Pertama yang ingin saya sampaikan adalah bahwa Allah menekankan dalam mengatakan, “Innahum fityatun.” (QS. Al-Kahfi ayat 13)
“Tidak diragukan lagi mereka adalah sekelompok pemuda, mereka adalah sekelompok pemuda…”
“Aamanuu birobbihim.” (QS. Al-Kahfi ayat 13)
“…yang percaya kepada Tuhannya.”
Allah tekankan tentang kemudaan mereka. Ini penting, karena dewasa ini jika kita bicara tentang pemuda, kita bicara tentang bagian masyarakat yang bermasalah.
Pemuda memakai narkoba, pemuda menonton pornografi di internet, pemuda hobi dengan budaya populer, pemuda begitu mudah terbawa arus, pemuda kehilangan keyakinan, pemuda kebingungan, pemuda terlalu banyak mengobrol, para pemuda terlalu menyukai para pemudi, para pemuda membuat masalah di dalam bazar.
Saya tidak suka sesi pemuda di konfensi, terlalu kacau. Begitu mendengar kata pemuda, Anda hampir selalu menyamakannya dengan masalah. Hanya ada pemuda dan masalah. Dan benar, sepertinya mereka adalah rantai terlemah dalam komunitas kita. Semua yang lainnya merasa tidak ada masalah dengan Islamnya, namun mereka sangat mengkhawatirkan para pemuda.
Saya beri tahu sesuatu… di zaman yang penuh cobaan ini, satu-satunya yang memperjuangkan kebenaran, satu-satunya yang punya kuku dan keberanian, untuk tidak mempedulikan apa pendapat orang lain dan mereka akan berdiri teguh di sisi Allah, adalah para pemuda. Mereka adalah para pemuda.
Mereka bukanlah kelemahan kita. Para pemuda bukanlah kelemahan kita, tetapi kekuatan kita. Mereka adalah kekuatan kita. Dan mereka akan menemukan kekuatan mereka di dalam kalam Allah. Jika para pemuda kembali kepada kitab Allah, dunia akan berubah. Peta dunia akan berubah.
Saya beri tahu sesuatu… Ada banyak ulama yang sudah menghabiskan seluruh hidupnya membaca buku-buku. Mereka menghabiskan hidupnya menyembah Allah, mereka habiskan hidupnya mempelajari hadits, syari’ah, fiqih, usul, aqidah, tafsir. Mereka hidup untuk belajar dan mengajar, hingga rambut mereka berubah dari abu-abu menjadi putih, kulit mereka mengeriput, dan mereka hampir tidak bisa berdiri tegak. Dan ini adalah para orang tua mulia dan terhormat simbol iman di dalam masyarakat kita. Khususnya ulama-ulama sepuh yang merupakan harta bagi umat ini.
Namun mereka, ulama dari umat ini, selama 14 abad mempelajari sekelompok pemuda yang tidak-tahu apa-apa, kecuali bahwa hanya ada satu Tuhan. Para ulama besar itu telah menulis buku-buku, artikel, paper, dan refleksi mengenai kehidupan dari para pemuda yang tidak berilmu, tidak terpelajar, dan tidak punya ijazah tajwid satu pun.
Itulah yang terjadi di sini. Inilah kekuatan iman. Kita tidak mengagungkan sertifikat. Kita tidak mengagungkan penampilan. Yang dimuliakan Allah adalah keyakinan yang teguh. Jika Anda bisa bertahan melalui tekanan, maka para pemuda ini bisa menjadi pahlawan bagi para ulama, bukan sebaliknya, subhanallah. Itulah yang telah dilakukan Allah bagi para pemuda ini.
Sekarang, dari pelajaran yang ingin saya tekankan di sini… Cara kisah ini diceritakan sungguh sangat indah… Dan salah satu titik fokus bagi saya adalah penjabaran dari firman Allah berdasarkan urutan. Bagaimana Allah menceritakan sebuah kisah, menarasikan kejadian-kejadian. Cara Allah melakukan itu di dalam surat Al-Kahfi dan “Ashabul Kahfi”, sungguh luar biasa. Akan saya berikan kepada Anda sekarang.
Ini kembali akan menjadi ujian lisan, Anda yang menderita di sesi sore, akan kembali menderita lagi. Coba ulangi, akan ada empat ayat pada bagian pembukaan. Berapa ayat? Ada empat ayat pembukaan.
Pertama, “Idz awal-fityatu ilal-kahf.” (QS. Al-Kahfi ayat 10)
Ini yang harus Anda ingat. Pertama, para pemuda menuju ke gua untuk mengungsi. Mereka menuju ke mana? Ke gua. Itu ayat pertama, “Idz awal-fityatu ilal-kahf.”
“Fa qoolu robbanaaa aatinaa mil ladunka rohmah, wa hayyi’ lanaa min amrinaa rosyadaa.” (QS. Al-Kahfi ayat 10)
Ayat kedua adalah ayat berikutnya. Allah berkata, “Fa dhorobnaa ‘alaaa aadzaanihim.” (QS. Al-Kahfi ayat 11)
Ayat kedua, Allah membuat mereka tertidur. Ayat pertama apa tadi? Mereka menuju… gua. Kedua adalah… mereka tertidur, “Fa dhorobnaa ‘alaaa aadzaanihim.” (QS. Al-Kahfi ayat 11)
Ayat ketiga adalah, “Tsumma ba’atsnaahum lina’lama ayyul-hizbain, ahshoo limaa labitsuuu amadaa.” (QS. Al-Kahfi ayat 12)
“Kami hidupkan mereka kembali, sehingga mereka saling bertanya berapa lama mereka di sana.”
Pertama, mereka pergi ke gua, kedua… mereka tertidur, dan ketiga mereka bangun kembali. Allah bangunkan mereka kembali. Keempat dan mungkin yang terpenting adalah “Nahnu naqushshu ‘alaika naba’ahum bil-haqq.” (QS. Al-Kahfi ayat 13)
“Kami ceritakan kisah mereka kepada kalian untuk tujuan yang sebenarnya.”
Ini bukan cerita untuk menghibur kalian, tetapi cerita dengan tujuan nyata. Ada empat komentar pendahuluan di dalam surat ini. Keempatnya pada dasarnya menyimpulkan seluruh cerita. Maksud saya, apa yang terjadi pada cerita ini?
Satu, mereka pergi ke gua, dua, mereka pergi tidur, tiga, Allah bangunkan mereka, empat, kisah ini punya tujuan nyata. Selesai, tamat.
Ayat lainnya di dalam kisah ini sebenarnya seperti sebuah permulaan bab dalam sebuah buku masa kini. Ada pointer, bab ini meliputi poin satu, dua, tiga… begitu kan? Yang dilakukan Allah di dalam surat ini adalah menjadikan sejumlah ayat sebagai penjelasan mengapa pada akhirnya mereka harus berlari ke gua.
Jadi beberapa ayat berikutnya menjelaskan poin pertama. Lalu ayat-ayat berikutnya bagaimana Allah menjadikan mereka tertidur.
“Wa nuqollibuhum dzaatal-yamiini wa dzaatasy-syimaal.” (QS. Al-Kahfi ayat 18)
“Wa tahsabuhum aiqoodzon wa hum ruquud.” (QS. Al-Kahfi ayat 18)
“Kalian pikir mereka bangun, namun mereka tertidur.”
Allah gambarkan bagaimana tidur mereka itu. Dengan kata lain Allah menjelaskan poin nomor berapa? Dua. Lalu Allah jelaskan bagaimana mereka bangun, dan apa yang terjadi setelahnya.
“Liyatasaaa ‘aluu bainahum.” (QS Al-Kahfi ayat 19)
“Mereka mulai saling bertanya.”
Saya sampaikan beberapa pelajaran di sini, karena ini salah satu bagian terkeren kisah ini. Jadi mereka bangun, “Wa kadzaalika ba’atsnaahum, liyatasaaa’aluu bainahum.” (QS. Al-Kahfi ayat 19)
“Sehingga mereka bisa mulai saling bertanya satu sama lain.”
Jadi mereka bangun, sekarang ada tujuh pemuda di gua, tidur mereka tadi juga tidak terlalu nyaman, namun cukup nyenyak, sehingga mereka tidak sadar berabad-abad sudah berlalu. Mereka tak punya ide, mereka bangun dan mulai saling bertanya.
“Qoola qooilun minhum kam labitstum.” (QS. Al-Kahfi ayat 19)
Salah satu yang suka bicara bertanya, “Sudah berapa lama kalian tidur, sudah berapa lama kalian tinggal?”
Sungguh keren bagaimana Allah menggambarkannya bahwa salah satu dari mereka lebih cerewet dari yang lainnya. Anda kadang punya sejumlah teman nongkrong, semua berjalan mulus, namun orang yang satu ini tidak suka perbincangan berlangsung dengan tenang, lalu dilemparkannya sebuah topik yang dia tahu akan memicu perdebatan, lalu dia akan duduk tenang menonton temannya saling menerkam.
Jadi dia mengompori sekelompok orang yang sedang duduk, yang sedang makan atau lainnya. Katanya, “Ya, Warriors (klub basket – red) benar-benar kalah.”
Lalu dia segera mundur, karena emosi akan muncul dan dia tidak ikut berdebat, tapi hanya menonton sirkus yang muncul.
Jadi salah satu dari mereka tidak bertanya, “Berapa lama kita tidur?”
Tapi, “Berapa lama kalian tidur?” He he, dia sungguh hebat.
“Kam labitstum?”
Salah satu menjawab, “Qooluu labitsnaa yauman au ba’dho yaumin.” (QS. Al-Kahfi ayat 19)
“Kita mungkin sudah tidur sehari.”
“Tidak, tidak, tidak… tidak seharian… tidak mungkin…”
“Mungkin sepanjang sore saja…”
“Ba’dho yauum…”
Perdebatan menjadi tak terkendali, sehingga salah satu dari mereka berkata, “Teman-teman sudahlah, siapa yang peduli?!”
“Robbukum a’lamu bimaa labitstum.” (QS. Al-Kahfi ayat 19)
“Tuhanmu, Dia lebih tahu berapa lama kita tidur. Bisakah kita sudahi saja? Ayo, sudahlah.”
“Aku tidak ingin tahu berapa lama kita sudah tertidur. Aku lapar…”
“Sudahlah, tidak usah diperdebatkan apakah sehari atau setengah hari…”
“Aku butuh ayam goreng, itu masalahnya…”
Dia benar-benar berkata, “Fab’atsuuu ahadakum biwariqikum haadzihiii ilal-madiinah, falyanzhur ayyuhaaa azkaa tho’aaman.” (QS. Al-Kahfi ayat 19)
Ketika sejumlah pemuda nongkrong, apa prioritas utama mereka? Makanan… Para pahlawan Islam yang luar biasa ini… dan Allah benar-benar menekankan bahwa mereka hanya sekelompok pemuda biasa, nongkong bersama, lalu berkata, “Bro, kita butuh makan nih…”
“Dan kita perlu mencari orang yang tepat yang bisa membelanjakan uang kita dengan cerdas, dia akan pergi ke restoran yang oke dan memesan dengan jumlah yang tepat.”
“Jangan berikan kepadanya, dia hanya akan membawa pulang empat bungkus kecap saja.”
“Berikan uang ini kepada orang yang tahu semua restoran.”
Selalu ada seorang yang tahu semua tempat, “Ke mana kita pergi Bro?”
Dan akan selalu ada seseorang saat nongkrong bersama, ketika yang lain bingung mau memesan apa, “Saya mau pesan kentang goreng dan sup.”
“Sudah, diam! Aku yang akan memesan buat kita semua.”
Selalu ada seseorang yang tahu apa yang harus dilakukan. Dan mereka tahu siapa orangnya, “Kamu bawa uang ini, kamu saja yang pergi.”
Juga ada yang menyebalkan, yang menghabiskan 30 menit untuk melihat menu saja.
“Mmmm, sebentar… aku lagi mikir.”
“(Tidak) Kita harus segera memutuskan, segera bergerak.”
Lalu dia menasihati untuk tenang, jangan menarik perhatian, semacam itu…
“Walyatalaththof.” (QS. Al-Kahfi ayat 19)
“Berhati-hatilah, pelan-pelan, jangan menarik perhatian.”
Tak pernah mereka bayangkan… lelaki yang memakai pakaian berumur 300 tahun, menggunakan mata uang kuno dari kerajaan zaman baheula, masuk ke dalam mall berpakaian seperti Shakespeare, lalu… “Saya berusaha tidak menarik perhatian ke arah saya?” He he he…
Lalu diberikannya beberapa recehan ke McDonalds lalu kebingungan…
“Saya mau beli… Saya membeli ayam goreng tao…”
Anda paham yang terjadi di sini bukan?
Mereka seharusnya tidak boleh menarik perhatian, tapi semua berlangsung tidak seperti yang mereka bayangkan. Saya tekankan bagian ini karena jika kita berpikir tentang… dan ini terkait dengan bagian lain dari penelitian tentang kisah ini…
Banyak orang percaya bahwa kisah ini adalah tradisi Yahudi, namun sebenarnya tidak ada hubungannya dengan agama Yahudi. Kisah ini tidak ada hubungannya dengan agama Yahudi, bahkan ini adalah kisah yang terkait dengan tradisi Kristiani. Gereja Yakobus mencatat adanya kisah ini.
Sekitar 70 tahun sebelum kelahiran Nabi shallallahu alaihi wa sallam, kisah ini diterjemahkan dari bahasa Aram ke dalam bahasa Arab, lalu disebarkan di antara gereja-gereja ‘Syrian’ dan ‘Syriac’ di daerah tersebut. Para pemuda ini dijadikan lalu santa, mereka disebut “Tujuh Santa yang Tertidur”.
Kemudian gereja Yakobus di daerah itu sekarang memperingati festival santa setiap tahun. Di mana mereka akan berpuasa lalu berpesta, memperingati pengorbanan para pemuda ini. Ini semua sebenarnya adalah hari suci Kristiani. Kaum Kristiani di masa itu seperti halnya “Black Friday” (belanja sehari sebelum Natal) saat ini. Atau sesuatu yang murni Kristiani seperti libur Natal dan sejenisnya. Dan ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan Muslim saat itu.
Dan bagaimana peran Al-Qur’an? Al-Quran datang dan mengambil kisah yang hanya dirayakan oleh siapa? Oleh Kristiani, benar-benar hari raya Kristiani. Lalu Al-Quran mengatakan, “Sesungguhnya kamilah pemiliknya.”
“Para pemuda ini adalah Muslim, sama sekali bukan Kristiani.”
“Mereka bukan santa, mereka hanya sekelompok anak muda, anak muda biasa.”
Yang membuat mereka keren adalah percaya diri dan keyakinannya, jika tidak mereka takkan dianggap sedemikian hebatnya, hanya biasa-biasa saja. Karena mereka adalah orang-orang biasa. Untuk menjadi hebat di sisi Allah, Anda tidak harus mengeluarkan kata-kata bijak.
Banyak pemuda yang ketika kembali kepada agama menjadi kehilangan kepribadiannya. Yang bahkan ketika mereka nongkrong dengan teman-temannya, yang lain menikmati suasana, tapi dia selalu beristighfar…
“Bersenang-senang itu jelas-jelas haram, akan merusak iman saya.”
Tunggu dulu! Santai, tenanglah, kamu bisa jadi dirimu sendiri. Dan salah satu di antara kalian boleh memesan makanan, “Saya lapar.”
“Astaghfirullahal ‘adziim, kami sedang membahas berapa lama kami tertidur, dan ibadah apa yang harus kami lakukan.”
“Dan sekarang kamu mengkhawatirkan…”
“Tidak, ini bukan teguran, ayo kita makan, ayo…”
Dengan kata lain, ketika Anda kembali kepada agama Allah, Anda tidak harus menjadi orang yang terkucil, menjadi orang aneh, Anda tidak harus selalu depresi karena Anda berorientasi Akhirat, bukan dunia.
Para pemuda ini memang meninggalkan dunia, mereka berlindung di gua karena hidupnya terancam bahaya, tapi mereka masih kembali ke restoran. He he he. Anda paham?
Kita melukiskan sesuatu yang begitu ekstrim, yang bahkan tidak dilukiskan oleh Al-Quran. Dan para pemuda kita terkadang menderita karena hal ini. Mereka merasa, jika mau serius terhadap Islam identik dengan mengorbankan semua kesenangan, tidak punya teman lagi, tidak punya kepribadian lagi, kita harus mengorbankan semua itu.
Ayolah… Ini adalah agama yang sangat indah. Agama ini membawa warna ke dalam kehidupan kita, memberi alasan untuk bahagia, bukan alasan untuk menjadi depresi…
Subtitle: NAK Indonesia
Donasi: https://kitabisa.com/nakindonesia
English Transcript: https://islamsubtitle.wordpress.com/2018/02/15/islam-brings-colors-to-the-youth
[…] [Transkrip Indonesia] – Islam Membawa Warna Ke Dalam Kehidupan Pemuda – Nouman Ali Khan […]
LikeLike
Keren
LikeLike