[Transkrip Indonesia] Motivasi Legendaris – Nouman Ali Khan


Motivasi Dari Kisah Terdahulu – Nouman Ali Khan

Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh. Al-hamdu lillaahi robbil-‘aalamiin. Wash-sholatu was-salamu ‘alaa sayyidil anbiyaa-u wal mursaliin. Wa ‘alaa aalihi wa shohbihi ajma’iin. Tsumma ‘amma ba’du. Fa a’uudzu billaahi minasy-syaitoonir rojiim. Robbisyroh lii shodrii, wa yassir lii amrii, wahlul uqdatan min lisaanii, yafqohuu qoulii. Aamiin ya robbal-‘aalamiin.

Capaian Para Nabi Bukan Hanya Dongeng Masa Lalu

Pertama-tama, kembali saya sangat bersyukur karena berkesempatan untuk menyapa Anda semua. Dan bagi Anda yang akrab dengan pekerjaan saya, tahu bahwa saya mencoba menekankan pada renungan dan kajian Al-Quran. Dan saya sadar bahwa ini bukanlah satu-satunya bidang pembelajaran atau perenungan yang penting dalam kehidupan seorang muslim. Tapi saya percaya bahwa ini inti dalam kehidupan seorang Muslim. Untuk berhubungan langsung dengan Al-Quran dan mengambil di dalamnya saran dan nasihat sebanyak yang mereka bisa.

Dalam sesi terakhir ini, saya berbicara di depan Anda dengan hati yang sedikit berat karena ketika saya berkeliling dalam konferensi ini, saya bertemu dengan banyak orang, mereka mendatangi saya, dan kami hanya punya waktu 30 detik untuk bicara sebelum orang lain bergabung dalam pembicaraan dan menyampaikan berbagai hal yang berat.

Dan saya menyadari bahwa di satu sisi kita berbicara tentang kitab Allah dan masa para sahabat dan kita berbicara tentang masa yang ideal ini, yang kita pelajari dari kitab suci, dan di sisi lain yang sangat berlawanan adalah kondisi kita saat ini. Kenyataan yang kita alami saat ini sangatlah jauh dari hal-hal yang terkadang kita bicarakan, bukan?

Dan kita harus menyatukan kedua hal tersebut. Terkadang kedua hal ini sangat berjauhan antara satu sama lain yang bahkan terasa seperti Al-Quran atau Sunnah atau agama, bagi sebagian orang terasa seperti membicarakan tentang realitas yang berbeda, bahkan sama sekali tidak membicarakan tentang kenyataan yang saya hadapi.

Banyak orang ketika mendengar cerita tentang para sahabat atau ketika mendengar capaian besar para Rasul ‘alaihimus-salatu was-salam, merasa bahwa ini semua adalah pahlawan yang melegenda, bahwa semua ini adalah hal yang mengagumkan yang sangat jauh dari saya atau orang lain yang saya kenal. Dan (kualitas) kita sangat jauh di bawah itu, sehingga bahkan tidak bisa kita terapkan.

Jadi dampak psikologis dari pemikiran tersebut bagi sebuah masyarakat, adalah mengurangi makna nasihat dan bimbingan Al-Quran dan sunnah hingga setara dengan kritikan para‚ “kuffar” yang berkata, “Asaathiirul-awwaliin.

Semua ini hanyalah dongeng dan legenda masa lalu, dari bangsa-bangsa terdahulu.

Itu saja, semua ini tak lain hanyalah dongeng. Dan sangat disayangkan, dalam pidato kita terkadang telah menciptakan suasana dan budaya dimana kita membicarakan masa lalu sedemikian rupa, sehingga kita sama sekali memutuskan hubungan dengan masa lalu dan kita membuatnya terasa seperti kita bahkan tidak akan pernah mendekati seperti apa yang telah terjadi di masa lalu, dan karenanya kita berhenti mencari bimbingan dan nasihat dari kitab yang sama. Seakan-akan kitab ini bukan tentang kita, tapi tentang orang-orang yang jauh lebih baik dari kita. Dan kondisi ini benar-benar membahayakan. Sangat merusak.

Amalkan Sesuai Kemampuan

Sebagai contoh sebelum saya bicara tentang ayat yang sangat ingin saya sampaikan. Misalnya dalam kasus para sahabat radhiyallahu ta’ala anhum ajma’iin, ada Abu Bakr as-Siddiq radhiyallahu anhu, pahlawan Islam dan Umar bin Khattab radhiyallahu ta’ala anhu.

Mereka ini adalah pahlawan Islam. Ketika berbicara tentang menafkahkan harta di jalan Allah dan orang-orang mendorong dalam penggalangan dana atau ceramah agar orang meyumbangkan hartanya. Mereka menjadikan Abu Bakr as-Siddiq radhiyallahu ta’ala anhu sebagai contoh, atau mereka akan mulai dengan Umar radhiyallahu anhu yang menyumbang berapa banyak dari hartanya?

Kalian ingat ceritanya? Setengah dari hartanya bukan? Dan ketika beliau merasa telah meraih sesuatu, masuklah Abu Bakr as-Siddiq dan berapa banyak yang beliau sumbangkan? Semua hartanya!

Dan ketika mendengar ini, Anda merasa juga harus menyumbang. Tapi tahukah Anda, ada banyak orang di antara hadirin yang berkata, “Saya tidak akan pernah menyumbangkan setengah ataupun semua harta saya.

Ngomong-ngomong itu bahkan tidak adil. Saya beritahu kenapa. Karena bukan cuma mereka saja para sahabat radhiyallahu ta’ala anhum ajma’iin. Sahabat bukan hanya mereka saja. Ada ribuan sahabat. Banyak di antara mereka tidak menyumbang setengah atau tidak sama sekali. Banyak di antara mereka yang menyumbang lebih sedikit.

Tapi Allah membicarakan mereka semua dan berkata, “Rodhiyalloohu ‘an-hum wa rodu ‘an-hu.” [QS. Al-Mujadilah ayat 22]

Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya.

Dengan kata lain, apa yang kita lakukan adalah, terkadang kita mengambil teladan terbaik untuk memotivasi. Teladan terbaik yang bisa kita temukan di dalam Islam tentang pengorbanan untuk memotivasi orang, tanpa menyadari bahwa beberapa orang memang termotivasi, tapi yang lain malah kehilangan semangat dan berkata bahwa, “Mustahil! Pasti hanya berlaku di masa itu saja, tidak berlaku lagi bagi saya.

Jadi, bagaimana menyelaraskan kedua hal tersebut? Karena, apabila Anda benar-benar mempelajari cerita-cerita para sahabat radhiyallahu ta’ala anhum ajma’iin, para pengikut Islam yang pertama sekali bukan? Apa artinya menjadi pengikut Muhammad Rasullullah shalallahu alaihi wa sallam?

Artinya menjadi seperti para sahabat! Bila Anda pelajari kisah-kisah mereka, Anda takkan menemukan satu kisah saja. Anda akan menemukan berbagai kisah; ada orang-orang yang luar biasa pengorbanannya dan ada yang masih berusaha memperbaiki diri. Dan Allah mengakui, menghargai, dan mencintai mereka semua. Allah bahkan berfirman tentang perbedaan derajat di antara mereka di dalam Al-Quran, “Laa yastawii minkum man anfaqo min qoblil-fat-hi, wa qootal, ulaaa’ika a’zhomu darojah, minalladziina anfaquu min ba’du, wa qotaluu, wa kullan wa‘adalloohul-husnaa.” (QS. Al-Hadid ayat 10)

Allah Telah Menjanjikan Balasan Terbaik

Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan dan berperang (hartanya) sebelum penaklukan (Mekkah). Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah telah menjanjikan kepada mereka balasan yang baik.

Orang yang menafkahkan dan mengorbankan sebelum masa kemenangan tidak sama dengan orang yang menafkahkan dan berkorban setelah kemenangan. Tapi Allah menjanjikan yang terbaik bagi setiap mereka.

Luar biasa bukan, bahwa Allah menyebutkan, “Al husna” yang merupakan bentuk superlatif dalam bahasa Arab, “yang terbaik”.

Dan Dia tidak mengatakan bahwa (balasan) yang terbaik itu bagi mereka yang berjuang pada masa-masa yang sulit dan balasan yang lebih sedikit bagi yang datang kemudian yang perjuangannya lebih mudah.

Allah dengan rahmat-Nya berfirman dalam ayat (tersebut), “Setiap mereka akan mendapatkan (balasan) yang terbaik.

Lakukanlah apa yang mampu kamu lakukan. Jadi, akan ada orang yang dapat melakukan lebih banyak daripada yang Anda lakukan dan akan ada juga orang yang hanya dapat melakukan lebih sedikit dari yang Anda lakukan. Namun Allah menjanjikan (balasan) yang terbaik bagi mereka semua.

Proporsional Dalam Da‘wah

Jadi, di sesi akhir ini saya ingin memberikan sedikit gambaran tentang bagaimana secara mental memilah-milah, untuk menggambarkan umat Muslim, masyarakat yang kita miliki dan kemudian mengambil nasihat dari Al-Quran dan Insya allahu ta‘ala karena nasihat dari Al-Quran berlaku bagi kita semua. Intinya adalah nasihat itu berlaku bagi kita dengan cara yang berbeda. Penerapannya bagi saya tidak sama dengan penerapannya bagi Anda. Standarnya sedikit berbeda.

Jadi, mari kita mulai dari awal. Dari bagian paling dasar, dari tingkatan yang paling dasar dalam agama ini. Anda semua dan saya, mengetahui bahwa kita memiliki 5 pilar, dan saya tidak perlu menguliahi Anda lagi tentang 5 pilar ini. Anda semua sudah paham maknanya.

Yang paling mendasar sekali, minimal yang berlaku bagi masing-masing kita adalah menjauhi hal-hal yang haram, yang jelas keharamannya, dan memastikan Anda melaksanakan yang jelas-jelas wajib. Apa yang harus Anda lakukan, lakukanlah. Apa yang harus Anda hindari, hindarilah. Inilah hal yang paling mendasar bagi setiap muslim.

Selebihnya, ketika saya berbicara kepada jamaah seperti sekarang ini, ada kelompok orang yang hadir di sini yang saya tidak tahu asalnya.

Anda datang dari berbagai kota. Anda datang dari lingkungan yang berbeda-beda. Sebagian dari Anda sudah mempelajari Islam bertahun-tahun. Sebagian dari Anda tahu tentang Islam melebihi dari apa yang saya ketahui. Sebagian dari Anda adalah para imam yang hadir di sini. Saya baru saja bertemu dengan seorang ‘alim yang mempelajari Islam selama 8 tahun. Dia duduk di antara para hadirin. Dan ada sebagian orang yang menjadi Muslim akhir pekan ini, yang hampir tidak tahu apapun.

Ada sebagian orang yang dibesarkan dalam keluarga Muslim tapi tidak berhubungan sama sekali dengan Islam dan orang tua mereka memaksa mereka untuk hadir di sini dan mereka duduk di bagian belakang berpikir, “Kenapa saya ada di sini?

Dan setiap kali mereka berusaha untuk kabur, ibunya akan memelototi dan merekapun kembali duduk. Perhatikanlah, hadirinnya beragam. Tidak semua orang di sini memiliki pandangan yang sama. Itulah kenyataannya bukan?

Jadi kita, mustahil untuk menganggap bahwa nasihat dari Al-Quran akan memiliki pengaruh yang sama bagi Anda. Atau bahwa cara Anda menerapkannya akan sama. Minimal ada beberapa hal yang diharapkan dari kita semua.

Sekarang mari kita bahas yang melebihi itu. Mari kita bahas setingkat lebih tinggi. Pekerjaan saya sebagai da‘i atau pembicara adalah untuk berbicara kepada orang-orang hadir di sini, yang paling tidak taat menjalankan Islam. Tugas saya adalah untuk mencoba menyapa orang yang bahkan tidak mau berada di sini. Itulah orang ingin saya coba jangkau.

Kenapa saya ingin menjangkau orang tersebut di saat saya sedang berbicara di depan umum? Karena orang tersebut mungkin saja bertahan dalam keislamannya hanya pada seutas benang. Mereka hampir tidak bisa bertahan. Mungkin mereka sudah yakin, “Saya bahkan tidak mau menjadi seorang muslim. Saya tidak tahu. Saya tidak yakin apakah saya mau menjadi seorang Muslim.

Dan mereka duduk di antara hadirin di sini. Dan orang tersebut, kalau saya mulai memberikan contoh-contoh mereka yang menyumbangkan sebagian atau semua hartanya, Anda tahu apa yang akan mereka katakan?

Saya bahkan tidak yakin untuk bisa memberikan seperseratus dari harta saya dan Anda meminta setengah atau seluruhnya. Lupakan saja! Saya keluar dari sini! Permintaan ini sangat berlebihan.

Ketika orang ini menghadiri acara ini dia sudah mempunyai pemikiran bahwa Islam menuntut terlalu banyak dan saya memperburuk suasana. Saya memperparah keadaan dengan memberinya standar tertinggi. Standar yang bahkan tidak dapat dipraktekkan oleh semua sahabat, kecuali yang paling tinggi di antara mereka. Dan saya menyampaikan seakan-akan itulah yang diharapkan dari Anda. Ini tidak adil. Maka apa yang kita lakukan?

Di dalam ceramah untuk umum, di dalam pembicaraan yang kita lakukan dalam komunitas kita. Khatib pada salat Jum’at misalnya, dia harus paham bahwa orang-orang berada pada tingkatan yang berbeda sehingga harus pelan-pelan. Anda harus membicarakan tentang hal-hal yang sangat dasar dan pelan-pelan dan berikan harapan dalam penyampaian.

Selanjutnya di setiap masjid ada halaqah, kelompok pengajiannya yang dihadiri oleh 6 atau 7 orang. Bukannya 200 orang. Sedikit sekali pengikutnya tapi mereka konsisten. Mereka selalu datang setiap minggu. Mereka duduk bersama imam. Mereka terus menerus belajar.

Dan karena mereka menunjukkan keseriusannya, tebaklah… Pemimpinnya, imamnya, ulamanya, gurunya harus berharap lebih kepada siapa? Kepada mereka. Anda harus memberikan mereka contoh yang lebih tinggi. Terhadap mereka Anda seharusnya meninggikan harapan mereka, karena Anda menginginkan agar mereka mampu mencapainya.

Tapi bahkan ketika mereka berhasil mencapainya, apa tantangan selanjutnya? Mereka berbalik arah seperti Anda, beberapa di antara Anda belum tahu banyak tentang agama empat tahun lalu. Tapi Anda mulai belajar bahasa Arab, Anda mulai menghadiri seminar dan kursus dan kelas-kelas. Anda mulai mendengarkan unduhan demi unduhan, menulis semua catatan ini dan mulai memberikan khutbah di Perhimpunan Mahasiswa Muslim dan sejenisnya atau memberi ceramah atau halaqah. Sekarang Anda tahu lebih banyak dari empat tahun lalu.

Tapi apa yang terjadi? Karena sudah tahu banyak, Anda sadar bahwa banyak hal juga diharapkan dari Anda. Begitu sadar bahwa banyak yang diharapkan dari Anda, Andapun berbalik arah ke orang lain dan mengira bahwa yang diharapkan dari mereka juga banyak, dan itu tidaklah benar.

Harapan yang tinggi itu hanya ditujukan kepada Anda tapi Anda tidak bisa membebani mereka dengan beban Anda. Tidak ada seorangpun yang beban dibahunya lebih berat dari Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Tidak seorang pun dalam sejarah manusia yang mengalaminya, dan tidak juga di masa depan ada yang mempunyai beban lebih besar dari yang harus ditanggungnya shalallahu alaihi wa sallam selama 23 tahun, dimana tidak ada waktu sama sekali untuk melakukan apa yang telah beliau lakukan.

Tapi bahkan ketika mengutus orang dalam sebuah misi untuk menyebarkan Islam, beliau menyuruh para sahabat, ”Yassiruu wa laa tu’assiruu, yassiroo wa laa tu’assiroo.

Permudah dan jangan persulit.

Buatlah lebih mudah, pelan-pelan saja. Jangan keras terhadap mereka. Subhanallah! Itu adalah instruksi beliau kepada para sahabat. Beliau bukannya memerintahkan, “Sampaikan kepada orang-orang untuk berserah diri kepada Allah dan mereka harus segera menjadi contoh terbaik dalam (hal) ketaatan.

Permudahlah mereka. Pelan-pelan saja. “Yassiruu wa laa tu’assiruu”. Itu adalah petikan nasihat yang luar biasa.

Berita Baik Dulu, Baru Peringatan

Dan optimisme nya. Kita tidak bicara banyak tentang optimisme para Rasul ‘alaihimus-salaatu was-salaam. Anda tahu berulang kali di dalam Al Quran Allah menjelaskan bahwa rasul-rasul Allah adalah pembawa berita baik dan pembawa peringatan.

Wa basysyiriina wa mundziriin, basyiiron wa nadziiron,” bukan?

Ini muncul berkali-kali di dalam Al Quran. Mereka datang untuk menyampaikan kabar gembira dan peringatan.

Sekarang, berapa banyak di antara Anda yang berprofesi sebagai pengajar atau pernah mengajar dalam kapasitas apapun? Sekolah minggu, halaqah, apa saja? OK, jika Anda menghadapi kelompok yang sulit, mudahkah untuk tetap merasa optimis? Apakah mudah untuk tetap tersenyum? Mustahil bukan?

Apabila anak-anak tidak mendengarkan di kelas atau orang-orang berbicara di saat Anda berbicara. Atau ketika saya sedang memberikan ceramah, orang-orang berdiri dan pergi, apakah sikap tersebut mengacaukan pembicara atau apakah itu mengganggu? Atau orang-orang mengobrol, sehingga saya bahkan tidak bisa mendengar suara saya sendiri. Saya mengajar sebuah kelas, tapi tidak bisa mendengarkan suara saya sendiri karena terlalu banyak orang yang berbicara.

Ada sebuah kisah nyata. Ini terjadi pada sebuah konvensi ICNA sekitar enam atau tujuh tahun yang lalu. Saya sedang memberikan ceramah, seorang paman yang duduk di baris paling depan, -maaf paman, saya harap Anda tidak hadir di sini hari ini-, jadi, beliau duduk di depan dan menerima panggilan telpon dan sepertinya dari Pakistan, karena Anda harus berbicara sangat keras…

(Berbicara dalam Bahasa Urdu).

Ok, semua baik-baik saja, over and out!

Seperti panggilan telpon di helikopter, seperti pembicaraan militer. Orang ini sedang berbicara jarak jauh di bangku depan dan saya bahkan tidak bisa mendengarkan suara saya sendiri karenanya. Tapi pada saat itu saya harus mengingatkan diri saya sendiri, para Nabi diperintahkan bukan untuk memberikan peringatan dulu namun memberikan kabar baik terlebih dahulu. Tapi agar dapat menyampaikan berita baik Anda harus memiliki sikap positif. Sangat sulit untuk bersikap positif ketika orang yang ada di depan Anda mengganggu Anda.

Tapi para Nabi diperintahkan (alaihimus-salatu was-salaam) bahwa mereka harus mempertahankan sikap positif bahkan ketika orang-orang tidak mau menerima. Dan itu luar biasa, tidak mudah.

Mudah untuk mengatakan bahwa mereka adalah pemberi kabar baik, tapi menyampaikan kabar baik kepada orang yang menjengkelkan, mereka tidak mau mendengarkan apa yang akan Anda sampaikan dan Anda harus mempertahankan sikap positif Anda dan terus menyampaikan kabar baik. Itu mengagumkan. Dan ya, “Nadziiron”, dan juga untuk memberikan peringatan.

Tapi setiap saat yang pertama sekali disebutkan adalah kabar baik. Setiap saat. Mereka (para Nabi) adalah pemberi kabar baik, mereka adalah penyebar optimisme (harapan). Mereka (para Nabi) adalah orang-orang yang positif.

Dan itu artinya bahwa ceramah Islami, pembicaran-pembicaraan tentang Islam yang terjadi dari mimbar, yang terjadi di halaqah (pengajian) yang terjadi di MSA, yang terjadi di dalam keluarga Anda, yang terjadi di dalam masyarakat, (semua) itu harus bernuansa sangat positif.

Diskusi tentang Islam harus sangat positif dikarenakan fakta bahwa para Nabi, pertama-tama adalah “Basyiir” dan kemudian “Nadziir”. Pertama-tama mereka adalah “Basyiir”, pemberi berita baik. Mereka adalah “Mubasysyir”.

Lebih Banyak Berita Baik Daripada Peringatan

Ngomong-ngomong, subhanallah, Allah azza wa jalla dengan kefasihan-Nya yang luar biasa, apa yang disampaikan-Nya, bahkan ketika bentuk verbal digunakan dan saya tidak akan terlalu teknis kepada Anda tapi saya akan mencoba membuatnya sesederhana mungkin, tapi intinya sangat indah. Allah azza wa jalla menyebutkan tentang Quran itu sendiri.

Qoyyimal liyundzira ba’san syadiidan min ladun-hu wa yubasysyirol-mu’miniinalladziina ya’maluunash-shoolihati,“ (QS. Al-Kahfi ayat 2) bukan?

Dan di sini Allah memulainya dengan peringatan tapi dengan mengatakan, “Yundziro”. “Yundzir” dalam bahasa Arab; “Andzaro” berarti memberikan peringatan.

Tapi secara teknis apabila Anda mengatakan, “Nadz-dzaro”; salah satu maknanya juga adalah memberikan peringatan.

Nadz-dzaro!

Tapi perbedaannya adalah “Andzaro” memberikan peringatan satu kali. Tapi “Nadz-dzaro” berarti memberikan peringatan berulang-ulang.

Sementara dari sisi lain Allah mengatakan, “Wa yubasysyiro.

Wa yusbashirol-mu’miniin.

Jadi ketika Allah berbicara tentang peringatan Allah menggunakan bentuk tunggal tapi ketika Allah berbicara tentang memberikan berita baik, Allah menggunakan bentuk yang bersifat terus menerus. Allah menutupi peringatan dengan berita baik. Subhanallah.

Dan ngomong-ngomong, khususnya dalam kasus tersebut; dikarenakan hal tersebut adalah “’Alamaatu saa’ah”, menjelang akhir masa di dalam Surat Al-Kahfi, yang seharusnya dibaca ketika Dajjal muncul dan sebagainya, kan. Ini merupakan waktunya peringatan; jadi dimulai dengan peringatan. Tapi bahkan ketika dimulai dengan peringatan pun, kalimat tersebut segera melipatgandakan berita baik.

Wayubaysyirol-mu’miniinalladziina ya‘maluunash-shoolihaati anna lahum ajron hasanaa.” (QS. Al-Kahfi ayat 2)

Makitsiina fiihi abadan.” (QS. Al-Kahfi ayat 3)

Tidak mungkin menyebutkan “Makitsiina fiihi abadan” atau “mereka kekal di dalamnya selamanya” (ketika menyebutkan) tentang peringatan. Ini hanya digunakan ketika menyebutkan berita baik. Subhanallah. Berulang-ulang kali. Jadi apa artinya semua ini bagi Anda dan saya?

Para ibu di dalam ruangan ini yang mengatakan kepada anaknya, “Kamu sebaiknya mematuhi ayahmu, kalau tidak Allah akan memasukkanmu ke dalam Jahannam.

Apa yang Anda lakukan? Anda telah membuang tradisi tentang cara penyampaian pesan dalam Islam yang penuh dengan kasih sayang, cinta. Karena Anda bermaksud… Anda ingin menanamkan rasa takut akan ayah Anda atau ayah anak-anak Anda.

Kalau ayah pulang dan ibu kasih tahu ayah.

Jangan! Jangan kasih tahu ayah! Jangan kasih tahu ya.

Atau kadang sebaliknya si suami mengatakan, “Ayah akan kasih tahu ibu.

Jangan, jangan kasih tahu ibu, apapun boleh, asal jangan kasih tahu mama. Pukul saja aku di sini, di sini (di leher).” Anda tahu ‘kan?

Tapi apa yang kita lakukan? Menurut kita satu satunya cara untuk memperbaiki kelakuan anak adalah dengan menakuti mereka. Kita harus menakut-nakuti mereka untuk memperbaiki perilaku mereka. Bukannya menurut saya cara tersebut tidak baik. Kadang-kadang memberikan sedikit peringatan itu baik. Tapi apa yang terlebih lagi harus dilakukan? Terlebih lagi harus ada kasih sayang dan kesabaran dan kabar gembira dan menyemangati dan… Bersabar dengan anak kecil.

Anak kecil itu menjengkelkan. Saya punya 6 anak, saya tahu mereka itu menjengkelkan. Mereka bisa membuat Anda sangat jengkel, mereka bisa begitu. Dan para ibu di sini tahu itu. Mereka bisa membuat Anda gila. Terkadang Anda bisa menjadi sangat gila sampai para suami pun takut.

Seperti saat anak-anak membuat Anda sangat jengkel, suami Anda langsung tahu saat melihat wajah Anda dan berkata, “Oh baiklah, saya akan keluar, ke halaman belakang. Saya akan duduk saja di halaman.

Merasa seperti, “Saya tidak tahu harus berbuat apa.

Tapi tahukah Anda? Bahkan dalam kondisi tersebut kita harus belajar bagaimana para Nabi menyampaikan pesan (berdakwah). Karena pada akhirnya kita mengajarkan anak-anak kita tentang Islam melalui cara ini.

Banyak anak-anak yang dibesarkan dan merasa bahwa satu-satunya yang mereka tahu tentang Islam adalah bahwa semua hal dilarang. Atau bahwa kamu akan di hukum, Allah akan sangat marah sama kamu, Allah akan murka. Anak kecil, misalnya 2 tahun, “Ayah aku gak bisa makan es krim kan, karena Allah akan sangat marah.

Itu tragedi. Anak umur 2 tahun mengatakan hal seperti itu tentang Allah. Kondisi tersebut sangat menyedihkan. Mereka harus mengetahui hal-hal yang luar biasa tentang Allah. Betapa Allah sangat menyayangi mereka dan menjaga mereka. Seperti bagaimana Allah membuat es krim terasa manis. Bukan bagaimana Allah akan menghukum mereka kalau mereka makan es krim, Anda paham? Jadi Anda membebankan kemarahan Anda kepada Allah. Itulah yang Anda lakukan dan itu tidak benar.

Sama halnya di dalam masyarakat dan ngomong-ngomong di dalam pernikahan juga. Dalam sebuah pernikahan, suami selalu mengatakan kepada istrinya; mereka akan terpanggang di neraka apabila tidak melakukan ini, itu dan lainnya. Pernikahan macam apa itu? Di mana Anda dengan entengnya mengatakan kepada istri Anda bahwa dia akan terbakar di neraka. Apakah itu normal? Anda tidak normal. Anda butuh terapi serius jika Anda begitu.

Kemudian, yang lebih parah, dalam masyarakat, bila setiap khutbah tentang Hari Kiamat dan tentang orang-orang yang dilempar ke dalam neraka dan semua amal baiknya terhapus karena mereka dulunya adalah orang-orang yang munafik.

Bukannya saya mengatakan bahwa peringatan itu tidak ada. Saya tidak mengatakan demikian, tapi Anda terlalu banyak menyebarkan pesimisme dan keputusasaan, dan Anda akan membuat banyak orang merasa kehilangan harapan. Mereka akan mulai mempercayai bahwa bagaimana pun juga mereka akan mendapatkan hukuman.

Dan ketika orang berhenti berharap, merasa putus asa dan meyakini bahwa mereka akan mendapatkan hukuman maka pintu untuk berbuat dosa akan terbuka lebar. “Apa gunanya, kepalang basah sekalian saja menceburkan diri.” Orang-orang jadi kehilangan harapan.

Transaksi Dengan Allah

Jadi ayat yang ingin saya bagikan kepada Anda dalam pembicaraan ini. Sisa waktu 8 menit, saya akan menepatinya, saya selesai tepat waktu insya allah.

Ayat ini sebenarnya adalah salah satu ayat yang menuntut sesuatu yang sangat tinggi. (ayat) ini menuntut salah satu dari tuntutan yang paling tinggi dalam Al-Quran. Allah azza wa jalla berfirman, “Innalloohasytaroo minal-mu’miniina anfusahum, wa amwaalahum bi-anna lahumul-jannah.” (QS. At-Taubah ayat 111)

Tidak ada keraguan didalamnya bahwa Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, bahkan Allah-lah yang telah membeli dari orang-orang mukmin; uang mereka dan kehidupan mereka, diri mereka, untuk ditukarkan dengan surga.

Jadi ayat ini dimulai dengan sebuah transaksi, katakanlah sebuah transaksi bisnis, dimana Allah telah membeli apa? Coba Anda jawab.

Apa yang telah dibeli oleh Allah? Uang kita dan apa lagi? Hidup kita. Allah telah membeli uang dan hidup kita.

Apa yang telah kita terima dengan menjual hal-hal tersebut kepada Allah? Apa yang telah kita dapatkan? Surga.

Pertukaran inilah yang Allah bicarakan di dalam ayat ini. Nah sekarang, bagi orang-orang yang levelnya sudah tinggi, tahu’kan Anda apa arti ayat tersebut bagi mereka?

Itu artinya bahwa mereka akan menuju ke medan perang. Para sahabat akan pergi ke medan perang. Mereka akan menghabiskan uangnya, pergi ke medan perang dan wafat di sana.

Yuqootiluuna fii sabiilillaahi fa yaqtuluuna wa yuqtaluuna.“ (QS. At-Taubah ayat 111)

Segera, dia langsung ke sana… begitu saja. Itulah tingkatan tertinggi dari pembelian tersebut.

Saya ingin bertanya kepada Anda. Apakah setiap muslim akan pergi ke medan perang? Tidak.

Tapi apakah setiap muslim sudah menjual diri mereka dan uang mereka untuk ditukar dengan surga? Ya, itu betul.

Apa yang diajarkan ayat ini kepada kita? Bahwa tuntutan tertinggi dari pembelian ini, penjualan tertinggi adalah ketika para sahabat berada di medan perang.

Tapi apakah ada pembelian yang lebih kecil dari itu? Ya, karena tidak semua orang akan ke medan perang. Akan ada seorang ibu yang tidak akan pernah melihat medan perang.

Tapi apakah Allah telah membeli hidup, harta, dan keinginan (nafs)-nya untuk ditukarkan dengan surga? Ya.

Apakah ada ulama yang telah dibeli Allah hidupnya, harta dan hidupnya untuk ditukar dengan surga? Ya.

Jadi apa maknanya bagi mereka? Dan apa maknanya bagi seseorang yang baru saja menjadi seorang muslim? Dan apa maknanya bagi seseorang yang melakukan pekerjaan Islami? Apa maknanya bagi seorang ibu yang berusaha membesarkan keluarganya?

Ayat ini memiliki arti yang berbeda untuk kalangan yang berbeda. Dan Anda harus memahami apa maknanya bagi Anda. Apa maknanya Anda?

Dan saya tidak akan membahas apa maknanya bagi Anda. Yang akan saya bahas hanya konsep “penjualan” dan akan saya gunakan 6 menit terakhir saya untuk ini. Hanya konsep penjualan, pembelian, dan pertukarkan.

Anda tahu manusia pada dasarnya menyukai transaksi yang cepat, yang disebutkan Quran dengan “Tijarotan haadhiro”, bukan?

Transaksi cepat, dengan kata lain saya bayar sekarang, dan saya terima kapan? Sekarang. Satu-satunya waktu kita dimana kita suka menunda transaksi adalah ketika berkata, “Saya mau produknya sekarang; saya mau TV layar lebar sekarang tapi akan saya bayar dalam 6 bulan.

Artinya kita bayar dalam waktu tertentu tapi kita terima barangnya kapan? Segera. Kalau tidak begitu kita seperti, kalau kita bayar sekarang, kapan Anda berharap untuk menerima (barangnya)? Anda berharap menerimanya sekarang juga, iya kan?

Jadi manusia suka membayar terlambat tapi menerima (barangnya) segera. Itu adalah sifat dasar kita. Semua paham tentang hal ini?

Dalam ayat ini Allah mengatakan “Berikan uangmu untukKu, berikan hidupmu untukKu dan Aku akan memberimu…

Apa yang akan diberikan Allah kepada Anda? Dia akan memberikan Anda surga.

Kita suka menerima (hasil) segera atau kemudian? Kita suka menerima (hasilnya) segera.

Apakah surga itu didapatkan segera atau kemudian? Surga akan didapatkan kemudian.

Dan kapan Anda harus melakukan pembayaran kepada Allah? Sekarang.

Dan apakah pembayaran harus Anda lakukan satu kali atau bekali-kali? Anda harus melakukan pembayaran berkali-kali dengan waktu Anda, dengan cara hidup Anda, dengan cara Anda berpakaian, dengan cara Anda berbicara, dengan hal-hal yang ingin lakukan tapi tidak Anda lakukan karena hal tersebut haram, dengan nafkah yang tidak dapat Anda ambil karena bukan cara yang diperbolehkan untuk mencari nafkah, uang yang ingin ada belanjakan tapi caranya tidak tepat untuk membelanjakan uang tersebut. Anda selalu menahan diri karena sedang bertransaksi dengan Allah.

Dan setiap kali Anda menahan diri Anda, Anda harus mengingatkan diri Anda, “Saya melakukan ini untuk mendapatkan apa? Surga.

Tapi sifat dasar manusia adalah apabila Anda membayar sesuatu, Anda ingin melihat barangnya. Bahkan apabila Anda bekerja 40 jam, paling tidak 2 minggu kemudian Anda akan mendapatkan upah. Anda akan melihat sesuatu.

Tapi apa yang kita beli… ketika Allah membeli kita untuk ditukar dengan surga, apakah kita melihat surga? Tidak.

Yang kita dapatkan hanyalah konfirmasi verbal dari Allah, “Aku akan memberikannya kepadamu, percayalah.

Hanya itulah yang kita dapatkan, tidak ada yang lain. OK, akan saya gambarkan kepada Anda (tentang surga). Ada pepohonan, ada sungai, ada banyak buah-buahan, dan Anda menikah dan sebagainya dan… ada banyak gambaran tentang surga tapi apakah kita punya brosurnya, katalog, sebuah gambar, mungkin video, cuplikan singkat?

Tunjukkan saya cuplikan singkat tentang surga. Saya tidak ingin film lengkapnya, berikan saja cuplikan 30 detik supaya saya tahu apa yang akan saya dapatkan.

Tidak ada. Yang Anda peroleh hanya janji Allah.

Nah sekarang mari kita berhenti sejenak dan mundur sedikit. Saya akan berpura-pura menjadi penjual yang licik. Saya mendatangi Anda dan berkata, “Hai saya punya properti, perumahan terbaik berlokasi di Long Island. Sekitar 5 hektar. Sebuah rumah mewah, menakjubkan. Saya ingin menjualnya kepada Anda senilai $5000. Nilainya $50 Juta tapi akan saya jual pada Anda $5000.

Anda sangat tertarik. Pertama, apakah Anda percaya dengan transaksi tersebut? Saya seperti, ”Penipu! Apa maksud Anda? Jangan membuang waktu saya.

Tidak tidak! Dengar dengar… Beri saya $5000 sekarang dan saya beritahu lokasinya kira-kira 20 tahun lagi. Transaksi ini hanya berlaku sekarang, kalau Anda ambil, saya akan memberikannya. Rumah mewah itu menjadi milik Anda. Tapi rumah mewah itu akan menjadi milik Anda kapan? Dua puluh tahun lagi. Tapi Anda harus membayar saya $5000 kapan? Sekarang juga.

Ini sama dengan penjualan surga yang ditawarkan Allah kepada kita. Kapan Allah akan memberikan surga kepada Anda? Allah berkata bahwa Dia akan memberi Anda surga ketika tanah ditaburkan ke wajah Anda, ketika Anda berada di dalam tanah.

Itulah saatnya Aku akan memberimu surga.

Tapi kapan Anda melakukan pembayaran? Sekarang juga. Dan reaksi Anda, ”Uhmm…

Allah berkata, “Percaya saja kepadaKu.

Bukankah itu membutuhkan kepercayaan yang besar bukan? Tentu. Itulah yang dimaksud dengan percaya kepada yang ghaib. Itulah yang dimaksud dengan percaya dan yakin kepada Allah. Bukan hal yang mudah. Mudah untuk dikatakan, tidak mudah untuk dilakukan.

Tidak mematuhi Allah.. sementara setan sebaliknya. Setan berkata, “Dengar, dengar, saya punya kemewahan dunia untukmu, kenikmatan untukmu. Kamu bisa mendapatkannya sekarang. Buka ini, klik saja, klik saja, lakukan saja. Persis di sana. Mudah sekali. Mungkin nanti kamu akan dapat masalah tapi tidak sekarang. Kamu baik-baik saja. Paling tidak selama 20, 30 tahun ke depan takkan ada masalah.

Didatanginya Anda untuk menawarkan hadiah langsung tanpa pembayaran. Tentu saja jauh lebih menggoda, jauh lebih manjur. Untuk mengambil hadiah langsung dan meninggalkan sesuatu yang akan datang jauh di kemudian hari. Dan begitu banyak yang mengikuti, karena kita pembeli yang impulsif (mengikuti kehendak hati). Ketika ada barang yang menarik di depan kita, langsung saja kita masukkan ke dalam kereta belanja tanpa bisa menahan diri.

Jadi setan menjual pada kita dan kebanyakan kita melakukan apa? Kita menjadi konsumen langsungnya. Padahal Allah telah berjanji kepada kita meski kita tidak melihat langsung barangnya. Jadi apa yang kita katakan?

Entahlah, mungkin Ramadan. Kita liat saja nanti.

Tapi bahkan Ramadan pun tidak terselamatkan.

Seperti Ramadan tahun lalu, saya rasa pada 10 malam terakhir, Batman atau suatu film tayang dan menimbulkan krisis hebat di kalangan pemuda Muslim.

Ini Ramadan, tapi saya sangat ingin menonton Batman. Bagaimana saya bisa membuat 2 hal ini sejalan?

Itu merupakan krisis spiritual karena bukan setan yang membisikkan, sudah jelas bahwa dia di rantai. Itu semua adalah diri Anda sendiri, teman, itu Anda. Itu bahkan bukan setan.

Saya sampaikan tentang transaksi ini kepada Anda, karena saya ingin meninggalkan Anda dengan apa yang Allah sampaikan di akhir transaksi.

Allah berfirman, “Fastabsyiruu bibai‘ikumualladzii baaya‘tum bihii.” (QS. At-Taubah ayat 111)

Hargailah, terima serta rasakanlah ucapan selamat atas pembelian yang baru saja Anda lakukan. Penjualan dengan menyerahkan diri dan uang Anda untuk ditukar dengan surga. Nikmatilah ucapan selamat atas penjualan tersebut.

Semua orang di sekeliling Anda akan berkata, “Kamu bodoh, kamu melewatkan kehidupan dunia, kamu bisa saja melakukan banyak hal dengan masa mudamu. Kamu laki-laki yang menarik, kamu wanita muda, bisa mendapatkan segala hal yang kamu mau dan kamu menyia-nyiakannya dengan hijab di kepalamu dan jenggot berantakan yang sedang kamu panjangkan, dan kamu mencoba untuk pergi ke masjid dan berdoa, dan ini dan itu. Kita bisa saja bersenang-senang. Kamu hanya hidup satu kali. YOLO (You Only Live Once), kamu hanya hidup satu kali.

Bagi non muslim, iya. Dan dia berkata, “Kamu sangat bodoh! Kamu sudah menyia-nyiakan seluruh masa kuliahmu. Kamu di asrama. Kamu sendiri, orang tuamu tidak ada di sana. Kamu bisa dengar suara BOOM, BOOM, BOOM dari aula bawah. Kamu bisa saja ikut berpesta, mereka sedang bersenang-senang. Kamu tahu, saya rasa rekan labmu naksir kamu. Tak apa-apa. Jangan khawatir, ini bahkan belum Ramadan.

Dan Anda menjawab, “Tidak, saya hanya menginginkan surga.

Kamu… kamu bodoh. Bodoh! Kenapa kamu tidak bisa pintar?

Kemudian Anda berkata, “Saya tidak sanggup lagi menghadapi tekanan. Semua orang mengatakan saya dungu. Saya membuat kebodohan… Apakah saya benar-benar telah melewatkan sesuatu dalam hidup ini? Apakah saya sudah melakukannya dengan benar?

Kemudian Anda membuka Kitab Allah dan Allah berfirman, “Selamat, kamu telah melakukan penjualan yang baik.

Satu-satunya yang mengucapkan selamat pada Anda dalam situasi ini bukanlah teman Anda, bahkan kadang bukan keluarga Anda. Satu-satunya yang akan mengucapkan selamat kepada Anda adalah Allah.

Ucapan selamat tidak akan datang dari yang lain. Tidak seorang pun berpikir bahwa Anda telah membuat keputusan yang bijak.

Ada begitu banyak keluarga; seorang ayah yang memiliki toko minuman keras memutuskan untuk menutupnya. Ketika dia menutupnya, mereka harus menjual rumah karena dia tidak bisa meneruskan pembayaran rumah tersebut. Jadi mereka akan pindah dari sebuah rumah ke sebuah apartemen dan seluruh keluarga menjadi marah.

Apa yang kamu lakukan? Kita butuh rumah itu! Bagaimana kita akan bisa hidup di apartemen? Ini tidak benar, aku tidak tau apa yang telah terjadi dengan ayah, dia sudah gila.

Tapi sang ayah tahu, satu-satunya yang mengatakan, “Selamat hamba-Ku, kamu sudah membuat keputusan yang tepat.

Siapakah satu-satunya yang mengucapkan itu kepadanya? Allah. Ketika Anda mempercayai Allah, orang-orang di sekitar Anda akan mempertanyakan kepercayaan itu, dan mereka akan membuat Anda kehilangan kepercayaan itu.

Pada saat itulah Anda harus berpegang pada Kitab Allah. Karena ketika Anda membuka kitab itu dan membacanya untuk menemukan harapan, itulah satu-satunya jalan untuk selamat.

Inilah kenapa saya mulai dengan mengatakan bahwa kita butuh umat yang terhubung secara langsung dengan kata-kata Allah, janji Allah, janji yang tidak pernah ingkar, yang merupakan judul dari khutbah ini.

Setiap dari Anda harus berpegang pada janji tersebut. Saya menganggapnya sebagai bagian dari misi saya untuk mencoba memahami janji tersebut dan membagikan tentang apa sebenarnya janji tersebut, sebaik mungkin.

Tapi itu saja tidak cukup. Anda semua harus berusaha sendiri untuk memahami Kitab Allah. Bukan untuk tujuan lain selain mencari nasihat Allah dan meneguhkan keinginan, keputusan, agar Anda bisa berpegang pada keputusan yang tepat dan tidak menjadi ragu lagi, tidak tergelincir lagi ke dalam kegelapan.

Sebagian dari Anda yang hadir di sini telah melakukan beberapa hal yang buruk tahun ini tapi paling tidak sekarang Anda berada di sini, dan paling tidak Anda telah mendengarkan sedikit tentang ini dan mungkin sebagian akan masuk ke dalam hati Anda.

Dan Anda memutuskan mulai dari sekarang, “Saya akan bersungguh-sungguh terhadap janji Allah. Apa yang akan telah terjadi, telah terjadi. Apa yang terjadi di masa lalu tidak akan menentukan masa depan saya.

Ini yang terakhir, saya janji. Saya sudah melebihi waktu saya 3 menit. Orang-orang akan meninggalkan Anda. Allah tidak pernah meninggalkan Anda. Orang-orang akan meninggalkan Anda setiap saat. Orang tua akan meninggalkan Anda, pasangan akan meninggalkan Anda, teman akan meninggalkan Anda, tapi Allah tidak akan meninggalkan Anda. Orang-orang akan menghakimi dan mengutuk Anda, “Orang ini tidak baik.

Begitu saja. Selesai. Allah tidak akan pernah menutup pintuNya untuk Anda. Satu-satunya yang bisa menutup pintu selamanya adalah diri Anda sendiri. Allah subhanahu wa ta’ala tidak akan melakukannya.

Saya harap Anda semua dapat menghidupkan kembali dan memperbaiki hubungan Anda dengan Allah azza wa jalla begitu konferensi ini berakhir. Saya sangat menikmati konferensi ini dan saya harap Anda juga. Terima kasih banyak atas perhatian Anda.

Barokalloohu lii wa lakum. Wassalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

English Trsncript: https://islamsubtitle.wordpress.com/2017/12/07/legendary-motivation

2 thoughts on “[Transkrip Indonesia] Motivasi Legendaris – Nouman Ali Khan

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s