[MFA2018] Quran dan Kacamata Kehidupan – Iza


Quran dan Kacamata Kehidupan

Banyak ayat dalam Qur’an yang isinya menakjubkan, namun karena saya tidak mengetahui maknanya, menjadikan saya memiliki pandangan yang sempit terhadap Al-Quran. Pandangan yang sempit tersebut mengakibatkan dangkalnya saya dalam menjalani hidup. Efeknya adalah sering merasa hampa, kosong, dan hilang arah.
[MFA2018] Quran dan Kacamata Kehidupan

Pada momen tersebut, saya mencoba menyadarkan diri saya, dengan sering bertanya:

Bagaimana bisa menjadikan Qur’an sebagai petunjuk hidup, sebagai akar dalam setiap pertimbangan dan tindakan, jika apa yang disampaikan dalam Quran saja saya tak tahu?

Selalu ada pembelajaran berharga setiap saya mempelajari suatu ayat Quran — diantaranya dari lecture Ustad Nouman Ali Khan tentang penjelasan linguistik suatu ayat — seolah saya mendapatkan kacamata baru dalam melihat hidup. Dengan mempelajari suatu ayat, selalu ada makna, arti, dan ruang lingkup baru bagi saya.

Esensi Hidup

Kali ini saya ingin berbagi salah satu ayat yang isinya sangat dalam, yakni QS Asy Syura, ayat 36:

فَمَآ أُوتِيتُم مِّن شَىْءٍۢ فَمَتَـٰعُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَمَا عِندَ ٱللَّهِ خَيْرٌۭ وَأَبْقَىٰ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

Famaa uutiitum min syay iin famataa ‘ul hayatiddunya wamaa ‘indallahi khairuw wa abqaa lilladziina aamanuu wa’alaa robbihim yatawakkaluun.

Artinya: “Maka sesuatu yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal. (QS. Asy Syura: 36)

Merangkum dari lecture Ustad Nouman, ada 3 poin penting dari ayat ini:

1. Kenikmatan hidup di dunia adalah pemberian.
2. Kenikmatan tersebut adalah hak pakai (untuk dimanfaatkan), bukan hak milik.
3. Tetapi ada sesuatu yang melebihi kenikmatan hidup di dunia, yakni apa yang di sisi Allah lebih baik dan lebih kekal.

Famaa uutiitum..

Maka sesuatu yang diberikan kepadamu..

– Hidup dan segala hal di dalamnya adalah pemberian Allah. Kita tidak punya kuasa apapun untuk mendatangkan sesuatu, kecuali dengan kuasa Allah.

– Makna linguistik: Segala hal/objek yang dimaksud meliputi semuanya, baik unsur fisik (harta, kekayaan, mobil), dan non-fisik (keluarga, teman-teman, pengalaman).

..Famataa ‘ul hayatiddunya..

– “Mata’” → makna linguistik: sebutan untuk sesuatu yang digunakan/dimanfaatkan, tapi tidak perlu untuk dimiliki. Artinya: setiap objek, baik berupa pengalaman hidup yang kita miliki dan alami, sebenarnya memiliki nilai untuk dipergunakan dan dimanfaatkan. Hanya saja kita tidak menyadarinya.

– Kepahitan pengalaman di masa lalu, adalah sesuatu yang “berguna”. Karena merupakan pembelajaran, membuat pribadi menjadi kuat, serta menghilangkan keburukan diri.

..Wamaa ‘indallahi khairuw wa abqaa lilladziina aamanuu wa’alaa robbihim yatawakkaluun.

..Dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal.

– Sesungguhnya pandangan orang lain tidak berarti. Tapi seringkali ketika melakukan sesuatu, kita mempertimbangkan bagaimana nanti tanggapan orang terhadap kita. Kita jadi terbutakan dan melakukan sesuatu berdasarkan kehendak orang tersebut.

– Padahal apapun respon maupun persepsi orang lain kepada kita, tidak ada gunanya. Itu tidak membantu di akhirat kelak.

– Apapun yang dicita-citakan harus menuju Allah. Kita harus membangun sikap sedari awal. Membangun kedekatan dengan Allah sedari awal.

– Persepsi di dunia, seseorang dianggap sebagai orang sukses, saat memiliki jabatan, penghasilan, dan gelar. Ini hanya status di dunia yang fana, sifatnya sementara, dan hanya bisa dinikmati di dunia saja.

– Sedangkan kesenangan surga yang telah dipersiapkan Allah adalah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman dan hanya bersandar kepada Sang Pencipta dan Pemelihara.

Bukankah apa yang terjadi dalam hidup, tidak selalu memuaskan hati? Perlu diperhatikan, yang menjadi check point terpenting adalah: tujuan hidup kita.

Hidup itu untuk apa? Apa yang sebenarnya kita cari? Seiring perjalanan dan waktu, kita perlu mengecek kembali kesesuaian dengan tujuan.

Dan kesesuaian tujuan tersebut, hanya bisa digapai dengan kita memahami Al Quran.

Seiring kita mempelajari Al-Quran, seiring luasnya makna yang didapati, seiring itu pula kaca mata kehidupan kita menjadi lebih jernih dalam memandang Akhirat.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s