TAKWA YANG IMPLEMENTATIF
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Al Baqarah 2: 183)
Barangkali kita sudah cukup sering dan lelah hayati, mendengarkan pembahasan ayat ini, baik di tarhib Ramadan, tausiyah tarawih, kuliah subuh, kajian i’tikaf, atau dari video-video kajian yang kita ikuti.
Tentang tujuan puasa bernama takwa, tentang definisi takwa, ciri-ciri orang bertakwa, dan semuanya..memang takwa itu paling enak klo dimakan anget-anget, perpaduan puding kedelai dengan segarnya wedang jahe, dan …. *okey, mulai ngelantur jadi ngomongin tahwa / kembang tahu, maklum abis lebaran bawaannya makanan mulu 😀
.
Hadirin, evaluasi selalu di akhir, termasuk evaluasi parameter ketakwaan yang menjadi KPI kesuksesan Ramadhan kita. Sedihnya, jika penilaian ini diukur di awal Syawal sekarang-sekarang ini, sebagian besar pasti nilainya berantakan. Meminjam kalimat salah satu guru saya, Dr. Arief Munandar, karena “pesta pora” dan tradisi mudik yang melekat pada Idul Fitri, membuat festival ibadah Ramadan yang sudah kita bangun kemarin menjadi antiklimaks.
Apalagi lagi musim piala dunia pula..berat sekali ujian ini. 😀 Ketika malam-malam Ramadan yang biasa diisi dengan i’tikaf, ditukar dengan bermacet-macet di jalur mudik. Ketika waktu-waktu ibadah salat wajib dan sunnah kita yang tidak terlewat di Ramadan, mulai sulit ditegakkan karena sempitnya waktu mobilisasi dan istirahat karena silaturrahim kesana kemari. Ketika waktu-waktu tilawah kita diganti dengan waktu nyemil kastengel dan nastar tercintah..
Lho, bukannya merayakan Ied disunnahkan dan diajarkan oleh Nabi SAW? Yes, bener banget. Tapi mengendalikan tabiat nafsu dalam sela-sela sulitnya masa-masa antiklimaks seperti ini adalah tantangannya. Menjaga sifat-sifat ketakwaan kita di masa-masa kendor inilah ujian kita sebenarnya.
MEMAHAMI CARA KERJA NAFSU
“Fa alhamaha fujuurohaa wataqwaahaa.”
“..maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.”
(Asy Syams 91: 8)
Penting bagi kita untuk mengenali karakteristik nafsu kita. Karena dua sifat ini pasti akan terus bertarung, sifat fujuur dan sifat takwa kita. Setiap hari, setiap detik, setiap saat, hidup kita akan diisi dengan pilihan-pilihan fujuur dan takwa. Maka, siapakah orang-orang sukses yang pantas disebut sebagai pemenang?
“Qod aflaha man zakkaha.”
“..sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,”
(Asy Syams 91: 9)
‘Aflaha‘ berasal dari kata ‘falah‘ yang berarti tenang, bahagia, sukses, nyaman. ‘Man‘ adalah huruf yang menunjuk kepada orang tanpa batas. Baik laki-laki perempuan, besar kecil, tua muda, kaya miskin, pinter biasa aja, siapapun. Seakan-akan Allah ingin menyampaikan kepada kita, “Hey, siapapun kalian yg ingin hidupnya tenang, bahagia, sukses, nyaman, tenang….ZAKKAHA!” Maka jadilah orang-orang yang MENYUCIKAN JIWANYA.”
Hadirin, kalau kita nyuci baju, yang dihilangkan kira-kira kotorannya atau pakaiannya? KOTORANNYA! *iye kali bajunya yang dihilangkan xD Maka disinilah pertanyaan saya terjawab.
Kenapa Allah ciptakan ada orang jahat/zalim di dunia ini? Agar muncul orang-orang dengan sifat baik dan memperjuangkan kebaikan tersebut.
Kenapa Allah ciptakan sifat bohong di dunia ini? Agar orang tau mana yang namanya sifat JUJUR itu..
Kenapa Allah ingin menciptakan nafsu/fujuur pada manusia? Agar Allah bisa melihat sifat TAKWA kita muncul!
Kenapa semua bulan gak dibuat Ramadan aja sama Allah? Agar terlihat orang-orang yang bisa menjaga TAKWA-nya di luar bulan Ramadan..
Kalau dalam bahasa kimianya, sifat-sifat fujuur ini Allah jadikan sebagai ‘katalis’ agar keluar sifat-sifat ketakwaan kita.
MENGATASI NAFSU: MENGIMPLEMENTASI TAKWA KITA!
Dulu, saya termasuk yang memahami takwa sebagai sebuah definisi yang abstrak. Padahal takwa itu SANGAT IMPLEMENTATIF. Caranya? Sederhananya dengan mengenali sifat fujuur yang terbesit dalam pikiran kita, lalu cari kebalikannya, yakni sifat takwanya.
Lebaran banyak makanan, di pikiran muncul perasaan untuk ini itu semua-muanya. Nah, kenali ini adalah sifat fujuur yang namanya berlebih-lebihan / isyrof. Maka cari kebalikannya, sifat takwanya adalah ambil secukupnya, jangan sampai mubazir.
Istri menunggu-menunggu suami pulang kerja, pulang agak malem karena lembur tapi disabarin, udah gitu dimasakin enak-enak, rumah udah dirapikan demi sesosok suami tercinta. Ternyata ketika suami pulang, ia datang dengan muka cemberut, salamnya tidak enak sama sekali untuk didengar, tas kerjanya dibanting dengan penuh kekesalan.
Apa kira-kira respon istri? Yang enak sih dimarahin balik, wong udah ditungguin lama-lama, disiapkan semuanya, kok dikasih ‘oleh-oleh’ kayak begitu? Nah, hati-hati. Segera sadari ini adalah pemicu sifat fujuur, Allah ingin kita keluar sifat takwanya. Cari sifat kebalikannya, yakni sabar dan tetap berbuat baik kepada suami kita tersebut.
Sendirian gak ngapa-ngapain di rumah, muncul bisikan males-malesan, main hape, bahkan bermaksiat. Segera sadar dan kenali sifat fujuur-nya, cari kebalikan sifat takwanya.
Yep, memang selalu tidak semudah penyampaiannya, tapi harus dicoba dan diperjuangkan seumur hidup. Long life struggle.
YANG SUDAH TERLANJUR ‘LEPAS’ DI AWAL SYAWAL
Yang tilawahnya sudah mulai kendor. Yang salatnya waktunya mulai molor. Yang mulai bermaksiat perlahan-lahan dan membuat hatinya kotor.. Alhamdulillah, kita punya Rabb yang Maha Baik. Yang tidak pernah pamrih menarik semua nikmat ketika kita sedang tidak taat. Yang tidak pernah lelah memaafkan kita, yang tidak pernah tidak sabar untuk menunggu kita bertaubat kepada-Nya.
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS Ali Imran 2: 135)
.
Wahai orang-orang yang berbuat keji, yang berbuat zalim pada diri mereka sendiri…T.T Seketika itu jika kita ingat, kita sedang lalai dari ketaatan, kita sedang lalai dalam bermaksiat kepada Allah, segeralah mengingat Allah dan memohon ampun atas dosa-dosa kita. Masyaa Allah, karena ciri-ciri orang bertakwa bukannya orang yang selalu suci dari dosa, tapi orang-orang yang segera kembali mencari ampunan Allah, wa saari’uu, ketika mereka terpeleset dari ketakwaannya..
.
Tulisan ini dibuat untuk menjadi pengingat untuk diri saya sendiri, silahkan di-share jika bermanfaat. Namun ingat yang terpenting bukan hanya ilmu di-BACA dan di-SHARE. Namun, ilmu yang membuat kita TAKUT kepada Allah. Karena kata Nabi, Ro’sul hikmah makhofatulloh… Puncak dari segala ilmu, segala hikmah, adalah rasa takut kepada Allah..Yang pada akhirnya mendorong kita untuk terus beramal dan beramal. Wallahu musta’an.
Referensi:
Kajian Ustadz Adi Hidayat “Cara Kerja Hawa Nafsu dan Cara Memeranginya | Ustadz Adi Hidayat
Kajian Ustadz Hanan Attaki “Kangen”
Resume oleh Big Zaman
Sumber: https://facebook.com/BigZaman/posts/10212520069378689