Prayers of the Pious 08 by Sh. Omar Suleiman
(Doa-Doa Orang Saleh 08 oleh Syeikh Omar Suleiman)
Ketika Doa Ibunda dan Doa Orang yang Teraniaya Menyatu
(السلام عليكم ورحمة الله وبركاته)
Salah satu cerita yang paling menyentuh dan paling menyayat hati dari sejarah kehidupan Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam dan para sahabat beliau adalah kisah Abdullah Ibn Zubair, semoga Allah meridhainya.
Dia adalah anak pertama yang lahir di Madinah, para muslimin membawa bayi Abdullah dan memekikkan Allahu Akbar saat bayi itu dibawa oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq dan selanjutnya berada di tangan Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam.
Hilanglah sudah semua kasak-kusuk yang menyatakan bahwa ada kutukan terhadap para wanita di Madinah dan keraguan tentang kemampuan mereka untuk melahirkan seorang bayi.
Hati siapa yang tak terkoyak melihat pembunuhan serta penyiksaan yang tragis terhadap Abdullah Ibn Zubair sebagaimana diutarakan oleh Abdullah bin Umar, “Saya berada di sana saat Abu Bakar dan Rasulullah membawa tubuhnya di jalanan kota Madinah sambil menyerukan Allahu Akbar ketika dia lahir, dan saya pun di sana pada hari di saat mereka menggantungnya.”
Dan orang-orang yang buruk perangainya itu pun menggunakan nama Allah dengan meneriakkan Allahu Akbar layaknya para kekasih Allah menyerukan Allahu Akbar ketika memegang tubuh bayinya di hari kelahirannya.
Orang-orang yang membunuh Abdullah bin Zubair meneriakkan Allahu Akbar dan menikmati kegembiraan saat menghabisi nyawanya. Ini merupakan sebuah momen yang penuh makna buat kita untuk sungguh-sungguh merefleksikannya, bercermin dari peristiwa itu. Momen untuk menghargai Abdullah bin Zubair radhiyallahu ta’ala ‘anhu, seorang laki-laki yang berdiri tegar melawan segala rintangan.
Kelahiran Abdullah bin Zubair itu sendiri sudah merupakan “perlawanan” terhadap aksioma kutukan terhadap wanita Madinah. Bisa kita bayangkan bahwa kemudian dia juga melakukan “perlawanan” terhadap penyerangan kekhalifahannya. Dia bertahan melawan penyerangan orang-orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah, Muhammadur rasuulullaah.
Dan dia berdiri di depan ibundanya, Asma binti Abu Bakar, semoga Allah meridhainya, yang usianya seratus tahun saat itu. Asma adalah salah satu yang masuk daftar Assabiquunal Awwaluun, mereka yang pertama kali masuk Islam, yang Allah ridha sama mereka dan mereka pun ridha sama Allah (QS At-Taubah, 9:100).
Asma ikut memberi warna dalam sejarah dakwah Islam. Artinya, bukan hanya para sahabat (laki-laki) yang berkorban, tapi para shahabiyat pun, termasuk Asma, ikut ambil peran.
Saat orang-orang kafir Quraisy memburu Rasulullah untuk membunuh beliau, dan Rasulullah bersembunyi di Gua Tsur bersama Abu Bakar, Asma-lah yang mengirim makanan ke gua. Sekilas tampak sebagai pengorbanan yang mudah: hanya mengirim makanan.
Tapi faktanya: Asma saat itu sedang hamil, jarak ke gua adalah tujuh kilometer alias 14 km pulang pergi, ditempuh dengan jalan kaki, dengan kontur jalan mendaki menuju gua, belum lagi resiko nyawa melayang jika ketahuan orang kafir Quraisy.
Ketegasan Asma untuk merahasiakan keberadaan Rasulullah dan Abu Bakar sampai membuatnya mendapat pukulan keras Abu Jahal. Telak mendarat di kepala Asma. Darah mengalir, anting-anting lepas, menambah penderitaannya yang sedang hamil saat itu.
Wanita mulia ini hidupnya penuh dengan perjuangan. Di sepanjang hidupnya. Dan di usianya yang ke-100, anaknya meminta nasihat darinya tentang cara untuk menghadapi tekanan, menghadapi penyerangan, cara menghadapi situasinya.
Asma berusaha untuk bikin anaknya nyaman, menyiapkan anaknya untuk momen itu, momen di mana anaknya akan digantung (disalib) dan dibunuh tepat di samping Ka’bah, rumah Allah subhanahu wa ta’ala.
Dan Asma pun berdoa untuk anaknya. Doanya penuh dengan kekuatan. Karena, tidak ada doa yang lebih kuat dari doa seorang ibu, dan tidak ada doa yang lebih kuat dari doa orang yang dianiaya.
Inilah doa Asma untuk anak laki-lakinya itu:
(اَللّٰهُمَّ ارْحَمْ طُوْلَ ذٰلِكَ الْقِيَامَ فِي الَّيْلِ الطَّوِيْلِ)
Ya Allah, kasihilah dia karena telah berdiri lama di malam-malam terpanjang.
(وَ ذٰلِكَ النٌَحِيْبُ وَالظَمَأُ فِي هَوَاجِرِ الْمَدِيْنَةِ وَ مَكَّةَ)
Dan atas rengekan serta rasa hausnya sepanjang hari-hari musim panas kota Mekah dan Madinah yang menyengat (hari-hari panjang yang membuatnya kelaparan, menderita, dan ditinggalkan).
(وَ بِرَّهُ بِاَبِيْهِ وَ بِي)
Dan atas perbuatan baiknya kepada ayahnya dan kepadaku,
(اَللّٰهُمَّ قَدْ سَلَّمتُهُ لِأَمْرِكَ فِيْهِ وَ رَضِيْتُ بِمَا قَضَيْت)
Ya Allah, aku pasrah dan bahagia atas apapun keputusan-Mu untuknya,
(فَأَثِبْنِي فِي عَبْدِ اللهِ ثَوَابَ الصَّابِرِيْنَ الشَّاكِرِينٓ)
Maka berikan pahalaku untuk Abdullah, pahala orang yang sabar dan bersyukur.
Tidak banyak yang bisa Syeikh Omar komentari terhadap doa ini kecuali meluangkan waktu untuk menyadari betapa bernilai dan indahnya doa itu. Ada banyak hal yang bisa kita ambil dari doa ini: doa orang yang teraniaya, doa seorang ibu, rasa cinta dan kebanggaan yang dimiliki oleh seorang ibu atas anaknya sendiri, dan apa yang seorang ibu lihat dari anaknya yang suka berdiri (qiyamul layl) di malam hari, rengekan dan doa kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dan betapa putranya terus berjuang sepanjang hidupnya, hidup yang penuh perjuangan dan perlawanan. Bukan hanya pengorbanan dan pelayanan anaknya, sang ibu juga memohon pahala atas pengorbanan dan pelayanan dirinya sebagai ibundanya.
Syeikh Omar berpikir bahwa pelajaran paling indah yang bisa kita petik dari doa itu adalah: Asma seperti mengetahui sebuah rahasia akan fakta yang datang kemudian bahwa kematian putranya pada akhirnya akan segera diikuti oleh kematiannya pula, dan betapa dia sebagai seorang ibu masih hidup sampai di titik itu untuk anaknya.
Dan subhanallah, ketika Abdullah bin Zubair digantung (disalib) di samping Ka’bah, sang Ibu berusia 100 tahun ini keluar, menangis memandangi tubuh anaknya. Sang Ibu menyaksikan hingga tubuh anaknya dibawa turun. Sang Ibu wafat hanya beberapa hari setelah itu.
Semoga Allah meridhainya, dan mengizinkan kita untuk bertemu dengan wanita yang mulia ini, ibu yang kuat ini, di Hari Perhitungan. Wanita, yang menjadi simbol pertahanan, simbol kebaikan, dalam berbagai situasi dan keadaan.
Semoga Allah meridhainya dan juga anaknya, serta keluarganya. Semoga Allah mengizinkan kita untuk menghadapi orang-orang yang menyerang kita dengan penuh keberanian dan penuh kesungguhan. Semoga Allah menjadikan keluarga kita keluarga yang pandai berterimakasih dan bersabar, bahkan di hari-hari yang paling sulit sekalipun.
(اللهم امين)
(جزاكم الله خيرا)
(و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته)
Sumber: https://www.facebook.com/imamomarsuleiman/videos/vb.219543788065670/1888323831187649/
Resume ditulis oleh Heru Wibowo