My Favorite Ayat
Guide Us to A Straight Path
Bismillahirrahmaannirrahiim.
Salah satu ayat Quran yang selalu terngiang-ngiang dalam pikiran saya adalah ayat keenam Surat Al Fatihah, “Ihdinash shiraathal mustaqiim”, tuntunlah kami ke jalan yang lurus. Guide us to the straight path.
Selama ini, yang saya ketahui, ayat ini menggambarkan tentang jembatan shiraathal mustaqiim yang akan dilalui oleh seluruh manusia di yaumul hisab. Namun, terjemahan ayat tersebut sendiri tidak menyebut tentang jembatan, tetapi sebuah jalan, shiraath.
Apakah jalan yang lurus itu? Kenapa di ayat tersebut, kita memohon ditunjukkan, dituntun ke jalan yang lurus? Agak aneh ya, kok minta petunjuk ke sebuah jalan? Memang kita mau ke mana? Kenapa nggak disebutkan saja, “tuntunlah kami pada-Mu,” misalnya? Kenapa Allah menggunakan kata “jalan”, atau “path”? Hikmah apa yang terkandung dalam ayat ini?
Kata ihdinaa, guide, tuntun, sangat menarik untuk dipahami. Kata ini sesungguhnya menunjukkan dua hal yang dilakukan oleh seorang hamba kepada tuannya. Pada ayat sebelum ayat ini, yaitu ayat 5, kita berdoa, “iyyaakana’budu wa iyyaakanasyta’iin,” hanya kepadaMu-lah kami menyembah dan hanya kepadaMu-lah kami memohon pertolongan.
‘Guide us’ bermakna pertama, bahwa kita siap menjadi hamba Allah, maka ya Allah, guide us how to be Your slave.
Kedua, kita memohon pertolongan kepada Allah, dan pertolongan terbesar yang kita mohonkan kepada Allah adalah beri kami petunjuk ya, Allah, tuntun kami, guide us, give us guidance.
Dalam kata ‘ihdinaa’, yang diterjemahkan sebagai guide us, menjadi menarik karena dalam ayat tersebut, kita tidak memohon petunjuk dari Allah hanya untuk diri kita sendiri.
Sebaliknya, kita justru memohon petunjuk untuk diri kita dan orang lain, guide us. Islam adalah agama komunal, bukan agama individual. Islam mengajarkan setiap individu untuk tidak bersikap egois, bahkan dalam hal berdoa dan memohon petunjuk dari Allah. Masya Allah.
Sederhananya, nggak asik kalau kita sendirian berjalan, bukan? Sekaya apapun kita, sehebat apapun kita, kita tetap menginginkan untuk memiliki teman yang bersama-sama berjuang, berjalan. Menarik lagi bahwa kata ‘guide us’ tidak serta merta berarti bahwa petunjuk yang diberikan Allah kepada kita akan persis sama satu sama lain.
Jadi, perubahan yang terjadi pada muslim secara komunal, merupakan perubahan pada diri masing-masing muslim dengan kecepatan dan kapasitas yang berbeda-beda pada setiap individu. Isn’t that awesome?
Berikutnya, sebuah jalan sesungguhnya adalah sarana menuju sebuah tujuan bukan? A road will always have an end. Bayangkan sebuah jalan lurus yang sangat lebar dan panjang. Di jalan tersebut, begitu banyak orang yang sedang berjalan. Mereka bergerak menuju arah yang sama. Ada yang berjalan kaki, ada yang mengendarai motor, ada yang mengendarai mobil, bermacam-macam.
Di jalan tersebut, orang-orang bergerak dengan kecepatan yang berbeda-beda. Ada yang sangat cepat, ada yang perlahan, bahkan ada yang baru saja mulai berjalan di jalan tersebut. Di tengah perjalanan, ada yang tersuruk, terantuk dan jatuh, berupaya bangun dan kembali berjalan. Jalan ini membutuhkan perjuangan.
Bagi saya, ayat ini adalah bukti kasih sayang Allah kepada manusia. Mengapa? Penggunaan kata ‘shiraath’ atau ‘jalan’ menunjukkan bahwa Allah tidak mengharapkan kesempurnaan dari kita. ‘Tuntunlah kami ke jalan’ maknanya bahwa setiap orang memiliki kapasitas yang berbeda-beda sehingga kecepatannya berjalan di jalan tersebut akan berbeda.
Oleh karena itu, setiap orang tidak akan bisa membandingkan dirinya dan kapasitasnya dengan orang lain. Allah menghendaki kita berupaya dengan segenap kemampuan kita untuk tetap berada di jalan tersebut. Allah tidak “memaksa” kita untuk sampai ke sebuah tujuan tertentu. Bayangkan ketika kita meminta seseorang untuk datang ke rumah kita.
“Hai, Abi, datanglah ke rumahku.” Kalimat ini menunjukkan ada tujuan yang kita ingin seseorang capai. Tujuannya adalah rumah. Ketika Abi tidak datang ke rumah, maka kita akan kecewa. Meskipun ternyata Abi memberitahu bahwa ia sudah berada di jalan menuju rumah kita dan jalanan rupanya sangat padat sehingga ia terlambat. Bukankah kita tetap kecewa?
Allah paham bahwa manusia punya banyak keterbatasan yang memungkinkannya untuk tidak dapat meraih tujuan. Oleh karena itu, Allah membuat tujuan tersebut berupa jalan, bukan tempat. Dengan begitu, Allah sebenarnya memastikan bahwa kita akan berupaya dan terus berupaya agar selalu bergerak, berjalan mendekatiNya. Ketika kita berada di jalan, semua orang akan berada di posisi yang berbeda-beda di jalan tersebut, bukan begitu?
Bagi Allah, all is OK, so long we’re on the road. Tujuannya sudah tercapai karena kita sudah berada (dan terus berupaya) di jalan tersebut. Ketika di tengah jalan kita meninggal, maka sesungguhnya kita sudah berhasil memenuhi keinginan Allah untuk tetap berada di jalanNya. Itulah tujuan kita dan itulah yang Allah inginkan dari kita. Indah sekali, bukan?
Selain itu, dalam ayat ini, digunakan kata shiraath, yang berarti jalan panjang yang lurus, dan meski terasa sulit untuk berada di jalan ini pada awalnya, namun begitu berada di jalan tersebut, menjadi jelas ke mana kita menuju. Tidak ada lagi keraguan, kebingungan.
Kata shiraath juga memiliki makna bukan hanya jalan yang lurus, tetapi jalan yang lebar, sehingga ada konsistensi antara frasa guide us dengan straight path. Kita meminta petunjuk bagi diri kita dan orang lain menuju jalan yang lurus. Kalau jalannya sempit, sudah pasti hanya muat untuk diri kita atau bahkan beberapa orang saja bukan? Tetapi ketika jalannya sangat lebar, bukankah begitu banyak orang akan bisa berada disana secara bersamaan?
Kata “mustaqiim” dalam bahasa Arab berasal dari kata “qaama”, yang berarti lurus ke atas. Maka, secara keseluruhan, shiraathal mustaqiim bermakna bahwa jalan lurus menuju ke atas. Penggunaan kata mustaqiim sangat menarik karena ketika digunakan kata “lurus ke atas”, maka sesungguhnya Allah meminta kita untuk meninggalkan dunia (yang berposisi lebih rendah) menuju Allah yang berada di atas.
Selain itu, kita juga diminta untuk meninggalkan semua kebiasaan-kebiasaan buruk kita yang memungkinkan kita dan menarik kita untuk tetap berada “di bawah”. Tapi tantangan berjalan ke atas adalah gravitasi yang selalu menarik kita ke bawah. Dengan demikian, memohon petunjuk Allah untuk berada di jalan lurus ini, juga adalah doa agar Allah memberi kita kekuatan untuk meninggalkan hal-hal duniawi yang menarik kita menjauhi jalanNya.
Ayat ini begitu penting dan istimewa karena ketika berdoa, umumnya kita meminta banyak hal; keluarga yang baik, kesehatan, rezeki yang halal dan baik, dan sebagainya. Namun, terkadang kita lupa untuk meminta hal terbesar yang dapat diberikan Allah kepada kita, yaitu petunjuk.
Ayat ini mengingatkan kita bahwa ketika kita siap menjadi hamba Allah, maka hal pertama yang harus kita mohonkan kepadaNya adalah petunjuk untuk senantiasa berada di jalan yang Allah kehendaki dan semakin dekat kepadaNya.
Semoga kita menjadi orang yang diberi petunjuk oleh Allah untuk selalu berada di jalan yang lurus, bukan hanya bagi diri kita, tetapi juga semua muslim, bersama-sama berjuang di jalanNya. Insya Allah.