Salman Al-Farisi. Salman Al-Farisi, apa kisahnya? Salman Al-Farisi adalah anak dari penjaga api. Ayahnya mengajarinya cara menjaga api tetap menyala dan hal lainnya. Ia akan pergi dan mengurus api lalu kembali, begitulah pekerjaannya. Mereka adalah Pendeta penjaga api. Mereka adalah Pendeta Zoroastrian, atau yang kita sebut Majusi.
Jadi, Salman akan pergi ke tempat api dan terus menyalakannya. Dia berkata, dia menceritakan kisahnya sendiri. Dia berkata, “Dalam perjalanan ke sana, ada seorang Rahib (Biarawan) yang memiliki Biara kecil.”
Anda tahu, para Rahib memiliki gua kecil yang dijadikan Biara.
“Dia beribadah.”
“Menyanyikan lagu-lagu, berdoa, sepanjang hari dan malam.”
“Melihat hal itu membuat saya tertarik. Rahib ini memiliki agama yang berbeda.”
“Saya melewatinya setiap hari, dan mendengarkan nyanyiannya, mendengarkan puji-pujiannya.”
“Dan sangat mempesona.”
“Nyanyiannya memikatku.”
“Lalu suatu hari aku memberanikan diri datang dan bertanya kepadanya, ‘Bisakah kau menceritakan tentang agamamu?'”
Maka, Rahib itu mulai menyampaikan ajaran Kristen kepada Salman Al-Farisi. Dan perlahan tapi pasti Salman Al-Farisi menyadari bahwa apa yang selama ini dia lakukan adalah menyembah berhala. Dan apa yang disampaikan Rahib itu adalah versi Tauhid, menyembah Allah, dan yang lainnya. Lalu dia menjadi tertarik pada ajaran Kristen. Diam-diam dia memeluk Kristen.
Ketika ayahnya tahu, ayahnya mengurungnya dengan rantai. Mencegahnya meninggalkan rumah, menyiksanya. Karena dia adalah Pendeta. Bagaimana bisa anaknya sendiri meninggalkan ajarannya. Jadi ini adalah masalah yang sangat memalukan.
Dia berusaha untuk membinasakannya. Tapi Salman Al-Farisi berhasil melarikan diri dari rumahnya. Dan melarikan diri ke Syria, yang merupakan Negeri Kristen. Sebelumnya Rahib telah memberitahu. Rahib itu telah dieksekusi, karena dia mempengaruhi anak Pendeta memeluk ajaran Kristen. Maka mereka membunuh Rahib itu.
Rahib itu sebelumnya memberitahunya, “Pergilah ke Biara ini dan itu, dan kau akan menemukan orang-orang dengan ajaran pemikiranku.”
Maka Salman Al-Farisi pergi ke sana. Singkat cerita, setiap kali dia pergi dari Biara satu ke Biara lain, dia menjadi murid utama dari para Rahib. Para Rahib mengajarinya cara beribadah, dia tetap memeluk Kristen. Ketika para Rahibnya satu demi satu meninggal, mereka akan menyuruhnya pergi ke Biara lain, dan ini terjadi empat kali.
Ketika para Rahibnya meninggal, mereka akan berkata, “Oke sekarang kamu pergi ke Rahib ini,” kemudian ia pergi.
Ketika dia datang ke Rahib yang keempat, ketika Rahib itu hampir mati, dengarkan apa yang dia katakan. Dia berkata, “Teman-temanku yang mengirim engkau kepadaku pada akhirnya, kelompok kami.”
“Aku tidak tahu siapa lagi yang tersisa pada pemahaman ajaran Kristen ini.”
“Semuanya telah meninggal.”
“Hanya ini kelompok yang kami miliki, dan aku tidak tahu siapa lagi yang tersisa pada pemahaman ajaran Kristen ini.”
“Tapi, kau akan berada di saat ketika Yang Dijanjikan akan datang.”
Apa yang mereka katakan padanya?
Mereka berkata, “Sebentar lagi kau akan berada di masa ketika seorang laki-laki yang diprediksi Yesus Kristus akan datang.”
“Kami tahu itu, tanda-tandanya telah muncul.”
Tanda-tanda apakah itu? Kita tidak tahu. Tetapi para Rahib ini tahu. Mereka memberi tahu Salman bahwa semua tanda muncul. Dan waktunya sudah dekat.
Rahib yang terakhir memberitahu Salman, “Saranku untukmu adalah pergilah, cari laki-laki itu.”
“Pergilah, cari Nabi yang dijanjikan itu!”
“Bagaimana? Ke mana aku harus pergi?”
“Aku akan memberitahumu tiga tanda.”
“Tanda pertama, dia akan muncul di negeri yang dipenuhi pohon kurma.”
Tanda pertama, pergilah ke negeri yang terkenal dengan kurma.
“Tanda kedua, dia akan memiliki tanda fisik di punggungnya.”
Dalam bahasa Arab kita menyebutnya Khatim, tanda kenabian. Saya akan berbicara tentang ini Insya Allah nanti. Tanda kedua. Tanda ketiga, dia berkata, “Laki-laki ini akan menerima hadiah, tetapi dia tidak akan pernah menerima sedekah.”
Dia akan menerima hadiah, tetapi tidak akan pernah menerima sedekah. Salman bertanya, (Syaikhnya meninggal, gurunya meninggal, ini adalah Syaikh keempatnya sekarang). Jadi bisa kita bayangkan, dia mungkin berumur 50 tahun saat ini.
Dia bertanya, “Di mana negeri yang paling terkenal memproduksi kurma?”
Dia bertanya di Suriah. Lalu dia diberitahu, “Negeri Khaibar.”
Khaibar yang dekat dengan Yathrib. Maka dia bertanya ke orang-orang, “Siapa di antara kamu yang pergi ke Khaibar? Bagaimana aku bisa pergi ke Khaibar?”
Dia diberitahu, “Ada kafilah Arab yang berdagang di Damaskus, di sini.”
“Carilah salah satu karavan dan pergilah ke Khaibar.”
Situasinya adalah Salman adalah seorang Rahib, dia seorang pendeta. Ia tidak memiliki uang, tidak memiliki prestise, tidak memiliki klan, ia tidak memiliki perkumpulan. Maka dia berkata kepada sekelompok pedagang Arab, “Apakah Anda akan pergi ke Khaibar?”
Mereka berkata, “Ya, kami akan pergi ke Khaibar, ikutlah bersama kami.”
Ketika mereka datang, dia bergabung dengan karavan mereka, mereka menculiknya, membawanya sebagai budak. Salman diambil sebagai budak. Dan bukannya sampai di Khaibar, Salman dijual ke sekelompok Yahudi yang kebetulan tinggal di Yathrib. Yang kemudian disebut Madinah. Karena dia memiliki ketulusan itu.
Dan selama beberapa dekade, ia bekerja keras di Madinah sebagai budak, sebagai pria berusia 70 tahun, Subhanallah! Sebagai budak dia bekerja keras di Madinah. Lalu saat desas-desus mulai menyebar, tentang seorang lelaki yang mengaku sebagai Nabi.
Saat desas-desus mulai menyebar bahwa dia berimigrasi ke Madinah. Orang-orang Yahudi mulai khawatir, mereka dalam kegemparan, karena mereka berpikir Raja orang-orang Arab yang datang. Dan jika Raja Arab datang, mereka akan berada dalam masalah.
Dan Salman menceritakan kepada kita kisahnya saat dia sedang mengumpulkan kurma dari puncak pohon. Dia mendengar tuannya berbicara dengan saudaranya, tuan dan saudaranya, Bahwa Raja Arab telah tiba.
Ini adalah Hijrah pertama. Hari pertama Hijrah. Raja Arab telah tiba. Mendengar hal itu, Salman, dia sudah menunggu selama 20 tahun terakhir langsung melompat turun, berlari ke tuannya dan berkata, “Apa yang terjadi? Apa dia sudah datang? Dia datang?”
Lalu tuannya memukul kepalanya, “Kembali ke pekerjaanmu! Apa yang kamu khawatirkan?”
“Kau budak, kembali bekerja!”
Maka, Salman kembali, dan menyelesaikan pekerjaannya. Ketika dia telah selesai, dia mengambil beberapa kurmanya, makanannya sendiri. Dan dia datang kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Ini adalah hari kedua-ketiga Nabi di Madinah.
Dia berkata, “Saya mendengar bahwa engkau adalah orang asing di kota ini, ini ada sedekah untukmu.”
Lalu menaruhnya di depan Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam memberitahu para Sahabat, “Kulu”, “Makanlah!”, tetapi dia tidak memakan apapun.
Di hari kedua, setelah tugasnya selesai, Salman membawa piring lain, dan dia berkata, “Hari ini aku datang dengan beberapa kurma dan ini adalah hadiah untukmu.”
Kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam memberitahu para Sahabat, “Kulu”, “Makanlah!”, dan dia ikut memakannya. Jantung Salman berdegup kencang. Ini adalah negeri kurma. Satu tanda telah terpenuhi. Sekarang, apa yang harus aku lakukan untuk mendapatkan tanda ketiga?
Lalu dia berdiri dan mendekat ke belakang Nabi shallallahu alaihi wa sallam, mencoba mengintip, apakah dia bisa melihat ke bajunya, mencoba yang bisa ia lakukan. Dan ketika orang tua ini berdiri di belakang Nabi shallallahu alaihi wa sallam, mulai mengintip dan mencari-cari, Nabi mengerti. Maka Nabi membuka kancing baju dan menurunkannya. Dia menurunkan bajunya ke belakang punggungnya. Dengan sengaja menunjukkan kepada Salman, tanda kenabiannya, Khatim.
Ketika Salman melihat tandanya, dia mulai menangis, dan dia mulai meratap, dan berteriak. Dia mendekat dan mencium tangan dan kaki Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dan dia menceritakan seluruh kisahnya.
Dan Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkata, “Kami harus membantu untuk membebaskanmu.”
Orang-orang Yahudi, tuannya, memasang harga yang konyol padanya. Ketika mereka tahu Nabi shallallahu alaihi wa sallam menginginkannya, mereka berkata, “Kau harus memberi kami seratus lima puluh pohon kurma.”
Pohon kurma.
Salman berkata, “Di mana saya bisa mendapatkan 150 pohon kurma?”
Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkata, “Musim berikutnya adalah musim untuk menanam benih, panggillah aku.”
Lalu saat musim menanam tiba Nabi shallallahu alaihi wa sallam datang, dan dengan tangannya sendiri ia menanam 150 pohon itu. Dan dalam setahun lahan itu penuh dengan pohon kurma, “Jadi inilah tebusanmu.”
“Salman, kau bebas.”
Dan mulai saat itu Salman menjadi Muslim yang merdeka, Nabi shallallahu alaihi wa sallam membayar tebusannya dengan keberkahan.
Subtitle: NAK Indonesia
Donasi: https://www.kitabisa.com/nakindonesia
English Transcript: https://islamsubtitle.wordpress.com/2018/07/27/the-quest-of-salman-al-farsi/
[…] Indonesian Transcript: https://nakindonesia.wordpress.com/2018/07/27/pencarian-salman-al-farisi […]
LikeLike