Al-hamdu lillaahi robbil-‘aalamiin. Wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa asyrofil anbiyaa’i wal mursaliin. Wa ‘alaa aalihii wa shohbihii ajma’iin. Tsumma ‘amma ba’d.
Fa’uudzu billahi minasy-syaithonir-rojiim. Bismillaahir-rohmaanir-rohiim.
“Sabbaha lillaahi maa fis-samaawaati wal-ardh, wa huwal-’aziizul-hakiim.” (QS. Al-Hadid ayat 1)
Robbisyroh lii shodrii, wa yassir lii amrii, wahlul uqdatan min lisaanii, yafqohuu qoulii. Aamiin ya robbal-‘aalamiin. Tsumma ‘amma ba’d.
Sekali lagi semua, assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.
Surat Al-Hadid: Surat Musabbihat Pertama
Mari kita bersama-sama mencoba memahami dan mengenal Surat Al-Hadid, surat ke-57 dari Al-Qur’an. Ini adalah surat pertama dari mussabihaat.
Mussabihaat adalah rangkaian surat Madani yang diturunkan saat kaum muslimin merasakan melemahnya iman akibat dari pertumbuhan komunitas muslim, di mana beberapa di antara muslim baru tidak sedewasa mereka yang berhijrah bersama Nabi alaihi salatu wassalaam dalam hal keimanan.
Ini bukan berarti bahwa semua yang menerima Islam di Madinah lemah, namun ada sejumlah orang yang tidak memahami pentingnya permasalahan yang ada dan seriusnya masalah yang ada. Jadi yang dilakukan Allah dalam surat ini adalah meremajakan kembali iman komunitas muslim.
Dan ini adalah surat musabbihat pertama dan terbesar. Ini adalah surat yang sangat bertenaga. Ini adalah surat yang sangat bertenaga dan sangat hebat.
Di dalam Al-Qur’an surat ini ditemukan setelah serangkaian panjang surat Makkiyah. Dan setelahnya diikuti oleh surat Al-Waqiah. Dari sini, surat ke-57 hingga surat-66, semuanya surat Madaniyyah. Ini adalah kelompok terakhir yang terbesar dari surat Madaniyyah dari keseluruhan Al-Qur’an. Dan ini adalah surat yang pertama.
Bagian-Bagian Surat Al-Hadid
Yang ingin saya sampaikan pada Anda tentang surat ini adalah betapa indahnya – untuk memudahkan mengingat topiknya salah satunya adalah dengan melihat bagaimana susunannya -. Anda bisa melihatnya terbagi ke dalam 5 bagian yang jelas. Namun daripada menyebutkan pada Anda bagian 1, 2, 3, 4, 5. Saya akan menceritakan bagaimana kecocokan yang ada dalam surat ini.
Bagian Pertama: Menghidupkan Kembali Iman Kepada Allah
Bagian pertama yang terdiri dari 6 ayat sebenarnya adalah tentang gambaran Allah dan apa saja yang harus Anda pahami tentang siapa Tuhan itu, siapa Allah itu. Bagaimana segala sesuatu menyatakan kesempurnaanNya, bagaimana Dia merupakan Yang Pertama dan Yang Terakhir, bagaimana Dia memiliki semua kerajaan dan kekuasaan yang ada.
“Lahuu mulkus-samaawaati wal-ardh, wa ilalloohi turja’ul-umuur.” (QS. Al-Hadiid ayat 5)
Kepadanya segala sesuatu akan dikembalikan.
Dialah yang memaksa malam masuk ke dalam siang dan siang ke dalam malam. Bagian ini layaknya mengenalkan kembali kepada Allah pertama kalinya. Meskipun ini adalah surat Madaniyyah. Namun intinya adalah untuk menghidupkan kembali iman kepada Allah.
Bagian Kelima: Iman Kepada Rasul-Rasul Allah
Dan berlawanan dengan ini, jika kita tilik bagian terakhir dari surat ini Anda akan melihat bahwa tema yang mendominasi bagian ini adalah iman kepada rasul-rasul Allah.
Jadi Allah berkata, “Laqod arsalnaa rusulanaa bil-bayyinaah.” (QS. Al-Hadid ayat 25)
Kami turunkan rasul-rasul Kami dengan bukti yang nyata.
“Liya’lamalloohu man yanshuruhuu wa rusulahuu bil-ghoiib.” (QS. Al-Hadid ayat 25)
Maka Allah akan mengetahui siapa yang menolongNya dan menolong rasulNya walau tidak terlihat.
“Wa laqod arsalnaa nuuhan wa ibroohiim.” (QS. Al-Hadid ayat 26)
Kami mengutus sebagai rasul-rasul, Nuh dan Ibrahim.
“Wa qoffainaa bi’iisabni maryama wa aaatainaahul-injiil.” (QS. Al-Hadid ayat 27)
Kami kuatkan mereka dengan rasul-rasul yang lain seperti Isa putra Maryam, dan Kami beri dia Injil.
Lalu, “Yaaa ayyulhalladziina aamanuttaqullooha wa aaminuu birosuulih.” (QS. Al-Hadid ayat 28)
Menyimpulkan semuanya adalah, milikilah taqwa kepada Allah dan berimanlah kepada rasulNya.
Yang saya maksudkan adalah iman kepada Allah adalah bagian pertama, dan iman kepada rasul-rasulNya adalah bagian kelima, dan di antara keduanya adalah 3 bagian yang lainnya.
Yang menarik yang juga akan Anda lihat bahwa iman kepada Allah adalah sesuatu yang ada di dalam hati, sedangkan iman kepada para rasul hanya terwujudkan jika Anda mematuhi rasul, pada dasarnya ini adalah hal praktis. Anda akan melihat dikotomi tersebut dalam surat ini.
Bagian Kedua: Iman Dan Membelanjakan Di Jalan Allah
Sekarang mari saya bawa Anda ke bagian kedua. Bagian kedua ini adalah gabungan dua hal, pertama adalah keimanan Anda. Hal kedua adalah membelanjakan di jalan Allah.
Bagaimana kedua hal ini berperan bersama adalah Allah bicara panjang lebar tentang membelanjakan. Beriman kepada Allah dan sebagai konsekuensinya belanjakan dari apa yang telah diberikanNya kepada Anda. Dan pada bagian selanjutnya Dia berkata, “Apa yang salah denganmu? Mengapa tidak kau belanjakan di Jalan Allah?”
“Maa lakum allaa tunfiquu fii sabiilillaah.” (QS. Al-Hadid ayat 10)
Lalu dikatakanNya, “Man dzalladzii yuqridhullooha qordhon hasanah.” (QS. Al-Hadid ayat 11)
Siapa yang memberi Allah pinjaman yang baik, sebuah pinjaman yang indah.
Dan di tengah-tengah semua pembicaraan tentang pembelanjaan ini, sesungguhnya adalah iman.
“Huwalladzii yunazzilu ‘alaa ‘abdihiii aaayaatin bayyinaatin, liyukhrijakum minazh-zhulumaati ilan-nuur.” (QS. Al-Hadid ayat 9)
Wahyu telah datang kepadamu agar kamu bisa mempercayainya, dan wahyu itu bisa mengangkatmu dari kegelapan menuju cahaya.
Jadi yang ingin saya katakan adalah bahwa bagian kedua didominasi oleh pembelanjaan. Dan aturan dari pembelanjaan adalah yang akan memberimu kekuatan dan keinginan untuk membelanjakan adalah imanmu. Itu tadi bagian kedua.
Bagian Keempat: Melindungi Hati
Jika Anda beranjak ke bagian kedua terakhir, Anda temui kebalikannya. Anda akan menemukan lindungi hatimu, cari ampunan Allah, teguhkan imanmu, jangan biarkan hatimu menjadi keras.
“Fa qosat quluubuhum.” (QS. Al-Hadid ayat 16)
Hati mereka menjadi keras seperti orang-orang yang datang sebelumnya.
“Saabiquuu ilaaa maghfirrotin min robbikum.” (QS. Al-Hadiid ayat 21)
Berlomba-lombalah untuk memperoleh ampunan dari Tuhanmu.
Ini semua tentang melindungi imanmu dan memperoleh ampunan. Dan di tengah-tengah itu semua, satu pernyataan yang bertolak belakang adalah tentang membelanjakan di jalan Allah.
“Innal-mushshoddiqiina wal-mushshoddiqoot, wa aqrodhullooha qordhon hasanah.” (QS. Al-Hadid ayat 18)
Yang saya maksudkan adalah di bagian kedua kita temukan pembelanjaan – iman – pembelanjaan, begitu susunannya. Dan persis kebalikannya adalah iman – pembelanjaan – iman.
Keduanya terjalin erat sangat erat, Allah menekankan betapa keduanya sangat tidak terpisahkan. Keimanan dan kedermawanan saya tidak bisa terpisah satu sama lain, dan Dia membuat penekanan tersebut dalam susunan bagian kedua dan bagian keempat.
Bagian Ketiga: Cahaya Iman Dan Cahaya Amal
Ini membawa kita pada satu bagian lagi yakni bagian tengah surat. Jadi bagian pertama dan terakhir berkaitan, lalu bagian kedua dan keempat juga terkait, membawa kita ke bagian tengah.
Dan bagian tengahnya adalah salah satu bagian paling unik dari keseluruhan Al-Qur’an. Menggambarkan sesuatu tentang Hari Pembalasan yang belum pernah digambarkan dimanapun.
Menggambarkan apa yang akan terjadi kepada mereka yang mengira sudah beriman, tetapi sesungguhnya belum benar-benar beriman. Dan mereka dibangkitkan di antara mereka yang benar-benar beriman. Lalu mereka menyaksikan bahwa semua orang di sekeliling mereka memiliki cahaya yang bersinar dari depan dan dari tangan kanan mereka.
“Yas’aa nuuruhum baina aidiihim wa bi’aimaanihim.” (QS. Al-Hadid ayat 12)
Cahaya mereka memancar dari depan dan tangan kanan mereka, yang menunjukkan bahwa itu adalah cahaya iman mereka, dan yang dari tangan mereka adalah cahaya amal mereka.
Apa itu iman sudah dibicarakan dalam surat ini. Apa itu tangan, adalah tangan yang dermawan, yang memberi, yang membelanjakan. Maka orang-orang ini bangun dengan cahaya dari depan dan tangan kanan mereka. Dan dengannya mereka bisa melakukan perjalanan menuju syurga.
Dan kamu berdiri di antara mereka, dan kamu tak bisa melihat karena tidak memiliki cahaya. Lalu kamu memanggil mereka,
“Zhuruunaa naqtabis min nuurikum.” (QS. Al-Hadid ayat 13)
Tunggu kami! Beri kami kesempatan! Biarkan kami memanfaatkan cahayamu!
Dan kepada mereka dikatakan, “Qiilarji’uu warooo’akum fatalmisuu nuuroo.” (QS. Al-Hadid ayat 13)
Kembalilah ke balik dirimu sendiri, temukan cahaya di balik dirimu sendiri, kamu tak boleh memiliki cahaya kami.
Betapa dramatisnya gambaran ini, tentunya orang-orang ini berteriak kepada mereka. Kami tak mungkin kembali, tak ada jalan untuk kembali sekarang. Jadi mereka mencoba mengejar orang-orang beriman, lalu sebuah dinding dijatuhkan,
“Fa dhuriba bainahum bisuurin lahuu baab.” (QS. Al-Hadid ayat 13)
Sebuah dinding berat tak terhingga yang memiliki pintu dijatuhkan di antara mereka.
Pada salah satu sisinya ada ampunan, artinya jalan menuju syurga, yang sekarang terkunci. Karena orang-orang itu meskipun menoleh ke belakang, mereka takkan ditarik ke belakang karena ada dinding yang menghalangi. Namun orang-orang yang berada di sisi yang salah dari dinding itu.
“Wa zhoohiruhuu min qibalihil-‘adzaab.” (QS. Al-Hadid ayat 13)
Bagian belakang dinding itu, tepat sebelum hukuman menuju ke arahmu.
Jadi mereka menangis, “A lam nakum ma’a kum.” (QS. Al-Hadid ayat 14)
Bukankah kami dulu bersamamu?
Kepada mereka dikatakan, “Benar.”
“Wa laakinnakum fatantum.” (QS. Al-Hadid ayat 14)
Tapi kalian menempatkan diri kalian dalam ujian.
“Wa tarobbashtum wartabtum.” (QS. Al-Hadid ayat 14)
Kalian menunda-nunda lalu ragu.
“Wa ghorrotkumul-amaaniyy.” (QS. Al-Hadid ayat 14)
Harapan palsu memenuhimu.
“Hattaa jaaa’a amrulloohi.” (QS. Al-Hadid ayat 14)
Hingga keputusan Allah tiba.
“Wa ghorrokum billaahil-ghoruur.” (QS. Al-Hadid ayat 14)
Dan penipu terbesar menipumu.
Jadi diagnosis ini, bagaimana seorang yang memiliki iman, beriman, membuangnya sama sekali dan kehilangannya. Dan berakhir sebagai orang yang kalah di Hari Pembalasan, – semoga Allah tidak menjadikan kita salah satunya -, berada tepat di tengah-tengah.
Bagian Kesimpulan
Keseluruhan gambaran dari melindungi cahaya seseorang, satu-satunya yang akan menyelamatkan kita di Hari Pembalasan adalah cahaya tersebut. Hal lain yang ada di surat ini, iman kepada Allah, iman kepada Rasul, melindungi iman dengan membelanjakan, mencari ampunan dan membelanjakan, semuanya ada untuk melindungi cahaya yang ada di tengah.
Maka Anda akan menghargai apa yang terjadi pada ayat terakhir dari surat ini. Ayat ini sangat indah, di mana Allah menyimpulkan semuanya. Semua hal dalam surat ini dalam satu ayat, ayat kesimpulan.
“Yaaa ayyuhalladziina aamanuu.” (QS. Al-Hadid ayat 28)
Kalian yang beriman.
“Ittaqullooha.” (QS. Al-Hadid ayat 28)
Berhati-hatilah akan Allah.
Ingat bagian pertama adalah tentang Allah.
“Wa aaminuu birosuulihii.” (QS. Al-Hadid ayat 28)
Dan berimanlah kepada para rasul, ingat bagian terakhir tentang para rasul.
Lalu Dia berkata, “Yu’tikum kiflaini min rohmatihii.” (QS. Al-Hadid ayat 28)
Jika kamu melakukannya, Dia akan memberimu dua bagian ampunanNya.
“Wa yaj’al lakum nuuron.” (QS. Al-Hadid ayat 28)
Ngomong-ngomong, kamu memberi bagian, Allah akan memberimu bagian. Jika kamu membelanjakan, Allah akan membelanjakan untukmu.
“Wa yaj’al lakum nuuron tamsyuuna bihii.” (QS. Al-Hadid ayat 28)
Dan Dia akan meletakkan cahaya bagimu agar kamu bisa berjalan.
Subhanallah, ayat kedua terakhir dari surat ini menyimpulkan seluruh gambaran yang ada. Maka keseluruhan lukisan surat ini telah digambarkan bersama. Lalu Allah mengatakan agar kita tidak seperti ahli kitab.
“Li allaa ya’lama ahlul-kitaabi allaa yaqdiruuna ‘alaa syai’in min fadhlillaahi, wa annal-fadhla biyadillaahi yu’tiihi man yasyaaa’ walloohu dzul-fadhlil-‘adzhiim.” (QS. Al-Hadid ayat 29)
Bahwa berkah Allah akan jatuh kepada siapa saja yang Allah inginkan.
Surat ini mengajari kita banyak hal, salah satunya saya ingin untuk Anda bawa bersama. Bahwa berkah Allah akan jatuh pada siapa saja, Anda tidak bisa berkata, “Ini tentang orang baik, saya bukan orang baik.”
Atau… “Ini tentang orang yang lebih baik dari saya, saya punya banyak sekali kesalahan.”
Tak seorang pun di luar berkah Allah, dan Dia memberikannya kepada siapa saja yang Dia inginkan. Jika berkah itu lambat atau cepat, janganlah menjadi orang-orang yang saat Hari Pembalasan datang, Dia berkata tentang mereka, “Kalian menunda-nunda.”
Kamu tahu kamu salah, kamu sebenarnya bisa bertobat, tapi kamu menolak, kamu masih ingin menghabiskan waktu.
Surat ini memberi kita rasa urgensi (keadaan mendesak) bahwa bahkan kita bisa menjadi mereka yang termasuk dalam berkah Allah yang besar. Semoga Allah memasukkan kita semua dalam berkah-Nya.
Baarokallohu lii wa lakum, assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.