Kulwap SSS: Kajian Ustad Nouman Ali Khan (20 April 2017)
Tema: When Muslims Work Together – 1 – Introduction – What Motivates Us
Pengisi Kulwap: Sukma Delia Zuritas
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Bismillahirrahmanirrahim. InsyaAllah SSS malam ini saya akan membahas kajian “When Muslims Work Together part 1: What motivates us”.
Ini adalah sedikit rangkuman yang saya buat, monggo dibaca dulu mas dan mba semua. Nanti jam 8an kita baru diskusi ya 😊
Di Level Perjuangan Manakah Kamu?
Setiap manusia pasti berjuang dalam hidupnya. Ust. Nouman membagi perjuangan itu dalam 3 level.
Level 1: Berjuang untuk tetap hidup/survive (individual struggle).
Setiap makhluk hidup pasti melakukan perjuangan ini. Manusia berjuang mencari rezeki agar bisa makan setiap harinya. Hewan-hewan pun juga begitu.
Level 2: Berjuang untuk komunitas.
Misalkan di suatu daerah banyak sampah/kotor. Ada orang-orang berjuang untuk membersihkan sampah di lingkungan tersebut. Simpelnya, mereka ikut berkontribusi entah itu di keluarga, daerah sekitar, dan komunitas. Mereka tidak hanya berjuang untuk sekedar bisa bertahan hidup. Mereka yang memiliki waktu yang lebih, uang yang lebih, dan lainnya ikut terlibat dalam kerja yang dilakukan bersama. Bisa urusan politik, ekonomi, sosial, pendidikan, dan lainnya.
Level 3: Berjuang untuk agama/kepercayaan.
Ada orang-orang yang berjuang untuk keadilan, untuk menyebarkan suatu ideologi, atau untuk menyebarkan agama/kepercayaan mereka. Perjuangan pada level 3 ini terkadang hasilnya tidak bisa langsung terlihat secara nyata.
Menjadi seorang Muslim, kita juga menghadapi 3 level perjuangan ini.
Level 1: Adalah perjuangan yang harus dilakukan setiap individu. Kita berjuang dengan diri kita sendiri. Kita harus berjuang melawan nafsu, setan, kemalasan, dan sifat buruk lainnya. Berjuang untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Level 2: Adalah perjuangan yang kita lakukan untuk komunitas. Kita mulai berpikir bahwa lingkungan kita membutuhkan mesjid, maka kita berjuang membangun mesjid. Kita harus mengajari anak-anak kita, maka dibangunlah sekolah-sekolah. Kita harus menyebarkan Islam, maka terbentuklah organisasi dakwah.
Level 3: Adalah perjuangan untuk mencapai tujuan yang lebih besar yang bersifat jangka panjang. Misal kita berharap bahwa nanti semua orang di dunia bisa mengetahui Islam yang sebenarnya. Pada level 3 ini, kita memperjuangkan sesuatu yang hasilnya tidak terlihat secara nyata, sesuatu yang mungkin saat kita sudah meninggalpun belum tercapai, namun kita sudah berjuang untuk mencapai tujuan itu.
Dalam Islam, 3 level perjuangan ini saling berhubungan. Kita tidak bisa menjadi seorang aktivis namun sholat 5 waktu kita berantakan, ibadah kita keteteran, akhlak kita kurang baik. Harus ada keseimbangan di setiap level perjuangan.
Kebaikan Islam Untuk Semua
Kita harus percaya bahwa dari semua perjuangan yang kita lakukan, sebenarnya perjuangan itu menguntungkan diri kita sendiri. Seorang yang beriman, harus memiliki sikap bahwa apapun kebaikan yang dia lakukan, semuanya hanya untuk kebaikan dirinya sendiri, bukan orang lain. Usaha yang kita lakukan belum tentu menguntungkan orang lain karena kita tidak memiliki kapasitas untuk itu. Saat kita bersedekah, sesungguhnya kita menguntungkan diri kita sendiri. Segala perbuatan baik kita sebenarnya untuk kebaikan diri kita sendiri. Manfaat yang dirasakan oleh orang lain, itu bukan dari kita, itu dari Allah.
Mempelajari Al-Qur’an dan kehidupan Rasulullah SAW, akan membawa kita kepada suatu kesimpulan bahwa “Islam tidak hanya tentang memperhatikan diri sendiri, Islam harus disebarkan dan Islam harus memberi manfaat kepada orang lain“. Sebagai Muslim, kita tidak bisa hanya memikirkan diri sendiri, “yang penting saya sholat, yang penting saya puasa, terserah orang lain bagaimana“, pemikiran seperti ini tidak sesuai dengan ajaran Islam. Islam mengajarkan kita untuk memperhatikan orang lain.
Kita semua pasti tahu surah Al-Asr. Pada ayat ketiga disampaikan “illalladziina aamanuu wa ‘amilush shaalihaati wa tawaa shaubil haq wa tawaa shaubish shabr“. Kalimat “wa tawaa shaubil haq wa tawaa shaubish shabr” tentunya berhubungan dengan orang lain. Bahwa kita seharusnya menyebarkan kebaikan Islam ke semua orang.
Apa yang Bisa Saya Kontribusikan?
Dalam surat Al-Maidah ayat 2, Allah menyatakan “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan“, “wa ta’aawanuu ‘alal bir wat taqwa wa laa ta’aawanuu ‘alal itsmi wal ‘ud wan“. Ta’aawun dalam bahasa Arab berarti bersungguh-sungguh. Jadi kita harus sungguh-sungguh dalam tolong menolong dalam kebaikan.
Semua kebaikan. Tidak ada satu project dalam Islam. Dalam mendidik anak, mengajari Al-Qur’an satu project, mengajari sikap satu project, mengajari sejarah satu project. Begitu banyak aspek dalam berjuang untuk Islam. Begitu banyak usaha yang harus dilakukan. Dari begitu banyak project kita harus memiliki sikap “How can I contribute?“. Misal dakwah.
Dakwah bukan hanya satu persoalan. Banyak aspek di dalam dakwah. Kita harus mencari tau dengan skill yang kita miliki, pendidikan kita, kemampuan kita, bagaimana kita bisa mengabdi pada Islam. Bisa sesuatu yang kita suka, sesuai dengan passion kita, karena “Islamic work” haruslah sesuatu yang kita suka. Kita mengerjakan itu karena kita suka. Itulah sesuatu yang harus kita temukan di masing-masing diri.
Kemudian setiap individu saling bekerja sama, “wa ta’aawanuu ‘alal bir wat taqwa“. Salah satu makna inti dari Taqwa adalah menjaga diri (protecting yourself). Taqwa adalah sesuatu yang bersifat individu. Dari ayat ini dijelaskan bahwa kita tidak hanya saling bekerja sama, tapi juga harus saling mengingatkan dalam ketaqwaan. Mengingatkan untuk sholat, mengingatkan dalam ibadah ke Allah, dan lainnya. Ayat selanjutnya berbunyi “wa laa ta’aawanuu ‘alal itsmi wal ‘ud wan“, “jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan“.
Jika ayat sebelumnya mendahulukan bekerja sama kemudian taqwa (personal spirituality), ayat berikutnya kebalikannya. Kita dilarang untuk berbuat dosa, dimana dosa berhubungan dengan personal spirituality. Sangat mudah mengajak suatu kelompok pemuda kepada Taqwa, mudah juga mengajak mereka kepada dosa. Jika suatu kelompok, mulai banyak melakukan dosa, membicarakan hal yang tidak baik, pergi ke tempat yang kurang baik, ini akan menyebabkan akhirnya mereka membentuk sebuah “cult”, sekte. Saat bersama, mereka menjelek-jelekan kelompok lain. Ini bahaya yang sangat besar dalam “islamic work”. All islamic effort has to be respect.
Bekerja Untuk Allah
We are not loyal to organization, we are loyal to the work of Allah.
Allah tidak akan bertanya di organisasi apa kita berjuang, logo apa yang kita letakkan di flyer. Kita akan ditanya tentang niat kita, intentions, keikhlasan kita, keterbukaan kita saat saling bekerja sama. Saat kita mementingkan label, kita akan membentuk rasa permusuhan, membentuk kompetisi. Kita mulai merasa bersaing dengan orang lain. “Mereka membuat acara itu, kita harus membuat acara yang lebih bagus dari mereka, kita harus mengalahkan mereka“. This is not the directions islamic work should going.
Dalam surat Asy-Syura ayat 13, Allah berfirman “Tegakkan lah agama dan jangan berpecah belah di dalamnya“. Menegakkan agama bukanlah 1 perjuangan. Hal ini membutuhkan banyak perjuangan, jutaan project. Ust nouman membandingkan menegakkan agama seperti menegakkan sebuah bangunan. Dalam membangun bangunan dibutuhkan banyak elemen, butuh semen, bata, dan lainnya. Ada orang yang bertanggung jawab mengaduk semen, ada yang memasang bata, dan lainnya. Semakin banyak orang yang berkontribusi, bangunan tersebut akan semakin cepat tegak. Begitulah kita menegakkan Islam, butuh waktu yang panjang, butuh tenaga yang banyak.
Islam itu seperti pohon. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun agar suatu pohon tegak dengan kuat. Setiap cabang tumbuh ke berbagai arah. Itulah keragaman/perbedaan dalam Islam.
Lalu, apa yang seharusnya menjadi motivasi dalam berdakwah dan menjadi volunteer?
Secara umum, Rasulullah berdakwah kepada 3 kelompok (selain Muslim) yaitu orang musyrik, orang kristen, dan orang yahudi. Orang kristen dan yahudi disebut sebagai ahli kitab. Dalam surat Asy-Syura:13, Allah mengatakan “sangat berat bagi orang-orang musyrik untuk mengikuti agama yang kamu serukan kepada mereka“. Ini seperti kalimat yang bisa mematahkan semangat Rasulullah. Banyak orang yang mencoba menghalangi dan mematahkan semangat Rasulullah. Kalimat yang mematahkan semangat bisa berdampak pada motivasi kita.
Pada ayat selanjutnya Allah mengatakan “Allah memilih orang yang dia kehendaki kepada agama tauhid dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya bagi orang yang kembali (kepada-Nya)“. Rasulullah tau bahwa orang musyrik tidak memiliki ilmu, ditambah lagi Allah mengatakan bahwa sangat berat bagi orang musyrik untuk mengikuti Islam. Rasulullah berharap mungkin Ahli kitab bisa menerima Islam karena ilmu yang mereka miliki, namun Allah mengatakan di ayat ke 14-nya “Dan mereka (Ahli kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para Nabi)“. Ilmu yang mereka miliki bukan membuat mereka menerima kebeneran, justru ilmu mereka membuat mereka menolak kebenaran. Mereka menggunakan ilmu untuk kekuasaan, untuk mencari keuntungan.
Dalam berdakwah, misalkan kita ingin mengajarkan agama, kita harus memiliki ilmu. Kemudian ada orang lain yang memiliki ilmu lebih dari kita. Kita mulai kehilangan jama’ah. Kita merasa “kenapa ini, dia mengambil semua jama’ahku, mungkin aku harus membuktikan ke orang-orang kalau orang itu gak baik dengan ilmu yang aku punya, dan mereka harusnya belajar dengan aku saja“. Orang ini, yang seharusnya menyebarkan ilmunya karena Allah, sekarang menggunakan ilmunya sebagai senjata, menggunakan ilmunya untuk menjaga jama’ahnya tetap belajar dengan dia. “Jangan dengarkan orang itu, dengarkan saya saja”. Pada jaman Rasul, ilmu tentang Taurat dan Injil sangat terbatas/exclusive. Hanya sebagian orang yang memiliki ilmu tentang itu.
Rasulullah membuat ilmu bisa didapatkan oleh siapa saja. Rasulullah mengajarkannya kepada semua sahabat. Ketika ilmu hanya dikuasai oleh beberapa orang, ada kemungkinan mereka menggunakan ilmu itu untuk mengambil keuntungan dari orang lain. Ahli kitab menggunakan ilmu mereka untuk agar tetap terjadi perpecahan yang menguntungkan mereka. Apakah fenomena ini ada di umat muslim? Orang menggunakan ilmunya untuk menjaga jama’ah mereka tetap banyak, untuk membentuk kelompok-kelompok, mengultuskan sesuatu. Ilmu membuat mereka sombong. Ilmu seharusnya membuat kita semakin rendah hati.
Melihat keadaan ini (orang musyrik berat menerima Islam, Ahli Kitab saling berpecah belah dan sombong karena ilmu mereka) Rasulullah mulai berpikir mungkin nanti anak cucu mereka bisa menerima Islam. Namun kembali Allah mengatakan di Asy-Syura ayat 14 “Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur’an) itu“. Ini seperti Allah mematahkan semangat Rasulullah. Namun pada surat Asy-Syura:15, “Karena itu, serulah (mereka beriman) dan tetaplah (beriman dan berdakwah) sebagaimana diperintahkan kepadamu (Muhammad)“. Allah mengatakan bahwa karena berbagai rintangan berat itulah kamu (Muhammad) harus menyeru mereka kepada Islam. Karena masalahnya sangat besar, maka Rasulullah yang harus mengerjakan tugas ini (menyeru kepada Tauhid).
Inilah yang harusnya menjadi motivasi kita dalam berdakwah dan menjadi volunteer. Sekarang ini pasti banyak sekali masalah pada umat Islam. Allah menghidupkan kita pada zaman ini karena Allah tahu bahwa kita pasti bisa menyelesaikan berbagai masalah itu. Karena berbagai masalah itu, kita semua sekarang ada. Masalah di sekitar kita bukan untuk kita keluhkan, tapi untuk membuat kita lebih semangat dalam kerja dan lebih serius. Motivasinya adalah karena Allah memerintahkan kita. Tidak peduli berbagai masalah yang akan kita hadapi, tidak peduli sebesar apa masalah yang akan kita selesaikan.
Sharing Tambahan:
Wastaqim kamaa umirta!
Saya denger ceramah NAK itu di bulan Ramadhan. Dengan potongan ayat yang terus ia ulang2.. “Kaburo ‘alal musyrikiina maa tad’uuhum ilaihi”. Adalah perkara yang besar bagi kaum musyrikin Mekah untuk menerima apa yang kamu serukan pada mereka. Sulit, sulit bagi mereka untuk menerimanya. Apa yang diserukan Muhammad begitu mengacak2 konsep hidup mereka selama ini. Apa itu? Kesetaraan dengan budak? Mereka biasa merendahkan budak. Menyembah Allah dan tidak menyekutukannya dengan apapun? Mereka terbiasa meminta pada berhala. Mengikuti seorang anak muda bernama Muhammad? Menerima ajaran Islam yang diperkenalkannya? Apalah itu, mereka terbiasa mengikuti nenek moyang.
“Kaburo ‘alal musyrikiina maa tad’uuhum ilaihi”. It’s really a big deal for the musyrikin what you’re calling them to. (Asy-Syura: 13)
Siapa yang memegang kekuasaan saat itu? Siapa yang menguasai politik? Siapa yang menguasai pasar? Siapa yang menguasai media dan opini masyarakat?
Apa sumber daya yang dimiliki Muhammad? Berapa orang yang berjuang bersamanya? Apa aja intimidasi yang udah diterimanya?
Segimanapun sulit dan beratnya, Rasulullah tetap teguh sebagaimana yang diperintahkan kepadanya. “Falidzaalika fad’u, wastaqim kamaa umirta”. Maka karena itu serulah mereka pada agama dan tetap teguhlah sebagaimana diperintahkan kepadamu (Asy-Syura:15). Iya memang sulit. Iya memang berat. Iya memang melelahkan. Iya mereka memang akan ragu. Karena itu serulah mereka pada agama ini. Dan tetap teguhlah sebagaimana diperintahkan padamu, bukan karena mudah, bukan karena ringan, bukan karena keberhasilan yang kau dapatkan, bukan karena pujian, tapi karena diperintahkan padamu.
Dan kalau bertanya2, apa gunanya? Toh tangan kecil saya, usaha kecil saya gak akan membawa perubahan apa2? Jawabannya, tugas kita hanyalah berusaha. Urusan perubahan bukan milik kita. Itu domain Allah. Nuh aja berusaha selama 950 tahun, namun pengikutnya gak banyak, anaknya sendiri nggak mau dia ajak. Kalau kita bikin kegiatan, yang datang cuma 5 orang, padahal udah nyebar undangan ke sana sini. Sama sekali bukan kegagalan kalau niatnya adalah untuk menyeru pada agama Allah, sebagai bentuk ibadah padaNya.
*sekedar share ceramah NAK (dari seri “When Muslim Work Together“, versi pendeknya di “Results are not in your hands“). Merasakan media (baik mainstream maupun socmed) yang kadang ganas, memang kadang harus tutup kuping, apalagi kalau realitanya memang banyak orang2 yang bekerja, yang kongkrit, meskipun gak pernah dibahas di media, atau bahkan dicaci maki di media.
Do whatever you can do. No matter how small it is.
Kita disarankan untuk menggali apa strengthnya kita..kemudian mintalah kepada Allah supaya menambah atau menperkuat kelebihan tersebut agar bisa dimanfaatkan di jalan Allah
SESI DISKUSI
Pertanyaan ke-1:
Aku masih belum paham yg dimaksud dg level 3. Apa yg dimaksud adalah aktivis/pekerja dakwah?
Jawaban:
A: Nah Ust Nouman pernah bilang “kita sbnernya lbh perlu banyak worker (org yg manage di pergerakan dakwah) dibanding expert2 kaya kyai gitu2.” *Aduh itu bahasa saya doang ya di tanda petiknya. Aktivis itu org yg menangani kegiatan2 dakwah kan apapun rolenya. Worker yg dimaksud ust saya kira sama dg konteks aktivis dakwah atau pekerja dakwah
B: Kl saya nangkepnya level 2 dan 3 sama2 aktivis tp beda ruang lingkupnya. Yg level 2 di lingkungan sekitar, level 3 udah lebih luas lg.. Spt ustadz nak yg punya visi bikin org back to quran, bikin2 program yg menjangkau banyak org.
Pertanyaan ke-2:
Bagaimana caranya menghilangkan perasaan kompetensi, bahkan yg parah rasa iri terhadap org yg berbuat kebaikan ketika kita gagal? Dulu diajarkan, kita harus ikut bahagia kalau ada orang yg menonjol dan bisa menyebarkan banyak kebaikan. Ga boleh merasa sedih kalau kita ga dianggap, meskipun sbnrnya kita punya peran besar disitu. Nah, bgmn supaya tidak ada rasa kecewa yg muncul? (Pdhl kan sbnrnya manusiawi ya)?
Jawaban:
A: Ini kalau aku ya Teh, rasa kecewa saat kita melakukan kebaikan kemudian gak dianggap itu wajar, aku pribadi masih sering kayak gini. Biasanya aku bakal ingetin diri, niatnya karena apa, kalau karena Allah, aku gak boleh kecewa. “peran besar” itu persepsi kita, sebenarnya kita bisa melakukan “peran besar” itu semua karena karunia Allah. Karena Allah memudahkan kita. Saat kecewa aku ingetin diri lagi, toh semua kebaikan itu datangnya dari Allah, Allah yang memudahkan aku untuk melakukan kebaikan itu. Tanpa hidayah Allah, belum tentu aku bisa melakukan itu. Perlahan-lahan, butuh waktu memang untuk benar-benar ikhlas lillahi ta’ala. Aku pribadi kadang bersyukur kalau kebaikan ku gak dianggap, bisa jadi itu cara Allah untuk menjaga niat ku, cara Allah untuk ngajarin aku ikhlas. Semangat Teh 😊
B: Kalo mnrut ak sih mba, yg kita sadarin lebih kpada lillah nya, toh klo kita dakwah ke org lain, tapi org lain ga ngeh sama kita/mreka lebih dngerin org lain yg ilmu nya lebih tinggi, ya brarti emg hidayah Allah dkasih lewat org yg lbh bnyk ilmu td, yang Maha membolakbalikan hati kn Allah, da kita mah cuma usaha bareng tawakkal aja, justru klo kita dakwah trus ada rasa iri kompetensi ktika org lain dpt hidayah dr org yg lbh bnyk ilmunya, mungkin hati kita blm lillah ka. *cmiiw klo maksudnya salah 😅
C: Kalo dikira2 bhasa sleweng nya teh, ktika kita ngrasa iri sm org lain pdhal kita udh nglakuin banyak, Allah tuh seolah olah ngjewer dn ngmg sm kita : “Heh, bukan maneh yg punya hak ngrubah hati org, tugas maneh cukup ngingetin dan nyampein aja, urusan hidayah biar sy yg urus” . *hampura 🙏🏻😅
D: Dan jika di ingatkan,kita hrs buang ego kita. bahwa saat kita di ingatkan itu,kita butuh itu bukan butuh pujian #nyambung g sih😆😆
E: Kalo ini yg saya usulkan bbrp poin setahu saya ya Kak,
Pada awal2 saat kita gagal perasaan itu muncul dan kadang memang sulit dikendalikan. Tp by time itu lebih rileks sebenernya.
Saat perasaan itu muncul, memang sebaiknya diiringi self talk ke diri sendiri Kak saat itu juga, yg menjawab dr perasaan itu, dan caranya yg saya tahu:
Aku dan mereka ada dlm satu perjuangan yg sama. Kebaikan. Dan atau Islam jika dlm konteks yg level 3. Ibarat satu tubuh.
Kalau mereka membuat kemajuan, pdhl saya sedang “sakit”, saat kaki sedang semutan tapi otak sambil baca ilmu baru, ibaratnya, kaki sedang sakit, akan sesuatu tp otak ttp ngenyangga dg ttp melakukan jobnya yaitu ningkatin intellect. Sedangkan tujuan dari badan manusia kan memang untuk melakukan aktivitas terbaik yah, maka katakanlah kaki yg kesemutn itu tetap merasa senang karena amanah besar “menjadi khalifah bumi” ada yg masih mau buffer maju saat aku blm bisa/berhalangan. Sama kaya kita. Kita melihat mereka sebagai teman seperjuangan, yg sangat kita syukuri jika mereka maju, karena ada bufferer/penyanggaan dr mereka. Karena mereka udh boost up misal di sosial (karena misal kita se field sosial juga), maka dg kerennya dia adl akibatnya masyarakat yg ia rangkul berhasil “diselamatkan/ dicheck point”. Jadi saat aku bangun nanti, kerjaan aku akan di list yg bukan i sana, kan udah tuh, di bagian lain besok di daerah ke-15 misalnya.
Bayangan jannah firdaus untuk semua org yg pernah diciptakan Allah dr nabi Adam hingga manusia yg lahir terakhir. Dg ini, kita akn menghargai dan tersemangatkan lagi, kalo dia itu sedang ada di jalan menuju rumahnya yg di Jannah firdaus yg udh di siapin Allah. Dan aku juga punya rumah sendiri yg sbnernya udh disiapin Allah loh. Kan akhirnya bukan kompetisi. Akhirnya menggapai apa2 yg memang Allah harapkan dr kita atas hal yg memang dibagikan adil di surga tertinggi terluas. Jannah tertinggi itu keren, jannah terbawah luas langit dan bumi, atasnya lagi perbandingannya sperti jannah terbawah itu cincin dan jannah di atasnya adl gurun (cincin di gurun), dst dg perbandingan yg sama. Luar biasa. (Lihat video the beginning and the end – the Throne) lihat video A Better Tomorrow. Nabi Musa mengutarakan doa yg dimaktub di Surat Al Kahfi ayat 24 kalo Nabi musa itu meminta kelebihbaikan dari yg sekarang. Do we see it? Allah ga memberikan petunjuk ke kita (lwat doa itu) untuk bersaing dg org lain. Karena yg harus dipersaingkan hanyalan dirimu hari ini dg yg kemarin dan dirimu besok dg diri yg hari ini. Yg hari lebih di depan apakah lebih baik tidak? Jika ga lebih baik, itu yg jadi warning yg sejati. Bukan saat kita ada di kegagalan tp org lain lagi unggul.
Untuk konteks amal yg ga terlihat sedangkan org lain yg kesannya/atau memang lebih kecil effortnya, saya tahunya kalo Allah Maha Melihat. Dan ya. Ini bisa “ditenangkan/ dimasukkan” ke mindset agk lama karena terjadi terus menerus. Tp pada suatu waktu, merasa lelah sendiri untuk merasa mendapat apresiasi. Karena seberapapun melayangkan kontribusi yg terlihat ke org lain, apresiasi itu biasanya di bawah ekspektasi kita. Dan kalo udh terbiasa kita melakukan kontribusi itu lama, apresiasi itu akan stagnan alias hilang (kan udh merasa normal dg adanya bantuan itu, rasa apresiasi org akan berkurang thd effort itu).
Jadi kenapa ya kita mencari hal yg memang kalo udah dipengalamankan ternyata akan kabur terus menerus. Sedangkan Allah yg selalu bilang Mah Melihat Segala Sesuatu, Maha Teliti, Melihat apa yang Kamu kerjakan, tidak aku gubris dg memfokuskan diri ke ihsan dalam amalan untuk Allah dan niatnya. Karena kita percaya janji ridhaNya dan janji jannahnya lebih besar super lebih 1.000.000.000 tahun cahaya lebih prestigious daripada pujian seseorang. Saat hati terpeleset mungkin itu terjadi, tp kuncinya adl langsung dibelokkan ke lurus lagi. Itu kan yah poin menjadi muslim, kmbali ke Allah terus. We are muslim right? We know we believe this and we will renew this belief together. Hehehe
Mereka yg sukses pada momen saat kita gagal, punya shortcoming dia sendiri di momen lain. yang kita tidak tahu itu kapan, kita tidak sadar itu kapan. Jadi kayak seri sebenarnya. Karena cahaya selalu diraih dg usaha. Usaha2 itu penuh dg tantangan mengejutkan seperti kegagalan.
Dan yg tentang melatih lillah itu bener bangeeet. Kadang suka bingung perasaan yg lillah itu kaya apa rasanya ya haha. Tp sepertinya yg kita bisa check point itu ikhtiarnya hhe. Jaminan apakah itu memang bisa disebut ikhlas sepenuhnya milik Allah. Kita ga punya jawaban absolut ttg hal2, hingga hisab kita. Mungkin itulah kenapa ikhlas itu sulit, tapi worth. Karena kalo ternyata Allah tetap ridha dg usaha ikhlas kita, waaah super beruntungnya!
Pertanyaan ke-3:
Dalam pilihan hidup dan pekerjaan. Apakah lebih baik mengejar posisi strategis (karena sbg muslim harus punya posisi dan power) atau bekerja di level yg kaitannya dengan grassroot/terjun sosial gitu ke masyarakat?
Jawaban:
A: Ini kayaknya tergantung potensi dan preferensi mbak.. Kan tiap org ada kekuatannya/bakatnya masing2, di manapun yg penting dioptimalkan to serve Allah’s deen 😀
B: Kakak, aku pernah mengalami kebingungan yg sama kak. Pas itu bingung apakah hrs aku arahkan ke kepemerintahan atau private line (ky bayyinah kan ngesasarnya private yah, lini perorang, bukan kebijakan masal). Saat itu mentorku netepinnya jg ingin ke pemerintahan karena emg punya power n strategis. Dan itu ide bagus n benar.
Lalu suatu saat kemudian, aku liat video ust nouman, saya lupaa maaf sekali, ttg beliau yg ingin mendekap lini2 privat karena exactly akar semua masalah dlm semua bidang kuncinya ada di manusianya. Society pun terdiri dr individu. Jadi dibanding memukul rata dg kebijakan masal itu, lebih baik fokus dlm lini privat. Tapi kelemahn ini adl lama dan jangka panjang. Sedangkan kebijakan kan periodik yah.
Dan aku menyimpulkan keduanya ide bagus dan benar. Lalu aku akan memilih apa? Kalo aku milih posisi power memang menjamah semua org tp riskan superficial. Tapi kalo aku milih private line, ke suatu individu atau grup2, lama bgt. Itu nanti yg ga pernah dgr kabar baik ttg islam atau dapet help yg dimaksud dlm work kakak itu, gimana kabarnya? Aku belum sempat mengulurkan tangan ke arah mereka.
Lalu aku saring, mana yg lebih aku merasa nyaman scr emosional kalo aku di situ. Mana yg lebih kakak ras tidak terima saat kebijakan tidak solutif, tp masal semua dan sistematis jelas karena dr level tinggi yah, pemerintah gituh ; atau saat kelemahan private line yg mungkin skala kecil dan tidak terlihat dan lama, tp bisa jadi berkualitas bgt karena on the spot per individu atau grup. Choose. Org2 yg merintis di pemerintahan itu dan udh ada di dalamnya berarti callingnya emg ke kebijakan. Dg konteks banyak yah : kmampuan, target realistis optimisnya. Perjalanan memilih dg keyakinan bisa panjang bisa cepat Kak. Karena ada yg dr kecil udh terpaten mau jd dokter, jd dokter lah ia. Tp ada yg bingung, tp biasanya org ini bisa menjadi expert juga bisa jadi org serba bisa (leader juga).
Pengembangannya lagi, adl aku dikasih tahu murabbiku kalo : bisa saja tujuan hidup (goal teknis/misi) mu berubah by time. Karena memang ada hal baru yg saat itu kamu sadar misal lebih penting atau perlu lebih dulu dilakukan dan kamu bisa. Jd saat misal merancang calling-nya kita, tetap bersikap santai sedikit karena Allah bisa saja mengarahkan/ mengubah baik sedikit maupun banyak dr goal itu. Ga kaku aduh kalo aku netapin fokus ini ternyata bukan utmost potentialnya aku alias salah gimana. Udah di tengah2 proses pula. Efeknya adalah kita bisa lebih submit ke Allah. Dan memang percaya saat kita melakukan sebab (ikhtiar di fokus kita itu) Allah akan menggiring by time juga di posisi terbaiknya kita. Of course, ketika kita menentukan fokus, lebih baik yg spesifik. Kalopun ga juga gapapa, semampunya. Semoga tergiring lebih spesifik. Karena saya melakukan ini juga haha ketahuan deh.
Nah, karena udah jam 9, SSSnya saya tutup ya, semoga Allah memudahkan kita untuk mengamalkan ilmu yang Allah berikan, semoga Allah memudahkan semua urusan kita, semoga Allah senantiasa memberikan Taufik dan Hidayah-Nya kepada kita, semoga kita bisa selalu saling mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran, Aamiin. Terima kasih mas dan mba semua, saya mohon maaf apabila ada kesalahan. Subhanakallahumma wa bihamdika asyhadu alla ilaa ha illa anta astaghfiruka wa atuu bu ilaik
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh 😊
Yuk bantu dakwah kami! Donasi pengembangan media dakwah NAK Indonesia: