[MFA2018] Aku Berharga Bukan Dengan Merendahkan Orang Lain – Tristia Riskawati


Berdasarkan khutbah “Nouman Ali Khan, Egypt’s Pharaoh in the Qur’an

Dalam sebuah perjamuan hari raya, seorang Bude pada awalnya hanya menyapa keponakan dan istrinya. Kedua insan itu sudah dua tahun lebih menikah.

Gimana, sehat? Tinggal di mana sekarang?
MFA2018-Tristia Riskawati

Kemudian tibalah pertanyaan itu… dengan nada yang ganjil– dan agak dikeraskan.

Dek, kok belum punya anak? Memang gimana ikhtiar-nya? Sudah sampai mana?

Kontan, wajah pasangan itu perlahan berubah. Antara berupaya melipat sedih yang makin mengemuka, serta berupaya tetap menata paras keramahtamahan.

Sebenarnya Bude mengerti, pertanyaan tersebut cukup sensitif. Hati kecilnya tahu, jika pertanyaan tersebut mengobrak-abrik hati sepasang sejoli tersebut.

Namun martabat mengalahkan empati. Sebulan yang lalu, anak si Bude baru saja di-drop out dari perkuliahannya. Agar sanak famili tidak menganggap harkatnya ‘parah-parah banget’, ia berupaya mencari orang lain untuk dilemahkan harkatnya.

Secara halus, ia ‘berhasil’ melakukannya. Meninggikan harkat diri, dengan merendahkan sesama.

Kawan, kisah di atas adalah fiktif. Namun ‘insiden-insiden’ semisal itu apakah lumrah terjadi? Bahkan, mungkin diri sendirilah pelakunya. Sampai tidak menyadarinya.

Seperti menyalahkan teman sekelompok praktikum dengan menyindirnya di grup LINE karena terlambat, padahal diri sendiri juga punya kesalahan.

Mencibir penghafal Alquran yang masih berupaya untuk lepas dari pacarnya– padahal diri sendiri, walau tidak pacaran, masih suka telat shalat subuh.

Di ranah yang lebih global lagi, demi memperkaya diri sendiri– sekelompok orang memperbudak buruh-buruh di pabrik, dengan tidak manusiawi. Jam shalat diperpendek, tunjangan kecil.

Ya, merendahkan orang lain merupakan guilty pleasure tersendiri. Efeknya, seolah-olah diri berada di posisi yang lebih baik.

Seolah-olah kekurangan-kekurangan diri tertutupi dengan melemahkan harkat orang lain. Baik dengan tindakan fisik, maupun dengan omongan menyakitkan. Duh!

Ustad Nouman Ali Khan, rupanya membahas kecenderungan ini pada Surat Az-Zukhruf ayat 54, “Maka Fir’aun melemahkan(fas’takhaffa) kaumnya (dengan perkataan itu) lalu mereka patuh kepadanya. Karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik.

(فَٱسْتَخَفَّ قَوْمَهُۥ فَأَطَاعُوهُ ۚ إِنَّهُمْ كَانُوا۟ قَوْمًۭا فَـٰسِقِينَ)

Dalam khutbah bertajuk “Nouman Ali Khan, Egypt’s Pharaoh in the Qur’an”, Ustad spesifik membahas kata melemahkan atau “fas’takhaffa“.

Arti akar kata ‘fas’takhaffa qawmahu‘– menurutnya adalah ‘ia merendahkan kaumnya’– atau ‘ia membuat kaumnya merasa rendah’.

Jika dikaitkan dengan ayatnya, ‘fastakhaffa’ memang dilakukan Fir’aun pada zaman Nabi Musa.

Menurut Ustad, Fir’aun tidaklah sekuat yang dikira. Ia sudah tua renta. Namun ia melakukan berbagai upaya agar rakyatnya percaya jika mereka lemah. Tujuannya, untuk mempertahankan martabatnya sebagai ‘titisan Ilahi’.

Seperti yang dilakukan penjajah Indonesia beragam tahun lamanya; melalui kerja paksa (fisik)– dan mindset (menganggap hal yang datang dari luar negeri lebih baik).

Kendati berbicara soal Fir’aun, Ustad mewanti-wanti– jika mental ‘pelemahan kepada orang lain’ ini bisa tumbuh tak tersadari.

Seperti yang dialami Bude di atas. Seperti aku yang acapkali menyalahkan teman lain agar tidak tampak ‘salah sendiri’. Seperti pengusaha-pengusaha yang sudah terlanjur hidup enak dan ingin mempertahankannya dengan menindas buruh pabriknya.

Pembahasan dari Ustad, benar-benar menerangkan hatiku.

Alquran memberiku pelajaran, bahwa keberhargaan diri bukan didapat dengan cara merendahkan orang lain. Bukan dengan menindas orang lain. Menghina mereka atau menebar gosip sehingga kelemahan-kelemahanku tertutupi. Keberhargaan diri bukan dinilai dengan perhiasan dan anak-anak semata, melainkan..

(وَٱلْبَـٰقِيَـٰتُ ٱلصَّـٰلِحَـٰتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابًۭا وَخَيْرٌ أَمَلًۭا)

..tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harap­an.” QS. Al-Kahfi: 46

Aku berharga jika aku beriman. Aku berharga jika amal shalihku berkelanjutan.

——————–

Khutbah Nouman Ali Khan, Egypt’s Pharaoh in the Qur’an: https://www.youtube.com/watch?v=rOnh1W25P2M

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s