu caranya dijelaskan di Surah Al-Hasyr ini. Yaitu dengan mempelajari nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
Huwallaahulladzii laa ilaaha illaa huw. ‘Aalimul ghaybi wasy-syahaadati wa huwarrahmaanurrahiim.
Huwallaahulladzii laa ilaaha illaa huw. Al-Malik. Al-Qudduus. As-Salaam. Al-Mu’min. Al-Muhaymin. Al-’Aziiz. Al-Jabbaar. Al-Mutakabbir.
Al-Khaaliq. Al-Baari’. Al-Mushawwir. Al-’Aziiz. Al-Hakiim.
Nama-nama yang indah terbentang di tiga ayat itu. Dari ayat ke-22 hingga ayat ke-24. Dan di ayat sebelumnya Allah bilang, jangan jadi seperti mereka yang melupakan Allah (QS 59:19). Subhanallah.
Allah mengingatkan aku dan kamu. Tentang siapa Allah. “Itu nama-nama-Ku. Itu sifat-sifat-Ku. Jangan kau lupakan yach.”
***
Ada fakta menarik yang mungkin suka kita abaikan. Yaitu bahwa nama-nama dan sifat-sifat Allah itu sering muncul di ayat-ayat yang lain. Di seluruh Al-Qur’an.
Memang tidak di setiap ayat. Tapi di ayat berikutnya. Atau di dua ayat setelahnya. Atau di tiga ayat ayat setelahnya. Dan di ayat-ayat setelah itu juga nanti muncul lagi.
Kita kadang mengabaikannya.
Wa huwal ‘aziizul hakiim.
Wa huwassamii’ul ‘aliim.
Wa huwal-ghafuururrahiim.
Seakan-akan nama-nama dan sifat-sifat itu diletakkan di ayat itu untuk pelengkap saja. Seakan-akan kata-kata itu ada, hanya untuk menyesuaikan rima atau sajak akhirnya saja.
Kita mencurahkan perhatian kita semata-mata pada isi ayat yang panjang. Melupakan bagian ujung yang hanya berisi dua kata. Menganggapnya kecil. Padahal itu adalah nama-nama dan sifat-sifat Allah. Kita mengabaikan kebesaran-Nya. Kita mengabaikan kedalaman makna yang justru terkandung di dalam nama-nama dan sifat-sifat itu. Subhanallah.
***
Mengapa Allah membentangkan nama-nama dan sifat-sifat-Nya di halaman terakhir surah Al-Hasyr ini? Mengapa juga Allah membuat nama-nama dan sifat-sifat-Nya tersebar di berbagai ayat dan berbagai surah Al-Qur’an?
Supaya iman kita, supaya hubb kita, supaya cinta kita, kepada Allah subhanahu wa ta’ala, makin bertambah, makin meroket.
Iman kita meningkat saat kita mempelajari nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
Ini logika sederhana. Bukankah kita pasti ingin mengenal lebih jauh ketika ada seseorang ataupun sesuatu yang kita cintai? Itulah cinta. Kalo kita ngaku cinta sama Allah, mustinya kita ingin tahu segala sesuatu, apapun, yang kita harus tahu tentang Dia. Dari nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
Qur’an dan Sunnah penuh dengan nama-nama dan sifat-sifat itu. Asmaa-ul Husnaa. Kata husnaa adalah bentuk feminin dari kata ahsan. Kata ahsan tidak sekedar berarti indah. Atau bagus. Tapi juga, yang terbaik. Yang terindah.
Tidak ada nama yang lebih indah dari nama-nama Allah. Tidak ada nama yang lebih sempurna dari nama-nama Allah. Tidak ada nama yang lebih megah dari nama-nama Allah.
Terima kasih Yaa Allah. Telah Engkau perkenalkan nama-nama dan sifat-sifat-Mu di Qur’an dan Hadits sehingga aku bisa mengenal-Mu.
Mempelajari nama-nama dan sifat-sfat itu, bikin iman dan ibadah kita jadi beda. Saat kita mewujudkannya di kehidupan keseharian kita, ketika kamu sadar bahwa Allah itu As-Samii’, Allah Mahamendengar, maka kamu akan berhati-hati dengan apa yang kamu katakan.
Ketika kamu sadar bahwa Allah itu Al-Bashiir, kamu akan mikir dulu sebelum bertindak. Kamu akan lebih memperhatikan tindakanmu. Ada CCTV dari langit yang beroperasi 24 jam tanpa henti.
Ketika kamu sadar bahwa Allah itu ‘Allamul Ghuyub, Allah tahu apa yang kamu simpan di hatimu, maka kamu pun lebih menjaga hatimu.
Makin kamu mempelajari nama-nama dan sifat-sifat Allah itu, makin kamu menjadi manusia yang lebih baik.
***
Qur’an dan Sunnah menganjurkan kita untuk menghafal nama-nama dan sifat-sifat itu. Dan untuk mempelajarinya. Innallaaha tis’atan wa tis’ina isman, man ah-shaahaa dakholal jannah.
Ah-shaahaa bukan hafizhahaa. Ah-shaahaa bukan sekedar menghafal. Ah-shaahaa berarti paham dan berperilaku yang berpijak pada pemahaman itu. Ah-shaahaa berarti menghidupkan dan mewujudkannya. Ah-shaahaa berarti menyadarinya dan menggunakannya saat beribadah kepada-Nya. Ah-shaahaa berarti menyebutkan nama-nama itu dalam doa-doa kita.
***
Ada kesalahpahaman seputar nama-nama ini. Bahwa Allah hanya punya 99 nama. Sebuah kesalahan yang besar.
Yang benar, Allah punya nama-nama yang tak terhingga. Tidak terbatas. Tidak bisa dihitung. Tapi dari samudera nama yang tak bertepi itu, ada 99 yang ekstra spesial. Jika kita hafal 99 ini, paham, berperilaku yang berpijak padanya, berdoa dengannya, pahalanya adalah masuk surga. Ini insentif yang luar biasa buat yang mau mempelajarinya.
***
Rasa cinta yang dahsyat kepada nama dan sifat Allah dikisahkan di hadits shahih Bukhari ini. Di salah satu masjid, imam yang ditunjuk oleh jamaah selalu baca Qulhu setelah Fatihah. Sebelum baca surah yang lain.
Suatu hari ada yang komplain dengan kebiasaan ini. Imam itu ga mau jawab. Imam itu cuma bilang, itu kebiasaan dia. Kalo ga suka dengan kebiasaan itu, dia minta ke jamaah untuk ganti saja dengan imam yang lain.
Komplain ini sampai ke Rasulullah shallalahu ‘alayhi wasallam. Rasulullah pun ingin tahu kenapa imam ini berbuat seperti itu.
Karena yang nanya sekarang Rasulullah, sang imam pun menjelaskan. Bahwa surah Al-Ikhlas itu menjelaskan sifat-sifat Rabb-Nya. Menjelaskan Ar-Rahman. Oleh karenanya dia suka membacanya. Dia suka membaca sifat-sifat Allah itu. Rasulullah pun merespon bahwa kecintaannya kepada surah Al-Ikhlas menyebabkan dia masuk surga.
Umat Islam diyakini banyak yang suka membaca surah Al-Ikhlas dalam salat. Tapi untuk alasan yang berbeda :-).
Surah Al-Ikhlas itu penuh makna. Al-Ikhlas melukiskan keindahan sifat-sifat-Nya. Al-Ikhlas menyebabkan yang suka membacanya masuk surga.
***
Mereka yang sungguh-sungguh cinta sama Allah, pasti ingin memahami, apa itu Ar-Rahman. Apa itu As-Samii’. Apa itu Al-’Aziiz. Apa itu Al-Muhaymin. Apa itu Al-Jabbaar. Apa itu Al-Khaaliq. Apa itu Al-Baari’. Apa itu Al-Mushawwir.
Apa bedanya Al-Ghafuur dan Al-Ghaffaar. Apa bedanya Ar-Rahiim dan Ar-Rahmaan.
Saat kita mempelajarinya, kita akan merasakan makin dahsyatnya kecintaan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Semoga Allah menjadikan kita hamba-Nya yang memahami nama-nama dan sifat-sifat-Nya Semoga Allah membimbing kita untuk memiliki perilaku yang berpijak pada kecintaan kita terhadap nama-nama itu. Aamiin Yaa Rabbal ‘Aalamiin.
***
Resume ditulis oleh Heru Wibowo
Source: https://youtu.be/b9ZyDWwp5z4
***
[…] via Nama-Nama Terindah (Tadabbur Surah Al-Hasyr) — Nouman Ali Khan Indonesia […]
LikeLike
Reblogged this on Judul Situs.
LikeLike