Rasa Ghill Ketika Memaafkan – Nouman Ali Khan


10 Ramadan 1439 / May 26th 2018
Resume “Holding A Grudge”

Jika teman-teman semua pernah merasakan sulit melupakan memori buruk dari kesalahan seseorang, video ini pas banget untuk kita. Nah, di sini lebih ke membahasakan kembali meski sebenarnya akan lebih menarik video aslinya. But, let’s see, okay?

Mari kita baca 3 ayat ini sebentar karena ini yang akan digali dalam resume ini.

Q.S. Al Hijr ayat 45-47

Ayat 45 : Innal-muttaqiina fii jannatiw-wa’uyuun.

Sesungguhnya orang yang bertakwa itu berada dalam surga-surga (taman-taman) dan (di dekat) mata air (yang mengalir).

Ayat 46 : Udkhuluuhaa bi salaamin `aaminiin.

(Allah berfirman), ‘Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera dan aman.’

Ayat 47 : Wa naza’naa maa fii shuduurihim-min ghillin ikhwaanan ‘alaa sururim-mutaqoobiliin.

Di awal video ini disebutkan tentang muttaqiin yang masuk surga dan semoga kita termasuk di dalamnya, taman-taman dan air terjun yang kalau orang datang ke sana pasti untuk relaxing dan bukan untuk hal yang membuat stres atau lelah hati kan ya.

Lalu mereka diperintahkan masuk surga oleh Allah dalam keadaan merasa aman (secure). Artinya spiritually secure, atau aman dalam hal ketakwaaan. Akan tetapi, juga maksudnya juga termasuk emotionally secure, atau secara emosional aman dari hal negatif.

Nah, bagaimana mereka bebas dari itu? Dibahas dengan ayat 47 tentang ghillin dan naza’naa.

Ghillin itu diartikan sebagai bad feeling atau ill-feeling. Berasal dari beberapa akar kata.

Pertama adalah, yang artinya baju perang bagian dalam yang langsung bersentuhan dengan kulit yang berfungsi melindungi tubuh dari goresan baju perang luaran yang keras. Ada juga yang artinya baju perang pelindung leher yang jika dipasang harus memakai paku untuk menyambungkan dengan kuat agar tidak lepas dengan bagian bahu. Karena jika tidak, dapat menyakiti bagian leher karena gerakan.

Arti ketiga, ketika tumbuhan kering yang kekurangan nutrisi, lalu dia melayu dan menguap/ transpirasi/ mengeluarkan air.

Arti keempat, adalah panas yang luar biasa tinggi/ ekstrem.

Keduanya berkaitan dengan ghill yang menjadikan artinya ill-feeling. Jadi ghill itu adalah perasaan tidak bisa dekat / akrab lagi dengan orang yang pernah menyalahi kita. Atau orang yang jika melakukan suatu hal buruk kita rasa tidak suka dengan itu. Atau orang yang sudah kita maafkan, tetapi kita tidak bisa melupakan kejadian itu.

Just too hard untuk dilupakan. Sehingga akhirnya take distance (menjauh) dari orang itu. Sebagai guard karena jika dia biarkan “turun” atau dekat kembali atau melupakan semua memori itu, ia takut akan disakiti lagi karena saking sakitnya oleh kesalahan tersebut.

Bersifat melindungi hati kita dari disakiti lagi, dan mengait kuat karena merasa kesalahan juga sudah sangat intens, lalu hal itu membuat ketidaknyamanan berkaitan dengan membuat layu/menguap. Itu poin dari bad feeling / ghill ini. Jika memakai istilah bahasa Inggris, “make wall” atau “not let my guard down“. Kita buat dinding (wall) dengan orang-orang itu. Ini tambahan saya saja tentang wall.

Ada juga dari akar kata “ghaal” yang artinya to cheat (mencurangi / menipu). Lumayan berbeda dimensi artinya. Namun, masih ada hubungannya yaitu bad feeling yang diakibatkan karena kita dicurangi atau ditipu oleh seseorang.

Nah, puncaknya adalah pembahasan tentang naza’naa. Dari kata naz’a. Artinya menarik sesuatu yang benar-benar sudah melekat kuat. Seperti menarik daging-otot dari tulangnya, seperti mengekstrak madu dari sarang hexagonalnya.

Allah tidak menyebutkannya dengan cara “Mereka masuk surga tanpa rasa ill-feeling”. Yang artinya Allah sudah langsung menghapuskannya. Kenapa? Karena ingin memberi signal bahwa Allah memberikan ruang bagi semua manusia, orang beriman, bahkan Rasul untuk punya rasa ghill sebagai perasaan alamiah.

Seperti kisah Muhajirin dan Ansar yang bertikai saat mengantri air di sebuah sumur, dan ketika Rasul shallallahu alaihi wa sallam tidak bisa melihat wajah Hindun binti Utbah (radhiyallahu anha) (meski saat Hindun radhiyallahu anha masuk Islam) karena perbuatan beliau di masa lalu terhadap paman Hamzah radhiyallahu anhu Saat perang Uhud. Atau Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu yang berdoa atas ayat 47 ini agar termasuk di dalamnya, agar bisa bersama-sama dengan Thalhah radhiyallahu anhu. :”)

Allah memberikan perasaan manusiawi ini dan mengerti. Tidak berarti kita menjadi muslim buruk dan masuk ke neraka jahannam ketika masih ada rasa menggantung sulit melupakan masa itu dan merasa sakit tiap saat kita teringat.

Mereka seperti, satu sisi di jalan A dan satu sisi lainnya di jalan B tapi tetap dalam langkah mengejar jannah. Dan nanti mereka ditempatkan di dipan-dipan surga dalam keadaan berhadap-hadapan. Hal yang sulit bagi orang yang sempat berkonflik, tetapi Allah yang menarik perasaan itu keluar dari sistem diri kita.

Nah, itu untuk orang-orang berkonflik dengan kita. Untuk orang yang sehari-hari bersama kita entah suami atau istri, keluarga atau kakak adik. Pasti ada kebiasaan atau sikap yang masih membuat kita “menghela nafas”.

Hal yang seperti ini pun diambil-tarik oleh Allah sehingga kita akan menjadi pasangan/ keluarga yang tersucikan dari rasa tidak enak itu. Perasaan-perasaan seperti ini, yang seperti kapok dengan seseorang atau kemungkinan kejadian yang terulang ini memang tidak nyaman untuk orang beriman. Membuat rift / celah ‘kan ya.

Masuk ke bagian implikasi. Maaf ke Allah atau memohon ampun kepada Allah akan selalu dikasih dan masa lalunya dihapus. Sedangkan kepada manusia belum tentu dimaafin n belum tentu dihapus memorinya.

Jika kita misal di posisi yang salah, lalu meminta maaf, maka minta maaflah karena sadar kita bersalah. Minta maaflah bukan karena berharap orang yang kita mintai maaf ngasih maaf itu atau dia memutuskan bakal baik normal lagi. Karena kalo itu adalah kuasa Allah ngebalikkin hati mereka ga. Kalau ga dimaafin, maka sebenernya itu urusan ghill-nya dia. Sedangkan kita sudah beneran minta maaf dan mengharapnya ke Allah. Jangan kemudian kalo ga dimaafin, trus back off, “Yaudah kalo ga dimaafin yaudah. Gw juga ga nyesel2 amat.“. Itu namanya ga niat minta maaf juga ya sebenernya.

Justru ketika kita punya ekspektasi ke orang lain saat minta maaf, itu kemungkinan besarnya ga tulus. Orang mah kalo minta maaf misal sambil ditraktir es krim atau apa, itu ga ngaruh juga.

Orang yang memang tidak memaafkan akan tetap marah, mau dikasih satu truk es krim pun. Jadi, no ekspektasi dan jangan minta maaf kalo ga bener2 nyadarin itu. Bagian ini makjleb aaa.. manteman harus nonton bahasa aslinya ustad.

Dari program Ramadan ini, kita dibuatkan doa dari tiga ayat di atas.

Doanya :

Wa laa taj’al fii quluubina ghiilal-lilladziina aamanuu.

Do not place in our hearts ghill towards those who believe.

Dari sini kita mutusin siapa/apa yang kita maafkan dan kita perlu minta maaf secara tulus. Kita minta maaf untuk memusnahkan ghill-nya kita, menyadari yang kita lakukan kemarin salah dan harusnya tidak seperti itu.

Jika pun ghill itu tidak diambil Allah saat di dunia, semoga Allah ambil saat di akhirat. Percayakan saja perasaan sulit itu kepada Allah dan move on untuk meniti jalan kepada-Nya, kepada kebaikan-kebaikan selanjutnya. Tidak berarti ketika kita tidak bisa get along dengan seseorang, satunya ke jannah lalu satunya ke neraka. Mereka meniti jalan mereka sendiri.

Kesimpulan ini mengerucut di surat Al A’raf ayat 43. Dan sebenernya memang mirip skenarionya.

‘And We will have removed whatever is within their breasts of resentment, [while] flowing beneath them are rivers. And they will say, “Praise to Allah, who has guided us to this; and we would never have been guided if Allah had not guided us. Certainly the messengers of our Lord had come with the truth.” And they will be called, “This is Paradise, which you have been made to inherit for what you used to do.”‘

Semoga Allah merekatkan ukhuwah kita dan mengangkat ghill kita di dunia. Dan di akhirat. Semoga semua orang yang sedang berkonflik, diberikan lepas dari ghillnya dia sendiri dan forgiveness dari baik Allah maupun pihak yang terkait. Dan tetap mengumpulkan kita di Jannah di atas dipan-dipan surga saling bercengkrama.

Resume oleh Candra Ayu Widyawati

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s