[Edisi SSS – Sharing Santai tapi Serius]
Judul: Cult vs Community
Sumber video: Kajian Ust. Nouman Ali Khan
Link:
Pengisi Kulwap: Kang Irfan (24 Mei 2017)
Assalamu’alaykum wa rahmatullahi wa barakatuhu
Ba’da tahmid wa shalawat
Saya akan membahas topik cult and community. Cult di sini saya belum menemukan terjemahan yang pas. mungkin bisa sekte tapi saya biarkan saja dengan cult, sedangkan community diterjemahkan jadi komunitas.
Perbedaan Cult Dan Komunitas
Jaman dulu cult bermakna ibadah/penyembahan. Jaman sekarang cult bermakna orang yang memisahkan diri lalu melakukan hal-hal yang aneh-aneh seperti menyembah setan. Kesamaan cult dengan komunitas adalah sama-sama sekelompok orang yang berkumpul bersama.
Pertama
Cult memandang mereka adalah lawan bagi seluruh dunia. Mereka memandang selain mereka memerangi mereka bisa secara fisik atau secara ideologi. Mereka adalah kelompok tertutup yang antagonistik dan agresif.
Komunitas selalu membuka pintu mereka, mereka juga ingin belajar pada komunitas yang lain. Menerima, menyambut, bekerja sama, berbisnis dan membuat perjanjian dengan komunitas yang lain.
Kedua
Cult menginginkan keseragaman. Harus kelihatan sama, obrolan yang sama, dan bersikap yang sama. Kalau ada sedikit saja perbedaan akan langsung dihardik bahkan dikeluarkan jika tidak mengikuti detil-detil aturan cult.
Sebaliknya pada komunitas ada keragaman, pakaian yang beragam, obrolan yang beragam, kebiasaan yang beragam. Tidak ada masalah dengan berbagai keragaman tersebut.
Ketiga
Agar orang bertahan berada pada cult adalah dengan menakut-nakuti mereka, membuat mereka merasa bersalah dan malu, merasa bersalah karena tidak cukup baik untuk berada di dalam cult. Atau menanamkan rasa kebencian kepada yang lain. Karena itu mereka secara rutin melaknat kelompok lain. Cult berkembang dengan emosi negatif.
Pada komunitas, bila ada orang yang melakukan kesalahan, yang dilakukan adalah membantunya bukan membuatnya malu. Kalau saya bersalah akan ada saudara saya yang mengingatkan dan menolong. Dalam komunitas yang ada adalah saling menyemangati. Anggota komunitas saling percaya satu sama lainnya.
Keempat
Dalam cult tidak boleh ada pertanyaan. Mengapa kita melakukan ini dan itu. Bertanya justru akan membuat kita dikeluarkan dari cult. Yang harus dilakukan adalah diam dan ikut saja jika ingin tetap ada di dalam cult.
Dalam komunitas pertanyaan adalah sesuatu yang dihargai. Kalau tidak mengerti silakan bertanya. Kita tidak akan dapat masalah hanya karena bertanya. Kita bisa ngobrol dan berbagi ide. Ada ruang untuk saling memahami, saling bertanya, saling memberi saran. Tidak akan ada orang yang dibuat merasa bersalah hanya karena tidak mengerti sesuatu.
Kelima
Cult membangun suatu kebiasaan tertentu. Mereka membentuk suatu praktek-praktek tertentu yang dilakukan secara rutin tetapi mereka tidak mengerti mengapa mereka melakukannya. Begini kita melakukannya dari dulu dan kita akan terus melakukan seperti dahulu. Kalau ada orang yang mempertanyakan atau sekedar memberikan saran bagi perbaikan, tidak hanya akan dikeluarkan tapi juga akan dilabeli dan dimusuhi.
Pada komunitas, ada syura terbuka. Jika ada orang yang memberikan masukan perbaikan, komunitas bisa dengan legowo menerima saran tersebut.
Mentalitas Cult
Dalam berbagai kelompok, orang-orang sering berpikir bahwa mereka adalah komunitas. Padahal kenyataannya mereka adalah cult. Kadang-kadang ada cult dalam dalam suatu komunitas besar. Mereka nge-geng dan agresif terhadap yang lain. Hanya mereka yang benar selainnya itu salah.
Dalam sejarah islam ada keragaman dalam madzhab fiqih, malaysia misalnya syafii, india itu hanafi, dll. Ada yang berpikir bahwa madzabnya adalah segalanya. Mereka melihat orang dari madzhab yang lain dengan pikiran apa mereka muslim beneran atau bukan. Ini adalah cara berpikir cult, bukan komunitas.
Cult berkembang secara negatif. Ketika melihat komunitas berkembang, keragaman berkembang, mereka akan merasa terancam karena mereka menginginkan orang lain seperti mereka dan seragam. Pada saat itu mereka akan mulai melakukan serangan.
Cult ini tidak hanya dalam urusan agama. Dalam lingkungan sosial pun mentalitas cult ini muncul. Jika dalam suatu keluarga semuanya sudah punya rumah kecuali seorang yang masing ngontrak, yang masih ngontrak ini merasa tersisihkan dan mulai berpikir untuk ambil kpr. Ketika bulan puasa, orang tersebut akan merasa malu untuk mengundang buka bersama karena khawatir dengan tatapan mata orang-orang.
“Baiklah, hanya dua kamar?” Ini adalah salah satu cara cult membuat malu seseorang. Secara tidak sadar memaksa orang tersebut mengambil kpr yang tidak ia sanggupi. Orang tersebut akan merasa tertekan karena tidak ingin terpisah dari kelompoknya hanya karena ia sendirian yang masih mengontrak. Padahal setiap keluarga itu punya cerita masing-masing.
Dalam pekerjaan juga ada yang seperti itu. Teman-teman sepekerjaan punya jam senang-senang yang kalau kita tidak ikut maka kita akan tersisihkan. Tidak akan terikutkan dalam pembicaraan soal promosi pekerjaan. Karena takut terpisah dari kelompoknya maka kita mulai mengorbankan prinsip-prinsip yang kita pegang. Ini adalah mentalitas cult.
Kalau saya simpulkan jadi ada cult ada mentalitas cult. Cult sudah diterangkan ciri-cirinya di atas. Kalau mentalitas cult adalah mentalitas menekan anggota kelompok yang berbeda dan juga mentalitas ingin selalu dalam kelompok benar atau salahnya. Ini ada di mana-mana tidak hanya di masjid, tapi ada di rumah, di keluarga, di kantor, di kehidupan bertetangga. Persaingan tidak perlu itu juga mentalitas cult yang menggerogoti kehidupan berkomunitas. Alasan memilih pendamping hidup saja seringkali didasarkan bukan pada gagasan tentang komunitas.
Padahal bagaimana komunitas umat islam bisa bersatu adalah laa ilaaha illallaah. Yang menggambarkan bagaimana kita kita berkomunitas adalah rasulullah. Rasulullah memiliki tugas yang sangat berat bagaimana bisa menyatukan Aus dan Khajraj yang sebelumnya saling berperang serta menyatukan Madinah dan Makkah setelah sebelumnya mereka semua terjangkit mentalitas cult. Salah satu tujuan agama ini adalah menghancurkan mentalitas cult ini.
Nasib Kita di Akhirat
Pada akhirat nanti ada sekelompok orang yang dulu kita ikuti. Mereka akan berlepas tangan dari kita. Artis, atlet, musisi, yang dengan mereka mengiklankan suatu barang, barang itu jadi laku karena fansnya banyak. Mereka tidak kenal dengan para fansnya, bahkan tidak peduli. Yang mereka pedulikan hanya uang. Pada hari akhir semuanya menjadi jelas. Semua orang yang menjadi tren setter dalam kehidupan, dalam cara bicara, cara berpakaian, mengatur keluarga mereka akan bilang peduli amat.
Ada mentalitas “lo kya ka hengge” (apa kata dunia). Kalau dalam perbincangan ada usulan nikahnya di rumah aja, akan ada respon apa kata dunia. Mau ngontrak rumah, takut apa kata dunia, mau beli motor, takut apa kata dunia. Ini jadi qaidah kulliyah (aturan umum) yang menentukan bagaimana hidup kita.
Padahal di akhirat nanti orang-orang yang kita ikuti akan berlepas diri dari kita, ga ada urusannya sama kita. Kita berbuat dosa karena mengikuti orang-orang ini, karena punya mentalitas cult. Hukuman tidak hanya akan menimpa orang yang buat tren, tapi para pengikutnya juga.
Gambarannya seperti kita terikat dengan tali kepada orang-orang tententu dan nanti tali itu akan diputus. Dan kita akan menyesal karena mengikatkan diri pada orang-orang yang seharusnya tidak kita ikuti, sedang kita tidak mengikatkan diri kepada orang-orang yang seharusnya kita terikat. Ada ikatan nyata seperti ulu arham (ikatan keluarga) yang harusnya dihubungkan. Ada juga ikatan palsu yang hanya berupaya saling membuat kagum satu sama lainnya yang tidak bernilai di akhirat nanti.
Ini juga gambaran orang yang mengejar status seperti mengejar sekolah hanya karena reputasi dengan berhutang. Kita stress karena selalu ingin mengikuti itu semua dengan berbagai tekanan palsu. Kita merasa bersalah atas sesuatu yang tidak perlu bersalah atasnya.
Dalam hal agama, kalau terbentuk cult kita akan merasa bersalah atas sesuatu yang padahal tidak dianggap salah oleh allah dan rasul-nya. Ada keragaman pendapat dalam agama ini tetapi dalam cult tersebut hanya diterima suatu pendapat saja atau keluar dari kelompok.
Ketika di dalam mereka seolah terhipnotis. Padahal kalau dia keluar dari cult mereka ga akan pernah mau untukk kembali. Makanya paling sulit untuk mengajak orang kembali ke islam ketika ia merasa islam sebagai cult. Ini salah kita juga yang tidak memahami keterbukaan, keluwesan, kasih sayang, pemaafan pada agama ini.
Di Hari Akhir, orang-orang yang mengikuti tren setter itu akan menyesal dan mengatakan bahwa kalau mereka dihidupkan lagi di dunia mereka akan memutuskan hubungan dengan tren setter itu sebagaimana tren setter itu memutuskan hubungan dengan mereka di akhirat. Di akhirat kita akan menyesali berbagai keputusan yang kita ambil karena alasan-alasan mentalitas cult yang tidak landasan rasioanal.
Jangan salah, di akhirat tidak hanya penderitaan fisik, juga penderitaan emosional. Penyesalan yang mendalam karena mengingat keputusan-keputusan yang kita ambil ketika masih hidup di dunia. Mengapa kita menjalani hidup seperti itu ketika di dunia?
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
SESI DISKUSI:
Penanggap ke-1:
Jazaakallahu khairan utk moderator SSS, barakallahu fiik…
Jadi berpikir.. Tanpa terasa orang terbawa “arus” dengan terlalu menyibukkan dengan “apa kata dunia”, tapi kurang memikirkan “apa kata allah dan rasulNya”.. Seakan-akan hilang keyakin bahwa kehidupan sejati hanya d akhirat.
Reminder sekali buat saya pribadi, untuk mengubah “apa kata dunia” jadi “apa kata allah dan rasul”.
Intinya tetap besyukur dan berilmu serta tidak melupakan “tempat tinggal” kita 😊
Penanggap ke-2:
Kalau di Islam pun sebenarnya ada hal-hal yang tidak perlu untuk dipertanyakan karena itu udah kehendak Allah. Cuma bedanya letak dimana kita boleh mempertanyakannya.
Kalau tentang adanya Allah, kebenaran Quran, kerasulan Rasulullah SAW silahkan dipertanyakan. Ketika sudah meyakini, maka hal-hal yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-nya tidak lagi jadi bahan untuk dipertanyakan.
Kalau di Kristen, hal paling fundamental trinitas tidak boleh di-challenge. Sementara 2/3 isi Al Quran adalah isinya tentang ini dan banyak tantangan dari Allah sendiri.
Penanggap ke-3:
Iman adalah yakin terhadap apa yg terlihat maupun yang tidak terlihat. Contoh yakin terhadap yang terlihat adalah Iman kepada Nabi dan Rasul, dan Iman kepada kitab-kitab. Contoh yakin terhadap yang tidak terlihat adalah Iman kepada Allah, Malaikat, Hari Kiamat (karena belum terjadi saat ini), dan Qadha/Qadhar.
Penanggap ke-4:
Kalau kata NAK, setiap manusia itu kan terdiri atas ruh. Ruh ini sebenernya udah bisa membedakan mana yang benar mana yang salah. Ada yg namanya rasa bersalah. Rasa bersalah ini adalah sebenernya alarm, bahwa kelak akan ada konsekuensi di akhirat.
Orang non-Islam pun kata-nya ada rasa bersalah ketika melakukan sesuatu yang tidak sesuai fitrah ruh-nya.
Kalau preventive-nya, tentu bertanya mana yang layak diikuti dan yang tidak. Untungnya kita minimal 17 kali sehari minta ditunjukan jalan yang benar di kalimat ihdinasirotol mustaqim…(tunjukilah kami jalan yg lurus, seperti jalan orang orang sebelum kami)
Penanggap ke-5:
Pernah diskusi dengan teman, bahwa ruh seseorang yang beriman akan selalu di pandu oleh allah dengan petunjuk yg benar. Sehingga ketika ia melakukan sebuah kesalahan akan “terasa” bahwa itu salah. Dan org beriman pun akan selalu merasa mawas diri karena yakin Allah maha melihat apa yang dilakukan hingga ia akn selalu berhati-hati dlm bertindak, memutuskan sesuatu, bahkan dalam berguru.
Wallahu’alam bishowab…
Penanggap ke-6:
How Do I Know I’m Following the Right Things?
Link:
Penanggap ke-7:
Fitrah manusia adalah muslim sampai orang tuanya menjadikannya seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi. Diriwayatkan oleh Al Baihaqi, Ath Tahbarani, dan Imam Muslim.
Penanggap ke-8:
Seharunsya kalau mau mencari ilmu harus memperbaiki adabnya terlebih dahulu..
Adab sebelum ilmu…
Sekarang orang banyak yang berilmu tapi minus dalam hal adab.
Penanggap ke-9:
Jadi ingat surat An Nur ayat 35. “light upon light”
Ada 2 cahaya yang Allah berikan untuk menerangi kehidupan dunia dan akhirat, untuk membedakan mana yg benar dan salah.
Ada ruh dan juga Al Quran.
Ruh diibaratkan sebagai bulan, dan cahaya kebenaran Al Quran diibaratkan sebagai matahari.
Cahaya bulan cuma pantulan dari cahaya matahari. Supaya ruh bisa tetap terang, maka perlu memahami Quran yang cahaya nya lebih kekal.
Supaya feeling-nya lebih kuat untuk bedain mana yang benar dan salah, maka tetap harus banyak belajar Quran sih. Belajar memahami lebih tepatnya.
Penanggap ke-10:
Psikologi barat fokus pada keduniawian, dan akhir-akhir ini baru mulai berkembang psikologi transpersonal. Rasa bersalah tidak menjadi pertanda buruk dalam psikologi tetapi hasil dari rasa bersalah itu yang bisa menjadi masalah psikologis
Rasa bersalah yang menghasilkan pengakuan seperti doa nabi yunus inni kuntu minadzdzolimin dan pengakuan untuk bertaubat tidak menjadi masalah psikologis, Justru membuka jalan perbaikan.
Seperti rasa bersalahnya seorang shahabiyah yang pernah berzinah di zaman Rasul SAW yang kemudian pengakuan itu disertai dengan taubat nasuha yang justru membawa dia ke surga.
Rasa bersalah yang menghasilkan respon destruktif seperti depresi, menyakiti diri sendiri, terus-terusan fokus pada masalah itu yang menjadi persoalan psikologis
Ilmu psikologi mengacu pada perilaku yang bisa diamati dan diukur sebagai alat assessment. Meskipun secara teori menjelaskan internal proses, tetapi selama tidak terejawantahkan dalam perilaku, belum bisa menjadi faktor untuk assesment
Penanggap ke-11:
Jadi inget kisahnya Ust. Felix Siauw masuk Islam, Beliau jadi muslim karena banyak bertanya dan kritis soal ajarannya ke pendetanya.
Tapi pendeta dan orang tuanya memberi jawaban yang sama: “jangan banyak tanya, imani saja”.
Tapi justru ketika beliau bertanya ke Ust. Fatih Karim, beliau merasa pertanyaan-pertanyaan beliau selama ini tentang ke-Tuhanan bisa dijawab dengan Qur’an. Akhirnya beliau memilih Islam setelah berdiskusi dari malam sampai adzan subuh.
Bahkan kata teman-temannya waktu masih kuliah di IPB dulu, beliau adalah yang paling duluan bangun subuhnya setelah jadi Muslim..
MasyaAlloh..
Penanggap ke-12:
Ini ada dua sisi, bisa benar bisa salah. Benar dari sisi hati-hati dalam mengambil ilmu. Salah kalau membatasi ilmu dari satu dua orang, padahal ada akses kepada orang lain yang juga punya kompetensi.
Mungkin juga bisa sebagai warning kalau orang awam belajar dari berbagai madzhab, khawatir bukan meluaskan wawasan malah bikin bingung.
Penanggap ke-13:
Asal tau adab bertanya kayaknya tidak masalah. Adab di sini bukan sekadar sopan santun dalam bertanya, misalnya memang bertanya, bukan mempertanyakan.
Juga yang termasuk adab adalah tidak sembarangan bertanya. Misalnya bertanya ke teman kita yang sama-sama tidak mengerti. Nanti bukannya dapat jawaban, malah semakin bingung.
Penanggap ke-14:
Kayaknya memang yang paling penting adalah mengikhlaskan niat dalam belajar, serta selalu meminta petunjuk dari Allah. Bisa jadi kita salah ambil guru, tapi karena niat kita tulus belajar karena Allah, Allah bukakan jalan menemukan mana yang benar. Allah tidak akan menyia-nyiakan hambaNya.
Penanggap ke-15:
Sedikit sharing juga dari bahasan yang berkaitan dengan topik kemarin, nyambung juga dengan lecture dari Yasmin Mogahed tentang guidance. Saat mencari ilmu di era sekarang ini, kita difasilitasi dengan informasi dari berbagai narasumber. Terkadang bisa jadi kita bingung mau mengikuti yg mana. (kondisi ini juga yang saya alami beberapa waktu lalu).
Saran Yasmin pada situasi ini adalah kita semua wajib mencari ilmu dan kebenaran. Tapi sebaiknya tidak asal mengikuti sesuatu tanpa tahu ilmunya. Kita wajib mencari ilmu dan itu bisa didapatkan dari guru. Tapi juga harus hati-hati supaya tidak ‘blind following any scholar’ karena mereka pun juga bisa salah. Di sini kita harus ‘put our heart to Allah only’ dengan belajar dari Quran dan mengikuti sunnah Rasulullah.
Jadi di sini Yasmin menyarankan harus imbang dalam belajar. Boleh belajar dari berbagai narasumber tetapi jangan gelap mata juga. Selalu minta fatwa hati kita, “Istafti Qalbak”. Minta petunjuk Allah, dan Allah akan membimbing hati kita. (mungkin ini juga kenapa Allah mewajibkan kita baca Fatihah dalam sholat untuk selalu minta petunjuk yg benar).
Semoga kita selalu diberi yahdi qolbahu sama Allah, salah satunya dengan usaha kita dsini belajar memahami Quran dari NAK atau Ustad/zah lain yg memang mumpuni.
Penanggap ke-16:
Beautiful lecture bisa dilihat di link ini:
Yasmin Mogahed – the Quran as Healing