[Transkrip Indonesia] Kenapa Harus Percaya Tuhan Itu Ada – Nouman Ali Khan


Asssalamulaikaum warahmatullahi wabarakatuh. Saya tidak mengeluh, Saya hanya mengatakan bahwa sistem suara mikrofon di sini sangat kecil. Jadi semakin banyak Anda berbicara, semakin sulit bagi saya untuk mendengar bahkan suara saya sendiri. Jadi saya akan coba, insya Allah.

Biasanya saya memiliki perhatian yang sangat baik bahwa saya dapat berbicara mengenai suatu topik yang diberikan karena saya memiliki banyak anak dan banyak siswa. Jadi saya terbiasa dengan itu, tetapi subjek berikut ini membutuhkan ekstra konsentrasi dan pemikiran. Jadi saya meminta Anda, – terima kasih banyak -.

Al-hamdu lillaahi robbil-‘aalamiin. Wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa sayyidil anbiyaa’i wal mursaliin. Wa ‘alaa aalihii wa shohbihii ajma’iin.

Arab Badui Mengetahui Tuhan Itu Ada

Saya akan coba berbicara sekitar 25 menit. Jadi jika waktunya semakin dekat, cukup angkat tangan Anda, sehingga saya tahu harus berhenti, insya Allah.

Pada dasarnya saya diminta berbicara sedikit tentang Atheis, teisme dan bukti keberadaan Tuhan. Mengapa saya harus percaya pada Tuhan. Yang semuanya pertanyaan yang sangat logis dan sangat mendalam. Tak satu pun dari pertanyaan-pertanyaan ini dapat dijawab dengan singkat.

Istri saya memiliki jawaban yang sangat singkat. Saya akan bagi ini dahulu dengan Anda. Dia berkata, “Tuhan ada, apakah Anda suka atau tidak. Dan jika Anda tak percaya, tak mengapa, bagaimanapun juga Dia akan menghukummu.

(Hadirin tertawa)

Jadi, itu bisa saja menjadi topik saya. Dan saya akan mulai setelah menceritakan jawaban istri saya. Saya akan mulai dengan sesuatu yang biasa dikatakan orang Arab Badui kuno, (pada saat itu) kadang-kadang akan ada orang-orang dari peradaban lain seperti Persia dan Romawi.

Mereka melakukan perdagangan, sebelum zaman Islam. Mereka terkadang melakukan perdagangan atau melewati Arabia. Dan mereka akan melihat orang-orang Arab ini dan meskipun mereka memiliki syirik, mereka masih percaya pada Tuhan, mereka masih percaya pada satu Maha Tinggi. Jadi seseorang bertanya pada orang Arab Badui,

Bagaimana Anda tahu Tuhan itu ada?

Kaifa Amanta?” (Bagaimana Anda percaya?)

Bagaimana Anda meyakininya?

Bagaimana keyakinan itu datang kepada Anda?

Dan Anda tahu orang-orang Arab ini, mereka menghabiskan sebagian besar waktu mereka di padang pasir. Jadi dia mengatakan sesuatu yang sangat menarik. Dia menunjuk untanya. “Kotoran”. Anda tahu ‘kan? “Tahi”.

Dia menunjuk dan melanjutkan, “Anda tahu karena itu saya tahu bahwa unta saya ada.

Itulah yang dikatakannya. Dan apa yang dia maksud dengan itu?

Maksudnya, Anda tahu ketika saya melihat itu di padang pasir, ketika Anda melihat sesuatu, itu adalah tanda dari sesuatu yang lain. Ketika Anda melihat seperti… Anda tahu, jalan atau jejak, Anda tahu seseorang berjalan di sini. Ketika Anda melihat api yang telah dipadamkan tapi bekas bakaran dan abunya masih ada, Anda tahu bahwa beberapa orang berkemah dan mereka telah pergi. Ada jejaknya.

Dia melihat semua ciptaan sebagai jejak Tuhan. Sama seperti kotoran kecil di depannya adalah jejak untanya bahwa untanya ada. Jadi dalam pikirannya tidak ada keraguan. Itulah cara berpikir linear. Itu bahkan bukan pertanyaan.

Sudut Pandang Quran Tentang Keberadaan Tuhan

Sekarang saya ingin menjelaskan dengan sudut pandang Quran. Ini adalah cara yang mudah untuk melihat segala sesuatu. Tapi saya ingin melihat apakah Quran membahas subjek ini? Dan Anda harus tahu kalau ini eksplisit (jelas), Al-Quran tidak bertanya atau menjawab pertanyaan, “Apakah Tuhan itu ada?

Itu bukan pertanyaan dalam Quran. Pertanyaan itu tidak ada. Al Quran adalah kata-kata Allah. Dan Dia berbincang dengan makhluk-Nya, dengan Anda dan saya. Dia bercakap langsung dengan kita. Satu-satunya pertanyaan yang Dia tanyakan adalah,

Apakah Anda benar-benar percaya ini Aku yang berbicara?

Apakah Anda benar-benar percaya bahwa ini perkataan Aku sendiri?

Anda tidak mendengar kata-kata Allah, Anda mendengar suara Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Dan kata-kata ini diwahyukan kepadanya.

Jadi itulah pertanyaan yang Quran tanyakan, “Apakah ini perkataan (firman) Allah atau tidak?

Dia bertanya pertanyaan lain yang terkait dengan Tuhan,

Apakah ada Tuhan lain yang harus Anda sembah selain Aku?”

Dia bertanya pertanyaan lain, “Apakah Anda berpikir akan menyembah dirinya dan bukan Aku?

Apakah Anda berpikir akan bersyukur kepada selain Aku?

Ini adalah jenis pertanyaan yang Quran tanyakan.

Tidak pernah bertanya, “Apakah Tuhan ada atau tidak?

Tapi kemudian pertanyaan muncul, dari semua pertanyaan. Pertanyaan ini lebih penting.

Kenapa Quran tidak pernah mengajukan pertanyaan itu?

Kenapa Quran tidak pernah membahas pertanyaan Tuhan ada atau tidak?

Mengapa tidak? Mengapa tidak membahas pertanyaan ini?

Ini adalah salah satu masalah paling mendasar dari filsafat dalam sejarah manusia di seluruh peradaban. Jadi mengapa tidak? Jika buku ini pedoman bagi seluruh umat manusia, mengapa tidak membahas masalah ini? Dan kita juga menemukan jawaban untuk pertanyaan ini di Quran.

Mengapa ini bahkan bukan pertanyaan? Mengapa ini bahkan bukan diskusi sejauh yang berkaitan dengan Quran?

Mengenali Diri Akan Mengenal Tuhan

Dan untuk memahaminya, kita harus memahami sesuatu tentang diri kita sendiri. Pertama saya akan menceritakan sebuah hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam.

Dia berkata, “Man ‘arofa nafsahu ‘arofa robbahu.

Siapa pun yang mengenal dirinya, benar-benar mengenal dirinya sendiri, mereka benar-benar mengenal Tuhannya.

Jika Anda benar-benar mengenal siapa Anda, maka Anda tahu siapa Tuhanmu. Sekarang, itu tampaknya sedikit ambigu pada awalnya. Kita harus menelusuri pernyataan itu melalui Quran. Jadi kita memahami apa yang Nabi katakan kepada kita – shallallahu alaihi wa sallam -.

Bagaimana Anda mengenal Allah? Petunjuk yang ia berikan, Anda harus mengenal siapa yang dahulu? Siapa yang harus Anda kenal sebelum Anda mengenal Allah? Anda harus mengenal diri sendiri. Jika Anda benar-benar mengenal siapa Anda, diri Anda sendiri, maka dapat mengetahui siapa Allah.

Itu adalah hal yang sangat aneh karena Anda semua mungkin akan menjawab,

Aku sudah mengenal diri sendiri.

Nama saya begini dan begitu, saya memiliki masalah berat badan, Saya memiliki penglihatan yang lemah, saya memiliki ini, Anda tahu, memiliki “ini-itu”, Saya keluar dari banyak kelas, saya tahu banyak tentang diriku sendiri.

Apa maksudmu saya tidak mengenal diri sendiri?

Yah, sebenarnya ada bagian dari dirimu yang Anda tahu. Tapi ada bagian lain dari dirimu yang mungkin tidak benar-benar Anda ketahui dengan baik. Ini adalah bagian dari Anda yang Allah ciptakan sebelum Anda datang di bumi ini. Ada bagian dari Anda yang Allah ciptakan sebelum Anda keluar dari perut ibumu. Itu telah ada dan ini bagian dari Anda.

Ruh

Quran menyebutnya “Ruh“. “Ruh” milikmu.

Saya tidak akan menerjemahkannya sebagai semangat atau jiwa atau apa pun atau kepribadian Anda. Saya tidak akan memberikan apapun dari ini dengan istilah-istilah modern, sebut saja apa tadi?

Ruh.

Dan alasan Anda tidak tahu banyak tentang itu karena sebagian besar dari apa “Ruh” itu sendiri, adalah misteri bagi kita. Ini adalah sesuatu yang Allah sendiri katakan kepada kita.

Dia berfirman, “Yas’aluunaka ‘anir-ruuhi, qulir-ruuhu min amri robbii, wa maaa uutiitum minal-‘ilmi illaa qoliilaa.” (QS Al-Isra’ ayat 85)

Mereka bertanya kepadamu tentang “Ruh“.

Setiap kita memiliki “Ruh” dalam diri kita.

Dan Allah berfirman, “Mereka bertanya kepadamu tentang ‘Ruh’. Mereka berada dalam diri mereka.

Katakan kepada mereka bahwa ‘Ruh’ ini adalah urusan khusus dari Tuhanku.

Dan Anda tidak diberi pengetahuan kecuali sangat sedikit.

Anda telah diberi pengetahuan, tidak banyak kecuali sangat-sangat sedikit dari apa “Ruh” ini sebenarnya. Apa fungsinya dan apa wujudnya? Allah telah memberitahu kita beberapa hal. Dan saya ingin mengarahkan perhatian Anda kepada beberapa hal. Tujuan, saya memberikan perhatian ke hal ini adalah agar Anda dan saya bisa tahu apa itu “siapa?”

Pertama-tama, siapakah diri kita? Dan setelah kita mengenal siapa diri kita, artinya kita harus mengetahui siapa Allah. Jadi argumen Quran dimulai dengan ini. Jika Anda ingin berbicara tentang argumen teistik atau argumen dari keyakinan lain pada Tuhan. Ini dimulai dari titik ini.

Sekarang mengenai hal ini, “Ruh” yang kita pelajari dalam Quran bahwa itu adalah urusan Allah. Bahwa (Ruh) bertemu Allah. (Ruh) berbicara dengan Allah. (Ruh) memiliki percakapan dengan Allah. Dan dalam percakapan ini, (Ruh) berbicara dan Allah berbicara. Dan (percakapan) kedua belah pihak tercatat dalam Al-Quran.

Allah berfirman kepada semua “Ruh“, ada kumpulan besar “Ruh“, semuanya berkumpul. Dan Allah menanyakan mereka pertanyaan sederhana. Sekarang di titik ini “Ruh” tidak memiliki pertanyaan, “Apakah Engkau ada atau tidak?

Mereka tidak memiliki pertanyaan ke Tuhan, apakah Dia ada atau tidak. Mereka tidak memiliki pertanyaan itu. Dia berbicara di sana.

Bagaimana Anda berbicara dengan seseorang dan berkata, “Apakah Anda benar-benar di sini?

Apakah Anda ada?

Saya tidak yakin apakah Anda berada di sana atau tidak.

Itu akan menjadi kegilaan. Itu akan menjadi semacam kegilaan bahwa Anda sedang berbicara dengan seseorang dan Anda tidak percaya bahwa mereka ada di sana, ‘ya kan? Jadi sekarang ada percakapan dengan Allah dan Allah bertanya dengan pertanyaan yang sangat langsung.

Allah tidak bertanya, “Apakah Aku ada?

Dia tidak menanyakan hal itu karena itu pertanyaan yang tidak relevan.

Dia mengatakan, “Apakah Aku Tuhanmu atau bukan?

A lastu birobbikum.” (QS, Al-A’raf ayat 172)

Bukankah Aku ini Tuhanmu?

Bukankah Aku memilikimu?

Bukankah Anda milik-Ku?

Dia menanyakan pertanyaan itu kepada semua “Ruh“.

Ruh” orang yang beriman, “Ruh” orang yang tak beriman, “Ruh” orang Kristen, “Ruh” orang Yahudi atau “Ruh” orang Kafir, “Ruh” orang Hindu, orang ateis, orang agnostik, orang panteisme. Semua dari mereka bersama-sama, memiliki satu jawaban.

Dan jawabannya adalah, “Balaa Syahidnaa.” (QS. Al-A’raf ayat 172)

Tentu saja, kami memberikan kesaksian, kami bersaksi. Sekarang kita tidak hanya bersaksi bahwa Dia ada karena itu bukan apa yang Dia pinta kita untuk bersaksi.

Dia meminta kita untuk bersaksi untuk sesuatu yang lain. Dan apa itu sesuatu yang lain? Apa pertanyaannya? Siapa yang ingat? Jawab saja pertanyaannya (ke penonton).

Aula ini memiliki banyak gema, sehingga Anda harus berteriak ketika menjawab, “Apa pertanyaan di sini?

Apakah Aku Tuhanmu atau bukan?

Dengan kata lain, ini tidak hanya ketika seorang ateis berbicara tentang Tuhan, mereka berbicara tentang beberapa entitas yang ada dan tidak memiliki hubungan dengan Anda. Tapi seseorang yang memiliki Anda, memiliki hubungan langsung dengan Anda.

Jadi Anda berbicara tentang sebuah hubungan. Apakah Anda dan Aku tidak memiliki hubungan? Dan apa hubungan itu adalah bahwa Aku Tuhanmu dan Anda hamba-Ku.

Itu adalah pertanyaan yang Dia tanyakan kepada kita. Dan kita semua memberi jawaban itu. Jadi sekarang kita tahu bahwa Dia adalah Tuhan dan kita adalah hamba-Nya.

Ruh” ini berada di dalam tubuh kita, bahkan ketika kita berada di dalam tubuh ibu kita. Kita berada di dalam ibu kita, itu yang Islam ajarkan kepada kita, Nabi ajarkan kepada kita. Bahwa malaikat meniupkan “Ruh“, ia membawa “Ruh“. Dan dia mengirim itu di dalam perut ibu Anda, sementara kita masih di dalam janin, dan ia tiupkan itu ke dalam Anda. 120 hari setelah kehamilan ibu Anda. Dan jadi sekarang bahkan sebelum Anda lahir, Anda meyakini bahwa Anda adalah hamba Allah.

Ruh” Anda yakin. Pikiran Anda, otak Anda belum berkembang. Ketika anak lahir, visi mereka kabur (belum memilikinya -red). Anda tahu, mereka tidak memiliki kontrol gerak otot, mereka tidak tahu apa yang mata dan tangan mereka lakukan. Mungkin kadang-kadang Anda harus meletakkan sarung di tangan mereka sehingga tidak mencakar wajah mereka sendiri. Mereka tidak tahu, mereka tidak dapat mengontrol banyak hal.

Ini bagian dari perkembangan kecerdasan mereka, itu akan berkembang pada waktunya. Mereka akan memiliki cukup kontrol anggota badan dan cukup keseimbangan sehingga mereka dapat berjalan. Mereka mulai dapat membuat kata-kata dan perlahan-lahan akan mulai menggunakan popok, ‘ya kan? Mereka akan tumbuh dan akhirnya akan berkembang.

Tapi “Ruh” ini selalu ada. Dan Anda harus “mendekati” tingkat tertentu sebelum dapat memahami bahwa ada hal lain dalam diri Anda yang disebut “Ruh“.

Penjelasan Ruh

Biarkan saya jelaskan, ini akan terdengar sedikit filosofis tapi biarkan saya jelaskan ini dengan cara lain, oke? Jika saya meminta Anda – dan saya sudah melakukan percobaan ini pada anak-anak sekolah – . Saya tidak tahu seberapa baik ini dengan kalian, tapi mari kita coba.

Jika saya bertanya, “Di mana Anda?

Sepertinya ini pertanyaan konyol.

Saya bertanya, “Di mana Anda?

Anda menunjuk diri Anda sendiri.

Dan berkata, “Saya di sini, saya di sini.

Dan saya berkata, “Tidak kau menunjuk dada Anda.

Saya berkata, “Di mana Anda?

Dan kemudian Anda mengatakan, “Saya, di sini.

Saya akan menjawab, “Tidak, itu tubuh Anda. Di mana kau? Di mana Anda?

Keberadaan fisik Anda ini akan menjadi tua dan akan mati. Tapi “Anda” masih akan hidup. Tubuh fisik ini akan membusuk, tapi “Anda” yang ini adalah sesuatu yang lain.

Apa maksud itu “Anda”? Itu adalah “Ruh” Anda.

Itulah yang sebenarnya “siapa Anda”. Itulah yang Allah masukkan ke dalam diri Anda. Dan itu bagian dari “Anda” yang Allah sudah tahu.

Sekarang, apa yang kita katakan adalah hubungan antara kita dan Tuhan? Saya sudah memberikan petunjuknya. Tuhan dan apa? Tuhan dan hamba.

Dan dalam hubungan itu siapa yang punya kekuasaan? Tuhan.

Tuan & Budak

Sekarang, saya pikir banyak dari Anda memiliki majikan, memiliki bos (atasan), banyak dari Anda memiliki guru-guru yang memiliki otoritas atas Anda. Orang tua Anda memiliki otoritas atas Anda dalam beberapa hal. Tapi tak satu pun dari mereka adalah master/tuan (pemilik yang menguasai).

Tetapi jika kita berbicara tentang orang tua memiliki kontrol atas anak atau atasan atas karyawan atau guru atas siswa. Anda tidak bisa membandingkan kontrol itu dengan kontrol master (tuan yang mengusai) atas hamba.

Seorang master/tuan memiliki kontrol mutlak atas para hamba. Master/tuan dapat memerintahkan apa-apa yang dia inginkan dan hamba yang melakukannya. Seperti bos tidak bisa memerintahkan apa-apa yang dia inginkan. Dia tidak bisa. Anda tahu, dia tidak bisa. Dia tidak bisa memerintahkan Anda.

Jika pekerjaan Anda berakhir pukul 5 dan maka berakhir. Bos Anda tidak dapat memerintahkan bahwa Anda harus tinggal sampai tengah malam. Anda akan mengatakan, “Tidak, aku tidak, saya dari Union. Bicaralah dengan karyawan lokal.

Anda tidak harus mendengarkan mereka setelah mencapai titik tertentu. Tapi seorang master/tuan, kapan harus mendengarkan mereka? Sepanjang waktu. Sekarang, ketika memahami bahwa kita memiliki master/tuan dari awal. Dan kita sudah tidak mematuhi master/tuan semenjak awal.

Dia memiliki wewenang mutlak atas kita dan kita menghabiskan sebagian besar hidup kita, mengabaikan otoritasnya, mengabaikan kekuasaannya. Dan pada akhir semua pengabaian itu. Dia berkata, “Dengar, semua yang perlu Anda lakukan adalah berterima kasih kepadaku, dan memintaku untuk memaafkan Anda atas semua pengabaian ini. Aku akan memaafkan semua itu.

Allah Tuan – Kita Hamba

Quran dimulai, Fatihah dimulai dengan apa kalimat setelah “bismillaahir-rohmaanir-rohiim“? Dimulai dengan apa? “Al-hamdu lillaah.

Sekarang Anda katakan padaku, ketika kita berpikir tentang “Al-hamdu lillaah“, kita berpikir tentang hal-hal yang Allah telah berikan kepada kita, ‘ya kan? Allah telah memberi kita banyak hal dan kita berterima kasih kepada-Nya untuk itu.

Tapi dari sudut pandang “Ruh” kita, hal pertama dan terpenting kita bersyukur kepada Allah atas … bahwa Allah adalah Tuhan kita seperti yang Dia firmankan dalam Fatihah, Dia ingatkan kita lagi “Al-hamdu lillaah” apa?

Rabb“, master. Sekali lagi. Dia adalah Tuhan kita, kita hamba-Nya, kita telah tidak menaati Dia. Tapi Dia tidak memusnahkan kita.

Seorang peternak memiliki sapi dan dia memerah susunya dan kemudian sapinya berhenti menghasilkan susu. Dan dia berkata, “Sapi ini tidak baik untuk saya. Akan kusembelih dan singkirkan.

Anda melakukan hal buruk dengan telepon Anda, ketika teleponnya berhenti berfungsi. Anda melakukan hal-hal buruk pada laptop Anda, karena marah. Ketika rusak, ini memberikan Anda layar biru dari “Malakul Maut”, ‘ya kan?

Jadi, ketika hal-hal yang Anda miliki, tidak melakukan apa yang Anda ingin mereka lakukan. Anda memiliki cara “menghukum” mereka. Tapi Allah belum “menghukum” Anda dengan cara-Nya. Dia biarkan Anda makan, Dia biarkan Anda tidur, Dia memberi Anda lebih banyak, dan Dia terus membiarkan Anda bebas.

Dan untuk alasan itu kita katakan, “Al-hamdu lillaah.

Dan Allah mengajukan pertanyaan, “Anda akan berterima kasih kepada orang lain?

Setelah semua yang Aku sudah berikan?

Dan Aku terus memberi dan Anda akan berterima kasih kepada orang lain?

Haruskah ada pertanyaan apakah Aku ada atau tidak?

Argumen Filosofis Ateis Agnostik

Itu bahkan bukan pertanyaan di dalam Quran. Apakah Anda mengerti mengapa? Karena itu bagian dari kita, ada di dalam diri kita sendiri. Sekarang argumen filosofis berasal dari ateis melalui agnostik.

Argumen yang datang, “Nah bagaimana Anda membuktikan bahwa roh itu ada?

Kami mencoba untuk melakukan pemindai radioaktif pada saluran sci-fi, ketika seseorang akan mati untuk melihat apakah akan ada aktivitas seismik.

Pernahkah Anda melihat saluran sci-fi itu? Mereka mencoba untuk melihat apakah roh meninggalkan tubuh? Hal itu seperti (efek suara), hantunya pergi atau kembali lagi atau apa pun, ‘ya kan? Itu hanya gelombang mikro tapi itu adalah roh (menurut) mereka, ‘ya kan?

Jadi Anda tahu, mereka mencoba untuk menemukan beberapa bukti empiris keberadaan Tuhan. Ini juga, bentuk paling umum dari ateisme, meskipun memiliki jenis bentuk yang berbeda. Bentuk yang paling umum dari ateisme, yang mungkin Anda temukan atau dengar dari teman-teman dan rekan-rekan, ateisme pada dasarnya mengatakan ilmu pengetahuan modern telah mencapai titik kematangan dalam pengetahuan.

Dan kami telah menjelajahi alam semesta jauh dan luas, tidak ada Tuhan, itu semua sains. Ini semua secara ilmiah masuk akal, dapat dibuktikan. Anda tidak membutuhkan Tuhan untuk membuktikan keberadaan alam semesta. Kita semua bisa (membuktikannya) melalui hukum dan prinsip ilmu pengetahuan.

Hanya ada satu masalah mendasar dengan argumen itu. Sains tidak menjelaskan “Mengapa”. Ini hanya menjelaskan “Apa”. Sains tidak menjelaskan “Mengapa”, hanya menjelaskan “Apa”.

Ini hanya meneliti apakah yang terjadi jika saya membiarkan botol ini jatuh. Ini adalah studi tentang “Apa” yang terjadi. Ini adalah studi tentang fenomena yang sudah ada. Ini adalah studi tentang dunia yang terlihat. Jadi itu adalah studi tentang kotoran, itu studi tentang sisa-sisa dari api unggun. Dan itu tidak bisa mencari dan tidak dapat menemukan kamp yang telah ditinggalkan.

Ciptaan Allah ini, itu adalah dunia yang terlihat. Anda dapat mempelajarinya, mempelajarinya dan mempelajarinya tetapi jika Anda kehilangan rasa syukur yang ada dalam diri Anda. “Al-hamdu lillaah” di mana Quran memulainya. Jika Anda kehilangan itu dalam diri, Anda dapat mempelajari sains sampai hari kematian Anda. Dan Anda (tetap) tidak akan menemukan Tuhan.

Yang cukup menarik, orang-orang yang menjaga “Ruh” mereka hidup, orang-orang yang menjaga kebaikan mereka hidup. Bahkan di kalangan non-Muslim, Anda mungkin akan terkejut mengetahui ini dan saya berharap meyakinkan teman saya yang berada di North Carolina, Sulaiman Sheikh, untuk datang ke sini.

Ilmu Pengetahuan Dapat Menjadi Sarana Mengkonfirmasi Keberadaan Tuhan

Ini adalah hal terakhir yang akan saya bagi dengan Anda. Dia punya beberapa gelar Master, salah satunya filsafat ilmu, ia melakukan tesis tentang Newton di Duke (universitas). Dan pertanyaannya adalah apakah ia percaya akan Tuhan atau tidak? Apakah ia percaya pada Tauhid atau tidak? Apakah Anda tahu bahwa Newton, bapak fisika modern, ‘ya kan? Dia menulis sebuah makalah tentang keberadaan Tuhan. Dan dia menulis makalah menantang Trinitas.

Saya perlu menulis sebuah makalah tentang mengapa tidak masuk akal bagi Tuhan memiliki anak.

Dia menulis sebuah makalah seperti secara harfiah, itu seperti dia menulis Tafsir Surah Al-Ikhlas. Itulah bagaimana rasanya ketika Anda sedang membaca (makalahnya). Dan hal ini seperti pelopor ilmu pengetahuan modern, dan mereka tidak hanya satu atau dua orang tetapi ada banyak dari mereka yang benar-benar melihat ilmu pengetahuan sebagai sarana mengkonfirmasi keberadaan Tuhan, tidak menyangkal-Nya.

Dan ini adalah pelopor ilmu pengetahuan modern dari dunia barat. Dan saya tidak berbicara tentang ilmuwan Muslim.

Tapi entah kenapa ada delusi ini, ada kesenjangan ini, yang dibuat seolah-olah ketika Anda belajar sains, Anda seharusnya percaya pada sains bukan percaya kepada Tuhan. Ini seperti memilih salah satu pendapat atau pendapat lainnya.

Argumen Quran adalah kebalikan dari itu. Abdul Rahman (pembicara sebelumnya) juga membuat referensinya. Quran menantang kita untuk belajar sains. (Allah) ingin kita untuk belajar sains karena semakin kita belajar sains, semakin kita menghargai ciptaan-Nya. Dan semakin Anda menghargai ciptaan-Nya, jika ada kebaikan di dalam diri Anda, Anda akan bersyukur. Kepada siapa Anda akan bersyukur? Tidak pada ciptaan tapi pada Sang Pencipta.

Anda tahu, dokter akan jauh lebih bersyukur karena dia melihat jantung berdetak ketika ia melakukan operasi dan ia telah melihat bentuk (jantung) ini. Ini “mesin” yang luar biasa. Dia telah melihat bagaimana (jantung) itu bekerja. Dekat dan pribadi.

Ia mengatakan, “Milik saya masih berdetak, Al-hamdu lillaah.

Dia telah melihat hal-hal ini, ia telah melihat secara dekat dan pribadi. Saya tahu bahwa saya akan melampaui waktu saya tapi saya akan membuat satu referensi cepat sebelum menutup pembicaraan saya.

Banyak orang-orang muda di sini, jadi saya akan membuat rujukan pada sebuah acara. Mungkin beberapa dari Anda telah melihatnya. Saya telah melihat satu atau dua episode acara itu karena saya penasaran seseorang mengatakan tentang hal itu. Acara TV “House”.

Anda dapat mengangkat tangan, tak mengapa saya akan menerima istighfar Anda, saya akan mendoakan Anda. (ini hanya bercanda -red)

Pada dasarnya ide dari acara ini adalah kita memiliki dokter yang super cerdas, kepadanya kasus super sulit datang dan tidak ada yang tahu apa yang salah dengan pasien, dan dia dokter jenius super yang akan memecahkan kasus ini pada akhir episode. Itu yang biasanya bagaimana episode ini berjalan, benar?

Tetapi pada saat yang sama, dokter jenius ini menjadi apa? Jika ada yang tahu tentang acaranya. Sejauh keyakinannya yang kita pedulikan, kebetulan dia seorang apa? Dia kebetulan menjadi seorang ateis.

Penalaran Deduktif & Penalaran Abduktif

Jadi idenya, dia sangat cerdas dan jika percaya dengan Tuhan adalah ide yang cerdas, jenis orang pertama yang akan percaya seharusnya orang seperti dia. Meskipun ini bukan kelas filsafat tapi saya ingin Anda pergi dengan 2 hal, penalaran deduktif dan penalaran abduktif.

Anda tahu ketika pasien datang kepadanya, dia mencatat dugaan sekumpulan penyakit di papan.

Ini bisa jadi yang salah dengan mereka, ini bisa jadi yang salah.

Dan dia terus membuat dugaan di titik ini. Dan segera setelah dia menulis semua kemungkinan di papan, ia memberikan masing-masing dari mereka, suntikan (obat) seolah itu solusi menyembuhkannya. Dia mencobanya solusinya.

Dan ketika pasien semakin memburuk dan dia melanjutkan, “Oke, jelas bukan yang pertama, solusinya kita harus coba ke yang kedua.

Kemudian mereka mencoba kedua, yang juga tidak bekerja, mereka mencoret itu dan mereka coba ke solusi yang ketiga. Pernahkah Anda melihat proses ini? Mereka melihat kemungkinan, mereka menguji kemungkinan itu, mereka mencoba kemungkinan itu. Dan pada akhirnya, ketika tidak bekerja mereka melanjutkan. Tapi mereka mencobanya lebih dahulu.

Dia tidak pernah melakukan cara itu terhadap mempercayai Tuhan. Cara itu berhasil untuk dia ketika berhadapan dengan pasien. Dia tidak menggunakan proses tersebut dalam hal keimanan. Dia tidak mengatakan, “Oke, biarkan saya mengemukakan kemungkinan adanya Tuhan, bahwa ada Wahyu.

Biarkan saya melakukan penelitian atas Wahyu ini, atas Tuhan ini.

Jadi mari kita lihat, apakah saya benar-benar dapat menjelaskan bukti bahwa Dia (Tuhan) tidak ada.

Dan omong-omong, hal lain yang menarik tentang filosofinya adalah bahwa ia tidak akan melangkah ke penyakit lain sampai ia benar-benar yakin bahwa itu bukan masalahnya. Tidak ada yang percaya itu penyakitnya, ia satu-satunya dengan keyakinan buta, “Saya tahu bahwa ini adalah penyakit yang dia derita.

Dia memiliki keyakinan buta atas penyakit yang tidak dapat ia buktikan. Dia memiliki firasat. “Ruh“-nya memberitahu bahwa itu penyakit, ‘ya kan? Tapi dia tidak melakukan itu, jadi itulah penalaran abduktif.

Anda tahu ketika mempelajari kemungkinan, Anda memberikannya kesempatan. Dan Anda benar-benar menguras energi mempelajari itu. Itulah penalaran abduktif.

Tapi ketika ia berkata, “Tidak! Bicara logika, bagaimana bisa ada Tuhan?

Jika ada Tuhan, apa yang akan terjadi?

Dan Anda akan tetap dalam dunia “jika” dan “maka”. Anda akan tetap dalam dunia hipotesis. Dan Anda tidak pernah secara fisik mengalami sesuatu atau mencoba sesuatu. Itulah penalaran deduktif.

Quran itu sepenuhnya penalaran abduktif. Pengalaman kita di dunia, bagaimana mengarah ke kesuksesan. Kita tidak berbicara hipotesis saja. Siapa saja yang ingin menjadi sukses, gunakan penalaran abduktif.

Mereka mengikuti sesuatu, mereka mencoba, mereka gagal, mereka mencoba sesuatu yang lain. Mereka terus bergerak.

Ini adalah perjalanan Ibrahim ‘alaihissalam yang ia berusaha coba ajarkan kepada para pengikutnya. Matahari, tidak sesuai harapan. Bulan, juga tidak! Penampakannya terus berubah.

Anda tahu apa, itu sebuah perjalanan yang sedang terjadi. Intinya, alasan saya mengatakan semua hal ini pada Anda, sementara saya punya banyak hal lain untuk dibicarakan ketika datang ke diskusi ini.

Jangan berpikir hanya karena orang seperti ateis atau agnostik atau apa pun menyampaikan argumen filosofis tertentu kepada Anda yang Anda tidak memiliki argumen balasan.

Oooh itu saja, mereka mendapatkan misteri ini sudah terpecahkan.

Dan (ada) miliaran dari miliaran orang yang percaya kepada Allah dan secara alami percaya pada Allah. Masyarakat di seluruh dunia, di seluruh dunia musyrik, umat Islam, tidak masalah. Beberapa konsep tentang Tuhan selalu ada. Dan ateisme bukan awalnya, (ateis) bukanlah awal mula dari masyarakat.

Beberapa orang keluar dari teisme ke ateisme dan biasanya itu disebabkan oleh beberapa alasan pribadi. Tapi insya Allah mudah-mudahan kita akan bahas dalam sesi QA (tanya jawab). Saya akan luangkan lebih banyak waktu mengenai diskusi ini insya Allah, di sini mudah-mudahan dalam kesempatan lain, kita akan lanjutkan hal ini dan membahas lebih rinci.

Baarokallohu lii wa lakum, wassalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

Subtitle: NAK Indonesia
Donasi: https://kitabisa.com/nakindonesia

English Transcript: https://islamsubtitle.wordpress.com/2017/12/05/why-should-i-believe-in-god

One thought on “[Transkrip Indonesia] Kenapa Harus Percaya Tuhan Itu Ada – Nouman Ali Khan

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s