[MFA2018] Meneguk Air Hidayah & Memantaskan Diri – Diding Soegama


Meneguk Air Hidayah & Memantaskan Diri untuk selalu Berada di jalan-Nya.
Oleh: Diding Soegama

Bismillah.

Seorang teman pernah bertanya seperti ini, “Di mana letak keadilan Allah, Tuhanmu, terhadap seseorang yang lahir dari keluarga non-muslim? Dibesarkan di lingkungan mereka sehingga akupun menjadi ahli neraka? Betapa ruginya aku, betapa sialnya.
[MFA2018] Meneguk Air Hidayah & Memantaskan Diri - Diding Soegama

Pertanyaan yang bagus dan logis kata saya. Dengan ilmu yang masih “sedikit”, hati-hati saya menjawabnya, berharap jawaban saya tidak menyinggung perasaannya. Saya mencoba menerangkan padanya, bahwa setiap manusia yang lahir sejatinya berada di atas fitrah Islam.

Namun kedua orang tua dan lingkunganlah yang mengubah fitrah itu. Yang tidak boleh kita dilupakan, ketika telah menginjak dewasa, setiap manusia diberikan akal (ilham) oleh Allah untuk berpikir dan membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah.

Allah berfirman:

فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَ

Maka Allah telah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.

(QS. As-Syams: 8)

Disanalah seharusnya manusia bisa menentukan pilihan. Mencari kebenaran adalah tugas penting setiap manusia. Bukankah Allah telah mengutus seorang Rasul untuk menyebarkan ajaran Islam? Terlebih di zaman ini, pintu untuk mendapatkan hidayah telah Allah buka.

Sederhananya, hampir tidak mungkin risalah Islam ini tidak sampai kepada kita semua, entah lewat radio, televisi, media cetak ataupun internet. Dan risalah Islam sesungguhnya mengajak kita untuk mau berpikir dan memahami, baik kepada yang non-muslim, maupun kepada yang telah muslim dari semenjak lahir ke dunia.

Tidaklah mudah menjadi ahli syurga,” harus ada usaha untuk memenuhi syarat masuk ke surga-Nya.

Ya, dialog di atas itulah, yang akhirnya justru membuat saya lanjut berpikir. Saya teringat dengan perkataan seorang ustad: “Saudaraku, amalan itu tergantung pada akhirnya.

Amalan akhir manusia itulah yang jadi penentu, dan atas amalan itulah kiranya ia dibalas. Siapa yang beramal buruk lalu beralih beramal baik, maka ia akan dinilai sebagai orang yang bertaubat.

Dan sebaliknya, seorang mu’min pun takkan pernah lepas dari godaan syaitan untuk melakukan amalan buruk, bahkan perbuatan keji. Jika hal ini terjadi pada dirinya dan ia tak sempat bertaubat hingga akhir hayatnya, maka terhitung buruklah akhir hidupnya. Bukankah ini juga sebuah kerugian besar, sebuah kesialan? Betapa tidak membahagiakan jika akhir hidup kita buruk. Na’udzubillah.

Betapa rendahnya diri ini jika dibandingkan dengan Kemuliaan Allah. Kita harus sadar bahwa kita harus berikhtiar mencari ridha-Nya, Allah lah tempat bergantung. Allah yang membolak-balikkan hati siapa saja yang dikehendaki-Nya. Kalau bukan karena kasih sayang-Nya maka tersesatlah setiap hamba-Nya.

Petunjuk Allah merupakan hal yang selalu kita butuhkan, agar kita istiqamah mempertahankan kebenaran agama ini, meniti jalan yang lurus. Ada satu ayat yang selalu menjadi pegangan saya, sebuah teguran bagi setiap manusia yang beriman dan menjadi ketetapan akal untuk selalu mengingat, bahwa memohon akan Karunia dan Rahmat hanyalah kepada Allah subhaanahu wata’aala.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۚ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَىٰ مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur: 21)

Ayat ini adalah teguran dan pengingat dari Allah subhaanahu wa ta’aala kepada orang-orang mukmin di zaman Rasullah, dari rangkaian kejadian dalam lingkungan masyarakat Madinah yang saat itu termakan isu berita bohong tentang A’isyah radhiallaahu ‘anha. Menyebut-nyebut kabar bohong dan dusta dalam kalangan orang-orang yang beriman bukanlah pekerti orang yang beriman.

Seorang Mu’min seharusnya tidak mempunyai waktu luang untuk menyebarkan kabar berita itu. Allah katakan hal ini adalah perbuatan keji. Sekalipun berita itu benar, kita justru bertugas untuk menutupinya, apalagi jika berita tersebut menimbulkan provokasi dan menambah kekacauan.

Kalimah الفَحشاءِ (Al-fahsya’) maknanya adalah: perbuatan dosa yang keji yang melibatkan hawa nafsu. Ini termasuklah zina, dan ternyata dalam surah An-Nur. Allah memasukkan sebuah kabar bohong dalam lingkup perbuatan keji ini.

Kalimah المُنكَرِ (Al-munkar) maknanya adalah: jenis kesalahan yang tak pernah didengar sebelumnya. Jikalau seseorang membiarkan hawa nafsunya diatur oleh syaitan sehingga ia melakukan perbuatan keji, maka kiranya ia akan melakukan perkara buruk yang orang lain tak pernah pikirkan sebelumnya.

Di dalam pemaparannya tentang Surah An Nur ayat 14 sampai 31, tentang ayat 21 ini Ustad Nouman Ali Khan menjelaskan:

Manusia itu memiliki hawa nafsu yang dapat dengan mudah tergoda oleh syaitan untuk melakukan perbuatan keji. Dan manusia, tidaklah luput dari “bibit” perbuatan keji ini. Bagaimana mungkin seorang remaja secara brutal dan membabi-buta melakukan “penembakan massal” di sebuah daerah di Virginia misalnya. Hal ini terkadang tak dapat diterima oleh akal sehat kita. Bahkan seekor aligator sekalipun tidak menuruti hawa nafsunya di saat ia sudah dalam kondisi kenyang. Maka Allah dengan sifatnya yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang memberikan solusi berupa ‘IMAN’ dengan tools-nya adalah salat, karena salat-lah yang bisa mencegah perbuatan keji dan munkar, dan selain itu shalat dapat pula menyucikan jiwa, karena sejatinya hanya Allah lah yang berkehendak, Dia yang memilih siapa saja dari hambanya yang beriman yang akan disucikan jiwanya.

Allah ingin agar kita manusia menempuh jalan yang baik dan lurus. Jalan yang lurus menuju keridhaan Tuhan itu penuh dengan rintangan dan gangguan. Sebab syaitan pun mempunyai jalan sendiri dan merayu insan supaya menuruti jalan itu, supaya martabat manusia jatuh ke bawah. Apabila martabatnya telah jatuh, kekejian dan kemungkaranlah yang menjadi kesukaannya. Bertambah lurus jalan yang ditempuh, bertambah besar pula godaan syaitan agar manusia meninggalkan jalan yang lurus itu. Maka terjadilah peperangan yang hebat dalam hati sanubari manusia, antara kehendak baik dan nafsu jahat.

Siapa yang bisa memberikan perlindungan? Tidak ada yang lain, melainkan Allah. Lantaran itu tetapkanlah tujuan hidup, dirikanlah Allah dalam hati, sebab hanya Allah saja yang sanggup membersihkan pribadi kita dari kotoran.

Adalah sebuah hal yang sangat penting bagi setiap insan untuk MEMANTASKAN DIRINYA dalam hubungan pribadinya dengan Allah. Perkuatlah budi dan per-indah-lah ibadat kepada Allah, supaya kita termasuk dalam daftar orang yang dikehendaki Allah akan dibersihkan-Nya itu.

Allah pun akan menilik usaha kita sendiri buat memperbaiki diri. Segala seruan kita didengar-Nya, segala perbuatan kita diketahui-Nya. Maka dari itu, kita butuh hidayah, yang mengandung makna petunjuk. Lewat petunjuk-Nya kita memohon dianugerahi kecerdikan dan kecerdasan untuk dapat membedakan yang salah dan yang benar, diberikan tanda-tanda dimana tempat yang berbahaya dan dimana yang tidak boleh dilalui, diberikan petunjuk supaya dapat mengatasi sesuatu yang sulit dan yang paling penting hendaknya bersesuaian dengan apa yang direncanakan oleh Allah ‘azza wa jalla.

Seorang hamba senantiasa membutuhkan bimbingan Allah setiap saat dan situasi agar diberikan keteguhan dan kelanggengan hidayah, sebab ia tidak kuasa memberikan manfaat atau mudharat kepada dirinya sendiri, kecuali jika Allah Menghendaki.

Dalam kesempatan yang lain Ustadz Nouman Ali Khan menjelaskan: Minta petunjuk itu kebutuhannya sama seperti kita membutuhkan air. Kita membutuhkan air terus menerus, misalkan saat ini minum, nanti sejam kemudian haus lagi, esok harinya kita masih perlu air, terus-menerus sampai mati. Petunjuk di sini sifatnya bukan hanya informasi saja. Karena kalau informasi kita hanya butuh sekali. Namun, petunjuk di sini juga adalah ketetapan hati untuk berada didalamnya. Makanya, kita membutuhkan petunjuk seperti membutuhkan air.

Maka dalam permohonan Hidayah itu:

Pertama kita meminta ilmu, informasi. Kedua kita meminta ketetapan hati dan kesabaran dalam menjalaninya. Ketiga meminta agar tidak dilencengkan ke jalan yang lain sehingga tersesat.

Penting sekali bagi kita untuk selalu meminta untuk diteguhkan diri dalam agama ini.
Dan Allah memberikan contoh pelajaran kepada kita yang hidup, ada orang-orang yang telah lulus menempuh jalan ini dan ada juga yang gagal dalam penempuhan jalan ini.
Lewat salatlah perihal keteguhan hidayah ini tercukupi. Di dalam salat kita memuji Allah dengan segala kebesaran dan maha Pemurahnya. Di dalam salat pula terkandung do’a kita untuk selalu Allah tuntun ke jalan yang lurus, menjauhi perbuatan keji dan meningkatkan perbuatan amal shaleh. Perbaiki wudhu’ kita dan salatlah sesuai tuntunan sunnah.

Ya Allah, betapa berharganya “air hidayah” ini. Betapa bahagianya orang-orang yang selalu berikhtiar untuk “meneguknya” setiap saat. Maka paling tidak, di dalam salat kita, saat kita “berdialog” langsung dengan Allah, bersungguh-sungguhlah saat membaca ayat-ayat Allah yang berkenaan dengan hidayah, pahami dan resapi maknanya.

Teman, menjadi nasihat kepada kita semua, bahwa banyak di antara kita, bahkan kita sendiri pun yang telah mendirikan salat, namun saat selesai salat, seketika itu pula kiranya ia kembali melakukan maksiat, kembali membiarkan syaitan mencoba memunculkan hal-hal keji di dalam diri kita, kembali sibuk bermain games, atau melakukan kebiasaan-kebiasaan buruk lainnya. Subhaanallah. Hal ini jelas “jauh” dari usaha memperjuangkan hidayah itu.

Maka pantaskanlah diri kita untuk selalu dalam karunia dan rahmat Allah, sehingga Allah bersihkan selalu hati kita dan menjauhkannya dari perbuatan keji dan munkar. Dan, bagi teman saya, kiranya ia berusaha sekuat tenaga mencari kebenaran itu, agar Allah tuntun dalam dekapan Islam. Kebenaran sejati adalah Islam. Allah maha berkehendak atas segala sesuatu.

Agar akhir amalan kita adalah kebaikan.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s