Numerologi Lailatul Qadar – Nouman Ali Khan


Numerologi, Ustad Nouman, dan Lailatul Qadar

*****

Pembahasan tafsir Al-Qadr dari Ustad Nouman dalam format mp3 tidak aku temukan kecuali di satu file yang boleh dibilang three in one. Karena, file itu berisi tafsir Surat At-Tin, Al-Alaq, dan Al-Qadr, tiga-tiganya sekaligus, dalam satu file. Ukuran filenya sekitar 65 MB. Durasinya 4 jam 35 menit dan 9 detik.
Numerologi Lailatul Qadar - Nouman Ali Khan

Di file yang masuk ke album Bayyinah Dream ini, Ustad Nouman menceritakan bahwa awalnya beliau ga yakin (skeptical) dengan hal-hal yang berbau numerologi. Tapi Ustad mulai tertarik dan membuka diri terhadapnya setelah mendengar beberapa narasi yang dikaitkan dengan Ibnu Abbas radhiyallahu anhu.

Terlalu panjang sudah, diskusi tentang malam ke berapa jatuhnya Lailatul Qadar. Kita semua tahu bahwa Lailatul Qadar mungkin jatuh di salah satu dari lima malam. Setidaknya setiap muslim tahu itu. Kalo ga 21, 23, 25, 27, ya 29.

Menarik ketika kita meneliti kembali bahwa Surat Al-Qadr terdiri dari 5 (lima) ayat, dan Lailatul Qadar jatuh di salah satu dari 5 (lima) malam itu.

Pendapat Ibnu Abbas adalah bahwa Lailatul Qadar mungkin jatuh di malam ke-27. Ini juga pendapat yang terbanyak di antara pendapat-pendapat yang lain yang menyatakan Lailatul Qadar jatuh di malam yang lain, selain malam ke-27.

Menarik menyimak penjelasan Ibnu Abbas terkait alasan (rationale) di balik pendapatnya itu, ke Umar. Kenapa malam ke-27?

Kata “Lailatul Qadar” terdiri dari 9 (sembilan) huruf:
(1) lam,
(2) ya’,
(3) lam,
(4) ta’ marbutah,
(5) alif,
(6) lam,
(7) qaf,
(8) dal, dan
(9) ra’.

Sementara itu, kata “Lailatul qadr” muncul di Surat Al-Qadr sebanyak 3 (tiga) kali. Sembilan dikali tiga berapa? Dua puluh tujuh. Ini bukan dalil, tapi ini menarik sebagaimana ini dipresentasikan kepada Umar radhiyallahu anhu.

Satu hal lagi, surat ini terdiri dari 30 kata. Jumlah kata (word count) dari surat ini ada 30. Jumlah yang 30 ini merepresentasikan jumlah hari dalam satu bulan. Dan kata yang ke-27 adalah “hiya” atau “malam itu”. Menurut Ibnu Abbas, ini adalah semacam petunjuk (clue) tentang Lailatul Qadar jatuh di malam ke berapa.

Tapi Ustad Nouman mengingatkan bahwa kajian Surat Al-Qadr bukanlah untuk menyimpulkan Lailatul Qadar jatuh di malam ke berapa. Ustad hanya ingin berbagi (share) bahwa ada berbagai pendapat di seputar hal ini. Contoh yang itu tadi hanyalah satu pendapat yang kreatif dari berbagai pendapat yang ada.

Untuk Ustad sendiri, beliau mengamati bahwa umat pun berbeda dalam menetapkan kapan mereka memulai 1 Ramadan mereka. Ada masjid yang mulai puasanya Senin, ada yang Selasa, ada yang Kamis (saat itu, di tahun Ustad menyampaikan kajian ini). Ada yang lebih gila lagi karena puasanya baru dimulai minggu berikutnya.

Dari situ saja sudah terlihat variasinya lumayan banyak.

Maka yang aman menurut Ustad adalah, kita serius menggapai Lailatul Qadar di sebelas malam terakhir di bulan Ramadan. Seandainya kita meleset satu hari memulai 1 Ramadan kita, setidaknya masih aman.

Tantangannya sudah jelas di depan mata. Karena biasanya masjid penuh di minggu pertama. Di minggu kedua, orang-orang seperti mulai kelelahan, dan setelah dua puluh hari rasa-rasanya sudah sangat lelah. Padahal di titik itulah saatnya kita seharusnya tancap gas untuk mencari harta yang sesungguhnya (the real treasure) menggapai Lailatul Qadar.

Kenyataannya, apa yang banyak dilakukan di sepuluh hari terakhir? Orang-orang mulai ambil liburan mudik ke kampung halaman (take the vacation back home).

Harusnya kita menghemat energi untuk babak final di sepuluh hari terakhir. Hindari kelelahan. Tambahan lagi, ini nasihat pribadi dari Ustad Nouman dan bukan sebuah fatwa, untuk semua umat Islam pada umumnya, daripada tancap gas di awal-awal Ramadhan, sebaiknya melaju sedang-sedang saja (keep it moderate). Kalo di awal-awal berasa capek, istirahat dulu. Ga masalah. Simpan energi itu untuk babak final. Lebih baik konsisten, daripada habis-habisan di dua hari pertama lalu tewas di 28 hari berikutnya.

Jangan baca Qur’an terlalu cepat untuk kejar tayang kejar khatam, karena Qur’an seharusnya dibaca pelan. Jika kita punya masalah dengan tidak bisa membaca Qur’an dengan perlahan, maka kita punya masalah yang serius.

Baca Qur’an itu bukan di jalur cepat (hyper speed), itu bukan alasan kenapa Qur’an diturunkan. Qur’an seharusnya membantu kita untuk khusyuk di shalat kita. Aqimish-shalata lidzikri. Kita shalat untuk mengingat Allah.

Bagaimana kita bisa mengingat Allah kalo kita ga bisa mengikuti kata-kata-Nya (keep up with the words)? Bahkan kita mungkin juga ga tahu apa yang sedang dibaca. Jadi dari mana kita bisa mengingat Allah?

Kita telah kehilangan jiwa dari shalat kita (spirit of the prayer). Kita mungkin terjebak dengan target yang justru membuat kita menjauh dari-Nya.

*****

Sumber: “095-097 – Teen-Alaq-Qadr – Tafseer English.mp3”

*****

Resume oleh Heru Wibowo

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s