Bani Israil, Pemindahan Kiblat, dan Ayat Tentang Ramadan – Nouman Ali Khan


Bismillah.

Tanpa terasa kita sudah berada di bulan Sya’ban. Sebentar lagi Ramadhan akan hadir, semoga Allah mengizinkan kita bertemu lagi dengan bulan suci tersebut.

Tulisan kali ini saya ambil dari penjelasan ustadz Nouman tentang surat Al Baqarah ayat 183-186, diharapkan baca dulu ya.. di mushaf/aplikasi quran.

Videonya berjudul The Month of Forgiveness bisa dilihat di https://youtu.be/F3Wbvp0_ens

Mungkin kita sudah akrab ya dengan ayat 183. Karena sering mendengar ayat ini sebagai landasan kewajiban shaum. Padahal.. ternyata shaum yang disebut di sana, adalah shaum syariat nabi musa. Sedangkan ayat yang bahas tentang ramadhan cuma ayat 185.

Sebelum bahas ayat 183-186. Perlu diketahui tentang letak ayat penjelasan Ramadhan. Ada yang tahu ga Surat Al Baqarah bahas apa aja dari awal? Al Baqarah kan suratnya panjang ya? Aku dulu mikirnya isi surat Al Baqarah itu banyak dan loncat-loncat. Aku belum tahu kalau ternyata ada benang merahnya.

Setengah Pertama Surat Al Baqarah

Di video ini aku jadi tahu ternyata… Setengah pertama Al Baqarah nyeritain tentang Bani Israil. Tentang mengapa Bani Israil bukan ummat terpilih lagi, dan kesalahan apa yang mereka lakukan. Dan setelah itu, Allah menceritakan tentang Nabi Ibrahim yang membangun ka’bah bersama nabi Ismail ‘alaihuma salam.

Kenapa? Karena Nabi Ibrahim adalah link antara orang Yahudi dan orang Arab. Kok bisa? Karena orang-orang Arab adalah anak dari Nabi Ismail. Dan yahudi adalah anak dari Nabi Ishaq. Dan ikatan di antara mereka adalah Nabi Ibrahim (kakek mereka). Nabi Ibrahim adalah kakek orang-orang Arab dan orang-orang Yahudi.

(وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَٰهِۦمُ ٱلْقَوَاعِدَ مِنَ ٱلْبَيْتِ وَإِسْمَٰعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّآ إِنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ)

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Isma’il (seraya berdo’a): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Al Baqarah ayat 127)

Allah seolah menegur orang-orang Yahudi, “Mengapa kamu sangat terobsesi dengan anak-anak Ishaq? Dan kenapa kamu tidak peduli dengan anak-anak Ibrahim?

Karena Nabi Ibrahim juga ayah dari Nabi Ismail dan melalui Nabi Ismail, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam lahir. Jadi setelah Bani Israil dikasih tahu semua alasan kenapa mereka bukan lagi penerima risalah, mereka diingatkan lagi tentang Nabi Ibrahim ‘alaihi salam.

Pemindahan Kiblat dan Pengakuan Yahudi

Beberapa ayat setelahnya, adalah ayat tentang pemindahan kiblat. Cek ayat albaqarah 142-144.

Sebelumnya perlu diketahui, waktu Rasul belum hijrah dan kiblatnya di Al Aqsa, Rasulullah bisa memilih tempat shalat sehingga bisa menghadap ke Ka’bah sekaligus ke Masjidil Aqsa. Sedangkan setelah hijrah, Rasul tidak bisa melakukan itu lagi. Rasul harus memilih, menghadap ke Masjidil Aqsa dan membelakangi Ka’bah atau sebaliknya.. Makanya di ayat 144 digambarkan bahwa Rasul rindu menghadap ke ka’bah saat shalat. Rasulullah tidak berkata apa-apa, hanya melihat ke langit. Namun Allah Maha Mengetahui semua yang ada di hati kita..

قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاء فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّواْ وُجُوِهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّهِمْ وَمَا اللّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ

“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa (berpaling ke Masjidil Haram) itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (Al Baqarah ayat 144)

Ustadz Nouman Ali Khan menyebutkan, pemindahan kiblat ini memisahkan kita sebagai umat baru dari ahli kitab. Sebelumnya, kita masih pakai syariat Nabi Musa. Namun saat ayat ini turun, kita ibarat punya ibukota negara sendiri.

Analoginya gini, kalau ada bangsa yang besar, pasti ia membuat ibu kota untuk bangsa tersebut. Ibu kota tadi kemudian menjadi simbol negara/bangsa tadi. Kalau misal ada perang, yang dikuasai sebuah kota, atau sebuah desa, dalam negara tersebut, negara/bangsa itu masih bisa berdiri. Kecuali kalau ibu kotanya sudah jatuh ke tangan musuh.

Nah, Ka’bah itu ibarat ibukotanya ummat islam. Pemindahan kiblat diikuti dengan pernyataan (deklarasi) dari Allah bahwa kita ummat baru. Ummatan wasathan. Ayat 143.

Al Baqarah 143

Terus ayat ke 142 ngegambarin apa? Sesuai isinya, ayat ini jelasin bahwa ada orang-orang bodoh yang buka rahasianya orang Yahudi.

Punya temen non Muslim? Kristen, Hindu, Budha, dll? Mereka peduli ga kita shalatnya menghadap ke timur, barat, utara atau selatan? Mereka peduli ga kita shalat menghadap Ka’bah atau Aqsa? Mereka ga peduli. Karena mereka merasa itu urusan kita.

Tapi orang Yahudi saat itu beda. Mereka terganggu, menjadi ofensif saat tahu kiblat umat muslim sudah berpindah dari Al Aqsa. Kenapa? Karen mereka sebenernya tahu kalau Islam adalah agama yang benar. Mereka mengenal Rasul seperti mengenal anak mereka.

Cek QS Al Baqarah ayat 146. Mereka pikir, selama syariatnya sama. Selama mereka masih sama-sama kiblatnya di Al Aqsa, mereka akan aman. Maka saat kiblat pindah ke Ka’bah, mereka ga punya pilihan lain. Mereka harus mengikuti syariat islam mereka harus masuk islam.

Itulah mengapa di ayat 142 disebutkan sayaqulussufaha.. berkatalah orang-orang bodoh di antara mereka. Karena ketika mereka protes, mereka membuka kedok bahwa mereka sebenernya mengakui kebenaran Islam namun tidak mau mengikuti islam karena gengsi sebagai Bani Israil.

Di situ saya mulai nyadar. Ya Allah.. ini nyambung! Dari awal Al Baqarah sampai ayat tentang pemindahan kiblat. Saya saja yang tidak merhatiin lebih detil dan kurang belajar tafsir dll. TT

Jadi yang pertama adalah pemindahan kiblat. Selanjutnya? Allah membedakan shaum yahudi dan shaum muslim. Dari sini baru kita baru akan masuk pembahasan ayat 183-186.

Syariat Puasa Sebagai Cara Agar Kita Bertakwa

Sebelumnya, umat muslim berpuasa sama dengan hari-hari orang Yahudi berpuasa. Jadi, umat muslim pakai syariat nabi Musa, sebelum syariat nabi Muhammad turun.

Ayat 183, diwajibkan atas kamu yang beriman berpuasa, supaya kamu bertakwa. Kita diwajibkan puasa seperti kaum sebelum kita, kutiba ‘alalladzina min qablikum. Kita diwajibkan shaum seperti Bani Israil. Jadi.. Allah memberikan “latihan fisik” yang sama supaya kita bertakwa.

Kan di awal (Al Baqarah) Allah terus bertanya ke Bani Israil, “Kenapa kamu tidak juga bertakwa?

Di ayat ini, Allah seolah berfirman, “Kamu diberikan latihan yang sama seperti mereka (puasa) supaya kamu bertakwa.” Ini giliran kamu… apakah kamu bisa menjadi bertakwa dengan puasa?

Nah.. sekarang kita bicara tentang apa hubungan puasa dan takwa. Ada yang tahu? Kenapa puasa bisa buat orang bertakwa?

Taqwa adalah…. Orang biasa mengartikan taqwa sebagai takut kepada Allah. Taqwa berasal dari kata wiqaya. Wiqaya berarti penjagaan perlindungan. Taqwa mirip dengan kata ittiqa, mencari perlidungan. Itulah kenapa di hari Pembalasan orang-orang akan mencari perlindungan untuk dirinya sendiri. Yang dinyatakan dalam firman Allah.

Wa kaifa tattaquuna inkafartum yaumayyaj’alu wildanashiba.” (QS Al Muzammil 74 ayat 17)

Bagaimana kamu akan melindungi dirimu jika kamu kafir, di hari saat rambut bayi akan berubah menjadi abu-abu (beruban)?

Jadi Allah menggunakan kata tattaqun untk mendeskripsikan penjagaan diri/perlindungan diri. Protection. Arti sebenarnya dari taqwa adalah to protect yourself.

Allah berfirman, Allah memerintahkan kita berpuasa supaya kita dapat melindungi diri kita. Apa artinya? Manusia.. kita kadang ikut pelatihan tertentu. Nah, lewat latihan, kita akan mendapat skill baru yang bagus. Terutama pelatihan fisik. Contohnya, yang mau jadi tentara atau polisi, mereka harus latihan fisik. Awalnya saat latihan mereka merasa sulit, kemudian semakin mudah dan semakin mudah.

Selain itu sebenarnya sifat pelatihan itu mudah. Contohnya untuk Pemadam Kebakaran. Waktu latihan, mereka ga bener-bener matiin api yang bakar gedung. Mereka latihan matiin api yang sudah dikontrol.

Begitu juga dengan puasa. Saat kita puasa, kita seringkali bahkan selalu “perang” sama tubuh kita sendiri.

Tenggorokan kita memohon, “Ayo dong minum, udah kering banget ini..

Lambung kita bertanya-tanya, “Di atas kenapa sih? Kok belum ada supply masuk?

Dan saat kita puasa, hati kita berkali-kali menang melawan seluruh tubuh kita. “Diam! Ini belum magrib“.

Dan ini bukan hanya “perang” melawan lambung sama tenggorokan. Tapi juga “perang” melawan lisan, mata, telinga, kaki, tangan. Mata agar tidak melihat yang haram. Lisan agar tidak berbicara hal-hal yang sia-sia atau berdosa, dst..

Nah.. kalau di latihan pemadam kebakaran, latihan memadamkan api yang terkondisikan. Kalau puasa di Ramadhan juga dalam kondisi terkontrol. Setan diikat/dipenjara.

Ramadhan, melatih hati agar dapat lebih kuat dan dapat berkuasa mengatur tubuh kita.

Dan setiap hari saat puasa.. hati kita “berperang” dengan tubuh kita. Seluruh tubuh kita melawan hati. Kemudian tubuh kita makin melemah dan melemah. Saat tubuh kita memohon, “Please disobey Allah.. please disobey Allah..

Hati kita menjawab, “Tidak.. my heart is submited to Allah. Jika seluruh tubuh menginginkan sesuatu, aku tidak akan memberikannya.

Saat kita puasa.. kita melatih hati untk mengatur tubuh kita. Itulah yang kita lakukan. Mengapa penting melatih hati mengatur tubuh kita? Supaya saat puasa (bulan Ramadhan) berakhir, hati kita kini siap untuk mengatur tubuh kita.

***

Nah sebelum bahas ayat 184.. Ada bagian dari ayat 183 yang belum dibahas. Allah di ayat 183 menyatakan bahwa tujuan diperintahkan puasa adalah supaya kita bertakwa.

Jadi menurut Ustadz Nouman Ali Khan, penting banget untuk mengecek ulang tujuan kita shaum. Benarkah supaya bertakwa? Atau cuma nahan haus dan lapar?

Di sini Ustadz Nouman kasih analogi lagi dengan orang yang latihan militer. Misal nih, disuruh naik ngelewatin pagar setinggi dua meter, 10 kali keliling.. Ada 2 orang. Yang pertama beneran ngelewatin pagar dengan cara naik terus turun. Yang kedua, dia cuma muterin itu pagar. ga naik sama sekali sampe 10 kali cuma ngindarin. Orang kedua mungkin ngerasa sama aja. Yang penting kan sampe finish. Tapi sebenernya ga sama, karena tujuannya ga kecapai. Misal nih di medan perang yang asli ada tebing yang harus di daki orang militer. Siapa yang beneran bisa ngelewati tebing? Orang pertama atau kedua?

Begitu juga dengan puasa. Ada yang shaum-nya asal nyampe 30 hari. Ada juga yang bener-bener ngelatih hatinya menolak semua permintaan tubuhnya. Baik perut yang minta dikasih makan, juga lisan yang pengen ngegunjing orang, juga mata, telinga, dll..

Ini adalah salah satu pembeda kita dari Bani Israil, setelah kiblat yang dipindah ke Ka’bah. Dulu Bani Israil dkk (dan kaum sebelumnya) cuma diwajibin puasa kurang dari 10 hari. Ayat 184 berawal dengan frase “ayyamamma’dudat“, yang kata ustadz Nouman dari segi bahasa artinya less than 10 days. Ma’dudat yang artinya kurang dari 10, sekitar 9 hari atau kurang dari itu.

Jadi ayat 184 menceritakan tentang puasa sebelum syariat bulan Ramadhan turun. Singkatnya dari ayat ini kita tahu 2 hal: (1) Puasanya kurang dari 10 hari , (2) Jika melewatkannya (karena sakit, diperjalanan, dll) boleh milih dua cara untk menggantinya: (a) mengganti dengan puasa qadha (b) mengganti dengan memberi makan org miskin. Dua-duanya boleh dipilih oleh yang melewatkan puasa. Tapi Allah menekankan bahwa pilihan pertama (a) lebih baik daripada pilihan kedua.

Jadi surat 183 tuh ngingetin kita lagi tentang tujuan puasa dan kewajiban puasa bagi kaum sebelum Islam. Ayat 184 tentang puasa bagi kaum sebelumnya, yang kurang dari 10 hari dan ada 2 cara ganti kalau ga ngerjain karena sakit, dll. Ayat 185 baru tentang Ramadhan. Ini yang disebut di awal bahwa Allah berfirman tentang Ramadhan cuma sekali. Ya. Cuma sekali yaitu di ayat ini.

Ramadhan, Bulan Al Quran Diturunkan

Ayat 185 berawal dengan frase “syahru ramadhan” bulan Ramadhan. Ini adalah salah satu pembeda kita dari Bani Israil, setelah kiblat yang dipindah ke Ka’bah. Syahru ramadhan, kita udah diminta puasa di bulan Ramadhan. Bukan lagi puasa di ayyamamma’dudaat.

Setelah syahru ramadhan kalimat apa? Alladzi unzila fihil quran.. di bulan ini diturunkan Al Quran.

Apa yang kita inget pertama kali saat mendengar kata Bulan Ramadhan? Kita inget ifthaar, inget kolak pisang, dll. Atau minimal kita inget bulan ramadhan itu bulan puasa. Tapi kata apa yang Allah gandengkan dengan Ramadhan? Quran.

Ada yang masih inget pemindahan kiblat seolah-olah kita sebagai kaum baru punya apa? Seolah kita punya ibu kota baru.. Dan Al Quran, seolah kita punya konstitusi sendiri. Semacem UUD atau Pancasila gitu.. Jadi kalau kata Ustadz Nouman.. ayat ini bener-bener memisahkan kita dari Yahudi. Karena kita punya kiblat yang berbeda dengan mereka, dan kita punya konstitusi sendiri. Rasul sudah punya syariah sendiri.

Di sini kata ustadz Nouman, yang membuat orang-orang Yahudi di Madinah kesel. Berarti sekarang mereka ga bisa pura-pura ga mengakui kenabian Muhammad shalallahu ‘alaihi wassallam. Karena syariatnya udah beda. Mereka akhirnya harus memilih masuk Islam, shalat menghadap Ka’bah dan shaum di bulan Ramadhan.

Jadi bulan Ramadhan ini bulan Quran. Bukan bulan puasa. Karena Allah menggandengkan Ramadhan dengan Quran. Bukan syahru ramadhan alladzi kutiba fihis shiyam.. Atau dengan kata lain. Menurut ustadz Nouman, kalau di negara lain ada hari merayakan kelahiran konstitusi mereka. Allah ngasih kita perayaan 1 bulan karena turunnya Al Quran.

Quran Petunjuk Untuk Seluruh Manusia

Alladzi unzila fihil quran… huda linnas. Petunjuk bagi seluruh manusia.

Again, ini menurut ustadz Nouman is a slap in the face. Kaya tamparan sekali lagi untuk Bani Israil. Kenapa? Karena Bani Israil mengira bahwa wahyu (revelation) cuma buat mereka, cuma untuk anak Israil (Ishaq). Tapi Allah menegaskan di sini.. Al Quran ini petunjuk bagi semua manusia. Bukan cuma untuk Bani Israil, bukan cuma untuk Bani Ibrahim, bukan cuma untuk orang Arab. Tapi untuk semua manusia..

Bagian ayat ini… huda linnass.. mengingatkan kita bahwa ga boleh ada yang namanya rasisme, perasaan suku A lebih baik dr suku B, warna kulit X lebih baik dr warna kulit Y, bahasa C lebih baik dari bahasa D, dst. Mungkin kita ga sadar.. tapi kenyataannya perasaan itu kadang terselip.

Allah makes this guidance for all people. You know what that means? He made all human being equal, just by Quran, by the institution of shalat.” – Nouman Ali Khan

Kita ga bisa jadi seorang rasis karena kita solat. Kita ga bisa ngerasa supremist karena kita shalat.. Kenapa? Karena saat kita berdiri bersama untuk shalat, kita teringat saat Bilal radhiyallahu anhu berdiri di sebelah Utsman radhiyallahu anhu saat shalat.

Ustadz Nouman menekankan bagian ini karena beliau melihat ashabiyah (fanatisme) di kalangan muslim. Orang Arab menertawakan (make fun) orang non arab. Orang Bangladesh menertawakan orang Pakistan. Orang Pakistan menertawakan orang India. Orang Indonesia menertawakan orang Malaysia. Atau mungkin kalau liat di kalangan mahasiswa.. bisa liat ashabiyah tiap mahasiswa terhadap harakah mereka, organisasi dakwah mereka.

Di sini.. saat bahas potongan ayat 185, “huda linnas“. Ustadz Nouman ngingetin kita bahwa ada ikatan yang lebih kuat dari ikatan darah. Yaitu ikatan syahadat, laa ilaaha illaallah. Lewat syahadat, Al Quran mengikat kita. Lewat shalat, kita belajar, bahwa urutan orang berada di shaf bukan berdasarkan suku, atau harta. Karena bisa jadi ada bos yang shalat di belakang karyawannya. Dan karyawannya yang jadi imam.

Kalau istilah ustadz Nouman, coba pergi ke Amerika, ada banyak gereja berdasarkan daerah, ras, kesamaan bahasa. Lalu coba masuk ke masjid di America. “You walk into masjid, it’s an international converence again.

Karena di sana pasti banyak orang yang shalat dalam satu shaff padahal mereka ga saling tahu bahasa masing-masing. Tapi Al Quran menyatukan mereka. Karena apa yang dibaca saat shalat? Al Quran..

They don’t even speak each other’s language, but they’re praying together. The same Quran unifies us.” – Nouman Ali Khan

Atau kalau di Indonesia. Ibaratin aja orang-orang yang cuma bisa bahasa daerah mereka. Bertemu di masjid shalat bersama. Orang Jawa, Kalimantan, Sumatra, dst. Mereka ga bisa saling bicara karena cuma bisa bahasa daerah. Tapi dengan shalat, Quran menyatukan kita.

“Huda linnass… wa bayyinatil minal hudaa wal furqan.”

Dan terdapat di dalamnya multiple proof, clear evidence from guidance and distunguished between right or wrong. Di dalamnya terdapat bukti-bukti, petunjuk dan furqan (pembeda antara yang haq dan yang bathil).

Wa bayyinatil minal hudaa wal furqaan.” Maksudnya, kalau kita baca dan perhatiin Al Qur’an. Kita bisa ngerti, kalau kitab ini, buku ini ga mungkin buatan manusia..

Al Baqarah ayat 185, sejauh ini baru bahas tentang Al Quran. Padahal awalnya tentang apa? Syahru ramadhan, bulan Ramadhan. Tapi tiga frase setelahnya tentang Quran (1) alladzi unzila fi hil quran (2) huda linnas (3) wa bayyinatil minal hudaa wal furqan. Di sini kita bener-bener diingetin lagi kalau Ramadhan itu bulan Quran. Artinya bulan Ramadhan ini kita harus menaikkan interaksi kita dengan Al Quran, baik dengan tilawah, ngafal, ikut kajian tafsir, dll.

Bersambung ke Ramadan Momen Transformasi Diri – Nouman Ali Khan

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s