[MFA2018] Menganggap Ringan Perintah Allah – Wulanita Kuswotanti


Bismillah. Episode Quran Weekly Juz 1 QS Al Baqarah ayah 67 – Menganggap Ringan Perintah Allah.

وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِۦٓ إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تَذْبَحُوا۟ بَقَرَةًۭ ۖ قَالُوٓا۟ أَتَتَّخِذُنَا هُزُوًۭا ۖ قَالَ أَعُوذُ بِٱللَّهِ أَنْ أَكُونَ مِنَ ٱلْجَـٰهِلِينَ

Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina”. Mereka berkata: “Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?” Musa menjawab: “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil.
[MFA2018] Menganggap Ringan Perintah Allah - Wulanita

Salah satu ayat yang baru-baru ini saya pelajari dan sangat menohok diri saya adalah QS. Al Baqarah ayat 67. Ayat ini bercerita tentang kejadian ketika Nabi Musa alaihissalam berkata kepada umatnya, “Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk menyembelih seekor sapi.

Umatnya merespon, “Apakah kau bercanda kepada kami? Kau ingin kami menyembelih seekor sapi? Baru saja terjadi pembunuhan dan respon Allah adalah bahwa kami harus menyembelih sapi? Terdengar seperti perintah yang bodoh, bukan?

Kejadian dalam ayat ini adalah kejadian umat Nabi Musa ‘alayhissalam yang tidak mengindahkan perintah Allah dan justru menganggapnya sebagai lelucon. It’s like a joke. Allah memerintahkan mereka melalui Nabi-Nya. Apakah perintah tersebut masuk akal atau tidak, tetap saja itu adalah perintah Allah. Tapi respon mereka adalah, “Apa kau bercanda, ya Musa?

Respon umat Nabi Musa alaihissalam diabadikan di dalam Al Quran karena hal ini adalah masalah yang abadi, bisa terjadi kapan saja, sampai kapanpun. Hari ini kita akan tetap mendengar orang Muslim yang ketika ia mendengar perintah Allah, respon mereka sama seperti respon umat Nabi Musa alaihissalam.

Nabi Musa alaihissalam kecewa dan marah dengan reaksi umatnya, sampai-sampai ia berdoa kepada Allah, “Aku memohon perlindungan Allah”, perlindungan dari apa? Perlindungan dari mereka yang kehilangan kendali atas emosi mereka.

Ustad Nouman menjelaskan, dalam ayat ini digunakan kata “jahil”, yang merupakan antonim kata “aqil”. ‘Aqil berarti seseorang yang mampu mengendalikan emosinya, sedangkan “jahil” adalah seseorang yang tidak mampu mengendalikan emosinya.

Ayat ini merupakan pengingat bagi orang-orang yang menganggap ringan perintah Allah, dan juga pengingat bagi orang-orang yang berdakwah, bahwa ketika ia dicemooh, ditertawakan, maka ia tidak boleh kehilangan kendali, tidak boleh kehilangan emosi. Nabi Musa alaihissalam mencontohkan dengan berdoa meminta perlindungan Allah dari mereka yang terbawa emosi, ia tidak ingin terbawa amarah karena jika demikian, ia tidak akan mampu melakukan tugasnya dalam berdakwah.

Maka, kesimpulan yang dapat dipetik dari ayat ini yaitu bahwa menyebarkan pesan Islam dan menolong agama Allah membutuhkan tekad yang kuat. Ustad Nouman mengatakan, “It requires a thick skin,” butuh kulit yang tebal, urat berani yang tebal. Semoga kita bukan termasuk orang-orang yang menganggap ringan perintah Allah dan semoga ketika kita dicemooh dan ditertawakan ketika berdakwah, kita tetap dapat mengendalikan emosi kita.

Bagi saya, ayat ini sungguh-sungguh menohok sekaligus memberi ketenangan hati. Kenapa begitu? Karena di ayat ini jelas bahwa sebagai seorang Muslim, kita harus pertama-tama berdoa agar dilindungi dari sikap tidak dapat mengendalikan emosi, dari sikap terbawa emosi, terutama ketika terkait dengan perintah Allah.

Emosi ini bisa berbentuk apapun, bukan hanya emosi negatif, meskipun memang jika terkait dengan perintah Allah, maka bentuk tidak dapat mengendalikan emosi dalam hal ini adalah emosi negatif. Bukan amarah, bukan kecewa, tetapi memandang bahwa perintah Allah adalah sesuatu yang tidak penting, ringan, bahkan sepele.

Dalam kehidupan sehari-hari saya, tidak jarang saya menyepelekan perintah Allah. Paling mudah, contohnya adalah panggilan salat. Ketika azan berkumandang, saya tidak serta-merta bersiap bersuci lalu mendirikan salat. Apa yang saya lakukan? Saya membatin, “Ah, baru azan, nanggung nih kerjaan. Nanti dulu deh.

Ini salah satu bentuk tidak serius terhadap perintah Allah. Serem ya. Padahal nggak ada niatan untuk bercanda, atau menyepelekan panggilan salat. Cuma sekedar “nanti dulu”. Kalau lagi jalan-jalan ke mall, lalu masuk waktu salat, sementara saya sedang berbelanja, “Duh tanggung deh, musholla-nya jauh, males bolak-balik.” Hanya karena nggak mau ribet bolak-balik dari musholla ke tempat belanja. Astaghfirullah.

Di lain kesempatan, nggak jarang juga saya berkata ke teman saya ketika ia bergegas salat, “Nanti dulu kenapa, lanjut ngobrol dulu.” Sesederhana itu. Atau ketika seorang teman berubah menjadi lebih baik, ketika dia mulai menerapkan prinsip syariah dalam berbisnis, saya langsung komen, “Ngapain pakai syariah segala, ribet tau!” Dari kedua contoh tersebut, jelas saya tidak dapat mengendalikan emosi, saya bersikap jahil, bodoh. Sedih kan.

Contoh lain, sejak mengenal Ustad Nouman dan belajar dari video-video lecture-nya, saya seringkali memanfaatkan waktu istirahat makan siang di kantor untuk menonton video lecture beliau. Salah seorang teman saya tahu dan memperhatikan kebiasaan baru saya tersebut. Pada suatu kesempatan, teman saya itu berujar, “Lan, berhenti deh nonton ceramah-ceramah kayak gitu. Hati-hati nanti kamu jadi ekstrim trus ngebom, jadi teroris.

Ekstrem ya komentarnya? Begitulah. Pada saat itu, tentu saya kesal, rasanya mau membalas komentarnya. Tapi saya berpikir, “What will I get from that?” Nggak ada kan? Yang ada malah mungkin hubungan pertemanan saya dengannya jadi renggang. Dan saya nggak mau itu terjadi. Teman saya hanya butuh dipahami, karena dia belum paham.

Seperti doa Nabi Musa alaihissalam, “Ya Allah, aku mohon perlindungan-Mu dari sikap tidak dapat mengendalikan emosi.” Saya berharap bisa punya telinga yang tebal, jadi bagaimanapun komentar orang lain terhadap upaya saya belajar Islam bisa saya abaikan begitu saja. Wallahu’alam.

Penjelasan ayat ini, membuat saya sadar bahwa contoh-contoh dalam Al Quran ternyata masih sangat dan akan terus relevan dalam kehidupan saya.

Itu baru contoh sederhana, ringan, yang nggak sadar saya lakukan. Bagaimana dengan contoh yang lebih besar? Kadang kala, karena pengetahuan dan pemahaman saya terhadap Islam begitu minim, respon saya terhadap suatu ayat atau hadits atau suatu perintah Allah jadi tidak pas.

Misalnya, perintah puasa di Bulan Ramadan. Jujur, sebelum ini, saya belum paham kenapa harus puasa selama 1 bulan penuh. Alhamdulillah Allah tunjukkan pemahaman kepada saya. Selama ini menjalani puasa di Bulan Ramadan bagi saya biasa saja, sahur-puasa-berbuka-tarawih. Begitu saja. Ini karena saya belum paham alasan Allah memerintahkan berpuasa. Maka sayapun menjalaninya tanpa merasa apapun, hanya sekadar “yang penting puasa”. Sudah.

Inipun menurut saya adalah salah satu bentuk dari menyepelekan perintah Allah. Puasa dianggap sepele, hanya sekadar menahan haus dan lapar. Karena menjalaninya hanya sekadar puasa, jadi nggak ada rasa apa-apa di hati, di dada, apalagi dalam perbuatan. Ghibah ya tetap jalan, pikiran buruk terhadap orang juga tetap jalan. Padahal sedang berpuasa. Astaghfirullah.

Bagi saya, Al Baqarah ayat 67 jadi sangat menohok diri yang masih lalai ini. Saya nggak mau jadi orang yang jahil, terutama terhadap perintah Allah. Jadi ingat bahwa kejahatan Iblis pertama adalah tidak patuh terhadap perintah Allah untuk bersujud kepada Adam alaihissalam. Awalnya tidak patuh (disobey), selanjutnya berkembang menjadi sikap tidak beriman kepada Allah.

Awalnya menyepelekan, menganggap ringan perintah Allah, lalu menjadi tidak patuh akan perintah-Nya. Siapa yang tahu jika bersikap seperti itu terus menerus akan membuat saya jadi tidak beriman kepada-Nya? Naudzubillah.

Semoga kita semua selalu diberi petunjuk dan kekuatan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam menjalani semua perintah-Nya, tanpa pernah menganggap remeh sedikitpun atas perintah-Nya. Semoga kita juga diberi kekuatan dan ketenangan hati dan sikap dalam menghadapi sikap orang lain yang tidak paham akan perubahan baik yang kita jalani. Aamiin.

One thought on “[MFA2018] Menganggap Ringan Perintah Allah – Wulanita Kuswotanti

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s