[Edisi SSS – Sharing Santai tapi Serius]
Judul: Jadilah Teman untuk Anakmu (Be Friends with Your Children)
Sumber video: Kajian Ust. Nouman Ali Khan
Link:
Pengisi Kulwap: Alfia Fitri Khairunnisa (03 Juni 2017)
Assalamualaikum teman-teman. Saya akan sharing mengenai salah satu video NAK favorite saya. Judulnya “Be friends with your children”.
Bagian Pertama
Para orang tua yang memiliki anak remaja biasanya menemuiku, sambil berkata, “Anakku, sekarang dia tidak lagi mau mendengarkanku. Bisakah kau bicara dengannya (menasehatinya)?”
Seolah-olah aku memiliki resep yang selalu aku bawa kemana-mana. Atau aku seperti cenayang yang bisa meniup remaja tersebut lalu seketika mereka pun berubah menjadi lebih baik. Aku berkata, “Bagaimana bila engkau saja yang mengajaknya berbicara? Dan kemana saja dirimu ketika ada masanya untuk berbicara dengan anakmu?”
Bagian Kedua
Ketika anakmu masih kecil, dua sampai tujuh tahun, tau kah kamu apa yang paling penting dalam kehidupan mereka? Hal yang terpenting bagi mereka adalah pengakuanmu. Mereka ingin membuatmu bangga. Mereka ingin memperlihatkan apa yang mereka bisa.
Contohnya saat aku sedang menjawab telfon penting, anakku yang berusia dua tahun datang dan memanggil-manggil.
“Aba, aba, aba..”
“Iya?”
“Ehehehe..”
Saat aku meneruskan menelfon, ia kembali memanggilku. “Aba, aba, aba..”
“Iya, ada apa?”
“Aku akan memperlihatkanmu sesuatu.”
“Baik, apa itu.”
Kemudian dia menjinjitkan kakinya. Itu saja.
Tapi taukah kalian apa yang harus aku lakukan? Aku harus mengapresiasinya. “Wow.. Keren sekali! Coba ulangi lagi. (Aku akan menelfonmu kembali.)”
Mereka sangat membutuhkan appresiasimu. Mereka menginginkannya lebih dari apapun.
Contoh lainnya adalah saat aku menjemput anak-anak perempuanku pulang dari sekolah. Perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan adalah anak laki-laki tidak bisa diam, mereka selalu bergerak. Sementara anak perempuan tidak bisa berhenti bicara.
Selama perjalanan pulang kurang lebih 25 menit. Mereka terus berbicara mengenai apa yang mereka lakukan di sekolah.
“Ayah, tadi aku mewarnai dinosaurus. Awalnya aku mewarnai dengan warna ungu. Namun aku memutuskan untuk menambah warna hijau. Bla bla bla…”
Dan mereka tidak bisa berhenti menceritakannya. Dan yang aku harus lakukan adalah memperhatikan dan mendengarkannya. “Lalu bagaimana dengan warna biru?”
“Tidak, aku hanya memakai sedikit warna biru.”
Yang ingin aku sampaikan adalah mereka sangat membutuhkan pengakuanmu.
Bagian Ketiga
Lalu apakah hal yang sama terjadi ketika mereka dewasa? Apakah mereka masih ingin dijemput olehmu? Apakah mereka masih antusias untuk menceritakan semua kegiatannya selama di sekolah?
Tidak. Mereka sangat pendiam.
Dan kamu mulai penasaran. “Gimana kabarnya hari ini?”
“Baik.”
“Tadi ngapain aja?”
“Ya, gitu-gitu aja.”
Mereka tidak antusias untuk bicara. Mengajaknya berdialog seperti interograsi di polisi. Dan mereka tidak mengatakan apa-apa kepadamu. Dan saat bertanya kepada mereka, mereka sambil memegang handphone dan chat dengan temannya.
“Orang tua gua kepo banget hari ini.”
Yang ingin aku sampaikan simple sekali. Di usia yang lebih muda, anak-anakmu sangat membutuhkan perhatianmu. Dan saat mereka semakin dewasa, kamu yang akan membutuhkan perhatian mereka.
Bagian Keempat
Namun jika kamu tidak memberikan perhatianmu kepada mereka saat kecil. Contohnya saat mereka masuk ke ruanganmu sambil membawa mainan, kamu malah bilang, “Masuk kamar sana, ayah sedang nonton berita, penting.”
“Ayah lagi liat bola dulu. Lagi seru-serunya. Bu, anaknya nih bawa dulu.”
“Aduh.. Hari ini ayah capek banget di kantor seharian. Ayah mau istirahat dulu.” “Lagi ada tamu, sana main dulu sendirian.” “Tidur dulu sana, ayah lagi sibuk.”
Ketika kamu sering melakukan ini. Seolah-olah mereka adalah halangan dalam langkahmu. Saat kamu memiliki paradigma tugasmu, tanggung jawabmu di kantor, rumahmu adalah tempat istirahat. Hal tersebut adalah suatu kesalahan besar.
Tugas dan tanggung jawabmu mulai ketika kamu sampai di rumah. Itu adalah pekerjaanmu yang sebenarnya. Yang kamu lakukan di kantor adalah sampingan untuk memenuhi kebutuhan pekerjaanmu yang sebenarnya, di rumah.
Sebagai seorang AYAH. Aku berbica kepada kalian para lelaki di sini. Jadilah seorang ayah! Luangkan waktu dengan anak-anakmu. Mereka ada di sini bukan hanya supaya kamu bisa menyekolahkannya, lalu kamu pulang kerja dan beristirahat.
Bagian Kelima
Lantas kamu tidak mau berbicara sedikit pun dengan mereka. Sebenarnya ada cara paling mudah supaya kamu tidak perlu berinteraksi dengan mereka.
Kamu membelikannya iPod Touch, iPhone, laptop atau komputer di dalam kamar mereka, dengan akses internet kencang. Sehingga kamu tidak perlu merasa terganggu dengan kehadiran mereka. Supaya kamu tidak perlu melihat wajah mereka. Membiarkan mereka nyaman di kamar sendirian. Seharian menggunakan sosial media. Menemukan orang tua baru di dunia maya.
Aku serius! Jadilah Ayah! Jadilah Ibu!
Jangan tukarkan peranmu sebagai ayah dan ibu, sebagai orang tua. Karena kalau kamu melakukan hal tersebut, mereka akan menjadi mandiri.
Bagian Keenam
Kamu tau apa yang terjadi kepada sebagian besar orang tua? Anak-anakmu hanya melihatmu sebagai ATM berjalan.
Satu-satunya waktu mereka berbicara kepadamu adalah saat mereka membutuhkan uang.
“Ayah minta uang dong.”
“Bu, anterin ke mall dong.”
“Bu boleh ga main ke rumah temen.”
“Yah beliin ini dong.”
Ketika mereka menginginkan sesuatu, mereka mendatangimu. Selebihnya, kamu tidak akan melihat mereka. Dan ketika usia mereka lebih besar, ketika mereka cukup dewasa untuk mencari uang sendiri. Tebak?
Kamu tidak akan melihat mereka sedikit pun. Karena kamu sebagai atm berjalan sudah tidak diperlukan lagi. apakah ini hubungan yang ingin kamu buat dengan mereka? Kamu sedang berada di ambang kehancuran.
Bagian Ketujuh
Kita harus memperbaiki ini semua, sekarang juga.
Dan cara merubahnya, ini akan sangat sullit untuk sebagian dari pada kamu untuk mengimplementasikannya, tapi kita harus menjadi teman bagi anak-anak kita. Kita harus menjadi sahabat terbaik mereka. Mereka harus merasa paling nyaman dan senang berkumpul bersama kita, orang tua mereka.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh..
SESI DISKUSI
Penanggap ke-1:
Bagaimana teman-teman? Adakah yang ingin berbagi pengalamannya? Baik yang sudah memiliki anak, atau mungkin pengalaman saat dulu menjadi anak he he. Atau yang ingin berbagi ilmu dan pendapat mengenai masalah ini.
Penanggap ke-2:
Kalau pengalaman saya sebagai pengajar dan kakak asrama di boarding school SMP dan SMA. Pertama kali mereka masuk asrama dan berpisah dengan orang tua, menjadi pengalaman yang unik.
Contohnya ada anak yang setiap pagi sehabis shalat subuh berjamaah bersama keluarganya, abi-nya selalu mendongengkan cerita, sehingga ia sangat merindukan abi-nya di kala subuh. Atau ada anak yang sangat rindu dengan masakan umi-nya, karena menurutnya masakan umi-nya lah yg paling lezat.
Biasanya menangani anak yang seperti itu, saya dengarkan keluh kesahnya, saya beri motivasi kemudian saya peluk erat. Bahkan sampai ada yang menangis tersedu-sedu. Namun sayangnya ada juga anak yang tidak bisa dipeluk. Karena ia memang tidak pernah dipeluk oleh ibunya sendiri. Ternyata setelah menggali lebih jauh, ibunya anak tersebut dulunya pernah mengalami kekerasan seperti dipukul oleh ibunya (nenek murid saya). Akhirnya berdampak pada hubungannya dengan anaknya. Jika tidak dipotong, bisa menerus ke beberapa generasi dibawahnya.
Karena itu, yang dilakukan di sini adalah mengedukasi dan melakukan healing process agar sang ibu selesai dengan dirinya sendiri, dan siap menjadi ibu yg baik kepada anaknya. Anaknya pun diberikan pemahaman mengenai kondisi kekuarganya. Alhamdulillah setelah dua tahun berjalan, banyak perubahan yg terjadi. Ternyata memang benar, solusinya berawal dari keluarga yang sehat.
Adapun jika ada anak sudah terkena kekerasan, hal pertama yang harus dilakukan adalah membangun trust. Karena ini berkaitan dengan kepercayaan diri.
Penanggap ke-3:
Betul sekali. Karena ada yang namanya memory bank. Memory bank adalah tempat segala macam pengalaman yang tersimpan di dalam otak bawah sadar kita.
Contohnya saat kita jatuh terkena lumpur, orang tua kita marah karena kita jadi kotor padahal sedang menggunakan baju putih. Hal tersebut tersimpan dalam memory bank. Saat kemudian memakai baju putih lalu ada teman yg menumpahkan sesuatu, respon kita akhirnya menjadi negatif. Karena hal tersebut yang ada di memory bank, di alam bawah sadar kita. Padahal sebenarnya kita bisa saja kan mencucinya, tidak masalah. Tapi itu menjadi big deal sekali, karena pengalaman yang dulu pernah kita dapat.
Walaupun sudah bertekad misalnya untuk tidak suka marah-marah atau galak. Namun emosi kita masih saja kurang bisa terkontrol. Jangan-jangan memory bank kita dipenuhi dengan hal tersebut. Karena itu hal yang pertama harus dilakukan adalah membenahi si otak alam bawah sadar kita.
Selain itu, yang biasa menjadi problematika orang tua dengan anak remaja adalah anak remaja menjadi lebih sulit diatur dan lebih menurut dengan teman-temannya. Betul, karena di usia remaja, mereka lebih concern akan pengakuan peer group-nya.
Jika keluarga tidak membangun hubungan yang baik dengan anak dari usia dini, maka akan sulit membangun hubungan dengan anak di usia remaja.
Di usia 7 tahun pertama itu orangtua sebaiknya membangun ikatan sebaik mungkin dengan anak, membangun kepercayaan, supaya saat aqil baligh mereka tidak mudah terbawa lingkungan. Kalau ada apa-apa, sehingga konsulnya ke orang tua dulu. Karena kalau sudah aqil baligh, sudah bukan waktunya lagi buat membangun ikatan ya tapi lebih jadi sahabatnya👍🏻
Penanggap ke-4:
Bagaimana menyembuhkan inner child yang paling efektif?
Saya pernah satu forum dengan psikolog katanya cara terbaik untuk menyembuhkan inner child adalah dengan memaafkan. Diajak merunut apa yang dulu kita rasakan, digali, dan menghayati apa yang kita terima dulu sbg anak. Lalu dipeluk si “innerchild” itu, dimaafkan sesakit apapun luka yang dirasakan saat kecil. Sehabis itu apapun yg terjadi kedepan rasanya jadi: apa yg kulakukan kedepan itu demi kesejahteraan ku. Bukan : karena dulu aku begitu, maka nanti aku ingin begini
Terdapat juga buku judulnya emotional healing. Di situ dijelaskan pula bahwa keterkaitan emosi dengan penyakit seperti diabetes, ginjal, kanker, demam dll. lalu seluruh rasa sakit hati, kecewa, sedih dan marah yang pernah dialami harus dapat disalurkan dg baik dan benar.
[…] المصدر: Kulwap SSS: Jadilah Teman untuk Anakmu – Nouman Ali Khan […]
LikeLike