Resume Kajian Pranikah Dengan Kang Firman


๐ŸŒป๐ŸŒป Resume Sharing Santai tapi Serius grup NAK INDONESIA ๐ŸŒป๐ŸŒป

Kulwap bareng Kang Firman grup NAK Indonesia

Tema: PRANIKAH

Moderator: Nifah

Link donasi ๐Ÿ‘‡๐Ÿ‘‡

https://kitabisa.com/nakindonesia

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Dalam kesempatan diskusi malam ini, saya akan membahas beberapa hal terkait persiapan yang dibutuhkan untuk seseorang yang akan menikah.

Alhamdulillah hari ini wacana tentang keluarga, pernikahan, dan persiapan untuk memasukinya sudah merupakan wawasan yang tersebar luas di tengah kalangan umat Islam. Program persiapan pernikahan sudah disediakan oleh banyak lembaga Islam, dan materi-materi terkait hal tersebut mudah didapat di internet.

Oleh karena itu dalam kesempatan malam ini, saya ingin membahas apa yang menurut saya belum banyak diungkap dalam program-program tersebut, padahal ia bersifat lebih mendasar. Hal tersebut adalah keselarasan mindset hidup kita terkait pernikahan dan keluarga.

Adapun untuk hal yang lainnya, seperti ukuran dan syarat kesiapan menikah, kaidah proses menuju pernikahan, hak dan kewajiban di dalam pernikahan, serta lain sebagainya saya rasa dapat kita pelajari dari berbagai referensi yang mudah diperoleh.

Menata Kembali Mindset Hidup Agar Selaras Dengan Kehidupan Keluarga

Berikut ini beberapa mindset yang menurut saya penting untuk dibangun atau justru harus diubah agar seorang muslim dapat menjalani kehidupan keluarga dengan benar, sesuai dengan maksud Allah atas sistem keluarga.

Mindset 1: Senantiasa Hidup sebagai Anggota Keluarga
Mindset 2: Keluarga adalah urusan Laki-laki
Mindset 3: Wanita Hidupnya berpusat di sekitar Kelahiran
Mindset 4: Keluarga adalah tempat hidup Wanita
Mindset 5: Keluarga adalah amanah utama seorang laki-laki

Saya akan coba uraikan satu per satu mindset tersebut.

Mindset 1: Senantiasa Hidup sebagai Anggota Keluarga

Saya mulai dari mindset pertama karena menurut saya, itulah hal mendasar yang masih terlewatkan dari bagaimana kita mempersiapkan pernikahan. Banyak muslim, baik itu laki-laki ataupun perempuan, di masa sekarang yang secara pribadi sangat baik akhlaknya, baik ibadahnya, bahkan sudah tahu banyak tentang ilmu terkait keluarga, namun pada kenyataan hidupnya sehari-hari, kehidupan pernikahan dan keluarganya masih rapuh, belum kokoh.

Masalahnya adalah di jaman ini, kita tumbuh sebagai manusia individual. kita melihat diri kita sebagai sesosok manusia, serta menata hidup di seputar cara pandang itu. Kita menyadari bahwa kita lahir dan besar di tengah keluarga, kita pun punya semangat untuk membangun keluarga yang ideal sesuai apa yang sudah kita ketahui. Namun di dalam diri kita, kita masih menjalani hidup untuk mencapai ukuran kesuksesan individual.

Bagaimana pendidikan kita, karier kita, kualitas diri kita, bahkan bagaimana ibadah dan hafalan Qur’an kita, semua masih berpusat di sekitar ukuran individu.

Itulah mengapa saat seorang pemuda muslim, baik ikhwan maupun akhwat, selepas lulus kuliah, mulai bekerja, lalu mulai menyiapkan diri untuk menikah, saat itu ia tampak seperti seseorang yang baru belajar apa itu keluarga dan bagaimana caranya membina keluarga. Padahal sejak lahir kita adalah anggota keluarga

Kita merasa sebelum menikah kita hidup sendiri, dan setelah menikah kita akan mulai berkeluarga. Padahal sejak kecil kita sudah berkeluarga. Namun nyatanya kita memang tidak tahu seperti apa itu ‘berkeluarga’

Inilah hal paling mendasar yang perlu ditata ulang di pikiran kita sebelum kita menikah. Tanpa membenahi hal ini, kita akan mengalami apa yang dialami oleh begitu banyak orang dalam pernikahannya, puzzle yang tidak kunjung selesai dan tak kunjung terlihat indahnya.

Sangat banyak masalah dalam pernikahan dan keluarga yang sumbernya dari kesalahan berpikir di sini.

Mindset 2: Keluarga Adalah Urusan Laki-Laki

Banyak laki-laki yang menikah karena ingin mendapatkan istri, mendapatkan anak, dan memiliki keluarga, namun tidak siap untuk mengurusnya.

Bahkan ada juga yang sekedar ingin mendapatkan istri saja. Tidak antusias dengan anak.

Masih jadi persepsi umum bahwa mengurus keluarga dan segala hal domestik adalah domain wanita. padahal sudah jelas di dalam Al Qur’an segala hal terkait pengelolaan dan pemeliharaan keluarga selalu merefer kepada laki-laki.

Jadi ini adalah agenda besar yang harus disiapkan oleh setiap laki-laki muslim yang ingin menikah. Bahwa Islam dirancang untuk diamalkan di dalam keluarga, bukan dalam kehidupan sendiri/membujang. Bahwa Muslim dirancang untuk hidup di dalam keluarga, tidak soliter, dan bahwa keluarga adalah urusan laki-laki. So you have become an expert on it.

Mindset 3: Wanita Hidupnya Berpusat Di Sekitar Kelahiran

Ini adalah fitrah wanita. Jika seorang wanita ingin merasakan hidup yang paripurna, maka ia perlu terpanggil untuk menjalani hidup seperti itu. Wanita adalah tempat tumbuh yang penuh kasih sayang. Oleh karena itu ia mesti terjaga dan terpelihara. Dan semua itu tempatnya adalah di dalam keluarga.

Banyak wanita yang ingin menikah, punya suami dan punya anak, punya rumah yang nyaman tempat berkumpul bersama, namun di saat yang sama separuh dirinya, di nalarnya, masih tertanam “semangat jaman” yang mengukur pencapaian hidup dari ukuran-ukuran individual yang sempat saya singgung di awal.

Seorang istri dan ibu yang seperti itu akan menjadi pribadi yang terbelah. Dalam dirinya akan ada kebingungan atau kegelisahan karena ditarik ke dua kutub yang berbeda.

Saya tidak sedang mengatakan bahwa wanita tidak perlu punya keahlian atau pencapaian profesional.

Jika seorang wanita memang Allah beri potensi dan amanah untuk memiliki peran sosial atau profesional, maka itu adalah syakilaahnya. tentulah Allah akan mudahkan ia menempuhnya dan memenuhinya.

Namun jika di saat yang sama Allah telah membawa seorang wanita ke dalam kehidupan pernikahan dan keluarga, maka dedikasinya yang utama adalah untuk keluarga. Hal ini yang saya tegaskan dalam

Mindset 4: Keluarga adalah tempat hidup Wanita

Sesungguhnya, dalam kalimat Wanita hidupnya berpusat di sekitar kelahiran dan oleh karena itu Keluarga adalah tempat hidup wanita, ada pemahaman-pemahaman mendasar terkait fitrah wanita, dan bagaimana Allah menata kehidupan wanita.

Hal itu bahkan bisa kita pahami dari melihat bagaimana biological life span tubuh wanita sejak ia lahir hingga tua.

Saat seorang anak wanita tercipta sebagai janin di rahim ibunya, di dalam tubuh janin itu sudah tercipta sel-sel yang akan menjadi bakal sel telur yang aktif saat ia dewasa kelak. Jumlahnya sudah tetap, tidak bertambah lagi. Jika semua bakal sel telur tersebut sudah aktif dan akhirnya habis, saat itulah seorang wanita memasuki masa menopause.

Maka proses reproduksi, hamil, melahirkan, dan mengasuh anak melewati tahun-tahun pertama adalah bagian tak terpisahkan dari jatidiri wanita. Itu adalah jalan psikologis dan jalan spiritual untuk sepenuhnya menjadi wanita.

Hal tersebut HARUS BENAR-BENAR DIPAHAMI oleh laki-laki. Anda akan melawar seorang wanita menjadi istri anda, dan anda akan membawanya ke dalam perjalanan itu. Anda juga adalah pemeliharanya saat ia menjalani perjalanan memenuhi fitrah penciptaannya. Itulah saya kira salah satu pengertian dari Arrijaalu qawwamuna alannisaa

Yang terakhir, bagaimana seorang laki-laki menanamkan mindset dalam kesadarannya bahwa Keluarga adalah amanah utama seorang laki-laki.

Jadi kecintaan kita sebagai laki-laki jangan pada pekerjaan atau perusahaan kita. Bukan kepada apa-apa yang kita miliki.

Pekerjaan adalah supporting system untuk kita memelihara keluarga.

Kecuali jika pada pekerjaan anda, Allah letakkan juga amanah dakwah dan amanah penciptaan anda. Maka anda harus bisa mengemban keduanya dengan seimbang.

Demikian yang bisa saya sampaikan. Mangga didiskusikan, ditanggapi, ditambahi, atau dikoreksi ๐Ÿ˜Š๐Ÿ™๐Ÿป

Indira Kurnia:

Masalahnya adalah di jaman ini, kita tumbuh sebagai manusia individual. kita melihat diri kita sebagai sesosok manusia, serta menata hidup di seputar cara pandang itu. Kita menyadari bahwa kita lahir dan besar di tengah keluarga, kita pun punya semangat untuk membangun keluarga yang ideal sesuai apa yang sudah kita ketahui. Namun di dalam diri kita, kita masih menjalani hidup untuk mencapai ukuran kesuksesan individual.

๐Ÿ‘†๐Ÿ‘†๐Ÿ‘†๐Ÿ‘†๐Ÿ‘†๐Ÿ‘†๐Ÿ‘†

Ini benar … banyak sekali terjadi … artinya mindset kita masih mindset individu … berfikir utk kepuasan pribadi (belum dewasa-red) #makasihtelahngingatkan mas Firman

Genis NAK:

Semoga ini bnr2 dimengerti laki2.. Krn ambisinya bs jadi satu pemicu yg kurang baik

+62 838-2088-6770โ€ฌ:

Tolong didefinisikan hal domestik ini apa aja, beserta batasan2nya, biar ndak ada salah faham ๐Ÿ˜ฌ

Kang Firman:

Semua hal domestik pada dasarnya adalah tanggung jawab laki-laki untuk mengelolanya. Bahwa dalam pengelolaannya ada yang diserahkan kepada istri untuk pengerjaannya, itu silahkan diatur sesuai dengan hak dan kebijaksanaan sang laki-laki sebagai pemimpin keluarga.

Yang menjadi tugas mutlak istri itu dua : pertama : menjadi istri yang taat, memuliakan, dan mendukung suami. kedua mengasuh anak.

Sebagai penutup: Jadi dari 5 mindset yang menurut saya harus dibangun atau dibentuk ulang di pikiran kita, setidaknya 4 di antaranya (yang pertama sampai ke 4) mesti disiapkan dengan TINDAKAN. Tindakan itu menjadi proses berlatih dan membangun kembali mindset tersebut.

Tindakannya seperti apa?

Rella Mareta:

Punten tanya kang, kalau wanita yang ditakdirkan tidak bisa hamil atau apapun itu yg trkait fungsi kewanitaannya, apakah berarti dia tidak bs sepenuhnya menjadi wanita?

Kang Firman:

Untuk wanita yang memang Allah takdirkan tidak bisa hamil ia tetap bisa menjadi anak yang baik dan ibu yang baik. Meski memang ada pengalaman nyata yang tidak pernah ia rasakan. Allah lebihkan kita dalam sesuatu dan Allah ‘kurangkan’ kita dalam sesuatu sesuai Qada dan QadarNya.

Simpel sebenarnya: jadilah anggota keluarga yang baik dan berperan maksimal. Jadilah anak yang baik, yang membantu orangtua, yang memiliki peran penting di tengah keluarga. Sadarlah bahwa sebelum menikah pun kita sebenarnya sudah berkeluarga. Kalau saat masih bujang/gadis kita tidak berperan atau tidak peduli sama keluarga, bagaimana bisa setelah menikah tiba-tiba kita jadi seorang family man/family woman?

Jadi, mulailah dari sekarang untuk berkeluarga. Jadi anak yang baik. Pahami bagaimana orangtua kita memikirkan keluarga ini. Bantu mereka. Tunjukkan perhatian dan kedekatan yang jauh lebih baik dari yang sudah-sudah. Itulah salah satu tindakan nyata mempersiapkan diri untuk menikah.

Teh Vivin:

Jazakumullah khoir mba Nifah kesempatan tanya dan kang Firman atas sharingnya..

Sy mau tanya tentang fenomena suami takut istri. Disatu sisi si istri sensitif bukan main, dan sang suami cepat sekali merasa bersalah. Akhirnya cenderung suami menyalahkan dirinya sendiri, dan ga defensif. Dan sang istri yg dikit2 pake andalan ngambeknya. Akibatnya, suami kaya kurang wibawanya krn ngalah terus sama istri.

Pertanyaan sy semisal di posisi istri, gimana membantu membangun wibawa suami jika demikian kondisinya?

Kang Firman:

Ini adalah pernikahan yang sah secara aturan agama namun sudah gagal sejak awal untuk memenuhi fungsi dasarnya. Hal ini terjadi karena sang laki-laki dan sang wanita ingin menikah tapi tidak tahu apa itu berkeluarga. mereka menikah, tapi mereka tidak berkeluarga. Masing-masing tidak paham apa tugas, kewajiban, dan haknya.

Solusinya factory Reset ๐Ÿ˜†

Pernikahan ini harus ‘dimulai dari nol’ lagi. Mulai kembali dengan meletakkan semuanya pada tempatnya dulu.

Mba Rudhi NAK:

Kalau masing2nya tidak paham kalau sudah geser perannya. .kiranya siapa yg bisa mendudukan spt semula

Kang Firman:

Maka pertanyaannya sebenarnya bukanlah apa yang bisa/harus dilakukan istri.. tapi apa yang harus dilakukan sang suami.

Mba Rudhi NAK:

Apakah anaknya? Kalah postur ya mas

Kang Firman:

Kalau memang sang suami tidak tahu apa yang harus dilakukan, ya harus ada yang memberitahu dan membantunya untuk mampu menjalankan tugasnya. Bagaimanapun juga semua kembali ke sini, keluarga adalah urusan laki-laki

Genis:

Tp kang… Ego laki-laki cendrung lbh besar. Memberitahu, memberi nasihat… Itu kadang bisa langsung dibantah atau masuk kuping kanan keluar kuping kiri

Kang Firman:

Kalau anaknya sudah cukup dewasa dan bisa membantu sang ayah mengembalikan semua ke tracknya, alhamdulillah. lakukanlah. kalau ada saudaranya, kakak atau adik dari sang suami yang bisa memberi tahu, beritahulah. Dan memang karena itu juga saya dan teman-teman di Bandung merasa berkewajiban membuat komunitas Fatherhood Forum, karena PR seperti ini adalah PR yang harus diselesaikan oleh kami sendiri, dunia laki-laki.

Memang betul. Karena itu juga ‘tugas laki-laki bukanlah mendengarkan wanita’, tapi ‘mendengarkan mereka yang lebih berilmu di antaranya’.

Itu mengapa pusat kehidupan laki-laki adalah Masjid. Sedangkan pusat kehidupan wanita adalah Rumah.

Di Masjid (yang berfungsi sebagaimana seharusnya) seorang laki-laki akan mendapatkan nasehat dan ilmu yang ia butuhkan untuk menjalan tugas hidupnya sebagai seorang muslim, seorang anak, seorang suami, dan seorang ayah.

Teh Vivin:

I see… noted kang.

Btw pertanyaan lgi ๐Ÿ˜† gimana cara terbaik istri memberitahu lelaki kang? Sepengetahuan sy laki itu ga suka digurui..

Oh ya Fatherhood Forum terbuka buat umum kah kang? Msh bisa tambah member? ๐Ÿ˜†

Genis:

Oh ini yg dulu sering mamaku keselin. Almarhum papa kalau mama bilangin susah nurut. Tp sm aku atau sahabatnya baru nurut ๐Ÿ™ˆ

Andri YS:

eh tapi menurut saya bwt laki2 jg penting utk menguasai seni “seolah2 mendengarkan wanita” lo ๐Ÿ˜ฌ

Ratna:

Contoh keluarga yang rapuh (belum kokoh) itu seperti apa?

Kang Firman:

laki-laki mendengarkan wanita karena itu adalah kebutuhan wanita. tapi itu bukanlah “tugas” atau “keharusan” di mana ia harus selalu mengikuti apa yang istrinya sampaikan. itu inti maksud saya.

Nah saat sudah waktunya untuk mendengarkan istri, ya mendengarkannya harus sepenuhnya. betul-betul mendengarkan. Jangan hanya seolah-olah mendengarkan ๐Ÿ˜…

Cara terbaik “memberitahu” laki-laki adalah dengan mendengarkannya, menaatinya, maka ia akan semakin percaya dan membuka pikirannya dari feedback yang kembali ke dirinya dari istrinya. Suami bicara, istri mendengarkan sepenuhnya, ikut memikirkan, lalu otomatis akan ada feedback.

Feedback ini akan diterima oleh sang suami, karena feedback ini adalah tanda bahwa istrinya terlibat dan menyimak pemikirannya. Jika komunikasi ini berlangsung dengan sehat, lama kelamaan sang suami akan semakin antusias akan feedback dari istrinya.

Sebuah keluarga ternyata rapuh, meskipun sang suami dan sang istri keduanya adalah pribadi muslim yang baik, jika masing-masing belum betul-betul berada di posisinya yang semestinya dalam struktur keluarga. Masing-masing punya kualitas individual yang baik, namun di dalam pernikahannya mereka belum terpasang serta terhubung sepenuhnya satu sama lain dalam konstuksi keluarga yang seusai dengan fitrah yang Allah tetapkan.

Ini seperti sebuah bangunan rumah dengan semua material kelas premium, namun sebenarnya semuanya belum terpasang di tempatnya yang tepat sesuai rancangan rumah tersebut. Kalaupun sudah diletakkan pada posisi atau bagiannya, tapi tidak saling terhubung dengan kuat. Batu bata belum direkatkan oleh semen, rangka beton untuk atap belum dipasang mur bautnya dengan kencang, kusen dan jendela belum dipaku permanen ke tembok. Masih rapuh.

Ironisnya, banyak sekali keluarga yang terdiri dari seorang laki-laki yang baik dan wanita yang baik, namun masih rapuh meskipun sudah lebih dari 10 atau 15 tahun menikah.

Sebagai contoh masih banyak keluarga yang bingung menata ritme hidup antara menikah, bekerja, mencari nafkah, membangun karier, mendidik anak, bertetangga.

bingung saat anak lahir padahal sang istri punya pekerjaan di BUMN. Cuti hanya diberi beberapa bulan saja. Bingung saat anak kedua lahir, anak ketiga lahir, siapa yang mendampingi anak, apa peran ayahnya. Atau misalnya pekerjaannya berpindah-pindah kota, apakah anak di bawa atau dititipkan saja ke kakek dan neneknya? Masih banyak yang bingung dengan dinamika kehidupan keluarga yang berubah seiring waktu.

Untuk masalah-masalah di atas itu, hampir selalu, yang muncul pertama dalam pikiran kita adalah keluarga mesti rela untuk berkompromi dengan tuntutan pekerjaan.

Mengapa? Karena bahkan kita menjalani pendidikan SD, SMP, SMA, dan Kuliah pun dengan cara seperti itu. “Sudah pokoknya kamu fokus sama sekolahmu”, begitu kata orangtua kita, tanpa sadar justru itulah yang membuat anaknya jadi makin tercerabut dari kehidupan keluarga, dan kelak akan semakin tidak tahu bagaimana menjadikan keluarga adalah yang utama dalam kehidupannya.

Demikian saya kira sebagai jawaban terakhir di diskusi kita malam ini ๐Ÿ™๐Ÿป

Kang Firman:

Untuk masalah-masalah di atas itu, hampir selalu, yang muncul pertama dalam pikiran kita adalah : keluarga mesti rela untuk berkompromi dengan tuntutan pekerjaan.

Mba Rudhi:

Krg sepakat..keluarga no 1 dibdgkan kerjaan…

Kang Firman:

Nah itulah masalahnya. Mayoritas orang di luar sana masih terbiasa mengorbankan keluarga demi pekerjaan. kan ini kesalahan yang fatal.

Fathur:

Dan kadang, org yg lebih memilih tuntutan pekerjaan, beralasan ini demi keluarga, klo ga gini, anak istri makan apa, hhe

kembali lagi ke mindset,

Kang Firman:

Semoga Allah mampukan kita menunaikan tugas kita masing-masing di dalam keluarga, dan Allah jadikan keluarga kita masing-masing dipenuhi keberkahan.

Terima kasih untuk kesempatan berbagi di sini. Semoga bermanfaat.

Wassalaamu’alaikum wr.wb.

Donasi: https://kitabisa.com/nakindonesia
Resume blog: https://nakindonesia.wordpress.com/2017/03/02/resume-kajian-pranikah-kang-firman

One thought on “Resume Kajian Pranikah Dengan Kang Firman

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s