[Transkrip Indonesia] Dia Kehilangan Iman – Abdul Nasir Jangda


Biar saya ceritakan sebuah kisah singkat, bukan kisah saya pribadi, namun kisah seseorang yang pernah saya temui. Suatu ketika saya pernah berbicara tentang hal ini (cara menghadapi kesulitan) di khutbah Jum’at. Khutbah Jum’at di sebuah komunitas di Amerika.

Selepas khutbah, seorang jemaah pria mendatangi saya. Terkadang mata bisa menggambarkan sesuatu, dari matanya kita tahu dia punya kisah untuk diceritakan? Mata pria ini menyatakan itu.

Dia berjalan ke arah saya dan berkata, “Apa yang baru saja Anda bicarakan secara pribadi sangat mengena bagi saya.

Padahal tadi saya memberi khutbah tentang kematian Khadijah, kematian Abu Thalib, hal-hal yang sangat serius. Jadi saya menjawab, “Ceritakanlah kepada saya bagaimana hal itu jadi begitu mengena bagi Anda.

Saya ajak dia duduk dan memintanya, “Ayo ceritakan pada saya kisah Anda.

Katanya, “Ini adalah hari pertama saya kembali salat setahun.

Saya dilahirkan di dalam keluarga Muslim. Saya rajin beribadah hampir selama hidup saya, salat lima waktu. Namun hari ini pertama kalinya saya kembali salat setelah setahun lamanya.

Apa yang terjadi?” tanya saya

Sekitar setahun yang lalu,” kisahnya, “Hidup saya begitu sempurna.

Terkadang kita memiliki rencana lima tahunan, sepuluh tahunan, atau rencana besar. Lalu rencana itu berjalan sesuai yang kita inginkan, segalanya berlangsung seperti yang direncanakan.

Katanya, “Saya sedang berada dalam posisi seperti itu.

Waktu itu umur saya hampir mendekati 30 tahun. Saya sudah menyelesaikan kuliah dan residensi dokter, saya bekerja pada dua pekerjaan sekaligus.

Saya menikah dalam masa itu, saya menemukan wanita impian saya, cinta sejati saya. Kami dikaruniai dua orang anak.

Saya masih dalam residensi, bekerja 16 jam sehari. Dan kami tinggal di sebuah apartemen mungil, bukan di kawasan elit.

Kami punya satu mobil yang hampir setiap hari mogok. Kehidupan kami cukup sulit, pas-pasan. Tahun demi tahun kami lalui, entah bagaimana caranya.

Sekarang saya sudah berada di penghujung residensi saya. Berbagai tawaran pekerjaan bermunculan dari klinik, rumah sakit, dan kelompok tertentu. Tawaran yang sangat menggiurkan, enam digit. Enam digit dolar Amerika, tawaran besar.

Semua hal sepertinya mulai lancar, banyak tawaran masuk ke meja saya. Kami lalu mencari rumah yang lebih baik, kami ingin membeli rumah bagus di lingkungan yang bagus, begitu juga sekolah yang baik untuk anak-anak kami.

Kami kunjungi dealer mobil dan mencari mini van atau mobil bagus lain. Semuanya berjalan dengan baik. Semua impian kami menjadi kenyataan.

Suatu hari saya pulang lebih lambat dari biasanya,” katanya.

Saya berjalan masuk dan mengucapkan, ‘Assalamu’alaikum.’

-Keluarga yang taat beribadah-

Saya ucapkan salam sebagaimana anjuran sunnah. Tidak seorang pun menjawab. Saya lirik jam, ini biasanya jamnya isteri saya membawa anak-anak tidur siang. Ini jam tidur siang mereka, dan ibunya ikut tidur dengan mereka.

Biarkan mereka tidur, jangan dibangunkan,” batin saya.

Saya tidak ingin mengganggu mereka. Lalu saya pergi mengambil makanan, lalu duduk membaca, serta membalas beberapa email.

Setelah beberapa saat… Anda tahu perilaku anak-anak jika terbangun?

Mereka mulai ribut. Saya dengan suara anak-anak dari kamar. Yang kecil menangis, kakaknya sedang berbicara, saya bisa mendengarnya. Saya begitu bersemangat, seperti biasanya seorang Ayah. Mereka sudah bangun, waktunya bersenang-senang, waktu keluarga.

Jadi saya bergegas menuju ke kamar. Saya masuk, dan anak-anak sedang duduk di sebelah isteri saya. Isteri saya terbaring tidak bergerak di sana, di antara mereka. Terbujur kaku, tidak merespon, tidak bereaksi.

Ini tidak benar. Sebagai dokter saya langsung memeriksanya, dan dia telah meninggal, bukan baru saja, namun sudah sejam yang lalu. Dia sudah dingin, dia sudah pergi begitu saja…

Katanya, “Saat itu hidup saya hancur berkeping-keping.

Saya kehilangan cinta sejati saya, anak-anak kehilangan ibunya, dan saya kehilangan keyakinan saya, iman saya.

Dua puluh empat jam berikutnya berlangsung seperti mimpi,” katanya.

Penyelenggaraan jenazah dan penguburan, segalanya berlangsung tanpa saya sadari. Setelah dua puluh empat jam itu dan dia sudah dikuburkan, saya masuk ke dalam kamar dan mengunci diri di sana.

Berhari-hari saya tidak keluar dari kamar. Saya matikan lampu, berbaring di tempat tidur, dan menatap nanar langit-langit. Saya tidak memeluk anak-anak saya beberapa hari kedepannya. Ibu dan kakak lelaki sayalah yang menjaga mereka.

Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Setelah beberapa hari saya merangkak turun dari tempat tidur, saya kembali terhubung dengan anak-anak saya.

Saya berusaha kembali bekerja, berusaha untuk bekerja sambil mengasuh anak-anak saya. Ibu dan kakak saya sangat membantu saya. Lambat laun tetapi pasti melewati minggu dan bulan saya pulihkan diri saya. Saya kembali bekerja dan mengatur jadwal anak-anak.

Dibalik semua itu, ada satu hal yang hilang, satu hal yang tidak bisa saya pecahkan, iman saya hilang, keyakinan saya rusak. Saya tidak lagi salat, saya tidak lagi punya keyakinan, saya menjadi kacau.

Kakak saya bukanlah seseorang yang tiba-tiba muncul lalu menjadi tukang menasihati. Sementara orang ketika memberi nasihat, mereka tidak pernah ada di sana untuk Anda, tidak pernah menolong Anda, mereka tidak mendukung Anda, hanya muncul dan menyuruh-nyuruh Anda.

Kakak saya tidak begitu, dia menjaga anak-anak saya, dia menemani anak-anak ketika saya harus mendadak ke rumah sakit menangani pasien. Dia benar-benar menjaga saya dan anak-anak, saya menghormati dan menyayanginya. Dan dia sangat alim, sangat saleh, dia menjaga salatnya.

Dia selalu menasihati saya setiap hari, ‘Adikku, ayolah, kamu harus salat. Ayolah, salat.’

Namun saya selalu menolak.

Pagi tadi, katanya, dia berkata, dia muncul di rumah saya dan berkata, ‘Aku tidak mau dengar kata tidak lagi, Ibu akan menjaga anak-anak, kamu ikut aku salat di masjid.’

Kamu harus pergi Jum’atan, letakkan wajahmu di lantai di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala, kamu harus salat!

Kamu harus sujud dan mengucapkan Allahu akbar, sehingga lubang di hatimu itu akan tertutupi.

Katanya, ‘Lalu saya pergi Jum’atan.’

Saya mendengar khutbah dan Anda menceritakan Nabi shallallahu alaihi wa sallam, bagaimana beliau kehilangan ibu anak-anaknya, cinta sejatinya, dan akhirnya saya menemukan jawaban pertanyaan saya.

Semuanya kembali masuk akal bagi saya.

Renungkanlah… Setelah melalui begitu banyak tragedi, bagaimana seseorang bisa meneruskan hidupnya, bagaimana Nabi shallallahu alaihi wa sallam bisa bangun keesokan harinya keluar dari rumahnya dan berkhutbah lebih hebat dari hari sebelumnya?

Bekerja lebih keras dari sebelumnya, meski pun beliau tahu akan pulang ke rumah yang kosong, meski pun tahu bahwa beliau akan menjumpai tempat tidur kosong, meski pun tahu bahwa beliau akan pulang dan harus menatap wajah anak-anaknya, lalu mengusap air mata mereka, karena ibunya takkan pernah kembali lagi.

Bagaimana beliau sanggup bertahan dan melanjutkan hidupnya? Pada saat itulah Allah subhanahu wa ta’ala menganugerahi beliau sebuah jalan keluar. Allah subhanahu wa ta’ala membawa beliau melalui sebuah perjalanan yang paling menakjubkan dari seluruh perjalanan yang pernah dilakukan manusia.

Yang disebut dengan perjalanan Isra’ dan Mi’raj. Perjalanan malam ke Yerussalam, lalu naik menuju surga. Perjalanan malam menuju Al-Aqsa, lalu naik menuju surga. Di sana beliau berada dekat dengan Allah subhanahu wa ta’ala, kedekatan yang belum pernah dialami makhlukNya yang mana pun.

Bahkan Jibril ‘alaihissalaam berhenti di sidratul muntaha, dan berkata, “Kamu harus pergi sendiri dari sini.

Di sana Allah subhanahu wa ta’ala memberi Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebuah hadiah. Hadiah itu berupa salat lima waktu sehari semalam. Dan Allah subhanahu wa ta’ala mengatakan kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “Kesulitan akan datang, kemalangan akan mengetuk rumahmu, tragedi akan menimpamu.

Namun setiap kali kamu jatuh, bangkitlah kembali dan katakan Allahu akbar.

Setiap kali Anda menghadapi kesulitan katakan Allahu akbar. Allah akan menyembuhkan luka Anda, Dia akan menyelesaikan masalah Anda, Dia akan memudahkan semua kesulitan Anda.

Subtitle: NAK Indonesia
Donasi: https://www.kitabisa.com/nakindonesia

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s