Saya meyakini bahwa pasti setiap manusia punya masalah, punya peristiwa mengerikan berupa kegagalan hidup, asmara, materi dan terutama berkenaan tentang peristiwa diri kita serta keluarga tercinta. Kalau boleh cerita, Saya pun mengalami yang namanya keterpurukkan, itu terjadi di tahun 2015. Saat itu saya mengalami kegagalan dalam hal asmara.
Jadi ceritanya dulu itu saya ‘nembak’ perempuan untuk dijadikan pacar dan Alhamdulillah diterima, kita pacaran. Kemudian beberapa bulan berselang, saya mendengarkan ceramah seorang ustad yang mengangkat tema tentang ‘hukum pacaran’. Di sana dibahas secara detail tentang mudharat-mudharat pacaran. Saya mulai tobat, memberanikan diri memutuskan pacar saya tersebut dan pastinya ia sakit hati, tapi saya terlalu menghakimi diri sendiri serta kritis, masa bodoh dengan hal tersebut.
Beberapa waktu berselang perempuan yang pernah menjadi pacar saya (mantan) mulai mendekati teman-teman laki-laki saya untuk dijadikan pacar. Mungkin itu cara dia membuat saya cemburu dan itu benar. Yang pada puncaknya ia kebablasan pacaran dengan teman saya, kemudian hamil, dan terpaksa dinikahkan oleh kedua orangtuanya masing-masing.
Pada momen mereka menikah, saya merasa bersalah yang berlebihan, karena sebelumnya saya acuh tak acuh, tidak memikirkan hal-hal negatif yang akan terjadi ketika saya menyakiti hati perasaan perempuan dengan memutuskan pacaran, padahal ia dari keluarga terhormat paham agama, terutama kakak-kakaknya.
Ditambah waktu itu, saya juga meminta uang ke kakak saya, yang nilainya hampir 50 juta untuk buka usaha. Saat itu 25 jutaan bangun ruko dan 20-an juta untuk modal buka usaha “Distro Pakaian”. Beberapa bulan setelah sudah terbangung ruko dan berdiri Distro, usaha tersebut tidak jalan, mungkin saja karena cuma asal action tanpa tahu ilmu step by step ‘Distro Pakaian’. Saya meratapi dua kali kegagalan, (1) merasa bersalah sama mantan, (2) buka usaha! Distro, mengalami kegagalan dan uang pun hilang.
Sejak itu, saya mulai murung, sebagian besar waktu saya habiskan di kamar. Saya sudah mulai tidak pergi ke masjid salat berjama’ah, salat wajib hanya di rumah itupun seenaknya dengan ditunda-tunda, bahkan terkadang bolong-bolong salatnya. Saya hanya keluar rumah saat jadwal masuk kerja, itu saja.
Waktu berlalu, dan Alhamdulillah keterpurukkan tersebut menjadi titik balik untuk bangkit. Beberapa bulan kemudian, saya mulai kembali beraktivitas, mulai kembali pergi ke masjid untuk salat berjama’ah. Support luar biasa yang datang dari keluarga, terutama kakak menjadi motivasi buat saya memperbaiki diri. Setelah melalui masa gelap tersebut, saya ingin mengatakan bahwa: ‘’kehilangan keimanan itu sangat mengerikan!”
Ketika saya tanya pada orang lain, ternyata jawaban mereka mirip-mirip, bahwa mereka juga pernah mengalami momen keterpurukkan. Ada yang berminggu-minggu atau bertahun-tahun lamanya baru bisa bangkit lagi. Dan yang paling mengerikan, ada yang sampai memilih bunuh diri karena terlanjur meratapi kegagalan, di sana ada setan, kemudian pikiran kosong tidak dapat dikendalikan, serta puncaknya kehilangan keimanan.
Mereka menganggap dengan mengakhiri hidupnya maka permasalahan selesai! Padahal tidak, dengan mendahului ketentuan qodar-Nya berarti ia telah menambah beban berat tentang perbuatan yang akan ia pertanggungjawabkan di akhirat. Karena apa?
Ketika di dunia, kita diberikan Allah petunjuk berupa nilai kesadaran untuk memperbaiki diri jadi pribadi muslim yang taat dan tangguh (saya menulis ini terutama untuk yang beragama islam). Tapi ketika kita sudah mati dan berada di alam barzakh yaitu alam kubur dan setelahnya, kita tidak bisa memperbaiki diri dengan pertobatan, sangat tidak bisa. Ketika kita sudah mati dan berada di alam kubur, kita akan mempertanggunjawabkan hal-hal yang kita lakukan di dunia, amal buruk dan amal baik kita di dunia.
Sudah sepantasnya ketika ditimpa musibah, kita mengucap, “Innalillahi wa inna ilaihi raji’uun.” Kita milik Allah dan Kepada Allah kita kembali. Dengan ucapan itu, menjadikan kita mulai memiliki pandangan hidup yang lurus dan benar sesuai petunjuk dari Al Qur’an.
Sebagaimana surah favorit saya dalam Al-qur’an, Al-Baqarah 155-157.
“Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: ‘innalillahi wa innaailahi raaji’uun.‘”
“Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Dalam ceramahnya di YouTube, Ustad Nouman Ali Khan mengatakan,
Ketika Anda berhak mendapatkan sesuatu, namun Anda tidak mendapatkannya, Anda akan marah. Tetapi pada ayat “Innalillahi” Anda menyatakan bahwa “Saya tidak berhak akan apapun. Saya milik Allah. Allah yang berhak, saya tidak berhak apapun. Dan itu mempermudah semuanya. Apapun yang kamu dapatkan di kehidupan ini adalah “pemberian”. Bukan sesuatu yang memang harus kamu dapatkan. Jadi ketika sesuatu tidak kamu dapatkan, kamu tahu bahwa pada dasarnya itu memang bukan milik kamu. Bukan milik kamu.
Tangan kita adalah “pemberian”, mata kita adalah “pemberian”. Hidung, lidah adalah “pemberian”. Lidah ini bukan milik saya. Saya tidak perlu membayarnya dengan apapun untuk lidah ini. Lidah ini milik Allah, jadi bila lidah ini mulai gagap … Innalillahi “milik Allah.”
Dan pernyataan kedua, solusi bagi keimanan kita adalah pernyataan yang bijaksana pada saat datang kesulitan. “Wa innailaihi raaji’uun” kepada Allah kita kembali. Mengapa pernyataan ini penting?
Apapun masalah Anda tak ada yang permanen! Apakah itu masalah keuangan. Apakah itu masalah kesehatan. Apakah itu masalah keluarga, emosional, fisik, latar belakang. Tidak jadi masalah. Apapun masalah Anda, tak ada yang permanen! Tahukah Anda kenapa? Karena kita tidak permanen. “Wa innaailaihi Raaji’uun ” dan kepada-Nyalah kita kembali.
[…] Saya meyakini bahwa pasti setiap manusia punya masalah, punya peristiwa mengerikan berupa kegagalan hidup, asmara, materi dan terutama berkenaan tentang peristiwa diri kita serta keluarga tercinta. Kalau boleh cerita, Saya pun mengalami yang namanya keterpurukkan, itu terjadi di tahun 2015. Saat itu saya mengalami kegagalan dalam hal asmara. Jadi ceritanya dulu itu saya ‘nembak’ perempuan… — Read on nakindonesia.wordpress.com/2018/06/13/mfa-2018-sadarkan-diri-dengan-mengucap-innalillahi-wa-innaaila… […]
LikeLike