[Transkrip Indonesia] Ketika Muslim Bekerja Sama 1 – Apa Motivasi Kita? – Nouman Ali Khan


A’uudzu billaahi minasy-syaitoonir rojiim.

Syaro’a lakum minad-diini maa washshoo bihii nuuhaw walladziii auhainaaa ilaika, wa maa washshoinaa bihiii ibroohiima wa muusaa wa ‘iisaaa an aqiimud-diina wa laa tatafarroquu fiih, kaburo ‘alal-musyrikiina maa tad’uuhum ilaiih, alloohu yajtabiii ilaihi may yasyaaa`u wa yahdiii ilaihi may yuniib.” (QS. Asy Syura ayat 13)

Robbisyroh lii shodrii, wa yassir lii amrii, wahlul uqdatan min lisaanii, yafqohuu qoulii. Fal-hamdu lillaahi robbil-‘aalamiin, wash-sholatu was-salamu ‘alaa asyrofil anbiyaa-i wal mursaliin, wa ‘alaa aalihi wa shohbihi ajma’iin. Tsumma ‘amma ba’du.

Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh. Insya allahu ta’ala, tujuan dari rangkaian kajian yang mudah-mudahan bisa kita selesaikan hari ini – bi’idznillaah – adalah untuk menciptakan sumber pengetahuan bagi para muslim yang terlibat dalam berbagai aktivitas keislaman. Baik itu di masjid, sekolah, organisasi amal, bahkan di MSA (Asosiasi Pelajar Muslim Amerika), atau di berbagai aktivitas kolektif lainnya.

Latar belakang dari rangkaian kajian ini adalah bahwa Allah tidak hanya memberikan petunjuk pada tingkat individu. Dia juga menawarkan petunjuk bagi kita pada tingkat masyarakat, bahkan lingkungan kerja. Upaya yang harus kita lakukan sebagai individu dan sebagai masyarakat, kita miliki panduannya di dalam kitab Allah.

Beberapa jam ke depan setidaknya dapat memberikan kilasan, terhadap beberapa petunjuk dan hikmah yang kita bisa ambil manfaatnya, sehingga akan membawa berkah dan petunjuk dari Allah azza wa jalla kepada segala bentuk aktivitas yang akan kita lakukan, insha Allahu ta’ala.

Jadi sesi awal ini, – saya berharap bisa menyimpulkan sesi pertama ini dalam 30 menit atau kurang – pada dasarnya adalah gambaran umum. Untuk meletakkan kerangka konseptual kajian ini.

3 Tingkat Perjuangan Manusia

Saya ingin mulai dengan… pada dasarnya semua manusia berjuang. Perjuangan itu diantaranya, (pertama) berjuang untuk bertahan hidup. Manusia, muslim atau bukan, bangun tidur harus bekerja untuk bertahan hidup. Mereka terlibat dalam tingkat perjuangan yang bahkan dilakukan oleh hewan.

Bahkan hewan juga terlibat dalam perjuangan untuk bertahan hidup. Burung meninggalkan sarang dan kembali untuk memberi makan anaknya, dan sebagainya. Setingkat di atas perjuangan tersebut adalah… Ketika kebutuhan dasar telah terpenuhi, Anda ingin memperbaiki keamanan di lingkungan Anda, atau ingin memastikan ada rambu “Stop” di jalan, atau bicara pada pemerintah setempat tentang kebersihan lingkungan sekitar, atau toko minuman keras ini harus dilarang beroperasi, atau apa saja.

Anda menjadi terlibat di tingkat masyarakat, mulai memperjuangkan sesuatu di luar diri Anda sendiri. Mungkin itu terkait tetangga, keluarga, masyarakat, dan sebagainya. Intinya berjuang selain untuk diri Anda sendiri. Dan sekali lagi, ini tidak terbatas pada kaum muslim, ini terjadi pada semua upaya manusia.

Ada orang yang pada dasarnya menjalani hidup hanya untuk bertahan. Namun mereka yang melebihi itu, yang memiliki tujuan, sedikit waktu luang, uang lebih dan sebagainya. Maka mereka terlibat dalam banyak hal, mungkin kegiatan komunal, kepedulian politik, kepedulian sosial, dan sebagainya.

Kemudian ada tingkat perjuangan yang lebih dari itu. Tingkat yang ketiga, yakni memperjuangkan sebuah pergerakan, sebuah kepercayaan. Dan tidak harus untuk sesuatu yang nyata, – ini memang sulit dipahami -.

Misalnya seseorang mengajukan petisi untuk rambu “Stop”, atau seseorang mengupayakan sekolah yang lebih baik, atau semacamnya. Mereka memiliki tujuan jelas yang ingin dicapai.

Lalu ada keyakinan terhadap suatu pemikiran. Contohnya sebagai muslim kita percaya ajaran Islam. Kita yakin Islam adalah sesuatu yang harus disebarkan kepada sesama manusia. Setiap orang harus tahu seperti apa agama yang indah ini, dan apa ajaran sebenarnya.

Bisa juga seseorang yang sangat yakin dengan ajaran Kristiani, Yahudi, Hindu, atau yang lainnya. Dan mereka ingin menyebarkannya. Ada pula yang percaya dengan paham ateisme, mereka ingin menyebarkannya ke seluruh dunia. Mereka berjuang untuk alasan itu, menyebarkan gagasan tersebut kepada berbagai orang di seluruh dunia.

Perjuangan ini belum tentu demi sesuatu yang jelas baik. Namun ini adalah perjuangan untuk sebuah pemikiran. Dan mungkin Anda tidak akan pernah melihat buah pemikiran itu dalam hidup Anda karena pemikiran itu terlalu besar bahkan untuk diri Anda sendiri. Inilah contoh dari dunia non-muslim, sebelum saya membahas tentang muslim.

Perjuangan Non Muslim

Di dunia non-muslim, Ada orang-orang yang berjuang untuk keadilan atau berjuang untuk kehidupan yang lebih baik, seperti revolusi di Eropa, Pencerahan (Revolusi) Perancis bukan? Mereka berjuang melawan gereja, demi pemikiran “Demokrasi Populer” atau mereka meyakini pemikiran tentang manusia berdaulat atas nasib mereka sendiri sebagai masyarakat dan pemerintah.

Pemikiran ini, mereka tak tahu kapan memperjuangkannya, apakah mereka akan hidup untuk melihat hasilnya atau tidak. Tapi mereka siap memperjuangkannya bahkan sampai yang ekstrem, dengan memberikan nyawa mereka untuk itu, bukan?

Jadi tiga tingkatan perjuangan pada level individu dan sedikit diatasnya, ada tujuan nyata di dalam masyarakat, tujuan nyata yang Anda perjuangkan. Lalu ada pemikiran atau tujuan yang abstrak di dalam masyarakat. Itulah tiga tingkatan perjuangan.

Perjuangan Muslim

Sekarang kita bahas tiga tingkat perjuangan ini dari kaca mata Islam. Di luar keduniaan (agama) dan tidak hanya dalam arti duniawi. Dalam pengertian agama, Islam juga meminta kita untuk berjuang di tingkat individu.

Saya harus melawan nafsu. Saya harus melawan setan. Saya harus melawan kemalasan. Saya harus menahan kemarahan, ini perjuangan dalam diri saya sendiri. Itulah perjuangan melawan diri sendiri. Saya harus berjuang memperbaiki ibadah saya. Begitu banyak doa yang kita panjatkan adalah tentang perjuangan diri kita.

Allahuma a’innii ‘alaa dzikrika, wa syukrika, wa husni ‘ibaadatik.

Ya Allah bantu saya mengingat-Mu, bantu saya bersyukur kepada-Mu, bantu saya menyempurnakan dan memperindah ibadah pada-Mu.

Itulah perjuangan dengan diri Anda sendiri. Kemudian kita maju sedikit, konteksnya tetap Amerika – insya Allah – tapi nilainya universal. Anda melangkah lebih jauh, “Saya seharusnya tak hanya memikirkan diri sendiri. Kita butuh masjid. Kita perlu memiliki tempat ibadah di mana orang bisa mengingat Allah.

Sehingga masjid pun dibangun. Setelah masjid dibangun, timbul kekhawatiran yang lebih besar. Kita harus mendidik anak-anak kita. Sekolah-sekolah dan sekolah minggu pun dibangun. Lalu muncul kekhawatiran yang lebih besar lagi, kita perlu membantu orang lain mendapatkan dakwah tentang Islam. Organisasi dakwah dibuat, bukan?

Target Terbuka

Jadi ini adalah perjuangan tambahan yang diawali di tingkat individu lalu di tingkat masyarakat. Dan bahkan di luar itu ada orang-orang yang memiliki target terbuka. Target terbuka adalah suatu hari kita ingin semua orang di negara ini tahu Islam yang sebenarnya.

Itu mungkin bukan tujuan yang terukur dan tidak pasti, tapi mereka siap memperjuangkannya. Dan mereka tidak menyerah dengan kemungkinan tidak bisa melihat hasilnya. Cukup bagi mereka bahwa ini adalah kegiatan yang bermanfaat.

Dan terhadap setiap upaya yang kita lakukan, orang lain boleh berpikir apa saja, percaya pada apa yang mereka yakini. Tapi kita meyakini setiap upaya ini pada akhirnya menguntungkan diri kita sendiri lebih dari siapapun. Semua upaya ini bermanfaat bagi kita, tidak mesti menguntungkan orang lain karena kita tidak mampu melakukannya.

Nabi shallallahu alaihi wa sallam memberi manfaat bagi manusia melebihi semua orang, melebihi semua orang. Tapi masih saja Allah memerintahkannya berkata (Qul), “Laa amliku lakum dhorron, wa laa naf’an.

Aku tidak kuasa untuk memberi manfaat kepadamu dan aku tidak kuasa untuk mencelakaimu.

Renungkan itu, Nabi alaihi sholatu wassalam lebih memberi manfaat bagi manusia dari manusia manapun yang pernah ada. Tapi beliau diperintahkan untuk berkata, “Saya tidak punya kuasa untuk memberi manfaat kepadamu.

Dengan kata lain manfaat yang sudah diberikan Nabi alaihi sholatu wassalam pada kita, yang kita peroleh dari beliau alaihi sholatu wassalam. Pahalanya terus mengalir kepada beliau melalui Allah Azza wa Jalla. Demikianlah akhlak mereka yang beriman.

Akhlak orang beriman adalah: apapun kebaikan yang saya lakukan, saya takkan bisa memberi manfaat kepada orang lain melainkan untuk diri saya sendiri. Karenanya aku memperoleh ganjaran pada akhirnya, sedekah yang saya berikan bermanfaat bagi saya sendiri. Bantuan saya untuk pembangunan masjid, sekolah, donasi amal, apapun itu, menolong diri saya sendiri.

Adapun manfaat yang diperoleh orang lain bukan dari saya, tapi dari Allah. Itulah sikap yang tumbuh dalam diri seseorang bukan? Ini khusus bagi kita (muslim), tidak dimiliki orang lain yang juga berjuang dalam tiga tingkatan ini.

Sekarang ketiga bentuk perjuangan ini, mungkin dipandang tidak saling berkaitan dalam sudut pandang yang lain. Namun dalam Islam, perjuangan pribadi dan perjuangan nyata bagi kebaikan masyarakat, lalu di luar itu perjuangan pemikiran Islam, untuk keuntungan Islam itu sendiri. Mereka saling berkaitan.

Terjadinya Ketidakseimbangan

Misalnya Anda tidak mungkin menjadi seorang aktivis yang tidak mengkhawatirkan diri sendiri. Saya harus mengkhawatirkan diri sendiri. Terkadang ketidakseimbangan muncul, sekelompok orang terlibat sangat aktif dalam organisasi atau menjadi relawan.

Mereka sangat terserap oleh aktivitas sebagai relawan tersebut sehingga tidak punya waktu untuk salat dengan baik, dan tidak punya waktu untuk membaca Quran bagi dirinya sendiri, atau mengganti peralatan ibadah pribadi. Peran mereka mulai berkurang dalam hal ibadah pribadi karena peran yang lebih menantang di bidang lain. Ini tidak bisa dibenarkan dalam agama kita. Semua hal ini saling terkait.

Maka salah satu hal yang akan kita bahas adalah bagaimana keterkaitan itu. Kemudian, di samping fakta bahwa semua itu terkait, ini telah membuktikan satu hal kepada kita semua. Di dalam masyarakat paska modernisasi, agama dianggap sesuatu yang pribadi.

Agama adalah… dalam konstitusi kita, ada kebebasan beragama. Sama seperti kebebasan berbicara, memilih, dan sebagainya. Semua kebebasan yang kita nikmati di negara ini (Amerika Serikat) karena agama merupakan masalah pribadi.

Sehingga tak seorangpun bisa melarang saya salat, dan saya tidak bisa melarang seseorang untuk menyembah setan, sesuai keinginannya. Sepenuhnya keputusan mereka, jika ingin percaya Tuhan itu urusan mereka, jika mereka tidak percaya Tuhan, itu juga urusan mereka bukan? Ini adalah pasar bebas bagi pemikiran apapun, dan sifatnya pribadi.

Pemahaman Dari Quran

Namun pemahaman dari Quran dan dari kehidupan Nabi shallallahu alaihi wa sallam, membawa kita dengan suatu konsep, bahwa Islam tidak hanya menyangkut diri Anda sendiri. Jika Anda seorang muslim, Islam bukan hanya urusan pribadi Anda.

Dari segi definisi, Islam harus disebarkan. Dari definisinya, Islam juga mengusahakan manfaat bagi yang lain. Dan jika saya beriman pada Islam, maka saya tidak bisa berkata bahwa Islam saya terbatas bagi diri saya sendiri, Islam tidak mempengaruhi orang lain, saya tak perlu melakukan hal lain, selain memikirkan diri sendiri. Selama saya tetap salat, pergi haji, selama saya memberi zakat, selama saya tetap berdoa, saya ok. Saya tak perlu memikirkan orang lain. Ini bukan sesuatu yang dibenarkan agama kita untuk kita dilakukan.

Dari definisinya: adalah sesuatu yang pokok dalam Islam untuk peduli pada orang lain. Salah satu surat yang paling mendasar dalam Quran, yang mungkin Anda semua hafal luar kepala adalah surat Al Asr, bukan? Surat Al Asr, adalah surat yang sangat pendek, mudah dihafal, sebagian besar Anda mungkin hafal di luar kepala.

Jika Islam hanya tentang diri Anda sendiri, “Illalladziina aamanuu wa ‘amilush-shoolihaati.” (QS Al ‘Asr ayat 3)

Titik.

Jika hanya tentang Anda pribadi, maka akan menjadi, “Illalladziina aamanuu wa ‘amilush-shoolihaati.” (QS Al ‘Asr ayat 3)

Tapi, kita punya, “Illalladziina aamanuu wa ‘amilush-shoolihaati.” (QS Al ‘Asr ayat 3)

Dan kita punya, “Wa tawaashou bil-haqqi wa tawaashou bish-shobri.” (QS Al ‘Asr ayat 3)

Itulah perlunya mengikutsertakan orang lain. Itulah perlunya menyebarkan agama ini berikut kebaikannya dengan yang lain.

Jadi ini sesuatu yang melekat pada agama kita. Ini bukan sesuatu yang harus saya buktikan pada Anda, coba amati sekeliling kita. Fakta bahwa kita duduk di dalam masjid, fakta bahwa ada relawan yang merekam video ini, kajian ini adalah kerja kolektif.

Ada orang yang mungkin sedang duduk di rumah, dan memakan makanan halal, menunggu Zuhur dan salat Zuhur, lalu berkata, “Lihat Islam saya sudah cukup, saya tidak melakukan kesalahan apapun.

Namun kita membangun masyarakat. Kita terlibat dalam kegiatan semacam ini bukan? Jadi ada sesuatu yang pada dasarnya kita hargai dalam perjuangan bagi agama ini di luar diri kita pribadi.

Kemudian ada beberapa penyelarasan yang sangat penting. Yakni memahami pada zaman apa kita hidup. Jika saya memberi ceramah ini 50 tahun yang lalu mungkin isinya akan berbeda, terkait dengan realita di sekitar kita. Meski saya takkan memberi Anda semacam analisis sosial komprehensif tentang di mana posisi muslim.

Keragaman Islam

Saya ingin berbagi beberapa hal dengan Anda. Kita hidup di zaman di mana begitu banyak ragam usaha, juga ada bermacam-macam pergerakan, ada beragam label. Semuanya berada di bawah payung besar yang kita sebut Islam.

Ada beragam cita rasa Islam. Ada banyak variasi dalam Islam. Sebagai contoh dari diri saya sendiri, kehidupan saya sebagai orang dewasa dimulai di kota New York, saya habiskan sebagian besar usia dewasa saya di kota New York. Saya baru meninggalkan New York sekitar lima tahun lalu. Saya terpapar Islam secara serius di New York.

Dan tergantung masjid mana yang Anda tuju, Anda akan menemukan jenis Islam yang berbeda. Sangat berbeda dari yang lainnya. Anda akan berhadapan kepada pola pikir yang sangat berbeda terhadap Islam. Di sini saya tak ingin memberi cap kepada kelompok atau ideologi tertentu. Dan saya tidak bicara di luar arus utama. Saya bicara tentang Islam Sunni, Islam mayoritas, yang didalamnya Anda temui banyak variasi.

Sebagai anak muda, remaja, saya sangat mudah terpengaruh. Jadi saat Anda terpapar salah satunya, “Anda pikir inilah yang benar!

Lalu Anda berjumpa dengan yang lainnya dan berkata, “Mungkin ada sesuatu yang salah dengan yang dulu, ini pasti yang benar.

Dan Anda selalu “mencoba-coba”. Pengalaman mencoba-coba yang saya miliki setidaknya sewaktu masih remaja. Namun pada akhirnya, satu hal menjadi jelas bagi saya. Islam dan perjuangan untuk Islam bukanlah satu hal, dan ini takkan dimiliki oleh satu kelompok, tidak mungkin. Zaman itu sudah berakhir. Itu hanya ada pada zaman Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Ketika itu Islam hanya satu, hanya ada satu masyarakat.

Mereka memiliki pemahaman yang sama persis untuk setiap masalah, mereka mewakili Islam, dan jika timbul perbedaan pendapat, mereka bisa membawanya kembali kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dan beliau bisa menjawabnya segera dan dengan cepat.

Kita memiliki Quran dan sunnah? Benar.

Tapi apakah ada interpretasi yang berbeda dari keduanya? Ya.

Apakah akan terjadi perbedaan intelektual yang sah di antara kita? Iya.

Apakah akan terjadi perbedaan variasi di antara Muslim? Tentu saja.

Sikap Kita Terhadap Keragaman Islam

Ada dua sikap yang bisa kita ambil. Salah satunya adalah: apa yang saya yakini benar, dan mereka selebihnya tidak hanya salah, tapi juga menyimpang, rusak, mereka menuju neraka, jauhi mereka jika Anda tahu apa yang baik untuk Anda, dan seterusnya…

Itu sikap yang pertama. Saya sudah melihat sikap seperti itu, bagaimanapun juga saya dari New York. Saya sudah menyaksikan sikap itu, “Jangan ke sana, mereka akan mengirimmu ke neraka.

Jangan dengarkan mereka, Islam mereka sudah rusak.

Yang lain berkata, “Islam kamilah yang benar!

Yang lainnya lagi berpikir sama. Masing-masing merasa berhak menentukan bahwa Islam merekalah yang benar. Yang lain berkata, “Saya tidak mengerti apa yang mereka lakukan.

Namun pada akhirnya semakin matang pengetahuan Anda tentang Islam, Anda sadari bahwa perjuangan untuk Islam, bekerja untuk Islam, takkan dimiliki oleh satu kelompok, satu masyarakat, atau satu individu, atau satu pemikiran, itu takkan terjadi, takkan pernah terjadi. Pada prakteknya itu tidak mungkin terjadi.

Alhamdulillah… seperti saya sebutkan sebelumnya, saya berkesempatan berhaji baru-baru ini. Anda akan menyadari betapa beragamnya Islam ketika sedang berhaji. Betapa sangat jauh berbedanya para muslim. Anda akan menyadarinya.

Dan saya percaya Anda bahkan bisa dengan mudah menyaksikannya juga di Amerika Serikat. Ada keragaman yang cukup tinggi di antara kita, bahkan di Dallas, Anda akan menemukan keragaman muslim yang cukup mencengangkan.

Jadi alasan saya mengemukakan hal ini adalah salah satu hal pertama yang ingin saya ingatkan pada diri pribadi dan semoga bisa ditanamkan dalam diri Anda semua adalah agar menghargai kegiatan baik yang sedang berlangsung. Apakah itu di antara orang-orang yang persis seperti Anda, muslim yang sama persis seperti Anda, atau oleh muslim yang tidak persis sama dengan Anda.

Selama itu kegiatan yang baik, maka harus dihargai, harus dihormati, bahkan harus didukung, harus di dorong. Dan seharusnya kita tidak hanya mendukung, menolong, atau setuju dengan orang yang persis sama dengan kita. Sekali lagi itu tidak praktis.

Mungkin saja ada seseorang, contohnya seorang ulama, saya tak berada di sini untuk menyebut nama mereka. Ada para ulama yang sangat saya hargai, di saat yang sama saya tidak menyetujui posisi yang mereka ambil. Saya tidak bisa melakukannya. Saya katakan kepada mereka ada satu hal yang tidak saya setujui, tetapi saya masih mencintai mereka hingga mati.

Saat mereka melakukan kebaikan atau memulai program-program yang baik, saya dukung mereka sepenuh hati. Bukan karena saya tidak setuju satu hal sehingga menyebabkan saya berkata, “Saya takkan mendukung orang ini karena ada yang tidak saya setujui dari apa yang mereka katakan.

Dengan manusia yang mana Anda bisa setuju 100%? Apa Anda selalu setuju dengan isteri Anda? Apa isteri Anda setuju 100% dengan Anda dalam segala hal? Apa anak-anak Anda setuju 100% dengan Anda dalam segala hal? Apakah mungkin itu bisa terjadi?

Jadi bila kita mempertahankan idealisme, tidak akan bekerja dengan seseorang hingga kita memiliki pandangan yang sama untuk setiap masalah, maka mustahil kita bisa bekerja sama satu sama lain.

Pada akhirnya bahkan para sahabat radhiyallahu anhu ‘ajma’in. Bahkan di antara mereka juga ada perbedaan pendapat, bahkan dalam menginterpretasikan Quran. Ada ayat yang menurut pendapat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhu bermakna “A”, sedangkan menurut pendapat Abdullah bin Mas’ud berarti “B”. Ayatnya sama, namun mereka mencintai dan menghormati satu sama lain.

Jadi ini adalah satu hal yang perlu kita tanamkan dalam diri kita insya allahu ta’ala. Sudah saya bahas mengenai keberagaman ummah dan bagaimana kita menghormati perbedaan… perbedaan cara atau ragam yang berbeda.

Bekerjasamalah Dalam Kebaikan Dan Takwa

Satu ayat muncul di kepala saya, menariknya ini adalah ayat terakhir yang diturunkan. Surat Al-Maidah adalah salah satu surat terakhir yang diturunkan di dalam Quran. Di awal surat Al Maidah, Allah azza wa jalla mengatakan pada kita, “Wa ta’aawanuu ‘alal-birri wat-taqwaa.” (QS Al Maidah ayat 2)

Ta’aawanaa” biasanya diartikan sebagai kerja sama. Jadi ayatnya berarti, “Bekerjasamalah dalam kebaikan dan takwa,” itulah terjemah kasarnya.

Namun dalam bahasa Arab kata “Ta’aawun” berasal dari “‘Awun“. “‘Awun” berarti bantuan, bantuan yang serius. Bukan sekedar bantuan kecil, tapi “‘Awun” adalah bantuan yang serius. Bantuan yang nekat disebut “‘Awun“.

Dan ini adalah akar kata yang sama dalam Fatihah saat kita mengatakan, “Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin.

Akar katanya sama, juga berasal dari “‘Awun“. “Ta’aawanuu“, menolong satu sama lain dengan serius. Menolong satu sama lain dengan serius, memberikan banyak bantuan kepada satu sama lain.

‘Alal-birr“, terhadap semua hal yang baik. Allah “azza wa jalla bahkan tidak merinci amalan apa, Dia hanya berkata, “Al birr.

Al birr” adalah kata yang paling komprehensif dalam bahasa Arab untuk “kebaikan”. Apa artinya? Segala sesuatu yang baik. Jika kebaikan itu berlangsung, maka dukunglah. Ini juga saat terbaik untuk menekankan suatu hal lain, – ini akan memudahkan saya daripada membahasnya nanti -, dan itu adalah…

Beragamnya Masyarakat Dan Kebutuhan Kita

Tidak ada satu pergerakan dalam Islam. Tidak hanya ada satu program dalam Islam. Sebagaimana beragamnya masyarakat dan kebutuhan kita, kegiatan tentang Islam juga beragam. Sebagai contoh, mendidik anak adalah satu program, namun di dalam program itu bisa terdapat seratus kegiatan yang lebih kecil.

Bagaimana kita mendidik mereka sesuai Quran? Bagaimana kita mengajari mereka sejarah? Bagaimana kita mendidik mereka tentang tata krama? Bagaimana kita mengajari mereka tentang pengetahuan lain? Bagaimana kita mendidik karakter mereka, dan seterusnya. Semua ini adalah kegiatan individual.

Jika kita bicara tentang mendirikan masyarakat atau konseling. Konseling untuk remaja adalah satu program. Konseling sekolah menengah adalah satu program. Konseling pernikahan adalah satu program. Konseling untuk lansia adalah satu program lain. Semua ini adalah program individual.

Jika Anda berpikir demikian, yang harus diperbesar dan kembali diperbesar, lalu berhasil baik, maka Anda harus menyadari bahwa kita… saya dan Anda sebagai pribadi harus bertanya kepada diri kita sendiri.

Bagaimana saya bisa berkontribusi? Apa yang bisa saya bantu di sana? Kebaikan apa yang bisa saya lakukan, atau kebaikan apa yang bisa menjadikan saya aset yang bagus nantinya? Mungkin saya harus memulai sesuatu yang baru atau mungkin sesuatu yang sudah ada yang bisa saya perbaiki. Ini senada dengan apa yang saya pikirkan bukan?

Sebagai contoh, orang-orang membahas pentingnya dakwah. Namun dakwah bukan hanya satu hal, tapi ribuan aspeknya. Ada upaya yang dilakukan dalam dakwah yang lebih spesifik, misalnya akhi Mujahid Fletcher yang bekerja dalam dakwah berbahasa Spanyol. Ini adalah program yang sangat spesifik, dan saya sangat menghargainya, karena ini sesuatu yang sangat dibutuhkan.

Jadi ini baru satu hal, sama halnya dengan dakwah kepada kelompok khusus, seperti Nabi ‘alaihi shalaatu wassalaam yang mengirim sahabatnya ke suku-suku. Sahabat yang berdakwah itu berasal dari suku itu sendiri, bukan? Yang saya petik dari hal itu adalah, pahamilah di mana saya bisa berkontribusi. Seperti seseorang yang mengunjungi konseling dan bertanya, “Karir apa yang sebaiknya saya lakukan?

Saya pintar matematika, suka sains, benci seni, apa yang harus saya lakukan?

Anda bisa menjadi akuntan, bisa jadi ini atau itu.

Mereka memperoleh konseling. Sama halnya Anda dan saya seharusnya berpikir tentang semacam konseling bagi kita atau mencari konseling dari yang lain. Terhadap bakat, pengalaman, dan pendidikan kita. Bagaimana cara memanfaatkannya bagi Islam untuk satu atau lain hal. Dan ketertarikan Anda harus ikut dipertimbangkan.

Apa yang menarik bagi Anda, apa yang dengan bersemangat Anda lakukan? Karena kegiatan Islami yang dipilih sebaiknya sesuatu yang sangat Anda sukai. Anda tidak melakukannya seraya menggerutu. Ada kerjakan karena Anda menyukainya, Anda diciptakan untuk melakukannya.

Itu harus Anda temukan sendiri, dan insya allahu ta’ala, mereka yang pemikirannya sama akan bersatu dan bekerja sama satu sama lain.

Wa ta’aawanuu ‘alal-birri.” (QS Al Maidah ayat 2)

Namun Dia menambahkan, “Wa ta’aawanuu ‘alal-birri wat-taqwaa.

Dia menambahkan kata “Taqwa“. Penambahan kata “Taqwa” ini sungguh indah, suatu kearifan yang demikian halus. “Taqwa” dari asal katanya, – Anda mungkin sudah banyak mendengar pembicaraan tentang “Taqwa” – Salah satu makna inti dari “Taqwa” adalah melindungi diri Anda sendiri. “Taqwa” adalah sesuatu yang pribadi. “Taqwa” adalah sesuatu yang paling pribadi.

Arrasuul shallallahu alaihi wa sallam yaquul at-taqwa haa hunaa.

Rasul shallallahu alaihi wa sallam berkata, “Taqwa itu di sini (menunjuk dadanya).

Tolong Menolong Dalam “Birr” Dan “Taqwa”

Sesuatu yang sangat pribadi, tak seorang pun bisa melihatnya di dalam hati saya. Tak seorang pun bisa mengintipnya di sini. Di satu sisi ayat ini berawal dengan kerja sama kita satu sama lain, kerja kolektif. Berikutnya langsung mengatakan, “Pastikan kalian bekerja sama, juga menanamkan taqwa.

Mengapa? Bekerja dengan baik tidak serta merta memberi garansi Anda sudah memiliki “Taqwa“.

Jadi ingatkan satu sama lain, “Hai, sudah waktunya salat.

Ingatkan satu sama lain, “Kita harus lebih banyak membaca Quran, kita harus lebih sering berdo’a.

Elemen spiritual dalam aktivitas kita melekat di dalam kerja sama.

Wa ta’aawanuu ‘alal-birri wat-taqwaa“, bersama-sama.

Ini sungguh luar biasa. Jadi kita tidak sekedar menjadi relawan MSA yang menyebarkan pamflet, mengirim email, meng-update halaman Facebook, dan mengirim semua cuitan. Pada akhirnya kita juga diingatkan oleh MSA yang sama, ikhwan dan akhwat terhadap satu sama lain.

Akhwat di antara akhwat, “Hai dengarkan, waktunya salat, kita harus salat, sebaiknya kita sempatkan nawafil (salat sunat) sebelum konvensi dimulai.

Semoga Allah memberi rahmat, sehingga tak ada sesuatu yang buruk terjadi, dan Allah melindungi kita dan menerima semua upaya ini.

Itulah “Taqwa“. Jadi kita menolong satu sama lain dalam “Birr” dan dalam “Taqwa“.

Jangan Bekerja Sama Dalam Dosa

Wa laa ta’aawanuu ‘alal-itsmi wal-‘udwaan.” (QS Al Maidah ayat 2)

Beberapa siswa sarf akan mengetahui bahasa Arab ini, “Wa laa ta’aawanuu” sebenarnya adalah “Wa laa tata’aawanuu“. Aslinya adalah “Wa laa tata’aawanuu“. Salah satu “Ta” dibuang, ini adalah kehalusan dalam bahasa Arab. Beberapa orang mengatakan keduanya boleh dipakai, dan itu benar. Namun manfaat linguistiknya adalah: jangan coba-coba bekerja sama sedikit pun.

‘Alal-itsmi“, pertama jangan bekerja sama dalam perbuatan dosa. Kemudian kebalikannya terjadi, perhatikan pada bagian pertama saat Anda bekerja sama dalam kebaikan dan “Taqwa“. Kebaikan atau kegiatannya disebutkan lebih dahulu, kemudian barulah spiritualitas pribadi disebutkan.

Namun ketika memastikan kalian tidak bekerja sama satu sama lain, posisinya dibalik. Masalah spiritual disebutkan dahulu, yakni “Al itsmi“. “Al itsmi” berarti dosa. Jangan bekerja sama dalam dosa, dengan kata lain, “Hai konvensinya usai, cari makan yuk?

Kongkow-kongkow yuk? Nonton film yuk?

Ayo keluar, mau ini, itu, atau lainnya?

Jangan bekerja sama dalam dosa. Jangan biarkan itu terjadi pada Anda. Biasanya ketika kumpul-kumpul, tanggung jawab kolektif menurun, anak muda bisa menjadi saksi soal ini. Ketika anak muda berkumpul, sekelompok orang berkumpul, dan salah satunya berkata, “Hai teman ayo kita nonton film.

Maka meski Anda pikir itu bukan ide bagus, tapi Anda ikut saja. Anda tidak merasa begitu bersalah, rasa bersalah ditanggung bersama. Sebaliknya juga berlaku, ketika sekelompok orang, salah satunya berkata, “Ayo salat ke masjid.

Semua orang akan pergi. Mudah untuk mengajak kepada kebaikan. Mudah pula mengajak kepada hal-hal buruk. Maka Allah berkata, “Pastikan kalian bekerja sama dalam kebaikan dan taqwa.

Dan pastikan untuk tidak bekerja sama, karena mudah sekali bagi semua dalam kelompok itu jatuh ke jurang.

Jangan bekerja sama dalam dosa.

“‘Al itsmi“.

Apa yang terjadi jika khususnya anak muda berkumpul dan bicara terlalu banyak? Mereka mulai mengejek yang lain, mulai menggosip, mereka melontarkan lelucon yang tidak pantas, semua menjadi sangat buruk. Anda diundang makan malam, hanya menemukan sejumlah teman mengobrol, pada awalnya pembicaraan itu cukup produktif, tapi pada akhirnya… Beberapa menit berlalu, dan pembicaraan menjadi sangat buruk dan Anda berada di sana selama satu jam. Inilah “Itsmi“.

Permusuhan Bahaya Besar Dalam Kegiatan Islami

Dan apa yang akan muncul kemudian ketika hati Anda kotor dengan dosa? Kemudian terjadi hal sebaliknya, tidak ada lagi kerja sama.

Wa laa ta’aawanuu ‘alal-itsmi wal-‘udwaan.” (QS Al Maidah ayat 2)

Permusuhan. Dihasilkan permusuhan. Sekarang Anda berubah menjadi sebuah kultus, sebuah gang. Anda berkumpul bersama, dan ketika berkumpul bersama, Anda permalukan pemuda lain. Anda ejek mereka. Semakin sering berkumpul, semakin jauh Anda dari orang lain. Dan ini salah satu bahaya terbesar dari kegiatan Islami. Bahaya besar dalam kegiatan Islami.

Jika Anda tergabung dalam kelompok pemuda di masjid, lalu kumpul-kumpul, maka mudah sekali untuk mempermalukan pemuda lain, “Wah, kami benar-benar menceramahinya kali ini.

Kita kalahkan mereka, program kita jauh lebih besar.

Kita jauh lebih baik, mereka bahkan tak paham apa yang mereka katakan.

Melakukan hal ini sangatlah menggoda, untuk menumbuhkan permusuhan itu. Tapi saya mengawali dengan mengatakan, “Semua upaya Islami harus dihargai.

Semuanya harus dihargai.

Saya menerima telepon… Sebelumnya saya bertemu seorang akhi dari Australia di konvensi ISNA. Dia ingin melihat bagaimana kami mengadakan konvensi, karena mereka sedang mengusahakan kegiatan Islami di Australia.

Dia berkata, “Saya bisa menggunakan nasihatmu untuk program bahasa Arab di Australia.

Mereka sedang mengusahakan program bahasa Arab, program ini dan itu…

Anda tidak perlu membagikan tips atau apapun, jika Anda pikir itu adalah milik Bayyinah, jika Anda pikir bahwa kami bisa mempekerjakan Anda.

Akhi, mengajarlah di Australia. Kapan saya akan bisa datang ke Australia untuk mengajar? Ambil kurikulum, gunakan, karena mereka memenuhi kebutuhan yang belum bisa saya penuhi, jadi lakukanlah, lakukan apa yang bisa Anda lakukan.

Jadi jika ada kelompok pemuda di sini, di Plano, dan Irving, dan ada kelompok pemuda di Fort Worth dan sebagainya. Semakin banyak semakin bagus, ini sumber daya yang kita butuhkan.

Aturan Pokok Kerja Kolektif Sebagai Muslim

Jadi, “Wa ta’aawanuu ‘alal-birri wat-taqwaa, wa laa ta’aawanuu ‘alal-itsmi wal-‘udwaan.” (QS Al Maidah ayat 2)

Ini laksana aturan pokok kerja kolektif sebagai Muslim. Kita harus bekerja sama dalam setiap kebaikan dan melupakan embel-embel. Kita harus melupakannya, kita harus mengembangkan organisasi. Kita tidak loyal kepada organisasi, tapi kepada pekerjaan untuk Allah. Itu saja.

Allah takkan bertanya, “Di bawah embel-embel apa kamu bekerja?

Allah takkan bertanya, “Logo apa yang akan kamu pasang di spanduk?

Itu tidak akan ditanyakan. Kita akan ditanya tentang niat kita. Kita akan ditanya tentang keikhlasan kita dan keterbukaan dalam pekerjaan kita dengan orang lain. Saya tekankan pada Anda, jika Anda sangat terikat dengan embel-embel, sangat terikat dengan logo, dan merk. Nama program Anda harus menonjol.

Jika itu semua menjadi yang utama, maka Anda pasti akan menciptakan budaya permusuhan, kompetisi. Anda ciptakan benturan yang tidak perlu, “Mengapa mereka punya program, padahal saya juga punya program?

Mengapa itu berlangsung, padahal ini juga berlangsung.

Anda mulai melihat upaya Anda sebagai kompetitor usaha lain. Subhanallah. Seharusnya kegiatan Islami tidak mengarah ke sini. Bukan demikian berkembangnya sebuah masyarakat yang sehat.

Saya sudah berargumen selama beberapa menit terakhir, insya Allahu ta’ala. Saya berpendapat bahwa dalam pembangunan “Din“.

Bangunlah “Din”

Surat Asy Syura (ayat 13) mengatakan, “An aqiimud-diina wa laa tatafarroquu fiihi.

Bangunlah “Din” dan jangan berpecah belah di dalamnya. Membangun “Din” bukanlah perjuangan satu orang, tapi jutaan orang. Ini adalah proyek jutaan orang. Saya ibaratkan membangun “Din” itu laksana mendirikan bangunan. Bangunan yang Anda dirikan terbuat dari bata. Setiap orang bekerja dengan satu bata atau yang lainnya.

Jadi jangan pikir bahwa ini tidak termasuk dalam membangun “Din“. Bata ini bagian dari gambar yang lebih besar. Mungkin Anda belum bisa melihat bangunan itu. Tapi tahukah Anda?

Semakin banyak yang bekerja, semakin banyak orang yang menutupi lokasi yang berbeda. Satu orang menangani ruangan ini, yang lain di ruangan yang berbeda. Semakin banyak orang yang bekerja, semakin berkembang pembangunan “Din“. Beginilah dia berproses, pelan-pelan, bertahap. Bahkan Allah mencontohkan dengan Islam itu sendiri, dengan “Laa ilaaha illallaah” itu sendiri, Allah berikan contoh sebuah pohon.

Wa mastalu kalimatin thoyyibatin kasyajarotin thoyyibatin.” (bukan ayat tapi, artinya serupa QS Ibrahim ayat 24)

Perumpamaan dari kata (Laa ilaaha illallaah) adalah seperti sebuah pohon.

Apakah sebatang pohon tumbuh dalam sekejap? Tidak, dibutuhkannya waktu. Dibutuhkan bertahun-tahun, akarnya harus dalam.

Apakah cabangnya menuju satu arah atau ke berbagai arah? Cabang-cabangnya tumbuh menuju arah yang berbeda. Cabang-cabangnya tumbuh ke segala arah. Itulah keberagaman ummat, menuju arah yang berbeda-beda. Setiap arah itu harus dihargai.

Jadi ini sedikit pembukaan yang ingin saya sampaikan kepada Anda. Apa yang akan dibicarakan, akan saya beri Anda judul-judul dari beberapa pembicaraan yang akan kita lakukan, insya Allahu ta’ala.

Pada awal sesi berikutnya, – ngomong-ngomong zuhurnya jam berapa? Jam 1.45? Baiklah, saya beri Anda waktu lima menit lalu kita lanjutkan sesi berikutnya, karena lebih suka melakukannya lebih cepat daripada lambat. Saya lebih suka melakukannya demikian insya Allahu ta’ala.

Sesi berikutnya yang ingin saya bahas adalah… Apa sebaiknya yang memotivasi Anda dan saya menjadi relawan? Apa sebaiknya yang memotivasi kita melakukan kegiatan ini? Meski banyak ayat Quran yang membicarakannya, saya hanya akan mengambil satu bagian, kembali dari surat Asy Syura, yang menyuruh kita untuk membangun “Din” Allah.

An aqiimud-diina wa laa tatafarroquu fiihi.” (QS Asy Syura ayat 13)

Akan saya bahas satu bagian itu dan bagaimana Nabi shallallahu alaihi wa sallam termotivasi untuk melakukan pekerjaan ini. Jadi ini cara Allah memotivasi Nabi ‘alaihi shalaatu wassalaam, kita harus terinspirasi dari hal itu, dan selanjutnya termotivasi.

Apa Sebaiknya Yang Memotivasi Anda Dan Saya Menjadi Relawan?

A’uudzu billaahi minasy-syaitoonir rojiim.

Wa maa tafarroquuu illaa mim ba’di maa jaaa`ahumul-‘ilmu baghyam bainahum, walau laa kalimatun sabaqot mir robbika ilaaa ajalim musammal laqudhiya bainahum, wa innalladziina uurisul-kitaaba mim ba’dihim lafii syakkim min-hu muriib.” (QS Asy Syura ayat 14)

Robbisyroh lii shodrii, wa yassir lii amrii, wahlul uqdatan min lisaanii, yafqohuu qoulii.

Fal-hamdu lillaahi, wash-sholatu was-salamu ‘alaa rasulillaahi wa ‘alaa aalihi wa shohbihi ajma’iin. Tsumma ‘amma ba’du.

Sekali lagi, “Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

Nabi shallallahu alaihi wa sallam pada dasarnya memiliki tiga jenis hadirin. Di samping para muslim, beliau memiliki tiga jenis hadirin. Pertama kaum musyrikun, penyembah berhala di Mekkah, beliau juga berinteraksi dengan masyarakat Kristiani, dan beliau juga berinteraksi dengan masyarakat Yahudi. Dua yang terakhir di dalam Quran disebut sebagai “Ahlul kitab,” bukan?

Pelemahan Semangat Rasulullah

Mereka yang diberi kitab dan orang-orang yang memiliki kitab, adalah frasa yang digunakan Quran bagi mereka. Tentunya Nabi mencoba menyampaikan pesan Islam kepada ketiga kelompok ini. Cukup banyak orang di sekitar beliau yang mengecilkan hati Nabi ‘alaihi shalaatu wassalaam.

Kita semua tahu dampak dari kata-kata yang melemahkan semangat kita. Jika seseorang melemahkan semangat Anda dalam melakukan sesuatu, atau meremehkan potensi Anda, atau meremehkan produktivitas kegiatan Anda, “Mengapa kamu bersusah payah?

Apa untungnya begitu, kamu membuang waktu saja.

Mendengarnya berulang kali akan bisa mempengaruhi motivasi Anda. Ini bisa mengikis motivasi Anda, bukan? Itu manusiawi.

Dan yang melemahkan semangat Nabi shallallahu alaihi wa sallam bukan orang kebanyakan. Namun para sesepuh yang beliau kenal, cintai, dan hormati selama hidupnya. Para ulama Yahudi dan Nasrani-lah yang menjadi sumber hilangnya semangat, jika kita tempatkan dengan lebih sopan.

Namun pada ayat yang akan saya bicarakan, surutnya semangat tdak datang dari mereka. Kelihatannya pada awalnya surutnya semangat itu datang dari Allah, subhanahu wa ta’ala. Dia berkata, “An aqiimud-diina wa laa tatafarroquu fiih.” (QS Asy Syura ayat 13)

Kamu harus mendirikan ‘Din’ dan jangan berpecah belah di dalamnya.

Baik, dirikan “Din“, artinya sebarkan pesan agama kepada penduduk Makkah. Dalam surat Makkiyah, surat Asy Syura.

Dia berkata, “Kaburo ‘alal-musyrikiina maa tad’uuhum ilaiih.” (QS Asy Syura ayat 13)

Terlalu sulit bagi orang musyrik untuk menerima apa yang diserukan kepada mereka. Terlalu berat bagi mereka.

Sekarang jika orang lain yang mengatakan kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “Mereka takkan menerimanya, terlalu berat bagi mereka.

Terlalu besar bagi mereka, mereka takkan menerimanya.

Beliau mungkin takkan surut karena, “Memangnya kenapa jika mereka berkata demikian?

Tapi siapa yang mengatakan itu kepada beliau? Allah berkata kepada beliau, “Kaburo ‘alal-musyrikiina maa tad’uuhum ilaiih.” (QS Asy Syura ayat 13)

Terlalu berat bagi mereka, terlalu sulit bagi mereka untuk menerima seruanmu.

Lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyadari apa yang beliau serukan pada mereka memang terlalu besar. Jika Allah berkata itu terlalu besar bagi mereka, terlalu sulit bagi mereka, maka itu memang terlalu sulit bagi mereka. Lalu apa gunanya? Mengapa saya harus bersusah payah menyeru mereka?

Bagian berikutnya dari ayat ini menjawab, “Alloohu yajtabiii ilaihi may yasyaaa`u.” (QS Asy Syura ayat 13)

Sungguh Allah satu-satunya, Dia memilih siapa yang dikehendakiNya.

Wa yahdiii ilaihi may yuniib.” (QS Asy Syura ayat 13)

Dan Dia menunjuki mereka yang berpaling kepadaNya.

Namun pelemahan semangat yang pertama adalah bahwa orang musyrik, mereka tidak punya pengalaman dengan kitab. Mereka sebelumnya tidak punya Nabi, tidak paham urusan akhirat. Semua ini baru bagi mereka. Mereka tidak pernah terpapar hal ini, sehingga sulit untuk menerimanya.

Sekarang harapan Nabi shallallahu alaihi wa sallam berpaling kepada mereka yang memiliki pengetahuan. Siapakah orang-orang yang memiliki pengetahuan? Para Yahudi dan Nasrani.

Mungkin mereka memberi harapan yang lebih baik, ayat berikut mengatakan, “Wa maa tafarroquuu illaa mim ba’di maa jaaa`ahumul-‘ilmu.” (QS Asy Syura ayat 14)

Nabi shallallahu alaihi wa sallam berharap lebih kepada mereka karena mereka berilmu. Allah berkata, “Sebenarnya mereka bersikap tidak setuju malah setelah pengetahuan datang.

Pengetahuan bukan alasan mereka menerima kebenaran. Pengetahuan sebenarnya menjadi alasan mereka menolak kebenaran. Karena mereka menggunakan pengetahuan sebagai kekuasaan. Bagi mereka pengetahuan adalah senjata, begitu memilikinya maka mereka memiliki kontrol.

Jadi mereka gunakan pengetahuannya untuk berkata, “Tidak, kami tidak bisa memberikan kekuasaan itu kepada orang.

Dua Sifat Pengetahuan

Sehingga menjadi sesuatu yang lain, – saya berharap bisa jelas dan ringkas dalam hal ini -. Sehingga saya bisa membuat Anda paham akan, “dua sifat pengetahuan”.

Dalam kegiatan Islami kolektif, salah satu bidangnya adalah dakwah, pengajaran, adalah salah satu bidang yang utama dalam kegiatan Islami bukan? Tentunya bidang kegiatan Islami ini membutuhkan pengetahuan. Anda tidak bisa mengajar seseorang tanpa memiliki pengetahuan. Bidang pengetahuan itu tergantung apa yang Anda ajarkan, oke?

Sekarang jika Anda punya ilmu, dan mengajar, lalu memiliki pengikut, orang-orang mendengarkan Anda. Kemudian orang lain ikut serta, dan dia sepertinya punya lebih banyak ilmu dari Anda, lalu para pendengar Anda mulai menipis.

Anda merasa seperti, “Apa yang terjadi?

Orang itu mengambil semua penonton saya.

Jadi mungkin saya harus buktikan kepada khalayak bahwa dia bukan apa-apa, dan mereka seharusnya tetap bersama saya.

Anda paham?

Sekarang lelaki ini yang notabene berilmu, yang seharusnya berbagi ilmu karena Allah, sekarang menggunakan ilmunya sebagai senjata, sebagai – kasarnya – alat untuk mempertahankan pangsa pasarnya.

Hal ini sekarang menjadi semacam latihan kapitalistik, “Jangan dengarkan dia, dengarkan saya.

Pahamilah bahwa Yahudi dan Nasrani, satu hal yang terjadi di masa Nabi shallallahu alaihi wa sallam, adalah pengetahuan tentang Taurat dan Injil. Pengetahuan tentang torah dan Alkitab, adalah informasi yang ekslusif dan rahasia.

Tidak semua Nasrani tahu tentang Alkitab, dan tidak semua Yahudi tahu tentang Torah. Yang mengetahui kitab-kitab ini adalah para ulama Yahudi dan para Rabbi, jadi jika Anda ingin belajar agama, sebaiknya datang kepada kami.

Sekarang Nabi ‘alaihi sholaatu wassalam datang, dan ia menjadikan pengetahuan tentang kitab Allah dapat diperoleh semua orang. Beliau tidak hanya berkata, “Saya punya ilmu tentang kitab.

Beliau mengajarkannya kepada setiap sahabat. Ilmu pengetahuan menjadi “open source”, jika kita gunakan istilah programming. IImu pengetahuan menjadi “open source”. Dan jika pengetahuan menjadi “open source”, siapa yang akan kehilangan pangsa pasarnya? Mereka yang berilmu, dan karena mereka berilmu, kepada merekalah Anda bisa datang.

Hal lain tentang pengetahuan, meski Anda telah mendengar banyak kuliah tentang manfaat ilmu, lalu manfaat pengetahuan, itu semua ada di sana. Saya tidak menafikkannya. Namun pahamilah sisi lainnya, Saya merujuknya kembali dari kajian sebelumnya di sini.

Anda alami kerusakan mobil – contohnya – untuk membantu Anda memahami masalah ini. Mobil Anda rusak, lalu Anda pergi ke montir. Anda tidak paham soal mobil, seperti saya. Saya takut jika harus ganti oli. Saya tidak mengerti satu pun tentang mobil.

Jadi saya pergi ke montir dan ia menyadari saya tidak tahu apa-apa. Yang saya butuhkan hanya ganti oli, tapi montir itu melihat saya dan berkata, “Anda butuh transmisi baru, sabuk kipas baru.

Kelihatannya Anda perlu ganti mesin, ini dan itu.

Dia memberi saya daftar 10 hal yang perlu saya lakukan. Bisakah saya bisa membedakan apakah dia berdusta atau jujur? Tidak.

Jika Ilmu Pengetahuan Dikuasai Satu, Dua, Atau Beberapa Orang

Jika ilmu pengetahuan dikuasai satu, dua, atau beberapa orang. Apakah ada kemungkinan mereka gunakan untuk mengambil keuntungan dari orang lain? Bisa saja bukan? Tentu mereka bisa melakukannya.

Tapi jika saya paham mobil, saya berkata, “Apa yang Anda bicarakan, perlihatkan saya sabuknya.

Apa yang Anda bicarakan?

Dia akan ketahuan.

Kepemimpinan di kalangan Yahudi dan Nasrani pada masa itu, apakah mereka tidak menggunakan pengetahuan untuk keuntungan mereka? Allah menyebutnya “menjual ayat-ayat Allah”. Begitulah Allah menyebutnya. Mereka menggunakan pengetahuan itu sebagai sumber manipulasi.

Sehingga mereka tidak ingin pengetahuan itu diambil dari mereka. Mereka menggunakan pengetahuan itu untuk terus memecah belah. Karena mereka mengambil keuntungan melalui perpecahan itu.

Fenomena Yang Terjadi Pada Umat Islam Saat Ini

Saya di sini bukan untuk berbicara tentang Yahudi dan Nasrani. Saya di sini untuk berbicara tentang kurang lebih… Apakah fenomena ini terjadi di antara umat muslim? Orang-orang menggunakan pengetahuan, – pengetahuan Islami – pada dasarnya untuk mempertahankan pangsa pasar mereka, dan pada dasarnya menihilkan upaya orang lain, dan merubah pengetahuan tentang Islam menjadi industri pengkultusan ini.

Mari kita kembali kepada ayat tadi, Nabi shallallahu alaihi wa sallam berharap…

Baiklah, kaum musyrik tidak berpengetahuan, mereka takkan menerima Islam, terlalu besar bagi mereka,” kata Allah.

Mungkin bagi mereka yang berilmu ini, akan lebih mudah bagi mereka. Allah berkata sebenarnya karena pengetahuannya itulah mereka berpecah-belah, “Baghyam bainahum“.

Disebabkan dorongan memberontak terhadap satu sama lain. Mereka gunakan pengetahuan itu untuk menjadikan dirinya lebih sombong lagi. Pengetahuan seharusnya menjadikan Anda rendah hati. Bagian akhir surat Al ‘Isra adalah mengenai hal tersebut. Pengetahuan seharusnya menjadikanmu rendah hati.

Namun pengetahuan mereka menjadikan mereka sombong. Mereka takkan terkalahkan. Di atas segalanya, mengapa mereka harus menerima keunggulan Rasul dari Arab? ‘alaihi shalaatu wassalaam.

Wa maa tafarroquuu illaa mim ba’di maa jaaa`ahumul-‘ilmu baghyam bainahum.” (QS Asy Syura ayat 14)

Saya tidak ingin membahas sisa ayat ini, saya hanya ingin memberikan kepada Anda. Tadi ada satu pernyataan yang menjatuhkan mental, musyrik takkan menerima. Lalu ada pernyataan lain yang menjatuhkan mental, bahwa Yahudi dan Nasrani, mereka punya ilmu, tapi menggunakannya untuk tujuan sebaliknya. Alih-alih menuju petunjuk, mereka malah semakin sombong.

Jadi Nabi shallallahu alaihi wa sallam berpikir seperti terhadap penduduk Tha’if. Bagaimana menurut Anda? Jika mereka tidak menerima Islam, maka siapa yang akan menerima Islam, Anda ingat? Jika mereka takkan percaya, setidaknya siapa yang akan percaya? Anak-anak mereka. Jadi sekarang harapan beliau beralih kepada generasi berikutnya.

Sekarang ayat ini menyimpulkan, “Wa innalladziina uurisul-kitaaba mim ba’dihim, lafii syakkim min-hu muriib.” (QS Asy Syura ayat 14)

“Tak ada keraguan mereka yang diberi kitab sebagai warisan, setelah mereka orang-orang yang akan mewarisi agama ini dari mereka yang berpecah belah. Mereka ragu tentang agama itu, mereka juga tidak yakin.”

Kita juga tidak bisa bicara banyak tentang iman mereka.

Lafii syakkim min-hu muriib.” (QS Asy Syura ayat 14)

Bagaimana Allah Memotivasi NabiNya?

Jadi beliau menghadapi tiga tingkatan masalah. Kaum musyrik tidak akan menerima, ahli kitab memiliki pengetahuan dan menggunakannya untuk kejahatan, bukan sebagai petunjuk. Sedangkan generasi penerus mereka dipenuhi oleh keraguan. Masalah demi masalah demi masalah. Anda tahu anehnya?

Saya mulai sesi ini dengan mengatakan, “Saya akan memperlihatkan kepada Anda bagaimana Allah memotivasi NabiNya.” – ‘alaihi shalaatu wassalaam – Ingat saya berkata begitu?

Sejauh ini seperti apa kedengarannya? Bagaimana Allah menyurutkan semangat Nabi-Nya ‘alaihi shalaatu wassalaam. Salah satu ayat yang paling mencengangkan bagi saya dalam topik ini adalah yang berikut. Sangat memikat, jika Anda memikirkannya, sangat memikat.

Allah berkata, “Fa lidzaalika fad’u.

Hanya kata-kata itu.

Fa lidzaalika fad’u.

Serulah mereka.

Allah berkata, “Dengan alasan itu, serulah.

Terjemahan lugasnya, “Untuk alasan itu, serulah.

Apa pekerjaan Nabi shallallahu alaihi wa sallam pada akhirnya? Menyeru orang. Itulah pekerjaan beliau.

Dan Allah berkata, “Aku telah menulis daftar tiga masalah utama dari hadirin yang ada di hadapanmu.

Tiga masalah utama. Cukup bagi yang lain yang mendengarnya untuk berkata, “Tak ada gunanya menyeru mereka.

Tak ada gunanya, tak ada tujuannya.

Allah berkata sebenarnya karena masalah ini demikian besarnya, makanya kamu harus menyeru mereka, itu sebabnya Aku memilihmu shallallahu alaihi wa sallam. Ini bukan pekerjaan untuk sembarang orang, ini pekerjaanmu! Jika masalahnya kecil, tak diperlukan Rasul terhebat dari seluruh manusia. Ini karena masalah ini sangat besar, maka kamu dibutuhkan, “Fa lidzaalika fad’u.

Motivasi apa yang diberikan kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam? Motivasi yang diberikan bukanlah, bukan berupa motivasi biasa bukan?

Perjalananmu akan mudah.

Mereka akan segera menerima apa yang kamu katakan.

Jangan khawatir tentang hal itu.

Tidak, tidak, tidak. Motivasi yang diberikan kepada beliau adalah, ”Inilah kelompok tersulit yang akan kamu hadapi. Ini kelompok tersulit yang pernah dihadapi semua orang. Dan kamu akan menghadapi mereka secara langsung.

Nabi-nabi sebelumnya, pikirkan ini, beberapa Nabi menghadapi para musyrik, beberapa Nabi yang lain menghadapi ahli kitab. Yang satu menghadapi satu masalah, yang lain menghadapi masalah lain. Beberapa menghadapi yang bodoh, yang lain menghadapi yang sombong. Beberapa menghadapi yang berilmu pengetahuan.

Isa alaihissalam menghadapi ahli kitab. Zakariya alaihissalam menghadapi ahli kitab. Namun Nabi yang satu ini harus menghadapi mereka semua, dan juga yang terburuk dari mereka semua. Beliau harus menghadapinya langsung, dan Allah berkata itulah alasannya kamu yang terpilih.

Kita Sangat Senang Membahas Permasalahan

Lalu apa yang akan saya katakan pada Anda? Dan diri saya sendiri? Saya katakan kepada Anda dan saya, jika kita mengamati sekeliling kita – dan ini kembali lagi kepada kita sekarang -. Ketika muslim berkumpul untuk makan malam, ‘ied, dan sebagainya. Apa yang kita bahas? Masalah.

Kita sangat senang membahas permasalahan. Ini terjadi, itu terjadi, mereka melakukan ini dan itu. Ya Tuhan, kita gemar akan masalah. Beberapa di antara Anda, masya Allah, pakar diskusi musiman. Anda habiskan seluruh hidup Anda, sunnah itu yang Anda jalankan, itu yang menjadikan Anda Sunni. Anda sudah membicarakan permasalahan kaum muslimin selama… selama hidup Anda.

Anda tahu? Allah berkata, memang ada masalah-masalah yang sangat besar. Namun Allah memutuskan Anda dan saya masih hidup di tahun 2012 pada zaman sekitar semua masalah tersebut muncul. Dan setiap generasi muslim yang dibesarkan Allah, apakah setiap generasi muslim melihat permasalahan di sekitar mereka? Ya.

Allah membesarkan generasi muslim yang Dia tahu mampu untuk mengatasi masalah tersebut. Karena masalah itulah Anda dan saya ada. Karena semua masalah itu harus diselesaikan, maka Anda dan saya diberi udara untuk bernafas. Itu sebabnya kita ada di sini.

Fa lidzaalika fad’u.” (QS Asy Syura ayat 15)

Dan berdirilah dengan kokoh, jangan rebah karena melihat masalah.

Wastaqim kamaaa umirt.” (QS Asy Syura ayat 15)

Berdirilah kokoh sebagaimana kamu telah diperintahkan.

Wa laa tattabi’ ahwaaa`ahum.” (QS Asy Syura ayat 15)

Jangan ikuti keinginan kosong mereka, Anda tahu apa artinya? Jangan patah semangat, karena satu-satunya keinginan mereka adalah melihatmu patah semangat. Jadi Anda harus berhenti khawatir tentang masalah “Islam” ini.

Wa laa tattabi’ ahwaaa`ahum.” (QS Asy Syura ayat 15)

Wa qul aamantu bimaaa anzalalloohu ming kitaabin.” (QS Asy Syura ayat 15)

Katakan kepada mereka, ‘Aku telah diperintahkan saya mempercayai semua yang Allah turunkan dalam kitab-Nya.’

Allah wahyukan bahwa Dia menuntut saya untuk menjalankan misi ini dan saya harus menyeru. Maka saya akan menyeru meski kamu mendengar atau tidak.

Wa umirtu li`a’dila bainakum.” (QS Asy Syura ayat 15)

Saya kerjakan apa yang harus saya kerjakan.

Ini adalah versi Qur’ani dari yang disebut “urus urusanmu sendiri” dalam masyarakat modern.

Allah berkata, “Lanaaa a’maalunaa wa lakum a’maalukum.” (QS Asy Syura ayat 15)

Kami dengan amalan kami, dan kamu dengan amalanmu.

Anda tahu artinya? Kamu boleh terus melakukan semua kejahatan yang kamu inginkan. Silahkan terus menghabiskan triliunan dolar untuk propagandamu. Silahkan saja. Kami masih bertahan. Kami takkan menyerah. Kami akan terus melakukan apa yang akan kami lakukan.

Itulah, “Lanaaa a’maalunaa wa lakum a’maalukum.” (QS Asy Syura ayat 15)

Lakukan apa yang akan kamu lakukan.

Kamu boleh memanggil kekuatan tentara syaitan dan melakukan apa saja yang kamu inginkan. Kami akan melakukan pekerjaan kami. Itulah posisi muslim, itu posisi yang diambilnya, itulah motivasinya.

Kemudian, bahkan di antara upaya muslim yang lain, hanya karena saya berjuang di dalam satu organisasi. Pada akhirnya kita akan bekerja melalui organisasi. Itu hanya cara mengatur masyarakat manusia.

Anda akan bekerja melalui sebuah masjid, sebuah institusi nasional, Anda akan bekerja melalui kampus, madrasah, sekolah, atau apapun. Anda akan bekerja melalui salah satu saluran itu demi “Din”. Anda takkan mungkin bekerja sendiri. Anda akan bekerja melalui inisiatif kolekif lainnya.

Namun pada akhirnya Anda berdoa, “Alloohu yajma’u bainanaa.” (QS Asy Syura ayat 15)

Semoga Allah menyatukan kita semua.

Kompetisi Yang Sehat Dalam Beramal

Beberapa muslim mengkritik secara prematur, “Terlalu banyak organisasi Islam, astaghfirullaah. Mengapa kita tidak bisa bergabung saja dalam satu organisasi?

Sudah saya katakan di awal seri ini, di mana sebagian besar Anda tidak hadir. Bukan begitu cara kerja Islam. Islam tidak hanya satu upaya, akan ada ribuan upaya lain, semua harus dihargai, selama mereka mengusung sesuatu yang unik.

Jika Anda ingin memulai satu upaya atau organisasi, silahkan lakukan, semoga berhasil. Pastikan saja Anda tidak memulai sesuatu yang menjadi kompetitor yang lain. Anda mulai sesuatu area ada kebutuhan dan ada sesuatu yang harus disalurkan. Sehingga Anda merasa hal tersebut harus dicarikan jalan keluarnya. Saat itulah Anda butuh memulai organisasi baru. Ada bidang yang belum disentuh, maka Anda membuat sesuatu yang baru.

Bukan karena, “Mereka melakukannya dan cukup berhasil.

Saya sebaiknya memulai yang sama sehingga saya akan sukses juga.

Tidak, jika demikian Anda membangun kompetisi. Kompetisi yang sehat adalah dalam beramal, bukan dalam menggembosi upaya yang lain. Karena pada akhirnya, perhatianlah realita sosial. Muslim adalah minoritas di negara ini, populasi kita kecil. Artinya secara finansial dan fisik, tenaga kerja dan sumber keuangan kita terbatas.

Jadi jika ada satu upaya kebaikan di satu daerah, semua sumber daya kita sebaiknya dikerahkan ke sana. Jika kita ingin berinvestasi dalam bidang lain, sebaiknya bersifat komplementer, bukan kompetitor. Mereka harus melengkapi usaha sudah berjalan, bukan menyainginya.

Contohnya ada kota-kota di negara ini. Masyarakat muslim yang sudah sangat mapan. Apakah sekolah menengah atas Islam mudah atau sulit dibangun? Sulit dibangun. Dalam jarak setengah mil, ada dua sekolah Islam. Dari tingkat dasar hingga sekolah menengah atas. Dan keduanya memiliki penggalang dana.

Ya Tuhanku, kenapa?

Karena kepala sekolah ini tidak suka kepribadian kepala sekolah satunya. Kita semua harus menderita karena seseorang memiliki masalah kepribadian. Karena kita tidak tahu bagaimana bekerja sama satu sama lain. Kita tidak paham makna, bahwa pekerjaan Islami lebih besar dari diri kita pribadi. Anda harus mengenyampingkan kepribadian. Lebih dalam tentang hal tersebut – insya Allah ta’ala – akan dibahas setelah istirahat karena saya ingin sesi ini lebih banyak membahas motivasi.

Kesimpulan

Dan inti yang saya ingin Anda pahami adalah karena masalah-masalah inilah Allah memilih umat ini. Maka semua masalah yang ada bukan alasan bagi kita untuk mengeluh. Sebagaimana dikatakan dalam pepatah Arab, “Syammiru an sawa’idil jidd.

Singsingkan lengan baju dan mulailah bekerja.

Masalah yang dihadapi seharusnya menjadikan kita lebih serius. Ketika saya berhaji, begitu banyak orang yang berhaji menjadi tertekan.

Luar biasa, ini perjalanan spiritual, tapi Anda bisa melihat beberapa hal yang sangat buruk. Beberapa hal yang cukup menyedihkan akan Anda lihat di sana, dan Anda kembali dalam keadaan depresi. Maksud saya tingkat kebodohan orang-orang, kemiskinan, budak anak-anak. Begitu banyak hal buruk yang akan Anda lihat. Dan Anda tahu, hal itu bisa mengacaukan pikiran Anda. Tak lupa menyebutkan menara dengan cahaya yang memancar darinya, dan semua hal lainya.

Ini dapat mengacaukan pikiran Anda, tapi ternyata Anda pulang dengan hati yang lebih teguh. Artinya hanya, kita belum sungguh-sungguh bekerja. Pekerjaan harus diselesaikan. Allah takkan membiarkan kita putus asa. Dia takkan membiarkan kita tanpa pertolonganNya. Jika kita siap untuk bekerja, kondisi akan berubah. Berkah dari Allah akan datang. Itu yang harus kita percayai. Itulah motivasi yang Anda dan saya bagi.

Jadi itulah alhamdulillah, kesimpulan dari sesi pertama kita. Saya beri sedikit kilasan tentang sesi yang akan datang. Sesi berikutnya lebih pendek, saya kira akan bisa disudahi dalam 30 menit.

Topiknya tentang “keseimbangan”. Menyeimbangkan diri kita untuk kerja kolektif, kerja bersama dalam satu organisasi, menjadi relawan. Menjadi aktif, dan kebutuhan spiritual pribadi. Bagaimana kita menyeimbangkan keduanya, bagaimana petunjuk Quran tentang hal tersebut?

Kita akan membahasnya insya Allahu ta’ala dalam sesi berikutnya, Dan akan diinspirasi khususnya oleh beberapa ayat terakhir surat Al Hajj. Dengan demikian saya sudahi.

Barokalloohu lii wa lakum wa fil qur’aanil hakiim, wa nafa’nii wa iyyakum bil ayaati wa dzikril hakiim. Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

Subtitle: NAK Indonesia

For English Trancript version please click here: https://islamsubtitle.wordpress.com/2017/11/02/when-muslims-work-together-1/

3 thoughts on “[Transkrip Indonesia] Ketika Muslim Bekerja Sama 1 – Apa Motivasi Kita? – Nouman Ali Khan

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s