Tantangan Pasca Ramadan – Nouman Ali Khan


Tantangan Pasca Ramadan Part 1 of 3 (in sya Allah)

*****

Innal hamda lillaah. Alladzii nahmaduhu wa nasta’iinuhu wa nastaghfiruh. Wa nu’minu bihi wa natawakkalu ‘alayh. Wa na’uudzubillahi min syuruuri anfusinaa wa min sayyi-aati a’maalina. Man yahdihillaahu fa laa mudhillalah wa man yudhlil fa laa haadiyalah. Wa nasyhadu an laa ilaaha illallaah wahdahu laa syariikalah. Wa nasyhadu anna muhammadan ‘abdullaahi wa rasuuluh. Arsalahullaahu ta’aalaa bil hudaa wa diinil-haqq. Liyuzh-hirohu ‘aladdiini kullihi wa kafaa billaahi syahiidaa.

Fa shallallaahu ‘alayhi wasallama tasliiman katsiiran katsiiraa. Ammaa ba’d. Fa inna ash-daqal hadiitsi kitaabullaah. Wa khayral haadii haadii muhammadin shallallaahu ‘alayhi wasallam. Wa inna syarral umuuri muhdatsaatuhaa. Wa inna kulla muhdatsatin bid’ah. Wa kulla bid’atin dhalaalah. Wa kulla dhalaalatin finnaar.

Qaalallaahu ta’aala fil kitaabihil kariim. Ba’da annaquula a’uudzubillaahi minasy- syaithaanirrajiim. Syahru ramadhaanalladzii unzila fiihil qur’aan. Hudan linnaasi wa bayyinaatin minal hudaa wal furqaan. Fa man syahida min kumusy-syahra falyashumh. Wa man kaana mariidhan aw ‘alaa safar. Fa’iddatun min ayyaamin ukhar. Yuriidullaahu bikumul yusr. Wa laa yuriidu bikumul ‘usr. Wa litukmilul ‘iddah. Wa litukabbirullaaha ‘alaa maa hadaakum wa la’allakum tasykuruun.

Rabbisy-rahlii shadrii wa yassirlii amrii wahlul ‘uqdatan min lisaani yafqahuu qawlii. Wallaahumma tsabbitnaa ‘indal mawti bi laa ilaaha illallaah. Aamiin yaa rabbal ‘aalamiin.

*****

Kita sekarang ada di akhir Ramadan dan saya ingin mendedikasikan khutbah ini untuk kita berpikir ke depan. Tentu saja saya ingin mengingatkan diri saya sendiri dan kalian semua bahwa Ramadan belum lah usai. Kita maksimalkan hari-hari yang masih tersisa di bulan ini. Saya tahu hari-hari terakhir ini adalah hari-hari di mana kita telah lelah. Dan kalian mendengar beberapa orang bilang, “Aku masih ga percaya Ramadan begitu cepat berlalu, aku masih ingin bersama Ramadan dua bulan lagi.

Dan kamu berpikir, “Tidak, aku tidak setuju dengan itu. Aku pikir aku sangat hepi Ramadan akan segera berakhir. Itulah kenapa kita rayakan Idul Fitri, perayaan itu ada alasannya.” 🙂

Poinnya adalah, Ramadan dan Idul Fitri itu sama-sama kita syukuri sebagai apa yang Allah berikan kepada kita.

*****

Saya ingin mengingatkan diri saya sendiri tentang tujuan Ramadan. Karena, setiap ibadah yang kita lakukan untuk Allah sebenarnya mengarah ke sesuatu yang lebih. Sasarannya bukan ibadah itu sendiri.

Saat kita menuju akhir bulan Ramadan ini, maka kita perlu mengingatkan diri kita sendiri tentang apa yang seharusnya bulan ini berikan kepada kita. Karena tujuannya bukan bulan Ramadan itu sendiri, tapi apa yang terjadi setelah Ramadan.

*****

Saya akan mulai dengan sesuatu yang berhubungan dengan puasa. Puasa itu sendiri sudah ada sebelum bulan Ramadan. Kenyataannya, Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam sudah terbiasa berpuasa selama beberapa hari. Allah menyebutkan “Ayyaaman ma’duudaat.” Beberapa hari, setiap bulan. Ini adalah norma yang berlaku, yang pernah terjadi, untuk beberapa waktu lamanya, sebelum adanya puasa Ramadan.

Dan akhirnya Allah memutuskan untuk memberi kita bukan beberapa hari (a few days) tapi 30 hari berturut-turut (thirty consecutive days).

Tentu saja, berpuasa selama tiga hari berturut-turut adalah jauh lebih mudah dibandingkan berpuasa selama 30 hari berturut-turut.

Juga, berpuasa di bulan Ramadan seharusnya sulit karena “Ramadh” artinya panas yang bukan main (extreme heat). Disebut Ramadan karena bulan ini adalah bulan yang paling panas sepanjang tahun.

Memilih bulan yang terberat dan berpuasa setiap hari selama satu bulan penuh, sebenarnya menambah tingkat kesulitannya. Tapi yang mengejutkan, Allah bilang, “Yuriidullaah bikumul yusr.” Allah menghendaki kemudahan bagimu. “Wa laa yuriidu bikumul ‘usr.” Allah tidak menghendaki kesulitan bagimu.

Apa yang Allah bilang itu mengejutkan karena Allah membuat segala sesuatunya tampak sulit. Dari beberapa hari, menjadi 30 hari penuh. Selain itu, sebelumnya, jika kamu berhalangan berpuasa, kamu boleh mengganti di hari yang lain, atau, kamu bisa memberi makan orang miskin. Ada dua opsi. Tapi sekarang, hanya ada satu opsi. Sekarang, aturannya, kamu harus mengganti, tidak ada opsi memberi makan orang miskin. Kecuali jika kamu punya kondisi-kondisi khusus yang tidak memungkinkan untuk menggantinya.

Tapi Allah bilang, Dia menghendaki kemudahan.

*****

Hal yang pertama yang harus kita pahami, di bulan Ramadan Allah memberikan kemudahan yang tidak ditemui di bulan-bulan yang lain. Jika kamu mencoba untuk berpuasa di bulan Syawal, yang in sya Allah kamu lakukan dan aku mendorong kamu untuk melakukannya, berpuasa di bulan yang lain itu terasa lebih sulit dibandingkan dengan berpuasa di bulan Ramadan.

Allah membuat kita mampu melakukan hal-hal di bulan Ramadan, yang kita tidak mampu melakukannya di luar bulan Ramadan. Ini adalah kemudahan spesial dari Allah di bulan Ramadan.

*****

Hal yang kedua adalah, agama Allah datang untuk membuat hidup kita mudah. “Wa maa ja’ala ‘alaykum fiddiini min haraj.” (QS Al-Hajj, 22: 78)

Islam tidak datang untuk membuat hidupmu sulit. Aturan Allah dibuat tidak untuk mengambil semua kesenanganmu. Aturan Allah dibuat tidak untuk mengambil semua kenyamananmu. Aturan Allah dibuat tidak untuk mengambil semua yang membuatmu hepi.

Malah Allah bilang, “Yuriidullaahu an yukhaffifa ‘ankum.” (QS An-Nisa’, 4: 28)

Allah ingin meringankan bebanmu.

Selama 30 hari, tubuhku, tenggorokanku, perutku, telah dilatih untuk mengingkari apa yang secara fisik dia butuhkan.

Mungkin ada orang di kantor tempat kamu bekerja yang suka menyeruput kopi setiap pagi, tidak lama setelah nyampe kantor. Dan dia juga selalu butuh break untuk ngopi. Dia bilang, “Tidak bisa aku memulai hari tanpa ngopi.

Mungkin ada juga yang kecanduan rokok. Kata dia, “Kalo ga ngrokok, aku ga bisa mikir.” Dia juga selalu butuh break untuk merokok.

Temanmu yang lain lagi, mungkin hobinya ngemil permen karet. Atau coklat. Atau kacang. Atau cemilan yang lain, apapun itu.

Seakan-akan tubuhmu tidak bisa berfungsi normal tanpa itu semua.

Tapi selama 30 hari ternyata terbukti mereka biasa-biasa saja. Tanpa itu semua. Mereka berhasil bertahan hidup tanpa itu semua.

Kenapa bisa begitu? Semata-mata karena mereka menaati Allah. Memang, sepertinya tidak mungkin, sepertinya sulit, sepertinya tidak masuk akal. Tapi Allah lah yang membuatnya mudah.

Dari situ kita bisa merenungkan bahwa mungkin selama ini kita melakukan sesuatu, atau memiliki kebiasaan tertentu yang sebenarnya adalah bentuk ketidaktaatan kita kepada Allah.

Padahal kamu pernah bilang, “Aku ga sanggup hidup tanpa merokok.” Tapi setelah 30 hari, Allah melatih kamu untuk membuktikan sendiri bahwa kamu bisa hidup tanpa rokok.

Allah mengajari kita, “Taatilah aku maka hidupmu jadi mudah, seperti yang Aku lakukan di Ramadan.” Kamu sudah merasakan dan membuktikannya sendiri.

*****

Dan setelah 30 hari, setan akan dilepas rantainya. Keluar dari penjara, dia akan menyerangmu habis-habisan. Karena, dia tahu, kamu bikin banyak kemajuan di bulan Ramadan. Makin banyak kamu memperbaiki diri dan bikin kemajuan, makin marah dan makin agresif dia.

Begitu Ramadan berakhir, dia menyerangmu hingga kamu kembali ke kebiasaanmu yang lama sebelum Ramadan. Sampai akhirnya dia berhasil menyesatkanmu. Setelah kamu kembali ke kebiasaan yang diinginkan setan, dia mencari calon-calon korban yang lain.

Dia sudah menunggu lama. Dia ambil ancang-ancang saat akhir Ramadan tiba. Dia ingin segera membidik, merusak, menghancurkan, semua goals yang pernah kamu canangkan sebelum atau di awal Ramadan.

*****

Ketika Allah bilang, “Wa laa yuriidu bikumul ‘usr.

Allah tidak menghendaki kesulitan bagimu, sebenarnya Allah menyiratkan pertempuran yang akan kita hadapi melawan setan. Allah bilang mudah tapi setan membisikkan bahwa itu susah.

Begitu dilepas rantainya, setan mendatangi kita dan bilang sama kita untuk mengambil jalan yang mudah, “Hidup ini hidup kamu sendiri, kamu yang jalanin, jangan mau hidup susah, bikin hidupmu mudah.

Setiap langkah ketidaktaatan adalah bisikan dari setan yang mengajak mengambil jalan pintas. Setan mencoba untuk meyakinkan kita bahwa menaati Allah itu membuat hidup kita sulit.

Tapi Allah bilang, Dia menghendaki kemudahan bagi kita, dan Dia tidak menghendaki kesukaran bagi kita.

Muncul pertempuran di dalam diri kita sendiri ketika kita mulai merasa bahwa menaati Allah itu terasa sulit, dan tidak menaati Allah itu terasa mudah.

*****

Salah satu sasaran di bulan Ramadan adalah mencukupkan bilangannya. Bisa 29 hari, bisa 30 hari. “Wa litukmilul ‘iddah.

Apa maksudnya? Apa tujuannya?

Kita pernah mengikuti atau menyaksikan pelatihan. Entah itu pelatihan di bidang olahraga, pelatihan di kantor, di kepolisian, pelatihan pemadam kebakaran, pelatihan medis, atau semua jenis pelatihan (training) apapun yang pernah ada di kehidupan. Setiap atlet yang masuk pelatnas akan merasa bahwa pelatihan itu terasa tidak nyaman.

Selama pelatihan itu, kamu harus membiasakan diri dengan jadwal yang ketat, diet juga ketat, bangunnya harus lebih pagi dari biasanya, harus melakukan sesuatu yang lebih sulit, dan biasanya tingkat kesulitannya makin tinggi dengan bertambahnya hari.

Tapi jika kamu mengikuti pelatihan itu dengan disiplin dan konsisten, apa yang terjadi? Tubuhmu akan merasakan perubahan. Staminamu berubah. Kemampuanmu untuk bangun lebih pagi pun berubah. Kemampuanmu untuk bertahan lebih lama, juga berubah. Kemampuanmu untuk menahan beban yang lebih berat, beban fisik maupun beban psikologis, juga berubah.

Tujuan pelatihan adalah untuk membuatmu lebih kuat. Seakan-akan Allah bilang sama kita bahwa tiga puluh hari Ramadan itu harus kamu selesaikan seluruhnya, jangan sampai terlewat satu hari pun, supaya kamu menjadi kuat untuk menyongsong tantangan di sebelas bulan berikutnya.

Kamu perlu melakukannya di keseluruhan 30 hari itu untuk memberimu kekuatan spiritual dan kekuatan fisik (the muscle) supaya kamu lebih siap-tempur menghadapi tantangan di hampir setahun ke depan, sebelum kamu masuk camp pelatihan lagi di Ramadan berikutnya.

Wa litukmilul ‘iddah.

Cukupkan bilangannya, sehingga kamu bisa lebih siap. Kalo kamu tidak menuntaskannya secara penuh, akan lebih sulit buat kamu untuk menghadapi tantangan yang menghadang di depanmu, pasca Ramadan.

(to be continued)

*****

 

Tantangan Pasca Ramadan Part 2 of 3 (in sya Allah)

*****

Makin kita bertakwa, Allah bilang apa?

Wa man yattaqillaaha yaj’al lahuu makhrajaa.” (QS Ath-Thalaq, 65: 2)

Wa yarzuq-hu min haytsu laa yahtasib, wa man yatawakkal ‘alallaah fahuwa hasbuh.” (ayat ke-3).

Siapa yang bertakwa, siapa yang berusaha memproteksi dirinya melawan godaan untuk tidak menaati Allah, maka Allah akan carikan jalan keluar untuknya. Allah akan mudahkan dia.

Di ayat yang lain Allah bilang, “Yaj’al lahu min amrihi yusraa.” (ayat ke-4). Allah akan berikan kemudahan di situasi apapun yang dia hadapi.

Allah bikin hidupmu mudah ketika kamu menaati-Nya. Pelatihan sebulan penuh ini membuatmu cukup kuat untuk menaati-Nya. Dengan kata lain, ketaatan selama sebulan penuh itu akan membawa kemudahan untuk hidupmu dan hidupku.

Itulah sasarannya. Allah menginginkan segala sesuatunya jadi mudah buat kita. Allah ingin tunjukkan kepada kita cinta-Nya, perhatian-Nya, dan kasih sayang-Nya.

*****

Allah lalu bilang, “Wa litukabbirullaaha ‘alaa maa hadaakum.

Supaya kita bisa mendeklarasikan kemahabesaran-Nya, dengan cara yang berpedoman pada apa yang Dia ajarkan,

Inilah yang akan saya fokuskan dalam khutbah kali ini. “Litukabirullaah.

Mendeklarasikan kemahabesaran Allah.

*****

Kata takbir sudah tidak asing di telinga kita. Allaahu Akbar! Kata-kata ini kita gemakan di akhir Ramadan. Kata-kata ini yang kita ulang-ulang saat kita berjalan menuju lapangan atau masjid tempat kita menunaikan shalat Idul Fitri. Kita melakukan dzikir sepanjang jalan, “Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Laa ilaaha illallaahu Allaahu Akbar.

Sepanjang jalan itu kita mengingatkan diri kita, Allah (Maha) Lebih Besar, Allah (Maha) Lebih Besar, Allah (Maha) Lebih Besar.

Dan di bulan Ramadan, sebenarnya, kita menghidupkan takbir itu. Menjadikan takbir itu sebagai pengalaman hidup kita. Perutku keroncongan tapi Allah Lebih Besar. Kerongkonganku kering tapi Allah Lebih Besar. Apa yang dimaui Allah terhadap diriku, lebih besar dibandingkan apa yang dimaui fisikku terhadap diriku.

Saya sudah mengajari diriku Allaahu Akbar selama sebulan. Allaahu Akbar itu bukan sekedar sesuatu yang aku ucapkan, tapi aku hidupkan. Aku alami.

*****

Di akhir Ramadan, ketika kita menggemakan Allaahu Akbar, maknanya sudah beda lagi. Ketika kamu berjalan hendak salat Idul Fitri dan mengulang-ulang Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, maknanya sudah beda lagi sekarang. Itu juga bukan sekedar ucapan yang dihasilkan lidah kita, tapi sesuatu yang kita hidup dengannya.

Maknanya sekarang apa? Maknanya adalah sebuah komitmen. Kita bikin komitmen bahwa meski Ramadan sudah usai, meski segala sesuatunya tampak lebih mudah sekarang, meski aku bisa makan siang sekarang, meski aku bisa ‘mendekati’ pasanganku tanpa harus menunggu datangnya malam, meski aku bisa minum kapan pun aku merasa haus, tapi satu hal yang pasti, apa yang Allah larang padaku, aku akan patuhi persis sama dengan kepatuhanku saat aku menahan lapar, dahaga, dan apapun yang dilarang selama puasa.

Ya, persis sama. Aku akan menolak setiap godaan untuk keluar dari rel-Nya persis sama seperti aku menolak untuk makan dan minum di siang hari bulan Ramadan. Aku berkomitmen kepada Allah, Allaahu Akbar.

Perayaaan Idul Fitri adalah sebuah simbol untuk merayakan kemudahan yang Allah berikan dan inginkan untuk hidup kita.

*****

Takbir juga punya dimensi yang lain. “Abaa wastakbara.” (QS Al-Baqarah, 2: 34)

Iblis menolak untuk sujud kepada Adam. Iblis menolak perintah Allah. Iblis menyombongkan diri. Iblis tidak melakukan takbir. Iblis berpikir kenapa harus sujud sama yang diciptakan dari tanah. Pendapat iblis lebih besar dibandingkan perintah Allah.

Jadi, menurut iblis, Allah tidak Akbar. Iblis punya kesombongan (istikbar). Iblis menginginkan kehebatan (kibriya’) itu untuk dirinya sendiri. Itulah yang membuatnya menjadi makhluk yang sombong (mustakbir). Dengan kata lain, setan telah menolak gagasan tentang Allahu Akbar.

Allah menyiapkan kita untuk melawan iblis yang dilepas setelah Ramadan. Allah bilang, kita adalah orang-orang dengan spirit Allahu Akbar sedangkan iblis adalah sebaliknya. Iblis adalah penentang Allahu Akbar. Kita berada di ujung titik Allahu Akbar yang paling kanan, iblis di titik paling kiri. Dan yang penting untuk kita pelajari dan kita antisipasi adalah, bagaimana cara iblis mencoba menarik kita, masuk ke kubu mereka, kubu penentang Allahu Akbar.

*****

Iblis sudah tertolak. Iblis sudah terdorong jauh dari Allah. Serangan-serangan apa yang siap diluncurkan ke kita selepas Ramadan?

Qur’an banyak menyebutkan tentang apa yang akan iblis lakukan. Tentang apa yang akan dia usahakan supaya kita dibikin melenceng dan tergelincir.

Iblis bersumpah bahwa mereka bersungguh-sungguh akan menyesatkan kita. Mereka bersungguh-sungguh akan membuat kita bingung. “Wa la-udhillannahum.

Mereka akan menggoda kita dan membuat kita berpikir, “Ya, Allah sih bilang seperti itu. Tapi kalo aku melakukan seperti ini, sebenarnya ini tidak terlalu buruk kok. Allah Maha Pengasih Maha Penyayang loh.

Mereka akan terus menggiring kita, bukan untuk menaati Allah, tapi untuk menaati apa yang Iblis bisikkan, yang seakan-akan itu datangnya dari Allah.

Atau mereka akan membisikkan, “Seberapapun kamu sudah berjuang selama Ramadan dengan puasamu, dengan ibadahmu, kamu tahu lah kamu itu sebenarnya ga cocok masuk surganya Allah. Kamu tahu kan Allah sebenarnya marah banget sama kamu, jadi ayo ke pesta aja, ayo minum dan mabuk karena toh akhirnya kamu tahu kamu akan ke neraka juga akhirnya.

Wala-udhillannahum.” (QS An-Nisa’, 4: 119)

Aku akan menyesatkan mereka.

Cara setan menyesatkan aku, beda dengan caranya menyesatkanmu. Setan menggunakan pengalamanmu, perasaanmu, emosimu, apa saja yang mudah menggodamu, hidupmu, temanmu, lingkaran atau kelompok kamu (your circle). Setan mempelajari segala sesuatu tentang diri kamu.

Kamu tahu kan di dunia olahraga, mereka mempelajari tim lawan, mempelajari pertandingan-pertandingan sebelumnya dari tim lawan, mereka mempelajari cara tim lawan menyerang, cara tim lawan bertahan.

Innahuu yaraakum huwa wa qabiiluhuu min haytsu laa tarawnahum.” (QS Al-A’raf, 7: 27)

Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Mereka melakukan pengamatan (surveillance) atas diri kamu.

Kapan kamu bangun? Kapan kamu tidur? Kapan kamu cenderung bikin kesalahan? “Aha, oke, orang ini setiap jam 8 malam, dia selalu begitu, ayo kita mulai coba rayu dia jam 7:45.

Atau kamu mulai berubah dan ingin memulai kebiasaan baik yang baru. Kamu mulai memutuskan untuk tidak begadang lagi, karena kamu peduli dengan salat shubuhmu atau kamu ingin salat malam di akhir malam. Kamu memutuskan untuk tidur lebih awal.

Maka setan pun datang dan membisikkan, “Hei, kamu udah lihat belum? Ada tontonan baru loh, di Netflix.

Kamu kan lagi bebas sekarang. Kerjaan udah kelar semua. Tak ada lagi yang perlu kamu beresin. Sayang tuh, tontonan mahal. Sayang kalo kamu lewatkan.

Dan kamu mulai berpikir dengan cara yang sama. “Iya juga sih. Isya’ kan waktunya panjang. Ntar ntar juga bisa.

Dan kamu akhirnya nonton sampai larut malam. Dan kamu untungnya masih ingat kamu belum salat Isya’.

Sebentar ah, tiduran aja sebentar. Sebentar aja kok. Istirahat sebentar, habis itu langsung salat Isya.

Kamu bilang kamu mau ambil air wudhu. Tapi kamu malah memejamkan mata. Berharap hanya 5 sampai 10 menit. Dan ketika kamu membuka mata, sudah terdengar adzan subuh. Salat Isya kau lewatkan. Yang tersisa hanya penyesalan.

Mereka mempelajari kamu. Mereka mempelajari kelemahanmu. Mereka menggunakan semua “data” tentang diri kamu untuk menyerang kamu. Mereka memainkan (manipulate) kamu.

Tapi itu baru “Wa la-udhillannahum.

Setan tidak berhenti di sana. Dalam upayanya menyesatkan kita.

Apa serangannya yang paling hebat?

Wa la-umanniyannahum.” (QS An-Nisa’, 4: 119)

Akan aku bangkitkan angan-angan kosong pada diri mereka (I will fill them with false hopes).

Akan aku berikan berbagai kebohongan kepada mereka sehingga mereka berpikir atau merasa lebih baik tentang diri mereka.

Dan mereka pun mulai percaya sama omong kosong setan itu.

Kamu oke kok. Allah ga bakal marah sama kamu.

Omong kosong. Sampah. Ga mungkin terjadi. “Semuanya oke. Kenapa sih kamu mikirin itu terus? Rileks, man.

Kamu kan cuma kelewat ga ngerjain satu salat saja. Kamu kan sudah ngerjain empat salat lainnya. Bagus itu berarti. Ga bakalan kamu masuk neraka.

Santai aja. Ga usah terlalu dipikirin. Mungkin yang kamu lakukan itu boleh dibilang memfitnah (backbiting). Tapi kamu tahu ga, mereka kan layak dapat itu! Allah tahu kok, betapa kacaunya mereka itu sebenarnya, ya kan?

Kamu merasakan dirimu dipenuhi oleh perasaan bahwa dosa yang kamu lakukan, dan dosa yang aku lakukan, apakah itu dosa dari mulut kita, dosa dari pikiran di kepala kita, dosa dari tangan kita, atau dosa apapun yang lain, itu ga jelek-jelek amat. Kita merasa bahwa dosa itu semua sebenarnya “tidak apa-apa”.

Kita diajak setan, “Oke, rileks. Kamu itu terlalu keras sama diri kamu sendiri. Aku kasihan sama kamu.

Setan jadi terkesan penuh kasih sayang sehingga. Bisa-bisa kita jadi terlena dan lupa bahwa Allah-lah yang Maha Pengasih dan Penyayang.

Wa la-umanniyannahum.

Setan membangkitkan angan-angan kosong pada diri kita. “Rileks. Santai aja, Bro.

Angan-angan kosong yang ditiupkan setan itu bisa bikin kita hepi. Kita mulai bohong pada diri kita sendiri. Kita bilang, “Kalo aku tidak memiliki ini, aku tidak akan hepi.

Aku tidak tahu apa yang dimaksud dengan ini karena setiap kamu punya ini yang berbeda. Dan kalo setan berhasil meniupkan rasa harus memiliki ini pada dirimu, maka kamu punya masalah. Karena, kamu belum tentu butuh ini. Tapi setan berhasil merayumu, membuatmu seolah-olah tidak bisa hidup tanpa ini.

Saya tidak tahu ini-mu apa, dan aku juga tidak ingin tahu. Tapi apapun itu, setan akan pastikan kamu akan mengejar ini dengan cara tidak menaati Allah. Atau ini-mu itu sendiri adalah sesuatu yang diharamkan Allah.

Dan ketika kamu menemukan kembali titik kesadaran untuk menata kembali hidupmu di jalan-Nya, setan akan melakukan berbagai upaya untuk menarikmu kembali ke impian semu, ke angan-angan kosong, supaya kamu terobsesi untuk mencapainya dan bersedia melakukan segala cara termasuk cara-cara yang jauh dari ketaatan kepada Allah.

Dan kamu menemukan titik kesadaran itu kembali. Dan setan akan menarikmu lagi. Terus berpusar seperti ini. Setan tidak akan pernah lelah mengupayakan agar kamu tersesat.

Setan tahu titik lemah kita. Setan tahu hasrat kita, yang bikin kita ga bisa tahan. “Aku akan terus mengamati manusia untuk menemukan titik lemah mereka. Aku akan temukan hasrat duniawi mereka. Aku akan temukan apa saja yang ingin mereka miliki. Dan kalo aku sudah temukan itu, setelah observasiku selesai, aku akan menyerangnya. Sehingga mereka begitu terobsesi dengannya, dan mereka mau melakukan apa saja untuk mendapatkannya.

*****

Dan ketika seseorang rela melakukan apa saja untuk mendapatkan keinginannya, itulah saatnya setan mengeluarkan jurus ketiganya, serangan pamungkasnya. “Wa la-aamuronnahum.

Saya akan mendikte dia tentang apa yang harus dia lakukan. Saya akan pegang tongkat komando, saya yang akan memerintah dia di titik itu.

Sebelumnya, cuma “Waswasa”, tapi sekarang sudah tidak lagi sekedar merayu, sekedar ‘memberi saran’. Kini setan sudah ‘memerintah’ korbannya.

Sebelumnya, cuma membangun angan-angan kosong. Tapi begitu kita sudah ‘terhipnotis’, setan sudah tidak perlu lagi ‘meminta kita untuk melakukan sesuatu’. Setan sudah tidak lagi ‘menyarankan’. Sekarang, setan sudah masuk ke level berikutnya, “Lakukan itu, karena kita tidak akan mendapatkan apa yang kita mau kalo kita tidak melakukannya.

Dan karena kita sudah masuk ke perangkapnya, kita pun merespon, “Oke, akan saya lakukan. Aku sudah ga peduli lagi dengan hal lain.” Kata I don’t care akan mudah mengalir keluar dari diri kita.

20mm13ss
(to be continued)

*****

Tantangan Pasca Ramadan Part 3 of 3 (Final)

*****

Selain I don’t care (aku ga peduli), kita juga akan menjadi sangat mudah untuk mengucapkan whatever (apa aja deh, apa aja akan aku lakukan!).

*****

Inilah yang sudah menunggu kita pasca Ramadan. Setan dengan berbagai triknya akan mencoba menipu, membohongi, menggaet, mencurangi kita. Melalui observasi yang mendalam tentang diri kita, menyelami apa yang mungkin bisa membuat kita tergoda, mengusik apa yang pernah menjadi hasrat terpendam kita, mencolek-colek potensi keserakahan kita. Membuat kita jatuh terjerumus ke lubang kesesatan.

Lalu apa yang terjadi berikutnya? Hasrat diri kita menjadi begitu berkuasa di atas segalanya, melebihi kata-kata Allah. Tidak ada lagi Allaahu Akbar.

Mungkin kita masih salat dan mengawalinya dengan Allahu Akbar, tapi itu sekedar kata-kata sekarang. Kata-kata tanpa jiwa. Ga ada artinya. Kata-kata kosong.

Lalu kita menjadi orang-orang yang dilukiskan Allah di Suratul Jaatsiyah. “Afaro-ayta manittakhodza ilaahahuu hawaahu wa adhol-lahulloohu ‘alal ‘ilmi.” (QS Al-Jatsiyah, 45: 23)

Pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya?

Hasratnya menjadi tuhannya. Padahal dia mengenal Allah. Ini bagian yang mengerikan. Mungkin kita sudah pernah habiskan waktu untuk mempelajari kitabullah. Mungkin kita sudah pernah habiskan waktu untuk mempelajari kenabian Rasulullah. Ilmumu meningkat. Pengetahuanmu tentang Allah meningkat. Tapi aku mau kasih tahu kamu, meningkatnya pengetahuanmu itu tidak selalu berarti bahwa hidayah yang kamu rasakan juga meningkat.

Setan punya pengetahuan. Dia juga mengetahui apa yang terlihat dan yang tak terlihat oleh manusia. Dia melihat malaikat. Dia melihat Allah. Dia pernah bercakap-cakap secara langsung dengan Allah. Dia melihat Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam. Dia melihat Ibrahim ‘alayhis salam. Dia melihat kebenaran. Dia tahu itu.

Dia melihat malaikat-malaikat datang saat perang Badar, saat para sahabat maju berperang. Para sahabat ga bisa lihat, tapi setan lihat. Dan setan pun lari tunggang-langgang.

Dan setelah mengetahui itu semua, setan masih tidak taat. Kalian tahu apa yang bisa kita pelajari dari situ?

Ketika kita jatuh ke perangkap pertama setan, kita bisa dibikin bertekuk-lutut tanpa memandang seberapa tinggi pengetahuan kita tentang agama ini.

Seseorang prihatin dengan dirimu karena kamu mulai keluar dari rel-Nya, dia datang menasihatimu dan kamu bilang, “Aku tahu, aku sudah tahu itu.

Tapi kamu tetap saja melakukan apa yang ingin kamu lakukan. Mengikuti hasratmu tanpa peduli bahwa itu berarti kamu tidak menaati-Nya.

Setan telah berhasil membuatmu fasih mengucapkan ‘Saya sudah tahu itu’ (I already know that), ‘Tapi apapun itu’ (But whatever), ‘Aku ga peduli’ (I don’t care).

Apa artinya ini semua?

Pengetahuan itu punya dua dimensi. Pengetahuan di sini, di otak kita, di benak kita. Dan pengetahuan di sini, di dada kita. Pengetahuan yang di kepala, tetap di kepala. Pengetahuan yang di dada, hilang lenyap entah kemana.

Ketika kita mengucap takbir, ada dua dimensi juga. Ada takbir di bibir, ada takbir di dalam dada. Yang Allah inginkan adalah takbir di dadamu. “Wa litukabbirullaaha ‘alaa maa hadaakum.

Bertakbirlah dengan cara Allah membimbingmu. Lalu, “Wa la’allakum tasykuruun.

Sehingga kamu bisa bersyukur.

Di sinilah kuncinya.

Saya sudah mendemonstrasikan ke kamu tiga serangan setan, dan aku ingin mengakhiri dengan kunci dari Allah, bagaimana caranya kita menjauhkan diri, dan sukses mengalahkan serangan setan.

Salah satu kuncinya adalah rasa syukur kita, terima kasih kita (our gratitude). Kita harus terus-menerus berpikir dan mengingatkan diri kita tentang segala sesuatu yang Allah sudah berikan, Allah sudah lakukan, untuk kita.

Kamu tahu kan, kalo ada orang yang baiiiiiiik banget sama kamu, pasti kamu ga enak untuk melakukan sesuatu yang melawan orang itu. Nabi Yusuf ‘alayhis salam juga pernah diperlakukan dengan baik sebagaimana dilukiskan di Qur’an, “Innahuu robbii ahsana mats-waaya.” (QS Yusuf, 12: 23)

Sulit untuk menyakiti seseorang yang telah begitu baik sama kita. Atau tidak menaati dia. Atau menjadi tidak loyal sama dia. Atau menipu dia.

Kalo aku dan kamu selalu mengingat-ingat apa saja yang sudah Allah berikan, apa saja yang sudah Allah lakukan, untuk kita, terus-menerus, tanpa henti, lagi dan lagi. Kita ingatkan diri kita lagi, kebaikan Allah. Kebaikan yang besar. Kebaikan yang kecil. Semuanya. Sejak kita berada dalam kandungan ibu kita. Bahkan sejak kita dulunya tidak ada. Maka akan mudah bagi kita untuk menaati-Nya.

Kebalikannya juga berlaku. Tolong kamu ingat baik-baik. Setan akan selalu membisikkan ke kita tentang apa yang Allah tidak lakukan untuk kita. Tolong ingat ini. Setan akan mengingatkan kita tentang apa yang Allah tidak lakukan untuk kita.

Bro, kamu sakit dan ga sembuh-sembuh juga.

Bro, kenapa Dia biarkan kamu kehilangan pekerjaan?

Kenapa Allah diam aja kamu diperlakukan seperti itu?

Kenapa Allah tega melakukan itu?

Kenapa Allah tidak mengubah situasinya?

Setan akan terus memprovokasi kita tentang apa yang tidak Dia lakukan. Dan ketika kamu mulai memikirkan tentang apa yang Allah tidak lakukan, maka Allaahu Akbar menghilang pergi.

Maka kita seharusnya berterima kasih bahwa Allah mengingatkan kita di akhir ayat Ramadan, “La’allakum tasykuruun,” supaya kita terus mengingat kebaikan Allah, bukannya mengeluhkan apa yang tidak Allah lakukan untuk kita. Fokuskan pikiran kita tentang semuanya yang kenyataannya Allah sudah lakukan untuk kita.

Wa in ta’udduu ni’matallaahi laa tuh-shuuhaa.

Jika kamu mencoba menghitung nikmat Allah, kamu tidak akan sanggup melakukannya. Bahkan kamu tidak bisa memahami satu saja nikmat Allah dan betapa banyaknya manfaat dari satu saja nikmat itu buat kamu.

Kalo kamu terus-menerus menjaga perhatian penuhmu atas semua kebaikan Allah, tetap fokus di situ, maka kamu akan mampu mempertahankan Allaahu Akbar. Jangan biarkan rasa terima kasih itu ditukar dengan mengeluh. Mengeluh adalah sunnahnya syaithan.

Kok dia bisa dapet itu ya? Aku kan lebih baik dari dia, harusnya aku dapat yang lebih baik dari dia dong!?

Ini contoh keluhan dan contoh orang yang sudah terkena bisikan setan. Bisikan yang membuat diri memberontak. Menyingkirkan rasa syukur yang seharusnya aku dan kamu miliki atas semua kebaikan Allah.

Orang yang beriman pada dasarnya menaati Allah bukan karena rasa takut. Orang yang beriman pada dasarnya menaati Allah karena rasa terima kasih. Itulah sebabnya Fatihah yang menjadi pembuka kitab, mengajarkan bahwa Qur’an dimulai dengan “Alhamdulillaah”. Kita memuji-Nya, kita bersyukur sama Dia, dan kita menerima Dia sebagai Rabb kita. “Alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin.

Ini adalah pelajaran inti yang kita bawa dari Ramadan. Kita seharusnya siap mental. Kadang-kadang kita lihat ketidaktaatan terbesar kepada Allah justru terjadi pada saat hari raya Idul Fitri. Ini sungguh gila. Kamu dapat undangan pesta merayakan Idul Fitri dan di situ laki-laki dan perempuan bertemu, ada batas-batas yang dilanggar, pembicaraan begitu mengalir dan fitnah juga keluar tanpa sadar. Ngomongin orang. Ngomongin anak orang. Mengapa kita merayakan Idul Fitri dengan melupakan Allah?

Aku sudah puasa nonton selama 30 hari. Asik nih udah lebaran. Film apa yang bagus sekarang?

Kita justru merencanakan ketidaktaatan, jauh-jauh hari. Jangan lakukan itu untuk dirimu. Jangan bikin Idul Fitri waktu untuk kembali memulai ketidaktaatan sama Allah. Bikin Idul Fitri waktu untuk berterima kasih. Untuk membelikan hadiah buat anak-anakmu. Juga membelikan hadiah buat mereka, anak-anak yang tidak punya hadiah. Ajari anak-anakmu berbagi, untuk belajar memberi.

Rasa terima kasih yang tulus akan mengantarkan kita menjadi orang yang rajin bershodaqoh (people of sadaqa).

Semoga Allah menjadi kita orang yang rajin bershodaqoh, semoga Allah izinkan kita untuk menuai semua manfaat dari Ramadan, Semoga Allah memberikan kita dan keluarga kita ampunan dan bimbingan-Nya. Dan semoga Allah memberikan kekuatan dan bimbingan yang kita butuhkan, yang seharusnya kita dapatkan setelah Ramadan, untuk sukses bertahan melawan serangan syaithan setahun ke depan, barakallaahu lii wa lakum fil qur’aanil hakiim wa nafa’anii wa iyyaakum bil aayaati wa dzikril hakiim.

*****

Alhamdulillaahi wa kafaa wash-sholaatu wassalaamu ‘alaa ‘ibaadihilladziinash-thofaa khushuushon ‘alaa afdhoolihim wa khootaminnabiyyiin muhammadinil amiin wa ‘alaa aalihii wa shohbihii ajma’iin.

Qoolallaahu ‘azza wa jall fii kitaabihil kariim ba’da annaquula a’uudzubillaahi minasy-syaithoonirrojiim. Innallaaha wa malaa-ikatahuu yusholluuna ‘alannabii. Yaa ayyuhalladziina aamanuu sholluu ‘alayhi wa sallimuu tasliimaa.

Allaahumma sholli ‘alaa muhammadin wa ‘alaa aali muhammad. Kamaa shollayta ‘alaa ibraahiim wa ‘alaa aali ibraahiima fil ‘aalamiin. Innaka hamiidun majiid. Allaahumma baarik ‘alaa muhammadin wa ‘alaa aali muhammad. Kamaa baarakta ‘alaa ibraahiim wa ‘alaa aali ibraahima fil ‘aalamiin. Innaka hamiidun majiid. ‘Ibaadallaah rahimakumullaah. Ittaqullaah. Innallaaha ya’muru bil ‘adli. Wa iitaa-idzil qurbaa wa yanhaa ‘anil fah-syaa-i wal munkar. Waladzikrullahi akbar.

Wallaahu ya’lamu maa tasna’uun. Aqimish-sholaah. Innash-shollaata kaanat ‘alal mu’miniina kitaaban mawquutaa.

*****

Ditulis oleh Heru Wibowo

*****

Title: Looking Ahead – Khutbah by Nouman Ali Khan
Publisher: Bayyinah Institute

*****

2 thoughts on “Tantangan Pasca Ramadan – Nouman Ali Khan

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s