Allah mengatakan di dalam Al-Qur’an, “Wa laqod washshoinalladziina uutul-kitaaba min qoblikum wa iyyaakum anittaqullooh.” (QS An Nisa ayat 131)

Wasiat yang ingin saya sampaikan kepada Anda – wasiat berarti warisan singkat – bahwa: Aku mengatakan kepada kalian dan orang-orang sebelum kalian, para ahlil kitaab, bahwa kalian semua harus bertakwa kepada Allah.

Inilah wasiat dari Allah. Bukti-bukti dan ayat-ayat mengenai takwa terlalu banyak untuk disebutkan namun takwa adalah esensi Islam. Takwa adalah puncak tertinggi dalam Islam, tulang punggung Islam, karena kita menyadari keberadaan Allah.

Allah mengatakan, “Tujuan berpuasa adalah mencapai ketakwaan.”

Mari kita lihat apa yang terjadi saat kita berpuasa di bulan Ramadan. Tidak ada amal lain yang membangun kesadaran akan keberadaan Allah seperti puasa.

Perhatikan bagaimana pengaruh salat kepada kita, kenyataannya adalah sangat disayangkan, salat telah menjadi sebuah rutinitas, bukan karena seharusnya demikian, tapi itulah kenyataannya. Salat telah menjadi ritual monoton.

Kita lirik jam dan berkata, “Oh, sudah waktunya Zuhur, saya salat dulu.”

Bahkan ketika kepala kita turun naik, hati dan pikiran kita masih tertambat kepada pekerjaan, tekanan, tugas, atau anak. Sangat disayangkan kenyataannya bagi kebanyakan kita, salat belum membawa kita kepada tujuan yang seharusnya.

Demikan juga dengan zakat, saya tidak mengatakan hal ini benar, tapi ini kenyataannya, bukan? Demikian juga dengan zakat. Apa makna zakat bagi kita? Sekarang ini, kita ambil pena, tulis cek, lalu kita anggap kewajiban zakat kita sudah lunas.

Secara teknis mungkin memang sudah terpenuhi, namun jarang sekali zakat memberi kesadaran sebagaimana yang seharusnya. Dahulu, zakat berarti Anda pergi mengunjungi keluarga miskin, cari mereka, berikan zakat langsung ke tangan mereka, dan melihat dampak pemberian itu.

Ini akan mempengaruhi Anda. Anda melihat langsung anak-anak yatim, para fuqaraa, dan mereka yang miskin, Anda kunjungi 5, 10, atau 20 rumah.

Anda pulang dengan perasaan yang berbeda, seperti, “Saya bersyukur kepada Allah.”

Namun akhir-akhir ini, cukup menggunakan organisasi amal, selesai…

Ruangan ber-AC, penggalangan dana berlangsung, Anda ambil pena bagus seharga $500, tulis cek, dan katakan, “Khalas, zakat saya sudah dibayarkan.”

Secara teknis memang sudah, namun di mana khusyuk yang seharusnya muncul darinya?

Sekarang mari kita lihat puasa. Apa yang terjadi di bulan Ramadan? Apa yang terjadi pada setiap diri kita? Kita benar-benar merasakan perubahan spiritual. Kita mulai mengawasi lidah, tangan, dan mata kita.

Dengan penuh kesadaran kita berpikir, “Seharusnya saya tidak berdiri di sini, hal haram ini sedang berlangsung, padahal saya puasa.”

Orang-orang bergunjing, memfitnah… “Saya tidak boleh berada di sini.”

Sungguh, kita menjadi sadar akan Allah selama bulan Ramadan, selama berpuasa. Bahkan untuk hal-hal yang halal. Secara teknis, kita boleh membalas jika seseorang memfitnah atau menyerang kita. Namun apa yang dikatakan Nabi shallallahu alaihi wa sallam?

“Ketika seorang dari kalian berpuasa, lalu yang lain datang dan mulai mengomel, atau memulai perkelahian dengannya, ingatkan diri kalian bahwa kalian berpuasa, juga ingatkan dia.”

“Innii shaa-im, Innii shaa-im.”

Sehingga dirimu sendiri bisa mengendalikan emosi yang sebenarnya sah itu. Membalas apa yang dilakukan orang kepada Anda adalah halal, namun di dalam berpuasa kita mencapai derajat takwa itu.

Jadi dengan jelas kita melihat bahwa “la’allakum tattaquun” menjadi nyata, kita lihat bahwa takwa dapat dicapai melalui puasa.

Subtitle: NAK Indonesia
Donasi: https://www.kitabisa.com/nakindonesia

English Transcript: https://islamsubtitle.wordpress.com/2018/05/16/how-ramadan-lead-to-the-consciousness-of-allah/