[Transkrip Indonesia] Pengobatan Qurani Bagi Hati – Nouman Ali Khan


Pengobatan Qurani Bagi Hati

Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh. Alhamdulillahi rabbil ‘aalamiin, wash-sholatu was-salamu ‘alaa sayyidil anbiyaai wal mursaliin, wa alaa aalihi wa shohbihi famanistanna bi sunnatihi ilaa yaumiddin. Allahummaj’alna minhum wa minalladziina aamanu wa ‘amilush-shoolihat watawa saubil haq watawa saubis sabr, aamiin ya robbal-‘aalamiin. Tsumma ‘amma ba’d.

Fa a’uudzu billaahi minasy-syaitoonir rojiim.

Wa ‘ibaadur-rohmaanilladziina yamsyuuna‘alal-ardhi haunan wa idzaa khoothobahumul-jaahiluuna qooluu salaaman.” (QS. Al-Furqan ayat 63)

Walladziina yabiituuna lirobbihim sujjadan wa qiyaaman.” (QS. Al-Furqan ayat 64)

Walladziina yaquuluuna robbanashrif ‘annaa ‘adzaaba jahannama inna ‘adzaabahaa kaana ghorooman.” (QS. Al-Furqan ayat 65)

Innahaa saaa’at mustaqorron wa muqooman.” (QS. Al-Furqan ayat 66)

Robbisyroh lii shodrii, wa yassir lii amrii, wahlul uqdatan min lisaanii, yafqohuu qoulii, aamiin ya robbal-‘aalamiin.

Pertama dan utama sekali saya ingin berterima kasih kepada masjid ini. ELM sudah menjadi satu tempat yang sangat dekat di hati saya. Kenyataannya seringkali saya datang ke sini tanpa memberi tahu seorang pun. Termasuk juga saya pernah melakukan eksperimen sosial di sini.

Jadi beberapa bulan lalu saya datang ke sini. Saya kira saya sudah pernah menceritakan hal ini. Saya datang ke sini beberapa bulan lalu untuk Jum’atan. Saya duduk di antara jamaah, saya kenakan penutup kepala (hoodie). Sehingga tak seorang pun tahu siapa saya. Kepala selalu saya tundukkan.

Saya ingin tahu apakah saya akan dikenali. Ternyata tidak. Saya selamat hingga akhir acara. Seorang lelaki di salah satu baris selama Jum’atan kelihatan agak curiga. Dia melirik dari samping dan segera saya perbaiki hijab saya. Kira-kira demikian dan saya selamat.

Namun bagaimanapun juga, keramahan masjid ini telah saya nikmati. Dan tentunya jumlah Anda yang berlimpah yang datang malam ini adalah indikasi dari cinta yang ditempatkan Allah di antara kita dan semoga Allah ‘azza wa jalla menerima cinta itu sendiri sebagai wujud ibadah dan meningkatkannya di antara sesama muslim.

Yang ingin saya sampaikan kepada Anda malam ini, adalah suatu bagian dari Al-Qur’an, pada akhir surat Al-Furqan. Ini adalah surat ke-25 dari Al-Qur’an. Bagian ini sangat dekat dan sangat bernilai di hati saya. Tentang sesuatu yang sering kali saya bicarakan sebelumnya, namun setiap beberapa tahun sekali saya merasa perlu untuk melihat kembali dan menyegarkan lagi hubungan saya dengan ayat-ayat ini. Dan jika saya merasa membutuhkannya, saya kira Anda sekalian juga demikian.

Jadi demikianlah latar belakang acara kita ini, yakni berbagi beberapa di antara hasil renungan dari ujung surat nomor 25 dengan Anda semua.

Sebutan Bagi Orang Beriman

Allah ‘azza wa jalla pada bagian ini memberi kita sebuah sebutan khusus. Sebutan itu adalah “Wa ‘ibaadur-rohmaan“. Hamba dari Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.

Orang-orang yang beriman bisa dipanggil sebagai hamba Allah. Orang-orang beriman sederhananya bisa disebut orang-orang beriman, “Alladziina aamanuu”. Kita bisa juga disebut muslim. Kita punya banyak sebutan. Dan dari semua sebutan itu, sebuah sebutan unik dan spesial yang dipilihkan Allah dalam surat ini adalah “‘Ibaadur-rohmaan” dan sebutan ini menunjukkan sesuatu.

Pertama dan utamanya dari sudut pandang tata bahasa, “‘Ibaadur-rohmaan” adalah sesuatu yang dalam bahasa Arab disebut “‘Idhofah”. Sederhananya “’Idhofah” berarti dua kata yang terikat satu sama lain.

Secara tata bahasa artinya dua kata yang bergabung menjadi satu. Dan secara tata bahasa bahkan disebutkan bahwa tidak ada satu pun yang ada di antara “Mudhaaf” (kata pertama) dan “Mudhaaf ilaihi” (kata kedua). Keduanya tak terpisahkan.

Namun dengan menggunakan struktur tersebut secara terpisah karena kita bisa juga mengatakan, “‘İbaadun lil rohmaan”. Hamba bagi Ar-Rahman.

Tapi kenyataan bahwa kedua kata ini telah menyatu itu sendiri menyebabkan beberapa komentator terinspirasi oleh fakta bahwa hal ini menggambarkan hubungan yang sangat dekat antara orang-orang tertentu dengan Allah. Dan nama-nama Allah sendiri tentunya, masing-masingnya memiliki konotasi tertentu, nama itu memunculkan emosi tertentu bagi masing-masing kita.

Dia (Allah) bisa saja mengatakan, “‘Ibaadullaah”. Hamba Allah. Namun Dia memilih dengan kebijaksanaanNya untuk berkata, “‘Ibaad Ar-Rohmaan”.

Maka hubungan yang telah digambarkan dalam ayat ini antara kita dan Allah adalah hubungan tentang cinta, pemeliharaan, dan ampunan.

Kita telah dibawa menuju cinta, pemeliharaan, dan ampunan Allah. Dengan mengalirnya ayat ini, ada dua cara yang berbeda untuk menganalisa apa yang telah difirmankan (Allah).

Salah satunya adalah ada orang-orang dengan kualitas tertentu. Siapakah orang-orang istimewa yang disebut Allah sebagai “‘Ibaadur-rohmaan”?

Dan salah satu cara menganalisanya adalah, ini ada daftar kualitas (‘Ibaadur-rohmaan), jika Anda tidak memiliki semuanya artinya Anda tidak termasuk didalamnya.

Ini salah satu cara untuk memahaminya, bukan demikian? Dan akibatnya, banyak dari kita hanya akan melihat nomor satu dari daftar lalu memutuskan, “Ok, saya sudah terdiskualifikasi.

Namun cara lain yang sangat jelas untuk memahaminya, cara ini sangat masuk akal sehubungan dengan tata bahasa Arab dari ayat-ayat ini bahwa masing-masing (kualitas) ini adalah mengacu kepada kelompok orang yang berbeda.

Masing-masingnya adalah kelompok orang yang berbeda. Yang sama dari mereka adalah semuanya orang yang beriman. Intinya adalah, – dan ini adalah poin penting yang ingin saya berikan dalam pembukaan ini -, kita semua tidak sama.

Beberapa di antara Anda, seperti seorang wanita yang saya temui sore ini selepas salat Jum’at, dia menemui saya dan berkata, “Saya melakukan salat tahajud tiga jam setiap hari. Apakah itu sudah cukup baik?

Sungguh itulah yang ditanyakannya pada saya, “Apakah itu sudah cukup baik?

Saya berkata, Anda seharusnya memperoleh semacam piala karena sebagian orang bahkan tidak mampu tahajud selama lima menit. Kita belum punya — bahkan bangun untuk salat subuh saja luar biasa sulit bagi sebagian orang. Dan wanita ini bertahajud selama tiga jam, dan saya bertanya apa yang mendorong Anda melakukannya dan dia menjawab, “Baiklah… apa yang akan saya lakukan? Menonton TV? Lebih baik saya bicara kepada Allah.

Itu yang dikatakannya kepada saya dan saya merasa terhormat karena dia datang bertanya kepada saya, padahal saya seharusnya meminta nasihatnya, orang-orang yang sangat dekat dengan Allah ‘azza wa jalla.

Yang saya maksudkan adalah kita semua tidak sama. Saya tak mampu melakukan apa yang dilakukannya, jujur saja. Saya tak mampu melakukan apa yang dilakukan wanita itu. Saya mengagumi kemampuan yang telah diberikan Allah kepadanya. Semoga Allah terus memberinya istiqamah serta menjawab doa-doanya.

Tapi tahukah Anda, ada pula orang-orang yang sangat hebat dalam menolong orang lain. Kecakapan atau karunia yang dimilikinya adalah kemampuan untuk menolong orang lain.

Ada lagi orang lain yang memiliki satu pengaruh saja. Jika dia berada di tengah-tengah orang lain, mereka akan merasa lebih baik. Itu karunia yang mereka miliki. Datangi saja mereka, meski mereka tidak bicara sepatah kata pun, saat Anda bersama mereka Anda seperti — Anda merasakan ada ketenangan dalam diri Anda. Ada kedamaian dalam diri Anda.

Allah telah memberi kita semua karunia yang berbeda-beda. Bagian surat ini, salah satu cara — yang menurut saya lebih meyakinkan adalah menekankan hal yang berbeda terhadap beragam tipe orang beriman.

Jadi ada sekelompok orang beriman yang memiliki satu kualitas khusus. Dan ada kelompok lain yang memiliki kualitas khusus yang berbeda. Itulah yang membuat mereka istimewa.

Seraya kita pelajari ayat-ayat ini, Anda bisa saja menyadari bahwa; saya tidak cocok dengan yang pertama. Saya berharap bisa cocok dengan salah satu kategori yang ada di sini. Dan Insya allahu ta’ala Anda akan menemukan kecocokan.

Anda bahkan bisa masuk ke dalam lebih dari satu kategori dan memenuhi syarat sebagai seorang “‘Ibaadur-rohmaan”. Semoga Allah memasukkan kita semua dalam “‘Ibaadur-rohmaan”-Nya.

Kategori ‘Ibaadur-rohmaan

1. Orang yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati

Yang pertama dari kategori yang ada, ini menarik. Anda mungkin berpikir, jika Allah bicara tentang mereka yang paling dekat denganNya, yang paling dicintaiNya, mungkin seharusnya dimulai dengan mereka yang paling banyak berdoa (salat) kepadaNya, mereka yang paling banyak menyembahNya, yang paling rajin dalam hal spiritual terhadap Allah. Tapi dari mana Allah memulai?

Dia berkata, “Alladziina yamsyuuna‘alal-ardhi haunan.” (QS. Al Furqan ayat 63)

Hamba dari Yang Maha Penyayang, orang-orang spesial ini adalah mereka yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati.

Alladziina yamsyuuna‘alal-ardhi haunan.” (QS. Al Furqan ayat 63)

Sebelum melangkah lebih jauh, kita perlu memahami apa maksudnya itu. Ini bukan berarti bahwa saat melangkah di jalanan, Anda berjalan setengah rukuk sehingga bahu Anda terkulai, dan berkata saya rendah hati. Rendah hati bukan seperti itu. Anda tetap berjalan dengan tegap. Rendah hati berarti bahwa Anda tidak memperlakukan orang lain lebih rendah dari Anda. Anda tidak berbicara dengan cara menghina.

Dan konsep dari “Fil-ardh” sebenarnya adalah kemanapun Anda pergi, apakah di rumah, di kantor, di sekolah, apakah sedang berurusan dengan bawahan atau atasan apakah berurusan dengan anak-anak atau orang tua, apakah itu orang tua Anda, orang lain, muslim atau non-muslim.

Saat Anda berurusan dengan orang lain Anda menunjukkan sikap rendah hati tertentu, Anda tidak membuat orang lain merasa tak berharga dengan kata-kata Anda, cara Anda memandang mereka, cara Anda membawa diri.

Inilah yang dimaksud dengan “Al masyi ‘alal-ardhi haunan”.

Berjalan di muka bumi dengan kerendahan hati, dengan cara yang rendah hati.

Anda tahu, Al-Qur’an menyoroti bermacam-macam bentuk kesombongan. Semua yang hadir di sini tahu bahwa kesombongan adalah sebuah penyakit hati, dia berada di dalam hati, bukan demikian? Lalu jika ada suatu penyakit di dalam tubuh, seperti sebuah virus, maka akan ada gejala yang terlihat dari luar. Demam, keringatan, dan gejala lainnya.

Al-Qur’an akan menyoroti beberapa gejala dari kesombongan. Contohnya Allah menggambarkan bagaimana orang-orang menatap seseorang. Hanya dari bagaimana dia menatap orang lain. Al-Qur’an menggambarkan ada beberapa orang yang menatap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Yakaadulladziina kafaruu layuzliquunaka bi’abshoorihim.” (QS. Al Qalam ayat 51)

Mereka mendelik kepadamu, sehingga kamu bisa saja terpeleset dan jatuh akibat cara mereka memandangmu. Sebegitu tajamnya mereka menatapmu. Dengan kata lain, mereka tidak mengatakan sepatah kata pun, tidak melakukan apa pun. Di mana kesombongan mereka? Pada wajah mereka. Hanya pada mata mereka.

Khusus bagi para pemuda, ini adalah nasihat bagi kalian, saat orang tua memarahi kalian tentang sesuatu. Adil atau tidak adil tidak masalah. Kamu duduk di sana mendengarkan dengan darah mendidih. Meski ingin balas berteriak, kamu hanya menatap mereka dengan tatapan yang sungguh buruk. Tatapan buruk yang kamu layangkan kepada mereka.

Lalu ibumu berkata, “Mengapa kamu menatapku seperti itu?

Dan kamu menjawab, “Saya tidak bicara apa-apa.

Kamu takkan memperoleh penghargaan karena tidak bicara apa-apa. Karena kesombongan itu tidak hanya ada di perkataanmu — selamat kamu tidak berkata apa-apa — itu bagus, karena keadaan bisa menjadi jauh lebih buruk. Namun di sana ada kesombongan, ada kemarahan, tidak ada rendah hati, bahkan di wajah kita.

Bahkan dalam cara bersikap, “Tsumma nazhor, tsumma ‘abasa wa basar, tsumma adbaro wastakbar.” (QS. Al-Mudassir ayat 21-23)

Hanya dari cara Anda memandang seseorang, cara Anda merengut. Hanya dari cara Anda memutar mata Anda. Faktanya, terkadang itu ada pada cara Anda memandang seseorang, terkadang dari cara Anda tidak memandang seseorang.

Seseorang mengucapkan salam kepada Anda, Anda bahkan tidak mau memandangnya. Anda buang pandangan ke arah lain, Anda abaikan dia, atau Anda jawab, “Wa’alaikumussalam,” karena merasa bersalah, namun mengucapkannya dengan suara sangat pelan untuk memastikan mereka tak bisa mendengarnya dan seakan merasa Anda tidak menjawab.

Jadi seperti, Allah tahu saya menjawab salam, tapi saya tak ingin mereka merasakan kepuasan mengetahui bahwa saya menjawab salam mereka. Jadi saat mereka datang dan berkata, “Hai, saya tadi bilang salam, tapi kamu tidak menjawab.

Sudah saya jawab kok.

Itu adalah ciri khusus dari kurangnya “Haun” (rendah hati).

Alladziina yamsyuuna‘alal-ardhi haunan.” (QS. Al-Furqan ayat 63)

Rendah hati terhadap orang lain, penyayang terhadap anak-anak. Penyayang terhadap orang tua, bahkan penyayang terhadap orang-orang yang tidak layak disayangi. Mereka tidak layak menerimanya dan ini bukan berarti bahwa pada saat yang sama, ini bukan berarti Anda membiarkan mereka bersikap semena-mena terhadap Anda.

Pada kondisi tertentu dalam keluarga kita, di antara teman, dalam kelompok Anda ada orang yang sangat kasar, ini bisa saja terjadi. Ada anggota keluarga Anda, bahkan mungkin saja orang tua Anda, mengatakan sesuatu yang sangat menyakitkan, sesuatu yang sangat tidak adil, dan Anda harus mendengarnya setiap saat, berulang kali.

Ada wanita-wanita di antara hadirin yang tak bisa saya lihat dari sini, atau yang berdomisili di sini, dimanapun mereka, mungkin mereka harus mendengar hal menyakitkan dari mertuanya atau dari saudaranya atau orang lain, saat mereka mendengarnya darah mereka mendidih.

Apa yang Anda lakukan selanjutnya? Anda tetap harus menjaga kerendahhatian Anda. Hal pertama yang harus Anda pelajari adalah, jauhi situasi tersebut. Jika Anda tahu akan kehilangan kesabaran, menjauhlah. Saya tidak bisa bicara saat ini, saya minta maaf, saya harus pergi. Menjauhlah sebelum kemarahan Anda meledak.

Ini hal pertama dan utama, “Yamsyuuna‘alal-ardhi haunan.” (QS. Al-Furqan ayat 63)

Kemudian secara logis sehubungan dengan hal ini di dalam Al-Qur’an adalah “Wa idzaa khoothobahumul-jaahiluuna qooluu salaaman.” (QS. Al-Furqan ayat 63)

Keping demi keping pelajaran yang luar biasa ada di sini. “Idzaa” dalam bahasa Arab tidak berarti “jika”, tetapi “ketika”. Ketika orang yang menjengkelkan, ketika orang yang tidak punya kendali diri bicara kepada mereka. Ketika orang yang bebal bicara kepada mereka, ayat ini tidak berkata “jika” tapi “ketika” mereka bicara kepada kita.

Allah memberi tahu kita bahwa akan ada orang-orang yang bicara pada kita, yang bercakap-cakap dengan kita, berkomunikasi dengan kita, dan komunikasi itu tidak menyenangkan. Itu akan terjadi. Anda tak bisa menghindarinya. Pengalaman ini akan terjadi pada setiap kita termasuk saya. Akan ada orang yang “Jaahil“.

Pahami apa yang dimaksud dengan “Jaahil“. “Jaahil” bukan hanya berarti seorang yang bebal. Anda ingat ketika Musa ‘alaihissalaam ditanya tentang seekor sapi. Dia berkata, “Kalian harus menyembelih seekor sapi.

Dan mereka menjawab, “Kamu bercanda ya?

A tattakhizunaa huzuwaa.” (QS. Al-Baqarah ayat 67)

Kamu menganggap kami gurauan, kami harus menyembelih seekor sapi?

Kita punya masalah serius di sini, kita tidak perlu menyembelih seekor sapi.

Musa menjadi sangat marah. Dan Anda tahu jika apa yang bisa dilakukan Musa ‘alaihissalaam saat dia marah? Dia bisa melakukan ‘sesuatu’.

Segera Musa menghadap kepada Allah dan berdoa, “A’uudzu billaahi an akuuna minal-jaahiliin.” (QS. Al-Baqarah ayat 67)

Aku berlindung kepada Allah dari menjadi salah satu dari orang-orang jahil.

Ini tidak berarti bebal, karena Musa ‘alaihissalaaam adalah salah satu dari orang yang paling berilmu yang pernah ada. Dia tidak bicara tentang bebal.

Dia berkata, aku berlindung kepada Allah dari kehilangan kendali atas emosi saya. Dari mengatakan atau melakukan sesuatu yang sangat ingin saya lakukan sekarang, tapi saya harus menahan diri. Sekarang dengan pemahaman demikian, kita kembali kepada ayat ini.

Ada kalangan orang yang mengatakan hal yang paling buruk tanpa terkendali. Seharusnya ada sesuatu di dalam hati Anda, di dalam pikiran Anda yang akan berjalan menuju lidah Anda. Namun di tengah perjalanannya, seharusnya ada semacam rem.

Mungkin ini tidak seharusnya saya ucapkan. Saya merasakan sesuatu, kata-kata buruk bermunculan dan berjalan hingga mencapai tenggorokan, tapi kata-kata itu tidak seharusnya keluar dari mulut saya, saya harus menelannya kembali.

Namun ada sekelompok orang yang mengatakan apa pun yang muncul di kepalanya. Anda datang dan berkata — Anda bertemu seseorang setelah enam bulan di sebuah pesta, ied, atau lainnya, “Hai, assalamu’alaikum, kamu makin gemuk saja.

Di depan semua orang — orang ini — betapa buruknya — bagaimana Anda bisa memikirkannya? Katakan saja masya allah di kepala Anda, mengapa harus mengatakan itu di hadapan semua orang?

Jadi kamu dikeluarkan dari sekolah beberapa tahun lalu, sekarang masih belum lulus, masih putus sekolah?

Mereka ucapkan sesuatu seperti itu dan itu membuat Anda gusar. Apa yang Anda lakukan dalam situasi tersebut? Allah ‘azza wa jalla berkata dan ini bagian dari kerendahhatian Anda dan saya.

Begini cara Allah menguji kerendahhatian kita. Akan ada orang yang mengatakan dan melakukan hal yang paling menghina dan seringkali mereka adalah orang terdekat kita.

Artinya Anda akan dihadapkan dengan situasi ini berulang kali. Bagaimana Anda mengatasinya?

Allah berkata, “Wa idzaa khoothobahumul-jaahiluuna qooluu salaaman.” (QS. Al Furqan ayat 63)

Ini bermakna beberapa hal, saya bagikan beberapa di antaranya di sini. Saat hal ini terjadi, respons Anda seharusnya, “Damai.”

Qooluu salaaman” juga bisa berarti sampai jumpa, mereka menjawab, damai, saya tak ingin melanjutkan pembicaraan ini. Akan saya tinggalkan Anda dalam keadaan terhormat, “Sebentar, saya kira saya punya janji lain.

Dan Anda bisa mengatakan selebihnya di kepala Anda kepada Allah untuk berdoa. Tapi Anda tak perlu memberi tahu mereka, katakan saja saya punya janji dan segera keluar dari sana. Karena Anda sadar tidak akan mampu menguasai keadaan.

Dengan kata lain, mereka menjauh dari sana dengan cara terhormat, itu satu makna. Saat orang-orang menjengkelkan menemuimu, cari jalan. Apa yang dikatakan Al-Qur’an pada ayat selanjutnya, “Marruu kirooman.” (QS. Al-Furqan ayat 72)

Mereka menghindarinya dengan cara terhormat.

Hal lain yakni saat orang-orang datang dan mencoba untuk –. Ada sekelompok orang yang berusaha mengatakan sesuatu untuk memicu kemarahan Anda. Mereka senang melakukan hal itu.

Mereka mengatakan sesuatu untuk memprovokasi Anda. Beberapa di antara mereka tahu persis apa yang harus dikatakan karena mereka sudah pernah bicara dengan Anda sebelumnya. Dan mereka tahu apa yang bisa menyulut kemarahan Anda, tahu pasti tombol apa yang harus ditekan untuk membuat Anda jengkel.

Anda duduk di sana berpikir, “Tidak sekarang, tidak sekarang.

Dan selanjutnya Anda menjadi Si Raksasa Hijau Hulk dan semuanya dihancurkan. Sebelum semua itu terjadi Anda harus mengalihkannya, “Maaf, saya tidak ikut…

Anda bisa bicara dan menyatakan, “Maaf saya tidak menginginkan ada konflik.

Mari kita makan malam dengan damai. Mari kita lupakan hal itu sejenak. Dan Anda harus mendesaknya. Ini bisa dianggap sebagai “Qooluu salaaman”.

Saya tidak ingin bertengkar dengan Anda, saya ingin kita bicara hal ini saja dan tidak membiarkan hal buruk terjadi.

Dengan kata lain, kadang kita tidak bicara sepatah kata pun dan mereka terus menginjak-injak kita. Dalam ayat ini, sebenarnya ada indikasi mungkin, Anda bisa, dengan cara terhormat, dengan cara santun, dengan penuh keyakinan, memberi tahu kepada mereka bahwa mereka sebaiknya mundur, jika mereka keterlaluan, itu tidak baik. Itu tidak menghargai, itu kurang tata krama. Anda bisa membela diri sendiri namun dengan cara yang terhormat, dengan cara yang damai.

Salaaman” juga bahkan dianggap oleh beberapa orang sebagai suatu kondisi. Dengan kata lain saat merespon, mereka dalam kondisi yang sangat tenang. Itu salah satu implikasi lain.

Ketika orang-orang yang menyebalkan bicara kepada Anda, dan mereka menyulut emosi Anda, mereka membuat Anda gusar, mereka menyatakan satu kebohongan atas kebohongan lainnya dan Anda terpaksa duduk di sana mendengarkan seakan itu semua kebenaran. Mereka juga mengatakannya di depan orang lain. Anda dijadikan korban tanpa alasan jelas.

Saat Anda menjawab, apa pun jawaban Anda, usahakan dalam keadaan tenang. Anda harus tenang dan tidak gusar saat menjawab. Inilah “Qooluu salaaman“. Dan bagi Allah, mereka yang bisa mencapai hal itu dalam hidupnya adalah orang-orang spesial baginya, “‘Ibaadur-rohmaan”.

Dengan kata lain kita harus mengingat motivasi ini. Pada saat itu orang yang Anda hadapi tak butuh ketenangan Anda. Tidak, mereka tidak butuh. Sebenarnya mereka membutuhkan sebuah pukulan di wajahnya. Pada saat yang sama Anda sudah bersiap-siap membalas. Beberapa di antara Anda saat seseorang bicara sarkastik pada Anda, Anda hancurkan mereka.

Oh Tuhanku, jawaban yang bermunculan di kepala Anda, ada sejumlah daftar yang ada di kepala Anda. Mana yang harus saya gunakan, A, B, C atau semuanya? Itulah yang terjadi di kepala Anda.

Dan pada saat Anda memutuskan untuk mundur. Motivasi apa yang Anda dan saya miliki, agar mempunyai kekuatan untuk tidak membalas, tidak bereaksi, untuk tetap tenang, “Saya ingin dimasukkan sebagai salah satu ‘Ibaadur-rohmaan’.

Akan saya lupakan bahwa saya ada dalam percakapan yang tidak nyaman ini. Karena saat ini, segera setelah ini, saya berada dalam kelompok yang disukai Allah dan “Rohmah”-Nya yang spesial diturunkan kepada saya.

Inilah alasan Dia menempatkan saya dalam situasi ini, agar saya bisa menggapai kedekatan denganNya. Ini sesungguhnya sebuah berkah. Pertemuan yang tidak menyenangkan ini sebenarnya sebuah berkah bagi saya untuk menujuNya. Subhanallah.

Wa ‘ibaadur-rohmaanilladziina yamsyuuna‘alal-ardhi haunan wa idzaa khoothobahumul-jaahiluuna qooluu salaaman.” (QS. Al-Furqan ayat 63)

2. Mereka yang di tengah malam sujud dan berdiri di hadapan Allah

Perhatikan apa yang disampaikan Allah berikutnya. Kelompok yang kedua, ini keistimewaan mereka. Ini bukan berarti bahwa mereka tidak melakukan hal lain seperti tidak salat, tidak memakan yang halal. Semuanya termasuk. Anda sudah berstatus “’Ibaad” (hamba). Ini melebihi menjadi seorang “’Ibaad” bukan? Apa kualitas hebat kedua, kelompok kedua yang spesial di mata Allah, alasan apa yang membuat mereka spesial?

“Walladziina yabiituuna lirobbihim sujjadan wa qiyaaman.” (QS. Al-Furqan ayat 64)

Mereka yang menghabiskan malam di hadapan Tuhannya dalam keadaan sujud dan berdiri. Mereka salat di tengah malam di mana tak seorang melihatnya. Mereka tak bisa tidur, dan mereka tahu bahwa Allah paling dekat dengan mereka di tengah malam dan itulah yang mereka lakukan.

Bagi kebanyakan kita ini sangat sulit dilakukan dan Anda bisa bayangkan seperti sudah saya katakan sebelumnya. Jika Allah bicara kepada manusia yang paling dekat denganNya, saya kira Dia akan mulai dengan kelompok yang ini.

Saya mengira Allah akan bicara tentang mereka yang paling banyak menyembahNya, khususnya pada jam yang paling dekat denganNya, yakni di tengah malam. Kita seharusnya mulai dari sana tapi ternyata tidak, Dia tidak mulai dari sana, Dia mulai dengan mereka yang rendah hati.

Karena kegiatan di malam hari itu, ketika Anda dan saya merendahkan diri di hadapan Allah, tak ada kesempatan bagi orang lain melihat kita salat, tak ada seorang pun untuk diberi kesan, satu-satunya yang ingin Anda beri kesan adalah Allah. Kebanggaan Anda lenyap. Rasa harga diri Anda hilang. Anda ada di hadapan Allah, mengakui semua kesalahan yang Anda lakukan. Anda melakukan percakapan terbuka di hadapan Allah sama sekali lepas dari semua kebanggaan Anda. Allah ‘azza wa jalla mengajari kita sesuatu yang sangat dalam.

Jika Anda ingin membebaskan diri dari kebanggaan Anda, langkah pertama adalah apakah Anda bisa melepaskan kebanggaan Anda di hadapan manusia. Tahap selanjutnya di hadapan Allah.

Ada orang yang sangat baik dalam ibadahnya, namun sangat kejam kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku demikian. Ada sebuah kelompok yang diberi prioritas di sini. Mereka adalah yang rendah hati di hadapan manusia dan selanjutnya tentunya mereka yang datang ke hadapan Allah dalam keadaan rendah hati.

Ini tidak mudah dicapai, tapi jika sekali seminggu, sekali seminggu, saya tahu ini sulit. Tapi sekali seminggu Anda salat isya di masjid, lalu langsung pulang ke rumah dan tidur. Dan ini hanya terjadi jika Anda bangun sangat pagi dan tidak tidur lagi.

Jadi bangunlah saat subuh, jangan tidur. Kuras diri Anda seharian, salat isya lalu pergi tidur lalu atur alarm sekitar 45 menit atau setengah jam sebelum subuh. saya tidak meminta seluruh malam, cukup sedemikian saja. Setengah jam sebelum subuh, atur alarm, bangun dan salatlah beberapa rakaat. Lakukan saja demikian.

Dan pelan-pelan saja, jangan bangunkan orang lain. Lakukan dengan tenang. Cari satu sudut di dalam rumah dan lakukan di sana. Anda bisa mulai melakukan sekali atau dua kali, yang akan Anda temukan, ketenangan yang akan Anda temukan, Anda akan terhubung dengan Allah. Hal ini akan membantu Anda melalui kondisi yang sangat sulit. Dan semoga Allah memasukkan kita ke dalam kelompok ini, yang menghabiskan malamnya di hadapan TuhanNya dalam keadaan sujud dan berdiri.

3. Orang-orang yang berdoa agar dihindarkan dari jahannam

Kemudian ada kelompok yang ketiga. Kelompok ketiga adalah,

“Walladziina yaquuluuna robbanashrif ‘annaa ‘adzaaba jahannama inna ‘adzaabahaa kaana ghorooman.” (QS. Al-Furqan ayat 65)

“Innahaa saaa’at mustaqorron wa muqooman.” (QS. Al-Furqan ayat 66)

Orang-orang yang hanya memanjatkan satu doa, bukan doa dengan daftar panjang, doa mereka hanya, “Ya Allah, saya tidak ingin masuk neraka.”

“Yang lain saja selain jahannam, jangan lemparkan saya ke jahannam. Jauhkan kami dari hukuman jahannam. Itu adalah tempat yang sangat buruk, saya tak ingin melihatnya meski sedetik pun. Saya tak ingin berada di sana sebentar saja atau pun untuk waktu lama.”

Dengarkan doa ini dengan baik, “Innahaa saaa’at mustaqorron wa muqooman.” (QS. Al-Furqan ayat 66)

Pertama hukuman itu adalah penalti yang sangat hebat dan saya tak ingin ada di sana sebentar atau lama. Ada beberapa orang di antara umat di antara muslim yang memiliki penyakit yang sama.

Penyakit yang sama dengan yang diidap Bani Israil. Mereka berkata Allah takkan menghukum kami, “Illaaa ayyaaman ma’duudah,” (QS. Al Baqarah ayat 80) kecuali beberapa hari saja.

Muslim mengidap penyakit ini, “Allah akan menghukum kita tapi tidak selamanya bukan? Kita muslim, pada akhirnya kita akan keluar. Maksud saya, iya, ok, baik, saya akan dimasukkan ke jahannam, tapi hanya seperti akhir minggu panjang, lalu saya akan baik-baik saja.”

Perhatikan doa mereka yang dekat dengan Allah. Mereka katakan kepada Allah, “Ya Allah, saya tidak ingin pergi ke jahannam. Tidak untuk sesaat dan tidak untuk selamanya. Saya tahu itu adalah tempat yang sungguh buruk, ‘mustaqorron wa muqooman’. Meski sebagai tempat singgah atau bermukim, saya tak ingin keduanya.”

Hal ini memiliki banyak implikasi bagi kita, saya soroti salah satunya untuk Anda. Anda tahu, Anda dan saya takkan pernah berhenti digoda. Segala yang haram akan selalu ada di depan kita dan akan memanggil kita.

“Asy-shaithoonu ya’idukumul-faqr.” (QS. Al-Baqarah ayat 268)

Setan akan menjanjikan Anda kebangkrutan, dengan kata lain, jika Anda mengikuti jalan halal, setan akan menjanjikan, “Kamu kehilangan kesempatan, kamu kehilangan kesempatan. Kamu kehilangan kesempatan. Kamu bisa merasakan banyak kesenangan. Kamu bisa menghasilkan lebih banyak uang. Kamu bisa merasakan lebih banyak kenikmatan.“

Dia dengan konsisten akan senantiasa mengatakan itu kepada Anda. Produk alternatif, cara alternatif untuk memenuhi kebutuhan Anda. Takkan pernah berhenti, tak peduli seberapa panjang jenggot Anda, tak peduli seberapa banyak Al-Qur’an sudah Anda hafal. Tidak peduli seberapa banyak Anda melakukan salat tahajjud. Tak satu pun dari semua itu berpengaruh, setan takkan pernah berhenti.

Pada akhirnya Anda masih tetap seorang manusia. Pada akhirnya Anda masih memiliki keinginan-keinginan itu. Dan setan takkan pernah berhenti. Dia akan terus menggoda Anda. Dan pada saat itulah setan, Anda tahu — Allah menggambarkan taktik yang dilakukannya, taktik psikologinya adalah, “Wa zayyana lahumusy-shaithoonu a’maalahum.” (QS. An-Naml ayat 24)

Setan membuat indah amal mereka bagi mereka. Setan akan datang kepada Anda dan Anda tergoda untuk melakukan sesuatu yang salah dan Anda berkata, “Ya ini memang salah tapi saya juga melakukan banyak kebaikan. Ya saya membuat kesalahan, tapi saya juga salat. Kan saya tidak menjadi kafir. Jadi tidak apalah, ini hanya hal kecil — dan saya akan berhenti setelah ini, saya takkan melakukannya lagi kok. Hanya sekali ini saja.”

Anda mulai merasionalisasi tindakan Anda. Anda memberi pembenaran bagi diri sendiri. Dalam pikiran Anda kesalahan ini tidak terlalu buruk. Dan tentu saja Anda juga berada di dalam lingkungan orang-orang yang jika dikatakan kepada mereka, “Anda tahu ini salah.“

Mereka akan menjawab, “Tidak sobat, ayolah tidak sebegitu buruknya. Hentikan, jangan bicara begitu. Tidak, Allah tidak seperti itu. Allah takkan menghukummu. Mengapa kamu bicara begitu menyedihkan? Kamu sangat ekstrim.”

Anda mendengarkan dan kata-kata itu mulai mempengaruhi Anda dan Anda mulai mengatakan pada diri sendiri, “Ya baiklah.”

Tapi saat Anda melakukan apapun yang Anda lakukan itu, apakah itu obat atau alkohol atau sesuatu dengan seseorang, saya tak ingin tahu. Tapi apapun itu, dan Anda katakan pada diri sendiri, ini kali terakhir, tapi tidak. Karena segera setelah kali terakhir dan merasa bersalah selama beberapa hari lalu akan muncul pesan berikutnya di HP Anda. Lalu akan ada dakwah berikutnya.

Dan kembali Anda berkata, “Tidak, ini terakhir kalinya.”

Dan Anda kembali ke lingkaran itu. Anda melakukannya lagi. Dan Anda terus melakukannya. Ini persisnya yang diinginkan setan.

Inilah orang-orang yang bisa menghentikan siklus itu, datang kepada Allah dan berkata, “Ya Allah!”

“Tak peduli apa yang dikatakan teman saya, tak peduli apa yang dibisikkan setan di kepala saya, tak peduli berapa banyak saya mengulangi siklus mengerikan ini, saya berhenti! Cukup sudah saya merasa bersalah dua hari lalu kembali lagi. Cukup sudah saya memohon ampun kepadaMu dan kembali lagi –”

“Wa lam yushirruu ‘alaa maa fa’aluu wa hum ya’lamuun.” (QS. Ali Imran ayat 135)

Mereka tidak bersikeras melakukan dosa yang telah mereka lakukan. Dan mereka memahami apa yang mereka lakukan. “Saya takkan masuk ke dalam kelompok orang-orang itu.”

“Wa laisatit-taubatu lilladziina ya’maluunas-sayyi’aat.” (QS. An Nisa ayat 18)

Taubat, penyesalan tidak berlaku bagi mereka yang terus melakukan dosa bahkan setelah bertaubat. Bukan untuk mereka yang kembali ke siklusnya. Ini adalah orang yang berkata, “Ya Allah! Saya tidak ingin masuk jahannam.”

“Baiklah, saya sudah melakukan beberapa hal yang pantas masuk jahannam, tapi saya akan berhenti sekarang. Cukup sudah.”

Ini adalah orang-orang yang spesial bagi Allah, karena Allah tahu betapa menggodanya melakukan dosa itu. Allah tahu bagaimana kuatnya ketergantungan obat. Allah tahu betapa dalamnya Anda dulu jatuh ke dalam dosa. Allah tahu Anda berada dalam cengkeraman setan sangat lama. Dan Anda bisa melepaskan diri dan kembali kepada Allah.

Perjalanan Anda kembali kepada Allah lebih keras dari perjalanan orang lain. Godaan yang datang ke hadapan Anda sangat kuat, gaya gravitasi terhadap Anda sangat kuat. Dan Anda melawannya lalu kembali kepada Allah, Anda spesial.

Jangan mengira, “Oh, saya tidak pernah tahajjud, jadi saya tidak terlalu baik.”

Atau, “Saya bahkan tak bisa bahasa Arab.”

Atau, “Saya bahkan belum pernah menamatkan Al-Qur’an. Saya bahkan tak tahu tajwid, saya tak tahu –.”

Tidak, tidak, tidak. Anda spesial bukan karena Anda berilmu, Keistimewaan Anda bukan karena Anda telah berhaji 17 kali. Anda tidak istimewa di hadapan Allah karena ilmu atau ibadah Anda, Anda istimewa bagi Allah karena Anda menjauhi dosa, karena Anda takut kepadaNya. Itulah yang membuat Anda istimewa bagi Allah. Anda juga “‘Ibaadur-rohmaan”.

Dan dari sana Allah‚ ‘azza wa jalla membawa kita ke kelompok yang berbeda. Setiap kelompok ini — Pikirkan mana yang cocok dengan Anda. Bagaimana Anda bisa menjadi istimewa bagi Allah? Bagaimana Anda dan saya bisa dekat dengan Allah? Apa sebenarnya manfaatnya bagi kita? Pada akhirnya, apa gunanya bagi kita?

Dosa adalah salah satu bentuk cinta. Anda jatuh cinta kepadanya. Anda kecanduan. Dan bagian ini sebenarnya tentang persaingan dalam cinta. ‘Karena Anda mencintai kenikmatan ini dan mencintai dosa ini, dan Anda tak ingin melepaskannya karena akan membuat Anda sedih.

Dan di sisi lain Allah berkata, “Aku akan menggantikan pemuasan itu dengan diriKu sendiri.”

“Akan Aku gantikan dengan pendampingan dariKu.”

Ini tawaran Allah pada Anda. Dan Anda harus memutuskan jawaban dari masalah ini sendiri. Anda akan ditempatkan dalam situasi ini. Dan tak seorang pun tahu perdebatan sengit yang terjadi di dalam kepala Anda. Tak seorang pun tahu, hanya Allah yang tahu. Hanya Allah yang tahu.

Dan ngomong-ngomong saat Anda menjalani — beberapa di antara pria, sebagai contoh, dalam hubungan yang haram, saya tidak tahu dan tidak menuduh Anda. Beberapa orang, bukan Anda, beberapa orang yang Anda kenal. Dan Anda dalam hubungan yang tidak pantas lalu mencoba mengakhirinya. Anda mendengar khutbah ini, lalu mengirim pesan padanya, “Saya tak bisa melakukan ini lagi.”

Lalu dia membalas, “Apa, kamu tidak mencintaiku? Kamu membenci aku sekarang? Kamu pikir saya penyebab kamu masuk neraka? Saya begitu jahat?”

Sekarang Anda menjadi tidak enak, “Tidak, kamu tidak jahat kok. Tidak, aku benar-benar mencintaimu. Kamu tidak jahat sama sekali. Kamu baik. Oke, kenapa kamu tidak…”

“Oke, baiklah, jika kamu benar-benar ingin putus dengan saya, temui saya malam ini dan katakan langsung pada saya.”

“Tidak, saya tidak bisa.”

“Baiklah, kamu memang benci aku.”

“Oke baiklah saya datang.”

Dan siklus itu kembali berlanjut. Dan kemudian Anda ingin bertobat nanti saja. Anda perhatikan? Ini bukan hanya Anda. Anda bisa saja secara emosi tersedot ke dalam sesuatu. Dan sekarang Anda diperas secara emosi. Kamu membuatku merasa tidak enak. Anda harus melawannya. Anda harus bisa melewatinya. Dan Anda harus tahu bahwa meski Anda mengecewakan seseorang, tapi Anda membuat Allah senang.

Dan Anda melakukannya bukan hanya untuk diri Anda sendiri, tapi juga untuk gadis yang membalas pesan Anda, atau pria yang membalas pesan Anda. Anda tak ingin mereka juga berdiri di hadapan Allah. Anda baru saja menyelamatkan mereka.

Jika Anda sungguh mencintai mereka, tidak hanya bernafsu terhadap mereka, tapi mencintai mereka, maka Anda ingin menyelamatkan mereka juga. Ini juga untuk mereka. Anda paham itu?

4. Mereka yang tidak berlebihan dan tidak pula pelit dalam membelanjakan hartanya

Sekarang, dari sini kita menuju ke tempat yang tidak diperkirakan tentang siapa lagi yang istimewa bagi Allah.

“Walladziina idzaaa anfaquu lam yusrifuu wa lam yaqturuu wa kaana baina dzaalika qowaaman.” (QS. Al-Furqan ayat 67)

Mereka yang saat membelanjakan, artinya saat membelanjakan uang, tidak menghamburkan semua uang yang dimilikinya, mereka tidak berlebihan dan mereka juga tidak pelit. Mereka tidak membelanjakan terlalu banyak atau terlalu sedikit. Mereka memiliki anggaran yang seimbang.

Apa hubungannya anggaran dengan menjadi dekat dengan Allah? Ada hubungannya! Cara Anda membelanjakan uang — karena “Ma’l” (harta) Anda —

“Walladziina fii amwaalihim haqqum ma’luum.” (QS. Al-Ma‘arij ayat 24)

Di dalam hartanya ada hak yang sudah diketahui. Orang tua Anda butuh dukungan finansial. Anak Anda, saudara Anda, istri Anda juga butuh dukungan finansial. Sedekah. Uang Anda juga harus diberikan kepada masyarakat. Ada sebab-sebab tertentu yang membutuhkan bantuan finansial Anda.

Tapi ketika Anda menjadi kecanduan hal-hal yang tidak bermanfaat, Anda selalu menonton film demi film, berlangganan ini itu di internet, game demi game, perangkat elektronik baru untuk mobil Anda. Anda tak butuh pelek ban yang bisa berputar ke belakang, Anda tak butuh itu.

Untuk apa bagi Anda, agar orang bisa melihatnya, Anda bahkan tak bisa melihatnya saat menyetir. Orang lain yang melihatnya. Pelek itu berputar untuk orang lain bukan untuk Anda. Atau perangkat elektronik baru, Anda akan tetap hidup tanpa iPhone baru, Anda akan baik-baik saja. Samsung mungkin sedikit berbahaya, tapi bagaimanapun, hehehe —

Tapi ketika Anda terus membelanjakan uang — Untuk kebanyakan wanita adalah untuk membeli dompet atau tas. Ya Tuhan! Beberapa di antara tas ini sampai berharga ribuan pound. Saya tidak bilang Anda tidak bisa memilikinya. Tapi Allah mengatakan belanjakan, tapi jangan berlebihan.

Dan untuk kalangan yang lain, kesenangan terbesar adalah memegang uang. Anda pergi ke toko kelontong dengan istri Anda, dia memasukkan sekarton susu lalu Anda bertanya, “Kita butuh susu sebanyak ini? Beli yang lebih kecil saja, atau kita tunggu sampai ada diskon!”

Itu cuma susu dan telur. Janganlah terlalu pelit untuk yang seperti itu.

Ada orang yang enggan memberi kepada keluarga mereka yang membutuhkan. Anak Anda butuh sedikit uang, mereka butuh receh untuk sekedar jajan. Istri Anda juga butuh uang. Jika dia mengurus rumah tangga dan dia tidak bekerja, lalu dia bertanya pada Anda, “Boleh saya minta uang £50?”

“Untuk apa uang itu bagimu? Beri saya laporan lengkap! Perlihatkan semua kuitansinya!”

Tunggu, sabar dulu! Ini adalah, “Lam yaqturuu.” (QS. Al Furqan ayat 67)

Ini mungkin tantangan bagi Anda. Jika Anda ingin dekat dengan Allah, jangan jadikan keluarga Anda merasa seperti sampah setiap kali mereka makan sesuatu. Pengeluaran terbaik yang bisa Anda lakukan adalah untuk keluarga Anda. Jangan lakukan itu kepada keluarga Anda tapi juga jangan boros.

Ada sekelompok orang yang menghamburkan uang dan Allah memberi Anda sedikit kekayaan lalu Anda belikan anak Anda yang 16 tahun sebuah BMW, lalu mereka tabrakkan mobil itu ke sisi jalan, kemudian Anda belikan lagi yang baru dan… Tidak, tidak, tidak, Anda tidak boleh melakukan itu.

Ada orang yang memiliki pendekatan yang seimbang terhadap keuangan mereka.

“Lam yusrifuu wa lam yaqturuu wa kaana baina dzaalika qowaaman.” (QS. Al-Furqan ayat 67)

Dan mereka menemukan cara yang jujur dan seimbang di antara keduanya dan mereka dicintai Allah. Semoga Allah menjadikan kita bagian dari mereka.

5. Mereka yang tidak menyembah selain Allah, tidak membunuh, dan tidak berzina

Kelompok berikutnya adalah favorit saya. Dengarkan ini, ini adalah satu kelompok.

“Walladziina laa yad’uuna ma’alloohu ilaahan aakhoro wa laa yaqtuluunan-nafsallatii harromalloohu illaa bil-haqqi wa laa yaznuuna wa man yaf’al dzaalika yalqo atsaaman.” (QS. Al-Furqan ayat 68)

Mereka yang tidak menyeru Tuhan lain bersamaan dengan Allah. Dan selain tidak menyeru Tuhan lain selain Allah, mereka juga tidak membunuh seorang pun. Dan mereka tidak melakukan perzinaan.

Tiga hal ini; mereka tidak menyembah selain Allah atau tidak menyeru selain Allah, digabungkan dengan tidak melakukan pembunuhan dan tidak melakukan perzinaan. Ketiga hal ini semuanya.

Itu bukan capaian yang luar biasa. Seseorang bisa saja berkata, “Hai, saya masuk daftar, saya belum pernah membunuh seorang pun.”

Tapi tahukah Anda apa yang membuat ini istimewa? Karena ini kelihatannya biasa saja bukan? Ini adalah dosa besar. Dan Allah berkata, kamu bisa menjadi istimewa di mata Allah hanya dengan melakukan ini.

Mengapa ini istimewa? Ya, untuk sekelompok orang — Bayangkan mereka yang dulu di Makkah. Pikirkan keadaan masyarakat di mana Al-Qur’an diturunkan.

Mereka telah melakukan syirik selama ribuan tahun. Pembunuhan menjadi hal yang biasa di antara mereka. Zina tidak ada apa-apanya. Hal yang sangat buruk bagi kita bukan masalah besar bagi mereka. Dan bukan masalah besar bagi orang tua mereka atau orang tua dari orang tua mereka dan seterusnya, ini hanya bagian dari hidup. Kehidupan mereka layaknya kehidupan bandit.

Dan ketika mereka menjauhi semuanya untuk kembali kepada Allah, apakah keluarganya hanya berkata, baiklah sekarang kamu muslim, selamat? Mereka mengalami semua pengalaman yang mengerikan, dari orang-orang yang dicintainya, dari masyarakat, dari teman-temannya. Karena mereka telah meninggalkan semua kejahatan itu, bukan demikian?

Bagi beberapa orang, cukup dengan membaca syahadat, hanya dengan menjauhi kejahatan, menjauhi kehidupan kriminal, hanya menjauhi zina, itu sudah sangat luar biasa. Bagi Anda yang dibesarkan dalam keluarga yang terhormat, dikelilingi oleh lingkungan yang baik, mudah atau lebih mudah untuk tidak terlibat di dalam kesulitan tersebut. Saat ini semuanya mudah.

Tapi bagi Anda yang bangkit, Anda sebelumnya bukan muslim, Anda melihat kejahatan di sekeliling Anda, Anda melihat obat-obatan di sekeliling Anda, Anda melihat perbuatan asusila di sekeliling Anda, setiap akhir minggu ada di klub. Lalu Anda datang kepada Allah, Anda membaca syahadat.

Perjalanan Anda menjauhi kehidupan itu adalah perjalanan yang luar biasa. Dan Allah mengakuinya, dan berkata itu adalah hal yang sungguh besar. Beberapa orang telah berhasil melakukannya. Mereka istimewa hanya berdasarkan hal itu.

Mereka tidak tahu hal lainnya, mereka tidak punya ilmu agama yang dalam, tidak pula banyak melakukan ibadah. Namun kenyataan bahwa mereka bisa bermigrasi, hijrah demi Allah, bermigrasi dari dosa-dosa besar itu menuju Allah, adalah luar biasa.

6. Orang yang bertaubat dan tetap di jalan lurus

Namun kasih sayang Allah dalam ayat ini belum tuntas. Pertama ketiga hal yang telah saya sebutkan itu, syirik dan pembunuhan, menghujat Allah dan pembunuhan, serta perzinaan adalah dosa besar, sangat besar. Jadi apa yang dikatakan Allah?

“Yudhoo’af lahul-‘adzaabu yaumal-qiyaamati wa yakhlud fiihii muhaanaa.” (QS. Al-Furqan ayat 69)

Hukuman akan digandakan bagi orang semacam itu. Dan mereka akan kekal di dalamnya, terhina. Kejahatan ini tidaklah kecil bagi Allah. Khususnya ketiganya bila digabungkan.

Namun ngomong-ngomong, kejahatan terburuk yakni syirik, ada dalam ayat ini. Kejahatan kedua terburuk, yakni ketika Anda membunuh seseorang, seakan Anda telah membunuh apa? Seluruh umat manusia. Itulah kejahatan terbesar kedua. Dan kejahatan terbesar ketiga dalah apa? Zina. Semuanya dalam satu ayat.

Sehingga Allah berkata, orang ini akan memperoleh hukuman yang istimewa pula. Dan mereka akan tetap dihukum, dihinakan selamanya di sana namun bahkan yang terburuk dari yang buruk. Orang ini bukan yang terburuk karena dia hanya mengerjakan satu kejahatan saja. Dia menjadi terburuk karena mengerjakan berapa banyak? Tiga hal. Tiga hal. Ini layaknya hattrick dari neraka.

Apa yang dikatakan Allah tentang dia? Dia berkata, “Illaa man taaba wa aamana wa ‘amila ‘amalan shoolihaan.” (QS. Al-Furqan ayat 70)

Kecuali seseorang yang mohon ampun, dan kembali kepada keimanannya, kembali beriman, dan dari sana bersikap baik. Saya buat pengecualian.

Penting untuk memahami hal ini. Allah menggambarkan yang terburuk dari yang buruk dan yang buruk. Lalu berkata, bahkan jika orang tersebut kembali kepadaKu, Aku takkan melemparkannya ke dalam hukuman.

Tak hanya itu. Kita bicara tentang “‘Ibaad Ar-Rohmaan”. Yang tak terbayangkan penyayangnya. Jadi Dia tak hanya menyelamatkannya dari neraka, apalagi yang dilakukanNya?

“Fa ulaaa’ika yubaddilulloohu sayyi’aatihim hasanaat.” (QS. Al-Furqan ayat 70)

Maka bagi mereka ini, Allah gantikan dosa mereka yang luar biasa besar, — dan boleh saya ingatkan Anda apa saja dosa mereka –, syirik, “Innasy-syirka lazhulmun ‘azhiimun.” (QS. Luqman ayat 13)

Membunuh, “Fa ka’annamaaa qotalan-naasa jamii’an.” (QS. Al-Maidah ayat 32)

Seakan dia membunuh seluruh manusia, dan zina, hubungan di luar nikah. Dosa yang sangat sangat besar. Allah berkata, akan Aku gantikan timbunan kejahatannya yang setinggi gunung dengan amalan baik yang menguntungkan mereka.

Mereka belum pernah melakukan satu amalan pun. Mereka belum pernah beramal. Mereka belum salat, mereka belum beribadah, mereka belum pergi haji, mereka belum berderma.

Satu-satunya yang mereka lakukan adalah mohon ampun. Dan sejak saat ini mereka akan melakukan hal-hal yang benar. Ini sudah cukup bagi Allah untuk mengambil bergunung-gunung dosa yang semestinya membawa mereka ke dalam neraka, selamanya terhina, dan mengubah bergunung-gunung dosa tersebut menjadi bergunung-gunung amal. Ini yang dilakukan Allah untuk mereka yang bertaubat. Dan Anda bisa jadi istimewa hanya karena taubat.

Jadi seraya Anda duduk di sana mendengarkan dan berpikir, “Tapi saya sudah melakukan kesalahan yang cukup besar.”

Mungkin saja ada orang lain yang duduk di antara hadirin yang mungkin sudah pernah membunuh, masuk penjara, lalu keluar dari penjara. Bagaimana mungkin Allah akan mengampuni saya? Beberapa di antara Anda sudah melakukan kesalahan zina, semoga Allah melindungi Anda. Beberapa di antara Anda sedang menuju jalan itu. Beberapa di antara Anda telah melakukan syirik. Berbagai macam kejahatan berlangsung, beberapa orang melakukan sihir yang termasuk jenis syirik.

Anda bisa bertaubat dan kembali kepada Allah, dan semua itu akan sirna. Namun Anda harus tetap lurus setelah itu.

“Wa ‘amila ‘amalan shaalihan faulaaika yubaddilullaahu sayyiaatihim hasanaat.” (QS. Al-Furqan ayat 70)

Dengan kata lain, ketika Anda kembali ke jalan Allah, itu adalah dengan sebenar-benarnya. Bukan dibuat-buat.

“Wa kaanalloohu ghofuuror rohiiman.” (QS. Al-Furqan ayat 70)

Dan Allah senantiasa Maha Pengampun. Sangat pengampun, senantiasa mengasihi, memelihara, dan menyayangi.

Saya kehabisan waktu namun saya akan berbagi beberapa hal yang saya temukan dengan Anda — Mari kita selesaikan daftar ini insya Allah, ini hampir selesai.

Seseorang berkata, tapi saya tidak melakukan pembunuhan. Saya tidak melakukan syirik, juga tidak berzina. Saya cuma melakukan dosa kecil seperti absen salat subuh, dan mencuri susu coklat abang saya kemarin di kulkas. Kemudian beberapa kali saya kehilangan kesabaran terhadap ayah saya, atau saya membicarakan orang kemarin di suatu pesta. Tapi saya tidak membunuh.

Jika taubat ini hanya untuk penjahat kelas kakap, bagaimana dengan saya? Bagaimana dengan pendosa biasa seperti kita? Karena yang dibicarakan di sini adalah pendosa kelas kakap bukan?

Maka ayat selanjutnya mengatakan untuk yang selain mereka, “Wa man taaba,” dan siapa yang bertaubat, taubat apapun.

“Wa ‘amila shoolihaan,” dan berbuat kebaikan.

“Fa innahuu yatuubu ilalloohi mataabaa,” lalu dia juga kembali ke jalan Allah dengan penyesalan yang tulus — Allah juga mengakui hal itu.

Taubat Anda juga baik. Anda tak perlu seperti — pertama pergi dulu merampok bank, baru kemudian bertaubat. Tidak, tidak, tidak. Karena saya harus punya bergunung-gunung dosa dulu baru kemudian dijadikan bergunung-gunung pahala, tidak. Tenang, tunggu sebentar. Tetaplah bertaubat, apapun apapun dosa yang telah Anda lakukan.

“Fa innahuu yatuubu ilalloohi mataabaa.” (QS. Al-Furqan ayat 71)

7. Orang-orang yang tidak bersaksi palsu

“Walladziina laa yasy-haduunaz-zuuuro.” (QS. Al-Furqan ayat 72)

Dan orang-orang yang tidak bersaksi, – secara harfiah di katakan -, tidak bersaksi atas kebohongan, artinya mereka tidak diam saja ketika sesuatu yang salah terjadi.

Ini adalah orang-orang yang istimewa bagi Allah karena ketika di dalam keluarganya, seseorang diperlakukan buruk secara emosional, seseorang diperlakukan buruk secara finansial — Di dalam sebuah keluarga dua saudara menjalankan sebuah usaha, dan salah satu di antaranya mengambil semua uang yang ada dan tak pernah membayar kembali yang satunya.

Sekarang mereka di pengadilan, bertengkar tentang ini, itu, dan lainnya, dan Anda di satu pihak dan dia di pihak lain, Anda takkan diam saja dan membiarkan ketidakadilan terjadi. Anda takkan melakukan itu, meski pun akan melawan ayah Anda sendiri. Meski itu melawan pasangan atau anak Anda sendiri.

Anda tidak boleh hanya diam saja atau berpihak kepada yang salah. Anda harus bicara. Setidaknya Anda tidak menjadi teman dalam diam kepada pihak yang salah, Anda pergi begitu saja, saya tidak ingin terlibat. Saya angkat tangan.

“Laa yasy-haduunaz-zuuuro.” (QS. Al-Furqan ayat 72)

Makna lainnya adalah tidak memberi kesaksian palsu. Kadang ada tekanan kepada Anda untuk memihak yang salah, padahal Anda tahu dia bersalah mereka katakan hal seperti, “Keluarga itu nomor satu kawan.”

Atau, “Saudara itu nomor satu.”

Dan jika Anda melakukan itu, tetap meletakkan kesetiaan Anda pada tempat yang salah, meski Anda tahu Anda salah, maka ini adalah pelanggaran dari “Laa yasy-haduunaz-zuuuro.” (QS. Al-Furqan ayat 72)

8. Mereka yang meninggalkan pembicaraan tak berguna dengan cara terhormat

Bagian kedua dari ayat ini, “Wa idzaa marruu bil-laghwi marruu kirooman,” (QS. Al-Furqan ayat 72) juga menakjubkan.

Yang membuat Anda menakjubkan bagi Allah dalam ayat ini — Anda dalam suatu pertemuan, teman-teman ada di sana atau Anda sedang ada dalam suatu grup WhatsApp atau sejenisnya, ada banyak sekali interaksi yang terjadi hari ini.

Dan dalam interaksi tersebut, mereka bicara omong kosong. Mereka menggunjingkan satu sama lain. Mereka mengolok-olok satu sama lain. Mereka membuang waktu satu sama lain. Dan Anda tidak ingin ikut di dalamnya. Lalu apa yang Anda lakukan?

Tinggalkan grup itu, tapi jangan khotbahi mereka sebelumnya, “Ngomong-ngomong ini semua tak berguna, kalian sudah membuang waktu, astaghfirullah. Saya seru kalian ke jalan Allah dan bertaubat. Lihat video berikut ini. Sekarang saya keluar dari grup ini.”

Jangan — Atau Anda sedang dalam suatu pesta, dan Anda bagai, “Astaghfirullah, kalian semua bergunjing, saya pergi dari sini.”

“Wa idzaa marruu bil-laghwi marruu kirooman.” (QS. Al-Furqan ayat 72)

Jika mereka melewati pertemuan seperti ini, ketika mereka berada dalam situasi seperti itu, mereka keluar dengan cara yang terhormat.

“Marruu kirooman.”

Dengan kata lain mereka menjaga kehormatannya. Mereka tidak terperosok ke dalam situasi di mana mereka menghina orang lain dan diri mereka sendiri. Dan dalam prosesnya mereka tidak melukai perasaan orang lain. Mereka memberikan alasan yang pantas dan terhormat, kemudian keluar dari situasi tersebut.

“Wa idzaa marruu bil-laghwi marruu kirooman.” (QS. Al-Furqan ayat 72)

9. Mereka yang tidak mengabaikan peringatan Allah

Dan akhirnya, “Walladziina idzaa dzukkiruu bi’aayaati robbihim lam yakhirruu ‘alaihaa.” (QS. Al-Furqan ayat 73)

Sebenarnya ini bukan yang terakhir, saya hanya ingin membuat Anda merasa lebih baik.

“Walladziina idzaa dzukkiruu bi’aayaati robbihim lam yakhirruu ‘alaihaa shummaw wa umyaanan.” (QS. Al-Furqan ayat 73)

Itu untuk semua orang yang menghadiri Jumatan. Ketika mereka diingatkan dengan ayat-ayat RabbNya, ketika mereka diberi peringatan, mereka tidak terjebak menjalankan peringatan itu dalam keadaan tuli dan buta. Dengan kata lain, mereka tidak mengabaikannya, mereka tidak menganggapnya ringan.

Mereka tidak mendengar sesuatu lalu berkata, “Ya itu memang tentang saya, tepat sekali mengenai kesadaran saya, namun saya akan melupakan bahwa saya telah mendengarnya.”

“Saya akan menganggap itu bukan tentang saya dan takkan memikirkannya.”

Mereka bukan benar-benar tuli dan juga tidak benar-benar buta terhadap peringatan yang diberikan kepada mereka. Ini memang tentang Anda, tentang apa yang Anda lakukan, apa yang Anda rencanakan. Dan sekarang Anda tak mampu menghadapinya karena Anda tak ingin berubah.

“Bal yuriidul-insaanu liyafjuro amaamahuu.” (QS. Al-Qiyamah ayat 5)

Manusia ingin langsung menyelam ke dalam sesuatu yang ada di hadapan mereka, godaannya sangat kuat. Dan Al-Qur’an, ini adalah tentang “Ulin-nuhaa,” orang-orang yang menahan Anda.

Mereka yang menahan diri mereka. Anda diingatkan untuk menahan diri lalu Anda menjawab, “Saya tak ingin menahan diri, saya merasa cukup baik.”

“Saya sudah mengatur janjian, tanggal, waktu, dan tempat, lalu sudah membeli tiket dan khutbah ini merusak mood saya. Saya akan pergi makan burger saja dan tak memikirkan apa yang saya dengar dalam khutbah. Lalu pergi ke mana saya seharusnya pergi. Apakah ini sudah terlambat bagi saya?”

Mereka tidak seperti itu. Ini adalah orang-orang yang ketika mendengar peringatan mereka membiarkannya mempengaruhi mereka. Mereka biarkan hal itu mengubah mereka. Itulah yang membuat Anda istimewa bagi Allah.

Kadang-kadang, perubahan yang terjadi di dalam diri Anda, tak dilihat seorang pun. Tak seorang pun tahu perbuatan dosa apa yang sedang Anda tuju, dan tak seorang pun tahu Anda berubah haluan karena mendengar sesuatu dari Allah.

Tak seorang pun tahu itu. Itu antara Anda dan Allah. Dan Allah menganggap Anda sebagai ‘Ibaad” (hamba)Nya karena Anda telah melakukan perubahan itu. Semoga Allah menguatkan setiap kita untuk membuat perubahan-perubahan itu.

10. Mereka yang berdoa untuk memperoleh pasangan dan keturunan yang menyejukkan mata

Sekarang, seraya kita simpulkan, ini sebenarnya yang terakhir. Ini adalah orang-orang yang sekarang tak hanya memikirkan dirinya sendiri tapi juga keluarganya.

“Walladziina yaquuluuna robbanaa hab lanaa min azwaajinaa wa dzurriyyatinaa qurrota a’yun.” (QS. Al-Furqan ayat 74)

Mereka yang berdoa kepada Allah, dengan berkata, Tuhan kami, berikan dari pasangan-pasangan dan anak-anak kami yang disebut dengan penyejuk mata kami, beri kami penyejuk mata kami, yang memiliki dua makna.

Saya lewati saja istilah teknis yang ada dan saya beri Anda pemahaman yang sederhana dari “Qurrota a’yun”.

Pertama artinya, “Ya Allah, semua hal lain menyebabkan saya tertekan, semua hal lain menimbulkan masalah bagi saya, namun ketika saya pulang kepada pasangan dan anak-anak saya. Ya Allah! Jadikan mereka tempat saya menemukan ketenangan. Semua masalah saya lenyap ketika saya memandang pasangan saya. Semua masalah saya lenyap ketika saya bersama dengan anak-anak saya. Ya Allah! Berikan hal itu dalam diri istri dan anak-anak saya. Atau dalam diri suami dan anak-anak saya, untuk kedua pihak.”

Dan kemudian, makna lainnya, “Qurrot” berasal dari “Qorroor”. “Qorroor” berarti mata Anda menatap ke satu tempat saja.

“Ya Allah! Buatlah saya sangat mencintai istri saya, sehingga saya tak mampu mengalihkan pandangan saya darinya. Ya Allah! Buatlah saya sangat mencintai Anak-anak saya dan sangat bahagia dengan mereka sehingga takkan membandingkan mereka dengan yang lain. Saya bahagia dengan apa yang saya miliki. Saya tidak membuat mereka merasa tidak nyaman, saya sahkan mereka. Berkahi saya kemampuan untuk menemukan ‘Qurrota a’yun’ pada pasangan dan anak saya. Beri saya keluarga yang kuat dan jadikan saya senang dengan keluarga saya. Jadikan mereka sumber kedamaian bagi keluarga saya.”

Bagi banyak dari Anda satu-satunya stress adalah istri dan anak-anak.

Dalam doa ini satu-satunya pereda stress seharusnya adalah istri dan anak-anak. Dan Anda harus… Anda tak bisa hanya bermohon kepada Allah sesuatu tanpa mengusahakannya. Karena Allah takkan, menurunkan semacam hujan khusus yang mengguyur keluarga Anda lalu tiba-tiba Anda mencintai istri Anda.

Ini butuh usaha. Butuh usaha untuk memperbaiki hubungan dengan anak-anak Anda. Takkan terjadi dalam semalam. Ini sesuatu yang Anda dan saya harus tanam dahulu. Jadi semoga Allah memberi kita kemampuan tidak hanya untuk berdoa tapi juga menghidupi doa tersebut.

Karena Allah akan bertanya pada kita, bahkan dalam doa yang terkenal itu, “Robbanaaa aatinaa fid-dun-yaa hasanah, wa fil aakhiroti hasanah, wa qinaa ‘adzaaban-naar.” (QS. Al-Baqarah ayat 201)

Doa terkenal bukan? Beri kami yang terbaik di kehidupan ini, yang terbaik di kehidupan berikutnya, lindungi kami dari api neraka, hukuman api neraka. Apa yang dikatakan Allah tepat setelahnya?

“Ulaaa’ika lahum nashiibum mimmaa kasabuu.” (QS. Al-Baqarah ayat 202)

Mereka memperoleh bagian yang sepantasnya. Anda tak bisa hanya berdoa tanpa berusaha, Anda harus memantaskan diri. Anda harus berusaha mendapatkannya.

Jadi ketika Anda meminta Allah untuk memberi kedamaian dalam keluarga Anda. Saat Anda peduli dengan hal itu… Dan ngomong-ngomong, apa artinya suami yang masih keluyuran hingga jam 2, 3 pagi di beberapa toko shisha di London dan tidak pulang ke rumah kepada istrinya?

Karena mereka tidak menemukan ketenangan, istrinya tidak menemukan ketenangan pada mereka, dan mereka tidak menemukan ketenangan pada istrinya.

Ketika mereka berkata, “Tidak teman, saya harus pulang.”

Maka mereka istimewa bagi Allah.

Menghabiskan waktu dengan anak-anak mereka, mata mereka beranjak dari anak-anak mereka. Fakta bahwa mata Anda beranjak dari anak-anak Anda sesungguhnya berarti bahwa Anda benar-benar bersama mereka. Bahwa Anda menghabiskan waktu dengan anak-anak Anda dan menikmatinya, sebenarnya adalah yang membuat Anda istimewa di hadapan Allah.

Orang-orang ini, “Ulaaa’ika yujzaunal-ghurfata bimaa shobaruu.” (QS. Al Furqan ayat 75)

“Dan jadikan kami Imam dari mereka yang Muttaqin, jadikan kami pemimpin dari orang-orang yang taqwa. Beri mereka hidup yang baik sehingga ketika saya berdiri dihadapanmu Ya Allah, amal saya akan meningkat karena orang-orang yang ada dalam keluarga saya.”

11. Mereka yang sabar

Sekarang setelah semua ini, “Ulaaa’ika yujzaunal-ghurfata bimaa shobaruu.” (QS. Al Furqan ayat 75)

Mereka ada orang-orang yang akan diberi istana-istana yang tinggi dan megah karena kesabaran yang telah mereka perlihatkan.

Catat bahwa Allah di sini berkata, karena kesabaran yang telah mereka perlihatkan. Jika Anda kembali kepada daftar ini, mereka yang menahan lidahnya saat orang-orang tak berilmu bicara kepada mereka, mereka rendah hati dan menahan lidahnya, mereka yang tidak menyembah satu pun selain Allah, mereka yang beribadah kepada Allah di tengah malam buta.

Daftar yang baru saja kita bahas, setiap mereka butuh kegigihan, kekuatan dan pegangan, serta komitmen dan disitulah letak kata “Sabr” (sabar). Orang-orang ini akan diberi penghargaan karena komitmen yang sudah mereka perlihatkan. Mereka berkomitmen pada hal ini.

Inilah, “Ulaaa’ika yujzaunal-ghurfata bimaa shobaruu.” (QS. Al Furqan ayat 75)

“Wa yulaqqouna fiihaa tahiyyataw wa salaaman.” (QS. Al-Furqan ayat 75)

Dan mereka akan ditemui di dalam istana-istana di dalam surga itu, mereka ditemui dengan salam dan kedamaian. Allah ‘azza wa jalla akan mengirimkan salam kepada mereka. Allah tidak hanya mencintai mereka, Allah juga memuliakan mereka. Ini adalah orang-orang yang khusus diberi penghargaan oleh Allah.

“Kholidiina fiihaa hasunat mustaqorrow wa muqooman.” (QS. Al-Furqan ayat 76)

Mereka akan berdiam dalam penghormatan yang luar biasa itu dan dalam istana-istana yang luar biasa dan megah. Tempat yang luar biasa untuk singgah atau pun berdiam selamanya.

Jadi Allah ‘azza wa jalla membandingkan tempat ini dengan jahannam bukan?
Jahannam berkata, saya tak ingin ada di sana sebentar atau pun selamanya. Allah berkata rasa surga itu, jika Anda bisa mencobanya sedikit saja Anda akan menginginkannya, apalagi jika berada di sana selamanya.

Semoga Allah ‘azza wa jalla memasukkan kita ke dalam surga selamanya. Jadi ini ayat terakhir dan saya tahu saya sudah melebihkan waktu.

Kita dipilih untuk berdoa kepada Allah

Saya sebenarnya ingin memberi Anda waktu untuk tanya jawab, tapi… Saya butuh sekitar tujuh hingga 8 menit. Ayat terakhir ini cukup dalam. Ini ayat terakhir dari surat ini. Dan ayat terakhir dari seluruh bagian ini. Ayat ini tidak berkaitan dengan daftar yang membuat Anda istimewa tadi.

Ayat ini kembali bicara tentang Quraysh, dan seluruh umat manusia. Dan kepada Nabi dikatakan, bahwa sekarang mereka sudah diberi daftar bagaimana caranya mendekat kepada Tuhan. Sekarang apa masalahnya?

“Qul maa ya’ba’u bikum robbii lau laa du’aaa’ukum fa qod kadzdzabtum fa saufa yakuunu lizaamaan.” (QS. Al-Furqan ayat 77)

Ada beberapa cara untuk meninjau ayat ini, saya bagikan beberapa kepada Anda, Karena keterbatasan waktu, saya takkan membahas masalah bahasa. Saya hanya berbagai implikasi ayat ini dalam bahasa Inggris.

Allah itu, pada satu sisi berkata, apa nilaimu di hadapan Allah? Apa hargamu di hadapan Allah? Apa yang kamu pikirkan saat kamu datang ke hadapan Allah? Nilai apa yang kamu miliki?

Jika bukan karena kenyataannya bahwa sebagai manusia kamu diberi tanggung jawab yang tak pernah diberi kepada yang lainnya, “Du’aaa’ukum”.

Kamu akan senantiasa memanggil Allah. Kamu akan memilih untuk memanggil Allah. Gunung, pohon, burung, mereka tak punya pilihan. Tapi mereka tetap memanggil Allah.

“Wa im min syai’in illaa yusabbihu bihamdihii wa laakil laa tafqohuuna tasbiihahum.” (QS. Al-Isra’ ayat 44)

Kamu! Mengapa kamu tidak berharga di hadapan Allah kecuali untuk satu hal. Kenyataan bahwa kamu dipilih untuk memanggil (berdoa) kepadaNya. Namun kamu telah membuang tanggung jawab tersebut.

“Fa qod kadzdzabtum.” (QS. Al-Furqan ayat 77)

Kamu menganggap undangan untuk memanggilNya itu sebagai dusta?

“Fa saufa yakuunu lizaamaan.” (QS. Al-Furqan ayat 77)

Maka hukuman ini takkan meninggalkanmu. Ini akan menjadi sesuatu yang tak bisa dihindari, itu implikasi pertama.

Adanya mereka yang masih berdoa kepada Allah adalah penyebab mereka yang berdosa masih bertahan

Implikasi berikutnya adalah — Allah mengatakan kepada mereka yang tidak beriman dan mereka yang sudah melakukan semua dosa. Kamu tak berharga di hadapanKu, dan satu-satunya alasan kamu masih bertahan adalah karena masih ada beberapa di antaramu yang masih memanggilKu. Masih ada sebagian kecil orang beriman di muka bumi yang masih beristighfar kepada Allah dan merekalah satu-satunya alasan kamu masih bertahan.

Allah masih memberi kesempatan untuk kembali kepadaNya

Sekarang, implikasi ketiga adalah Allah tak punya — bahkan untuk mereka yang kafir dan muslim yang jauh dari Allah, mereka (lelaki dan wanita) sebaiknya juga mendengarkan ini.

Allah bertanya, nilai apa yang Aku peroleh darimu? Kamu tidak salat, tidak patuh, tidak memilih yang halal, kamu melanggar semuanya tapi dalam keadaan putus asa kamu masih memanggilKu, maka setidaknya Aku masih menilai itu darimu. Aku masih memberimu kesempatan, “Lau laa du’aaa’ukum.” (QS. Al-Furqan ayat 77)

Namun secara umum kamu masih menganggap semuanya tak berharga, kamu tidak mengakui semua yang sudah Aku berikan padamu dan apa yang Kusuruh untuk kamu kerjakan sebenarnya bernilai bagimu.

Kamu anggap semua itu tak berguna, hanya suatu kebohongan. Sebaiknya kamu segera merubah jalanmu karena segera ini akan menjadi hukuman yang melekat. Allah tidak berkata kamu akan di hukum. Dia berkata, kamu akan segera di hukum, segera kamu takkan bisa lolos darinya. Artinya saat ini kamu masih punya kesempatan, berbaliklah.

Allah memuliakan kita dengan Al-Qur‘an

Lalu sebuah implikasi, apa yang membuat kamu kaum Quraysh bernilai? Jika tidak karena Allah sudah memanggilmu dalam Al-Qur’an. Allah telah memuliakanmu dengan buku ini. Dan sebagai kelanjutannya Allah sudah memuliakan Anda dan saya dengan Al-Qur’an ini.

Namun Anda singkirkan semua itu? Anda tak peduli dengan buku ini? Pesan yang diberikan Allah kepada Anda? Sebaiknya Anda segera kembali dan memahami nilai mengapa Allah memilih untuk bicara kepada Anda.

Allah tidak ingin menghukum

Implikasi terakhir adalah bahwa Allah ‘azza wa jalla tak ingin menghukum Anda. “Maa ya’ba’u bikum,” implikasi lain secara bahasa adalah bahwa Allah tidak tertarik untuk menghukum Anda.

Dia tidak punya keinginan dan niat untuk menghukum Anda kecuali karena kejahatan yang telah Anda lakukan dengan memanggil seseorang selain Allah sangatlah besar, dan itu perlu dihukum. Dengan kata lain Allah menghukum Anda meski Dia tak ingin melakukannya.

“Maa yaf’alulloohi bi’adzaabikum.” (QS. An Nisa ayat 147)

Allah tidak dapat apa-apa dari menghukum kamu. Apa yang akan diperoleh Allah dari menghukum Anda? Allah mengatakan di sini, Aku tidak ingin menghukummu, tapi kejahatanmu terlalu besar. Dan itu segera akan menjadi permanen, saat ini kejahatan itu masih temporal jadi kamu bisa menghapusnya.

Jadi silahkan kembali, kembali kepada Allah. Setelah memberi kita semua kesempatan ini untuk tak hanya kembali kepadaNya namun juga sangat dekat denganNya, akhirnya Dia berkata, mengapa kamu ingin dihukum? Aku tak ingin menghukummu. Kembalilah.

Semoga Allah ‘azza wa jalla menolong kita memahami hal ini di hati kita dan menjadikan kita bagian dari mereka, karena siapa saja orang di sekitar Anda yang berada dalam dosa, orang di sekitar Anda yang tidak taat kepada Allah, hati mereka juga dilembutkan dan mereka juga kembali menuju Allah ‘azza wa jalla.

Barokalloohu lii wa lakum wa fil qur’aanil hakiim wa nafa’nii wa iyyakum bil ayaati wa dzikril hakiim. Wassalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

Sesi Tanya Jawab:

Institusi pernikahan dalam Islam

Baiklah saya mulai dengan pertanyaan yang paling menarik. Cara apa yang halal untuk mendekati seorang gadis yang kita sukai? Meski itu pertanyaan nomor 12, saya kira —

Ini sebenarnya lebih rumit, kita telah membuatnya lebih rumit daripada para sahabat. Para sahabat adalah orang-orang sederhana yang dari masyarakat yang berjiwa pemberontak. Di mana lelaki dan wanita melakukan berbagai hal dan tak seorang pun peduli, kemudian Islam datang.

Di sini saya ingin memberi Anda sedikit latar belakang. Di Madinah di mana para sahabat bermigrasi, kaum Muhajirun dalam kondisi bangkrut, bukan? Mereka meninggalkan segalanya. Dan Madinah saat itu adalah tempat yang buruk, saat ini memang sudah menjadi Madinah Al-Munawwarah. Dahulu Madinah seperti Las Vegas, sangat buruk. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pergi ke sana Madinah bukanlah tempat yang baik.

Baiklah, Anda harus paham bahwa masyarakatnya sungguh buruk. Sebagai contoh, industri yang paling lazim di Madinah saat itu adalah prostitusi. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pindah ke sana, Dan wanita-wanita tuna susila di rumah-rumah hiburan, mereka biasanya memiliki bendera penanda di luar rumahnya. Bahwa ini adalah tempat di mana Anda bisa berkunjung untuk maksud tersebut.

Lalu seorang sahabat datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Ya Rasulullah, ada seorang wanita…” — karena lelaki ini tak menghasilkan uang, dia seorang muhajir —

“Ada seorang wanita, dia menghasilkan cukup uang, saya ingin menikahinya.”

“Apa yang dia kerjakan?”

“Dia bekerja di …” — Anda paham yang saya maksudkan. Saya takkan menyebutkannya.

Mengapa saya bicarakan hal ini? Karena saat itu para sahabat bahkan belum tahu tentang hal-hal buruk. Mereka juga belajar, bukan? Mereka tidak langsung berubah jadi malaikat dalam semalam. Mereka juga berkembang.

Jadi lelaki ini bahkan tidak berpikir begitu — dan bayangkan Anda datang kepada Rasulullah lalu menanyakan hal ini. Bisakah Anda bayangkan seseorang datang kepada seorang Imam hari ini lalu berkata, “Hai, jadi saya berkeinginan untuk …”

Jenazah berikutnya mungkin adalah syekh (Imam) ini…

Lalu ayat turun; tidak, kamu tidak boleh menikahi wanita seperti itu di Surat An-Nur. Jadi wahyu datang untuk mengajarkan sahabat dan orang beriman, perhatikan — mereka bukan orang-orang yang bisa kamu nikahi, mereka semua, jangan bercampur dengan mereka.

Sebagaimana Ibn Ashur rahimahullah berkata dalam tafsirnya bahwa ayat ini mengacu kepada pelaku prostitusi profesional. Seorang bukan pezina takkan menikahi seorang pezina sebenarnya mengacu kepada mereka ini, karena pertanyaan diajukan.

Saya ingin mengangkat hal ini karena Anda mungkin berpikir bahwa, jika seorang sahabat melihat seorang wanita dari jarak satu mil, dia akan berbelok ke arah lain dan beristighfar semalaman. Tidak, bukan seperti itu.

Mereka berinteraksi satu sama lain, bicara dengan satu sama lain, bekerja dengan satu sama lain, mereka merupakan rekan usaha. Semua jenis interaksi terjadi di antara lelaki dan wanita namun dengan prinsip bahwa itu terhormat, bahwa itu mulia.

Ketika seorang sahabat — ketika seseorang menyukai orang lain, apa yang mereka lakukan? Ini bagian yang astaghfirullah. Ini yang mereka lakukan.

“Hai, aku suka padamu, mau menikah denganku?”

Dan wanita itu menjawab, “Mungkin, bicaralah pada ayahku.”

Lelaki itu menjawab, “Oke.”

Kemudian dia datang kepada ayahnya dan berkata, “Hai, aku suka dengan putrimu dan dia — saya sudah bicara padanya, dia tidak seratus persen menolak ide ini. Bagaimana, oke?”

Ayahnya menjawab, “Saya bicarakan dulu dengan putri saya.”

Bagaimana yang terjadi sekarang di London. Anda mendekati seorang gadis dengan cara terhormat, sudah menjadi rekan kerja selama tiga tahun, “Maukan kamu menikah denganku?”

Dan dia menjawab — Ooooh.

Mungkin dia berkata, “Jangan bicara dengan ayahku, nanti aku dibunuhnya.”

Karena jika kamu bicara pada ayahku, dia akan berkata, “Jadi ini sebabnya kamu bekerja?”

“Apakah karena ini aku kirim kamu ke universitas?”

– Anda para ayah – saya punya empat putri. (Masya allah). Dengarkan Anda para ayah yang memiliki anak perempuan. Anda kirim putri Anda ke kampus. Anda bawa putri Anda ke negeri ini. Anda buat mereka hidup di sini. Anda keluarkan mereka dari masyarakat. Anda yang membuat keputusan itu.

Dan ketika seseorang — muslim menyukai mereka, itu adalah hal yang baik. Bagaimana mereka bisa menikah jika terus diam di rumah? Siapa yang akan menyukai mereka? Jadi jika seseorang mendekati mereka dengan cara terhormat.

Anda tidak boleh berkata, “Oh, Tuhanku, waktunya sudah tiba, astaghfirullah.”

(Bicara dalam bahasa Urdu).

Sungguh suatu penghinaan, sekarang kami harus membawamu kembali ke Bangladesh dan menyembunyikanmu di sebuah desa karena seorang lelaki suka padamu, astaghfirullah. Lalu ada — Seseorang berkata, “Ruqyah dia dan…”

Tenanglah! Tidak apa-apa. Seseorang menyukai putrimu, itu bagus. Sekarang pergi dan selidikilah. Ini bukan masalah.

Satu-satunya hal yang disebutkan dalam Al-Qur’an adalah — Pendekatan yang dilakukan Musa ‘alaihissalam di Madyan. Dia sendirian, Musa sedang sendirian. Dan kedua gadis itu juga sendirian bekerja di luar rumah.

Dan dia mendatangi mereka dan menolong mereka, dan salah satu gadis itu berkata, “Dia baik.”

Dan si gadis datang pada ayahnya dan mengusulkan untuk menyewa Musa, yang arti sebenarnya adalah, “Ayolah ayah…”

Dan yang terjadi adalah si gadis menyukai si pemuda. Itulah sebenarnya yang terjadi pada kisah Musa. Musa tidak melamar, tapi si gadislah yang melamar. Dan ayahnya tidak bisa melamar kecuali dengan persetujuan putrinya.

Jadi tidak masalah bagi Anda para gadis untuk berkata, “Ayah, ada seorang pemuda, brother ini di MSA (Muslim Student Association). Dia mengisi halaqah hari Kamis. Dia sangat hebat, ayah harus datang melihatnya.”

Putri Anda sedang mengatakan sesuatu kepada Anda. Tidak apa-apa, pergilah menghadiri halaqah. Tidak apa-apa, selidikilah. Jangan buat menjadi rumit. Tak ada yang tidak terhormat dari hal itu.

Jangan pergi kencan dengan seorang gadis. Dan jangan pahami sebagai, Ustadz Nouman memberi khutbah, saya akan membawanya makan malam. Tidak, tidak. Bukan begitu juga. Apakah Anda bisa melakukan interaksi terhormat dengan seseorang yang ingin Anda nikahi? Tentu saja. Tentu saja, tak ada yang salah dengan hal itu.

Bolehkah menggunakan waktu untuk memahami kesukaan dan ketidaksukaan masing-masing? Ya, itu bagus. Pendekatan yang terhormat itu baik. Dengan pengawasan orang tua, dengan cara yang terhormat, tidak ada masalah.

Wanita berhak menolak pernikahan

Jadi yang terjadi adalah, kita memiliki dua ekstrem. Ada yang konservatifnya melebihi para sahabat, dan ada yang sangat liberal melebihi kaum Liberal. Oke? Dan Islam berada tepat ditengahnya, Islam adalah jalan yang wajar. Cara yang sangat wajar, oke?

Jadi saya menganggap sangat penting untuk memberitahukan hal ini kepada keluarga-keluarga dan pada diri Anda sendiri. Bicaralah kepada putri-putri Anda, tanyakan apakah mereka menyukai seseorang.

Jangan buat sebuah — antara ayah dan putrinya seharusnya ada komunikasi yang terbuka. Mereka seharusnya tidak takut untuk mengatakan kepada Anda bahwa mereka tertarik kepada seseorang. Jangan paksa mereka menikahi seseorang yang tidak mereka inginkan.

Jangan paksa putri Anda dan katakan kepada mereka, “Jika kamu tidak menikahi yang ini, siapa yang akan menikahimu nanti?”

“Dan kamu harus — kami sudah mengatakan iya kepada mereka.”

“Jangan permalukan keluarga kita dengan mengatakan tidak.”

Pernikahan seperti ini adalah haram. Saya katakan lagi, pernikahan seperti ini haram. Anda tidak boleh memaksa putri Anda secara emosional dan fisik untuk menikah di bawah tekanan keluarga. Itu bathil.

Dan itu pernah terjadi pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganggap pernikahan itu batil. Pernikahan itu tidak sah, hingga si gadis secara tulus menyukai si pemuda dan mengatakan sendiri, “Ya, saya ingin menikahinya.”

Tak ada paksaan dari ayah dan ibunya, tak ada paksaan dari seorang pun. Dia menyukainya. Dan meski pada hari pernikahan dia berkata, “Ibu saya tidak ingin melaksanakan pernikahan ini.”

Sang Ibu tidak boleh berkata, “Terlambat nak, terlambat.”

“Kita sudah kedatangan tamu… mereka semua… mereka akan…”

Tidak, jika si gadis mengatakan, “Saya tak ingin melakukan hal ini,” maka, tidak, hentikan.

Allah memberinya hak itu, Anda tidak bisa mengambil haknya. Jika Anda melakukannya, Anda telah menguburnya hidup-hidup. Ini cara baru untuk mengubur wanita hidup-hidup.

Dahulu, mereka biasanya menguburkan bayi perempuan hidup-hidup. Sekarang mereka menguburkannya hidup-hidup di hari pernikahan. Inilah yang kita lakukan. Ini harus dihentikan.

Pernikahan beda suku bangsa tidak masalah

Biarkan mereka menikahi siapa yang mereka inginkan, jika mereka seorang muslim yang terhormat. Dan karena sekarang Anda hidup dalam masyarakat yang berbeda, Anda takkan menemukan seseorang dari desa yang sama lagi, itu bukan masalah. Tidak masalah, seorang Bangladesh bisa menikahi seorang Suriah, tidak masalah.

Saya tahu. Tidak masalah untuk orang Suriah juga, ya… Anda orang-orang Suriah, Turki, Somalia — astaghfirullah Somalia, ya Somalia, tidak masalah.

Anda tahu Musa ‘alaihissalam adalah seorang Arab. Musa adalah seorang Arab. Sebenarnya tidak, dia orang Israel dan dia menikahi seorang Arab. Dia menikah di Madyan, bukan?

Begitu banyak orang Arab berkata, “Kami hanya menikah dengan sesama Arab.”

Benarkah? Musa ‘alaihissalam sebenarnya dari Israel. Bagaimana dengan itu? Tidak masalah, semua oke.

Jadi sekarang waktunya, masa yang aneh di mana kita hidup. Dan sebenarnya satu-satunya hal yang bisa menyelamatkan kita adalah prinsip dasar agama kita. Dan membuat jalan menuju pernikahan mudah, sebenarnya adalah salah satu perang terbesar melawan setan.

Jika kita membuat jalan menuju pernikahan sulit, jika ada yang berumur 28, 30, 35.

Saya takkan membahas pertanyaan lain, lupakan saja, mari kita bahas yang ini saja…

Apa yang akan kita lakukan — kita memiliki seorang anak lelaki lajang berumur 35 tahun. Bagaimana menurut Anda, dia melakukan tahajud selama 35 tahun? Di planet mana Anda tinggal? Mereka takkan melakukan sesuatu yang haram? Tak ada pikiran jahat muncul di kepalanya? Apa mereka tidak ke kampus, tidak bekerja?

28-29 tahun belum menikah? Ini gila. Ini sungguh konyol. Ini tak bisa diterima, tidak bisa diterima.

Pernikahan berdasarkan urutan umur tidak syar‘i

Dan kita buat standar yang tidak ada dalam agama kita dan tidak masuk akal. Anda punya tiga putri, empat putri. Seseorang melamar putri bungsu Anda. Sedangkan tidak ada lamaran yang datang kepada putri tertua Anda.

“Tidak, tidak, tidak, harus sesuai urutan.”

Siapa bilang harus sesuai urutan? Syariah yang mana?

Jika ada berkah yang baik datang ke rumah Anda, untuk umur berapa saja, apakah akan Anda tolak? Apa yang akan dikatakan orang? Apa yang akan dikatakan Allah ketika Anda harus menjelaskan perbuatan Anda kepadaNya dan berkata, “Saya halangi putri saya dari pernikahan yang baik karena tidak berdasarkan urutan.”

Apa yang akan Anda katakan kepada Allah, coba jelaskan pada saya. Apa yang akan Anda lakukan? Konyol. Omong kosong ini harus dihentikan. Pernikahan harus dibuat mudah.

Mahar dan tradisi hadiah

Dan di pihak pria yang dipengaruhi tradisi Hindu berkata, “Pria adalah hadiah. Jadi pihak wanita harus memberinya hadiah.”

Islam datang dan berkata, lelaki harus memberi apa? Mahar. Pria harus memberi hadiah. Wanitalah yang merupakan hadiah bagi keluarga pria. Dan sekarang kita lakukan ini di Pakistan, India, Bangladesh, Asia Tenggara…

Tidak, tidak, tidak. Kita tak ingin “jahez” (mas kawin). Kita tak ingin hadiah dari pihak wanita. Tapi harus ada sesuatu, setidaknya kulkas…

Itu — itu adalah kebalikan dari apa yang diperintahkan Allah. Itu adalah kebalikan dari apa yang diperintahkan Allah. Anda tak hanya tidak patuh kepada Allah, Anda bahkan memutarbalikkan apa yang sudah dikatakan Allah.

Meminta “jahez” agar diberikan karena Anda berada di pihak pria? Itu sungguh jauh di atas haram, saya bahkan tak tahu itu masuk kategori apa. Setan memberi Anda lima bintang untuk itu. Jangan jatuh ke dalam kategori ini. Jangan beri menantu perempuan Anda hadiah hanya untuk memintanya kembali.

Saat ini itulah yang terjadi. Mereka memberinya perhiasan pada saat pernikahan, “Tidak, itu hanya untuk berfoto.”

Benarkah? Allah ‘azza wa jalla menggambarkan hal ini.

“Laa ta’khudzuu min-hu syai’an a ta’khudzuunahuu buhtaanaw wa itsmam mubiinan.” (QS. An Nisa ayat 20)

Jangan ambil kembali satu pun dari apa yang telah Anda berikan kepada pasangan Anda. Apakah Anda bersedia menerima tuduhan berat terhadap diri Anda? Dan menerima dosa yang sangat jelas atas diri Anda? Saat Anda setuju dengan sebuah mahar — Anda tahu saat ini trendnya adalah, mereka tidak membahas mahar hingga hari pernikahan tiba atau pada menit pernikahan.

Sebelumnya saat masalah mahar disinggung mereka berkata, “Ah ini kan antara keluarga, tidak masalah, akan kita bicarakan, tidak apa-apa.”

Dan ketika waktunya tiba, pihak wanita mengatakan, “Lima puluh ribu (pound).”

Dan mereka bagai — seorang lelaki di pihak pria yang sedang makan biryani, biryaninya terhenti di piring.

“Lima puluh ribu (pound)?”

Dan pamannya berbisik, “Tak masalah, tak seorang pun membayarnya.”

Jika Anda tak punya niat membayar mahar, nikah Anda tidak sah. Jika Anda punya niat untuk meminta istri Anda untuk membatalkan mahar, Anda telah berbuat dosa yang besar, Anda bahkan tak boleh meminta diskon.

Anda tidak boleh, Anda dilarang melakukannya. Anda tidak bisa, dan Anda tidak boleh memberinya kapan saja Anda mau. Dialah (istri Anda) yang memutuskan kapan akan diberikan. Itu hak dia. Itulah yang mengesahkan pernikahan.

Jangan menyetujui mahar yang tak mampu Anda berikan. Jangan menyetujui mahar yang Anda tidak berniat membayarnya. Jangan menyetujui mahar yang Anda niatkan untuk minta pembatalan.

“Oh jika kamu mencintaiku kamu sebaiknya membatalkannya. Mengapa uang menjadi bukti cintaku padamu?”

Karena itu adalah mahar. Dan karena Anda tak bisa menggunakan bahasa semacam itu.

“Fa in thibna lakum ‘an syai’in.” (QS. An Nisa ayat 4)

Jika mereka (istri Anda) dengan keinginan sendiri, karena kebaikan hati mereka memutuskan memberi Anda sebagian dari mahar itu. Umpamanya Anda memberi seribuan sebulan kepadanya sebagai mahar, lalu dia berkata, “Ini aku beri dua pound belilah es krim.”

Itu terserah padanya. Jika dia ingin melakukannya bisa saja, tapi Anda tidak boleh meminta padanya, itu bukan uang Anda. Itu bukan uang Anda.

Mengapa saya menekankan hal-hal semacam ini? Hal-hal semacam ini telah kita masukkan ke dalam adat pernikahan, membuat pernikahan menjadi sulit. Ketika Anda membuat pernikahan menjadi sulit, pintu menuju zina terbuka lebar, pintu menuju kerusakan terbuka lebar. Tidak wajar jika pemuda/pemudi umur 18, 19-20 tahun yang akan kuliah dan berada di kampus selama 5-6 tahun tidak akan menumbuhkan rasa kasih sayang.

Dan bagi mereka untuk begitu saja menikahi seorang sepupu di Lahore (Pakistan). Itu takkan terjadi, dan jika itu terjadi maka itu adalah bentuk penindasan. Karena dia (wanita) secara emosional tertambat kepada orang lain dan tak ada seorang pria pun yang ingin bersama seorang wanita yang hatinya tertambat pada pria lain dan sebaliknya. Itu penindasan.

Terkadang Anda menolak sebuah pernikahan hanya karena bukan Anda yang menikah. Itu bukan masalah Anda. Si pemuda berkata, “Saya suka gadis itu.”

“Tidak, kamu tak berhak memilih, kamu akan menikah dengan pilihan kami.”

“Mengapa? Siapa yang mengatakan demikian? Itu salah, saya tidak suka. Saya tidak suka gadis itu.”

Itu bukan masalah Anda. Itu masalah dia (si pemuda), dia sudah dewasa sekarang, biarkan dia membuat kesalahan itu. Meskipun itu kesalahan yang sangat besar, biarkan saja.

Allah beri pemuda dan pemudi itu hal untuk memilih yang mereka inginkan. Orang tua bisa memberi nasihat, benar, tapi jika Anda mencoba mengontrol apa yang dilakukan anak Anda, maka ini hanya akan menuju bencana. Ini hanya akan menuju bencana.

Saya takkan memberi SIM kepada anak umur 12 atau 14 tahun. Ustadz Nouman berkata saya bisa menikahi siapa saja yang saya mau, tidak. Saya bicara tentang orang dewasa.

Maksud saya, saya sudah bertemu dengan wanita berumur 25-26 tahun yang memiliki karir yang baik, apoteker, dokter, sebut saja. Mereka menyukai seseorang dan ingin menikahinya, keluarganya menolak. Ini sepenuhnya “Zulm” (zalim), tak ada lagi yang bisa menggambarkannya. Ini “Zulm” (zalim).

Jika seorang wanita berkata dia ingin menikahi seseorang dan pria itu muslim, tak ada alasan bagi Anda untuk menghentikannya. Anda tak berhak menghentikannya. Salah jika Anda melakukannya. Anda menyalahgunakan hak yang Allah berikan pada Anda. Anda menyalahgunakannya. Ini seharusnya tidak terjadi.

Nasehat bagi pemuda

Dan bagi para pemuda, sedikit nasihat terakhir bagi para pemuda — jadilah seorang pria. Carilah uang, jadilah orang yang bermartabat, jangan tawarkan kurma sebagai mahar.

Para sahabat biasanya begitu — Apakah Anda salah seorang dari sahabat? Apa yang lain yang bisa Anda beri sebagai mahar selain kit-kat (coklat) — Tidak. Bermartabatlah. Cari rezeki yang baik bagi diri Anda sendiri.

Jangan berkata, “Saya suka padanya. Saya tak punya pekerjaan. Saya tak paham, keluarganya cuma tertarik kepada dunia.”

Ya, karena itulah kita punya mahar. Hanya tertarik kepada dunia? Anda juga harus memperhatikan dunia.

“Wa laa tansa nashiibaka minad-dun-yaa.” (QS. Al-Qasas ayat 77)

Itu di dalam Al-Qur’an. Jangan lupa bagian yang Anda miliki dalam hidup ini. Itu juga keputusan duniawi, tidak hanya keputusan spiritual.

“Bagaimana seseorang bisa memenuhi kebutuhan putri saya? Di mana putri saya akan tinggal? Apakah dia akan hidup layak?”

Ini pertanyaan yang terhormat, ini pertanyaan yang wajar.

Jadi kita harus menganggap hal ini sangat serius dalam masyarakat kita. Dan jika menyangkut urusan pernikahan, Hari ini saya tidak membahas apa yang terjadi setelah pernikahan karena ada setumpuk “Zulm” (kezaliman) yang kita lakukan setelah pernikahan.

Itu kita bahas lain kali, lain kali saya akan mengomeli Anda lagi.

Bersyahadat karena menikah; Allah yang berhak menilainya

Sekarang, mari kita memperbaiki institusi pernikahan itu dulu. Mari kita buat pernikahan itu mudah bagi para pemuda. Khususnya mereka yang sudah siap dan mampu.

“Manistathoo’a minkumul baa’ata fal yatazawwajuu.” (Hadits Mutaffaqun ‘Alaihi)

Barang siapa yang mampu biarkan mereka menikah.

Jika kemampuan ada, tak boleh ada halangan lain. Dan bagi Anda yang — merasa ini kontroversial, tidak masalah. Saya segera pergi dari sini, jadi Anda hadapi saja, Anda bisa berikan tanggapan buruk bagi saya secara online.

Jika putra Anda ingin menikahi seorang yang baru saja mengucapkan syahadat kemarin. Atau seorang gadis ingin menikahi seorang pemuda yang baru masuk Islam seminggu yang lalu atau semacamnya.

Lalu Anda berkata, “Dia menjadi muslim hanya karena ingin menikahi gadis itu. Apakah syahadatnya sungguh-sungguh?”

Siapa yang menilai kemurnian sebuah syahadat? Siapa yang memutuskan? Allah.

Bisakah Anda mengetahui penyebab terjadinya sesuatu? Ketika Usamah — cerita yang terkenal tentang Usamah muncul, bahwa dia ingin membunuh seseorang di sebuah perang.

Di sebuah perang dia akan membunuh seseorang, pria ini sudah terjatuh, dia kehilangan pedangnya dan Usama akan menghabisinya, dan dia berkata, “Asyhadu an laa ‘ilaaha ‘illallaah wa asyhadu anna muhammadar rasuulullaah.”

Dia mengucapkan syahadat dan menjadi muslim. Apakah dia menjadi muslim karena ketika dia jatuh, kepalanya terantuk dengan keras lalu tiba-tiba Islam menjadi masuk akal baginya?

Dia bagai, “Tunggu sebentar, kita berhenti dulu dan — saya siap menjadi muslim sekarang.”

Jelas saja dia mengucapkan syahadat karena tahu muslim tidak membunuh sesama muslim. Dia mengambil kesempatan karena dia kalah. Jika dia yang di atas angin, dia takkan mengucapkan syahadat bukan? Jadi dia berada di bawah dan diucapkannya syahadat.

Dan Usamah memahami itu dan berkata, “Yang benar saja.”

Dia membunuhnya.

Ketika hal itu terjadi, kabarnya sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bukankah itu jelas, layaknya 1000% pria ini mengucapkan syahadat untuk alasan yang salah? Tentunya jelas, jika ada orang lain yang melihatnya.

Nabi berkata, “Apa yang akan kamu lakukan jika ‘laa ‘ilaaha ‘illallaah’ datang kepadamu di Hari Kiamat?”

Itu yang dikatakan Nabi. Bahwa syahadat akan mengeluh di Hari Kiamat, “Saya tidak dihormati.”

Dan itu adalah kasus yang paling jelas, ketika seseorang sudah mengucapkan syahadat. Siapa Anda berani meragukannya alasan mereka? Itu antara mereka dan Allah. Itu tidak masalah.

Bahkan kenyataannya di antara para sahabat ketika ada yang berkata, “Saya ingin menikahimu.”

Wanita ini seorang muslim dan si pria adalah non-muslim.

Si wanita berkata, “Kamu bukan muslim.”

Si pria menjawab, “Oke, saya akan masuk Islam.”

Si wanita berkata, “Baiklah, saya setuju.”

Dan ketika kamu sudah muslim, kita bisa menikah, selesai.

Lalu Anda berkomentar, “Astaghfirullah, dia mengucapkan syahadat karena seorang wanita.”

Ya, tapi Nabi tidak ada masalah dengan hal ini, mengapa Anda mempermasalahkannya? Jika sunnah saja tidak mempermasalahkan, apakah Anda lebih sunni daripada sunnah?

Jadi yang harus Anda lakukan sekarang, apa yang harus Anda dan saya lakukan adalah memahami bahwa kita berada dalam situasi yang sungguh menantang. Dan anak-anak kita terpapar jenis haram yang terburuk bukan hal baru lagi.

Mereka bisa diakses, mereka mudah jatuh kedalamnya. Dan dalam lingkungan demikian, ketika kesempatan untuk nikah ada, sudilah Anda — Adalah kejahatan yang besar bagi kita untuk menyangkal kesempatan itu.

Nasihat diberikan orang tua, keputusan di tangan anak

Pertimbangan itu pasti dibutuhkan, beri anak Anda nasihat.

“Saya kira ini pernikahan yang buruk karena alasan berikut ini… tapi keputusan ada di tanganmu. Keputusan ada di tanganmu.”

Anda harus memberikan nasehat yang tulus, “Ad-dinu nashiihah,” (Agama itu nasihat) Anda harus menasihati.

Tapi pada akhirnya mereka harus memutuskan sendiri. Dan jika itu adalah keputusan yang buruk, biarkan saja. Tidak mengapa. Kesalahan itu tanggung jawab mereka. Itu adalah kesalahan yang masih lebih baik daripada kesalahan yang akan mereka buat di luar pernikahan, Anda paham bukan?

Dan kadang Anda tak mau tahu tentang itu, dan berkata pada diri sendiri, “Tidak, tidak, putra saya, putri saya, mereka takkan melakukannya…”

Benarkah? Benarkah? Karena Anda berasal dari keluarga malaikat? Putra dan putri Anda tidak punya hormon? Mereka tidak punya perasaan? Mereka tidak merasakan cinta? Mereka tidak punya obsesi? Mereka tidak akan tergoda? Mereka akan mengalami semuanya.

Jangan terpedaya dan berpikir bahwa anak Anda — “Dia putra yang baik, dia salat.”

Apa yang bisa dilakukan salat?

Anda mengatakan, “Innash-sholaata tan-haa ‘anil fah-syaaa’i wal-munkar.” (QS. Al-Ankabut ayat 45)

Itu manjur hingga batas tertentu. Namun Allah menciptakan kita dengan sebuah fitrah, Anda menyangkal fitrah itu. Saya tahu saya sudah mulai mengomel, tapi saya merasa harus melakukannya.

Semoga Allah ‘azza wa jalla menjadikan pernikahan mudah dalam komunitas kita dan memberkahi pernikahan yang terjadi. Semoga Allah ‘azza wa jalla memberi para suami karakter yang kuat dan pengertian untuk menjadi suami yang baik dan para istri, diberi komitmen, kesetiaan dan pengertian untuk menjadi istri yang baik. Sehingga akan muncul keluarga-keluarga hebat.

Barokalloohu lii wa lakum. Ini akhir dari sesi tanya jawab. Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

English Transcript: https://islamsubtitle.wordpress.com/2017/12/06/quranic-healing-for-the-heart

One thought on “[Transkrip Indonesia] Pengobatan Qurani Bagi Hati – Nouman Ali Khan

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s