Narasumber: Rita Riswayati
Moderator: Nifah Foe
Notulis: Miranti Banyuning Bumi
Hari, tanggal, jam: Kamis, 3 Agustus 2017, 19:30 – 21:00
Profil Narasumber
๐๐ Tentang Saya ๐๐
Nama: Rita Riswayati
Domisili: Banjar Patroman-Jawa Barat
Minat: Penulisan, education, gardening, organizing
Putri dari 6 gadis sholihah
1. Fityah (15 y), fokus mengkaji kitab kuning di pondok pesantren
2. Naila (13 y), schooling di MI
3. Haula (11 y), full HE/HS
4. Salma (9 y), full HE/HS
5. Zahra (6 y), bersenang-senang di rumah dan pede mengaku sbg anak SD
6. Fadlah (4y), bersenang-senang di rumah dan pede mengaku anak PAUD

๐น Pengalaman berkesan, penuh hikmah
1. Dilamar jadi guru (padahal niatnya nyantri) di ponpes PERSIS no 100, MA milik NU, dan MA milik modern boarding
2. Ketika menjadi pengelola dan guru Aritmetika di ASMA
3. Saat menjadi head teacher di RA kaki gunung Sangkur, RA Baiturrohman
4. Saat mendirikan, mengelola dan mengajar di TKIT As-Salam
5. Ketika mendirikan TPA pertama di kampung sendiri bersama teman pemuda/i
5. Menjadi volunteer di bidang sosial dan lembaga kemasyarakatan
6. Saat gadis berorganisasi di BKPRMI, tempat bersosialisasi dg para pemuda pemudi dalam naungan Masjid
7. Berguru, bersosialisasi dengan ibu-ibu aktivis Majlis Ta’lim daerah dalam naungan organisasi BKMM-DMI, hingga saat ini.
8. Pengurus pusat HEbAT Community
Sesi Materi
๐๐๐๐๐๐๐๐
Pernikahan Ideal Gerbang Awal Menuju HE
๐ค Ust. Adriano Rusfi
——————————————————-
“Hai Anak Muda, menikahlah sebelum mapan. Agar anak Anda dibesarkan bersama kesulitan-kesulitan Anda. Agar Anda dan anak-anak Anda kenyang merasakan betapa ajaibnya kekuasaan Allah. Jangan sampai Anda meninggalkan anak Anda yang tak paham bahwa hidup adalah perjuangan.” (Ust.Adriano Rusfi)
Waktu berjalan cepat, kehidupan menuntut manusia untuk lebih cepat tanggap terhadap keadaan. Salah satu keadaan yang paling urgen adalah kedewasaan mental.
Salah satu bukti bahwa seseorang sudah dewasa secara mental adalah ketika seseorang sudah mampu mencukupi dirinya sendiri, bertanggung jawab dan sadar dengan apa yang dilakukannya. Keberanian untuk mengambil resiko kiranya menjadi mutiara yang berharga di tengah arus global yang sarat memanjakan harapan.
Kedewasaan mental tak diukur dari menjamurnya umur, namun diukur dari seberapa besar kemampuan untuk mengatur sebuah persoalan menjadi tantangan. Ya, masalah harus dihadapi dan tantangan harus diselesaikan. Salah satu masalah dan tantangan yang Allah taqdirkan adalah saat pria dan wanita mulai mengikat janji suci dalam gerbang pernikahan. Semua bermula saat mereka menjadi pasangan suami dan istri.
Saat telah menjadi suami dan istri, kedewasaan mental amat diperlukan. Karena hanya pasangan suami dan istri yang dewasa lah, yang tidak akan takut terhadap kalkulasi-kalkulasi dunia yang menggelembung seakan tak bisa dijangkau. Justru di tengah keterbatasan itulah terdapat beribu kebahagiaan bagi orang yang tak pernah putus asa. Sebab pahala kesabaran adalah pahala yang tidak ada ukurannya.
Di Indonesia, kaum Adam mestinya lebih bersyukur karena bila mental sudah matang dapat lebih mudah melangkah ke jenjang pernikahan. Di negeri ini, kaum hawa tak banyak menuntut mahar yang mewah, tidak seperti di negara-negara lain. Di negara-negara tertentu, mungkin Anda akan menjumpai betapa mahar yang perlu dihadiahkan sangat besar sehingga tak jarang dari mereka menikah setelah berumur 30an.
Kini, Anda dapat selangkah lebih maju menjalani kehidupan yang sebenarnya. Kehidupan yang dalam istilah Rosul adalah setengah dari agama. Kehidupan sarat berbagai pahala besar yang diidentikkan sebagai bagian dari ibadah terindah bagi anak manusia.
๐ฏ Alasan pentingnya pernikahan menjadi gerbang Pendidikan Fitrah:
1. Keluarga dibangun di Atas Mimpi-Mimpi Besar
Bagi laki laki, menikah tidak cukup mengandalkan ketampanan. Lebih dari itu, seorang laki laki yang kedepannya menjadi seorang ayah harus mempunyai tanggung jawab yang matang. Tanggung jawab itulah kekayaan terbesar dalam sebuah rumah tangga. Sebuah rumah tangga akan berjalan sebagaimana mestinya bila kedua pasangan dapat memahami tanggung jawab dan peranannya masing-masing.
Selain itu, juga akan mengantarkan pasangan suami istri untuk lebih fokus ke arah cita-cita besar. Bukan berpikir bagaimana yang penting bisa makan, namun berpikir bagaimana bisa memberi makan orang lain (anak). Rumah tangga baru seperti inilah rumah tangga yang masih dipayungi semangat idealisme. Lambat laun pasti akan menemukan jalan kebijaksanaan dalam beridealisme.
Keluarga yang dibangun dengan mimpi-mimpi besar adalah keluarga yang berperan bagi terbangunnya batu bata peradaban melalui pendidikan keluarga yang visioner, bertujuan dan strategis.
2. Mendidik Anak Lebih Baik dari Orang Tuanya
Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya lebih baik dari dirinya. Melalui berbagai kegagalan ayahnya di masa muda, juga kebersamaan dalam menjalani rumah tangga dari nol justru akan menguatkan sebuah ikatan bahtera rumah tangga.
Nah, dari masalah-masalah yang timbul itulah sebuah keluarga akan menjadi kuat bila dihiasi dengan kesabaran yang terbaik. Dengan demikian, nasehat seorang ayah bukan hanya di bibir, namun dari hati seperti nasehat bijak seorang Lukman.
Pasangan yang menikah dengan niat baik, akan mendidik anaknya mencapai prestasi yang dituju. Belajar dari masa muda masing masing, pasangan suami istri akan mengajarkan kepada anaknya bahwa kesalahan itu sebuah resiko yang merupakan proses menuju tangga kebenaran.
Dengan kata lain, anak yang dilahirkan pasangan suami istri yang baik, tidak akan takut mencoba hal-hal baru. Justru hal-hal baru tersebut akan terus memacu anak untuk menemukan dan terus mencari sendiri kebenaran hakiki.
3. Hidup adalah Kerja Keras
Dengan segenap keterbatasan, pasangan suami istri akan memberikan pelajaran kepada anaknya bahwa hidup adalah perjuangan penuh kerja keras. Di dalam kehidupan, orang yang mempunyai bakat tidak akan berhasil tanpa adanya kerja keras. Karena kerja keraslah penentu keberhasilan seseorang. Tuhan hanya melihat kerja keras manusia, kesungguhan untuk meraih segala cita-cita.
Begitu pula di dalam rumah tangga, terlalu memanjakan anak dengan mudah memenuhi segala kebutuhan berakibat menghambat potensi anak. Selain itu, akan berbahaya juga bagi masa depannya karena hidup yang diketahui sebatas ingin dan segera terpenuhi. Terlebih, jangan sampai anak kita nanti tidak tahu bahwa hidup sebenarnya adalah penuh kerja keras.
4. Life is Begin at Fourty
Hidup yang sebenarnya adalah hidup ketika menginjak umur 40 tahun. Usia 40 tahun adalah usia matang dan menjadi usia yang harus sudah mapan. Mapan di sini dapat diartikan sebagai kemapaman psikologis dan kemapanan materi.
Kemapanan psikologi dapat berupa kesempurnaan akhlak dan moral menuju masa depan yang sebenarnya. Sedangkan mapan secara materi, seseorang yang telah berumur 40 tahun sudah tidak lagi memikirkan hal-hal bersifat materi duniawi.
Sebuah rumah tangga yang memapankan dirinya di usia 40 tahun akan memiliki nafas perjuangan yang lebih panjang hingga akhir hayat. Karena tubuh, jiwa dan ruhani yang masih sangat bugar.
Jangan biarkan waktu kalian dimasa lajang berlalu begitu saja tanpa adanya percobaan hal-hal yang baru. Habiskanlah rasa penasaran, kegagalan dan seluruh kematangan rencana anda di masa lajang. Jangan sampai ketika masa berumah tangga anda menghampiri, anda baru sadar akan keinginan-keinginan dan ambisi Anda. Umur 40 adalah umur terbebasnya dari segala keinginan.
5. Menikah Usia Muda Solusi Kehidupan
Menikah di usia muda juga akan membantu Anda menyelesaikan urusan-urusan dunia. Sebagaimana dalam Al Quran, bahwa menikah bukan hanya dicukupkan, namun Allah memberikan janji akan mengkayakan bagi setiap hambanya yang beriman.
Menikah muda merupakan solusi agar ketika Anda berumur usia lanjut, sudah tidak memikirkan biaya kehidupan seperti biaya listrik, sekolah anak dan biaya-biaya lainnya. Biarlah anak Anda nantinya yang akan menjaga Anda menikmati masa-masa penuh kebahagiaan.
Menikah di usia muda akan melahirkan keluarga yang mendidik anak-anaknya dengan sejuta idealisme yang masih membuncah, dan diserap oleh anak-anak yang lahir dengan kualitas genetik kelas wahid dari rahim yang masih fresh.
6. Dunia Butuh Anda
Setelah melewati liku-liku perjalanan pernikahan di usia muda, akan tiba saatnya segala kebutuhan Anda terpenuhi. Kini, kesibukan Anda hanya ingin membantu dan membantu sesama manusia mewujudkan predikat manusia terbaik paling bermanfaat bagi sesama.
Kenanglah, bahwa peran Anda sangat dibutuhkan dunia. Sudah tiba saatnya Anda membangun apa yang dibutuhkan dunia, berkontribusi dan turut menyumbang secuil peradaban. Wariskanlah kepada anak cucu Anda nanti bahwa Anda dulu dikenal sebagai orangtua yang hebat!
Lalu, bagi anda yang masih menanti, tunggu apalagi untuk menuju singgasana raja sehari? Dengan memohon keikhlasan Allah, semoga jalan Anda dipermudah.
๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐
Keterangan:
1. Judul asli “MENIKAH SEBELUM MAPAN”
2. Judul dan isi telah direvisi sesuai tujuan nilai nilai HE. Serta telah direview dan mendapat izin ustad Adriano Rusfi (SME Utama HEbAT Community).
Sesi Diskusi
Nifah: Ciri2 mental sudah matang itu seperti apa ya bu?
Rita: Sederhana saja: mental yang matang adalah mental yang sudah teruji dengan ujian kehidupan. Orang- orang bermental seperti ini adaptable hidupnya. Gak nolak kesenangan, tapi tak takut dg kesulitan.
Nifah: Gak nolak kesenangan, tapi takut dengan kesulitan. Contohnya seperti apa bu??
Rita: Contohnya simple saja: menikah
Nifah: Eaaa
Rita: Ya iyalah, menikah itu situasi yg penuh kesenangan plus kesulitan. Mangkanya nilainya setengah dari Dien.
Anis: 1.) Apakah HS dan HE sama? Jika berbeda, bedanya dimana bu? 2.) Anak ke 3 dan ke 4 ibu, jaraknya hanya 2 tahun. Apakah program HE nya sama bu?
Rita: 1.) HE itu kewajiban. HS itu salah satu pilihan dalam melaksanakan kewajiban tsb. Makna Education itu tarbiyah. Orangtuanya yg wajib mentarbiyah anaknya, sebelum yg lain. Jikapun dianggap perlu maka pendelegasian education ke pihak lain, itu hanya hal” yg memang sifatnya pengajaran. 2.) Program HE kami mengikuti konsep fitrah Based Education. Fasenya dibagi: 0-6 th; 7-10 th; 11-14 th; 15>. Pada kelompok tertentu, secara umum pendekatan nya sama, program nya juga mirip tapi tak sama, tergantung keunikan anak masing-masing.
Elistiana: Mapan disini maksudny gmn yah bu? sy sdkit mau cerita kmren ada temen yg coba taaruf tpi ikhwan blm mempunyai pekerjaan hanya belajar di pesantren. akhirnya si akhwat tdk meneruskan taarufnya dgn alasan si ikhwan blm punya pekerjaan. tanggapan ibu gmn dgn sikap si akhwat? apakah salah telah menolak dgn alasan blm punya pekerjaan (mapan)?
Rita: Mapan secara materi itu bisa diupayakan bersama. Tapi mapan secara mental, itu modal dasar yang mesti siap sebelum menikah. Mapan materi mudah didapat justru setelah menikah, modalnya yaitu dengan mapan mental itu tadi. Saya kasih contoh kami deh. Gak hoax.
Saat menikah, kami cuma punya harta masing” 2 koper buku. Pindah dari rumah ibu ada piring, sendok, gelas setengah lusin. Dapat dari kado saat nikah. Pindah kontrakan kedua dah punya meja makan, kursi tamu. Dan anak mau 2. Terus dan terus…hingga di usia anak sulung belum lulus SD kami bisa membiayai kuliah suami. Punya rumah, punya motor. Padahal pekerjaan suami serabutan, saya guru honorer.
Kami cuma membuat planning plus target, menjalankan target materi justru pabeulit dengan amanah da’wah. Tapi da emang niatnya menikahnya juga untuk menyatukan potensi melayani ummat, jadi optimis saja Alloh pasti menolong kami. Niat + Ikhtiar + berserah pada Alloh dg optimis dan husnudzon= tawakal. Itu rumusnya!
Rahmi: Bu, bolehkah ibu jelaskan soal manajemen konflik dalam rumah tangga? Karna menurut saya, itu yg sering luput diajarkan dari orang tua sehingga terkadang ketika anak memasuki sebuah pernikahan tidak siap dengan masalah atau bahkan lupa bahwa ada juga yg namanya masalah meskipun yg kita nikahi adalah sebaik2nya org. Sehingga bisa meminimalisir terjadinya hal2 yg tidak diinginkan.
Rita: Teh Rahmi, manajemen konplik itu bagian Intinya harus menghasilkan solusinya. Jika orang tua terbiasa melibatkan anak dalam masalah dan mencari solusi, sebenarnya orang tua sedang melatih kita menuju kematangan mental. Jadi dengan kesederhanaan dan keanekaragaman gaya, pelatihan kedewasaan itu mengalir alami dalam keluarga.
Bahkan orangtua dulu lebih piawai dalam melatih kedewasaan anak. Lebih tegas dan tegaan.
Sekarang saya melihat pergeseran cara dengan sebegitu masiv. Fenomena anak dilayani, difasilitasi kemudahan asal mau sekolah dan berprestasi. Itu education yg semu menurut saya.
Anak tahunya enak, dan begitu menemukan kesulitan jadi gagap. Mengerikan jika sampai usia harusnya Aqil tapi jiwanya masih kekanak-kanakan.
Sukma: 1.) Apa yang harus kita lakukan agar mental kita matang? 2.) Apakah kita bisa menilai bahwa mental kita sudah matang atau belum?
Rita: 1.) Biasakan tidak mundur saat ada tantangan, bahkan kalau perlu: ciptakan. Berorganisasi, berbisnis atau seringlah bikin project pribadi dan ber-team. Seringlah turun ke masyarakat dan jadi bagian dari solusi. Tentu setelah seiring terlibat dalam tantangan dalam keluarga. Jadi patner orangtua dan masyarakat. 2.) Saat kita diminta jadi bagian solusi, itu indikator bahwa kita bisa menaklukkan tantangan sebelumnya. Kalau ukuran diri, ya saat kita makin perduli dengan perbaikan dan kesulitan orang lain. Sudah tak fokus ke diri saja.
Miranti: Apabila seorang anak berasal dari keluarga yg mapan, tidak terbiasa dg kesulitan2, segala2nya terbiasa sudah tersedia, bagaimana peran guru untuk menumbuhkan kematangan mental dalam diri anak tsb ya bu?
Rita: Buat program yg menantang ke 3 unsur: kognitif, apektif, psikomotorik. Akal, perasaan dan sikap. Bikin program giving deh. Minta kerjakan project kerelawanan, meski konteks nya masih karena tugas, tapi impact nya bisa nancep ke3 unsur tadi. Bertahap, dari yg ringan, menengah sampai yg level high. Abis ini grup ini cari deh narsum yg terkait dg kerelawanan. Yuk teh.
Para guru jangan terjebak di kognitif. Uplek duplek berkutat disitu, pas lulus cuma dapat nilai. Murid lupa mengaplikasi kan ilmunya. Coba deh, saat ngajar kimia tentang rantai hidrokarbon misal, jangan fokus ke rumus aja, ajak terjun ke lapangan. Ke dunia nyata. Lapangan nya mulai dari dapur deh dulu. Suruh catat makanan yg rantai karbon sepanjang tol Cipularang sd melintas benua.
Miranti: Waah iyaya program kerelawanan sepertinya menarikkk. Pas kuliah sya suka banget ikut kegiatan2 volunteer gitu, sekarang udah lama nggak,.. Teh Nifaaaah, boleh tuh idenya Bu Rita ttg mengundang narsum kerelawanan di sini
Rita: Kerelawanan ini jadi kurikulum wajib keluarga kami. Anak pokoknya harus pernah mengalami aksinya.
Miranti: Setujuuu… Alhamdulillaah sekolah tempat sya mengajar udah sangat menekankan ke3 hal tsb bu. Tapi yg menjadi PR adalah bagaimana menyamakan visi sekolah dg di rumah
Rita: Masa orientasi mestinya ortu dulu yg dipahamkan tentang visi ini. Di Jepang, masa orientasi justru ortunya yang digeber. Kata temen saya yg sudah mukim puluhan tahun disana. Di raker sekolah, tambah usul program wajib teh, kerelawanan. Sampaikan saat rapat ortu murid. Saya sedih, kalau rapat mesti sekolah, komite bahasnya cuma program yg terkait dg uang.
Miranti: Dibutuhkan proses ya bu sepertinya… Bukan hanya orientasi di awal… Karena mengajak ortu untuk sevisi tidak semudah mengajak anak2
Rita: Orientasi itu bukan satu kali lho, saat orang tua siswa terindikasi byk yg gak sejalan, orientasi lagi. Terus gitu.
Miranti: Aaah setuju banget bu, noted! Di sekolah tempat sya mengajar, di awal semester kami sudah terbiasa bedah kurikulum (merancang kurikulum selama 1 semester kedepan), nah biasanya plus kegiatan seperti narasumber dan fieldtrip, bagus juga yaa kalo ada kerelawanan. Jazakillah bu Rita idenya dan inspirasinya.
Rita: Kemonlah teh, selama berpeluang bisa mempengaruhi, ambil deh!
Ria: Bu rita, saya Ria di surabaya, guru ekskul SMP khusus utk anak yatim dan fakir miskin. Mau bertanya ttg kegiatan kerelawanan. Bisakah dikasih contoh?
Rita: Mba Ria, jika siswanya segmen itu, justru yang utama adalah angkat , tumbuh kan dan tancapkan kuat Izzah dan kemandirian nya. Baru ajak berbagi dalam program kerelawanan. Anak yatim dan fakir miskin harus dibantu itu hal lain, kemandirian dan bermartabat itu sisi lain yg pokok pada semua segmen.
Ria: Oh iya bu, saya ajari mereka menulis dg selalu menanamkan bahwa satu saat merekalah yg harus tangan di atas dengan cara mandiri dulu dari pemberian orang.
Rita: Anak” seperti murid” mba Ria ini akan dasyat keperdulian jika sudah mandiri, karena sudah terlatih dg keadaan sisi apektif nya. Kita lihat program yg cocok untuk usia nya. Mungkin yg cocok untuk segala usia misal ya: mengunjungi para sepuh lanjut usia yang tinggal sendiri.
Anak” saya Romadhon kemarin itu program pilihannya. Gara” saat berbagi makanan ke para sepuh, janda” yg tinggal sendirian, mereka dapati yg dibutuhkan adalah teman makan bersama dengan nuansa keluarga. Kunjungan ini bisa melibatkan aksi bersih” rumahnya, membersihkan badannya (jika sudah akrab), memasak makanan, bercerita. Komplit lah, bisa apa saja. Dan mendengarkan orangtua bercerita itu Masya Alloh…skill yg luar biasa.
Penutup Dari Narasumber


(Foto di atas) Itu contoh anak” saya dilatih merawat dan menemani nenek yang sudah sangat sepuh dan hanya bisa terbaring. Itu latihan di rumah. Kerelawanan yg lain masih buanyaak: membacakan buku, kampanye anti bulllyng, stand up komedi, main musik, dst, dsb, dll.
Sekian dari saya ya teh Nifah.
Nifah: Jazakillah khairan katsiran Bu Rita atas sharingnya malam ini. Jujur saya masih betah menyimak, tapi apa daya jam sudah menunjukan pukul 21:00, saatnya kulwap kita berakhir.
Semoga ilmu yang bu rita bagikan malam ini bermanfaat buat teman2 yang ada di grup ini. Dan Allah memudahkan segala ikhtiar kita.
Semoga Allah memberikan keberkahan kepada bu Rita dan keluarganya. Mari kita tutup bersama2 kulwap malam ini dgn doa kaffaratul majelis.
๏บณู๏บู๏บคู๏บ๏ปงู๏ปู ๏บ๏ป๏ป ูู๏ปฌู๏ปขูู ๏ปญู๏บู๏บคู๏ปคู๏บชู๏ปู ๏บู๏บทู๏ปฌู๏บชู ๏บู๏ปฅู ๏ปปู ๏บู๏ป๏ปชู ๏บู๏ปปูู ๏บู๏ปงู๏บู ๏บู๏บณู๏บู๏ปู๏ปู๏บฎู๏ปู ๏ปญู๏บู๏บู๏ปฎู๏บู ๏บู๏ปู๏ปดู๏ปู
Wasalamu’alaikum warahmatullohi wabarakatuhu.