Merespon Serangan terhadap Islam
(Al Baqoroh:109)
Kejadian teror di Surabaya beberapa waktu lalu menambah kuat stigma masyarakat tentang muslim yang teroris, radikal, dan berlawanan dengan asas nasionalisme. Apakah benar? Tentu saja tidak, islam ini rahmatan lil ‘alamin, kata islam sendiri pun berarti perdamaian, jadi siapapun muslim yang memang benar dalam belajar islam, pasti yang ia bawa adalah sebuah seruan untuk kebaikan, keselamatan seluruh alam.
Namun sesuai sunnatullah akhir zaman, banyak fitnah yang digencarkan oleh musuh islam dan semakin menjadi-jadi, nonstop, sampai kelak Allah tetapkan hari kiamat terjadi. Then, what should we (Moslem) react? Ustad Nouman Ali Khan dalam salah satu ceramahnya mengungkap dengan sangat menarik, karena dalam ayat Al Qur’an sendiri ternyata sudah termaktubkan jawabannya.
وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ ۖ فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Al Baqarah: 109)
Asbabun nuzul dari turunnya ayat ini terjadi paska perang Uhud, atas kekalahan kaum muslim, banyak kafirin yang “nyinyir” seakan kekalahan tersebut adalah bukti bahwa Allah tidak menolong, bahwa agama yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam itu tidak benar. Terlebih aslinya, mereka (para ahli kitab, yang menurut tafsir adalah punggawa dari Yahudi dan Nasrani) sangat iri melihat berbondong-bondongnya umat mereka masuk islam setelah mengetahui kebenaran risalah islam. Maka mereka tidak akan tinggal diam, terus melaksanakan berbagai serangan, ancaman, penindasan terhadap kaum muslimin… till now and still counting.
Tapi yang menarik, dari sisi sudut pandang kaum muslim yang diserang, Allah memberikan jawaban tak terduga. Bukan, bukan dengan menyerang balik, entah apapun sarananya yang mengatasnakaman jihad (seperti berbalik nyinyir dan membuat berita hoax di sosmed sampai ekstremnya terlibat dalam aksi teror bom di lokasi peribadahan non muslim).
Tapi فَاعْفُوا (maafkanlah) dan وَاصْفَحُوا (biarkanlah mereka). Ya, karena pun percuma kalau kita bersikap reaktif, sunnatullah-Nya perang antara yang haq dan bathil ini akan terus berlanjut sampai kapan pun. Jadi lebih baik, tunjukkan karakter islam itu, dengan memaafkan dan berlapang dada, masyaaAllah betapa indahnya ajaran islam.
Lalu, apakah berarti kita akan tinggal diam saat agama diserang? Apatis? Tidak juga. Karena ayat ini sebenarnya sangat erat hubungannya dengan ayat selanjutnya, Al Baqarah ayat 110.
وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَمَا تُقَدِّمُوا۟ لِأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍۢ تَجِدُوهُ عِندَ ٱللَّهِ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌۭ
“Dan laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan segala kebaikan yang kamu kerjakan untuk dirimu, kamu akan mendapatkannya (pahala) di sisi Allah. Sungguh, Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
Ayat ini memberi solusi yang solutif. Pertama kita diminta untuk teguhkan shalat, sebagai tiang agama dan parameter utama hubungan hamba dengan Allah, kemudian tunaikan zakat, sebagai parameter sosial dengan masyarakat. Tidak ketinggalan di follow up dengan sebanyaknya berbuat kebaikan, meningkatkan produktivitas.
Konteks berbuat kebaikan ini maknanya menjadi sangat luas, dan pastinya sesuai dengan janji Allah, kebaikan yang kita usahakan tersebut lebih Allah perhatikan, dan pastinya berganjar pahala. Bentuk “kebaikan” menurut Ustad Nouman Ali Khan lebih ditujukan kepada proses pencerdasan dan pembentukan karakter umat muslim.
Dapat berupa thollabul ‘ilmy dengan tekun mendatangi majelis kajian dan diskusi agama, mengajarkan Quran di sekolah dan TPA, menggerakkan komunitas sosial, dan cara-cara lainnya. Ini uniknya, ternyata Allah memberi solusi kita untuk menjadi muslim produktif daripada menanggapi teror tak berujung itu secara reaktif.
Mengajarkan dan membentuk anak dalam hal pendidikan karakter yang islami butuh kesabaran dan ketekunan. Mungkin memang perlu waktu yang lama, dampak positifnya baru akan dirasakan kelak 10-40 tahun yang akan datang, atau bahkan baru generasi anak cucu kita yang bisa merasakan.
Tapi disanalah poinnya, karena bukan perjuangan, dakwah, dan jihad kalau instan dan mudah. Apa yang kita perjuangkan adalah hal yang besar, pencerdasan dan penguatan internal kaum muslim. Jika umat muslimnya sudah kuat, insyaAllah mampu bertahan menghadapi segala fitnah. Maka apabila serangan itu kembali datang, tetaplah fokus dan cukup menanggapi seperlunya, hingga kelak Allah benar-benar melihat kita umat muslim sudah layak diberi kemenangan dan kejayaan islam bisa kita rebut kembali.