Hata tardho, wa lakal hamdu idza ma rodhit, wa lakal hamdu ba’da ridhoi, wa lakal hamdu abdan abdan abada.
Wal-hamdulillaah, alladzii anzala ‘alaa ‘abdihil-kitaaba wa lam yaj’al lahuu ‘iwajaa.
Wal-hamdulillaah, alladzii lam yaktakhidz waladan, wa lam yakun lahuu syaruikun fil-mulk, wa lam yakun lahuu waliyyun minadz-dzulli wa kabbir-hu takbiro.
Wal-hamdulillah, alladzii nahmahduhu, wa nasta’iinuhu, wa nastaghfiruh, wa nu’minu bihii wa natawakkalu alaihi, wa nauudzu billaahi min syuruuri anfusinaa, wa min sayyiaati a’maalinaa, mayyahdillaahu falaa mudlillalah, wa man yudlilhu falaa haadiyalah, wa nasasyhadu an laa Ilaaha illallaahu, wahdahuu laa syariikalah, wa nasyhadu anna muhammadan abduhulloohi wa rasuuluh, arsalahulloohu ta’ala bil hudaa wa diinil haq, liyuzh-hirohuu ‘alad diini kullih, wa kafa billaahi syahidaa, fashallalloohu ‘alaihi wa sallama tasliman katsiiran katsiiro.
Tsumma amma ba’ad, fainna asdaqol haditsi kitabullah, wa khairol hadyi hadiyyum muhammadin shallaahu ‘alaihi wasallam, wa inna syarrol ummuri muhdatsatuha, wa inna kulla muhdatsatin bid’ah, wa kulla bid’atin dholalah, wa kulla dholalatin finnar, yaquulu subhanahu wa ta’ala fii kitaabi karim, ba’da an aqul audzubillaahi minasy syaitoon nirrojiim.
“Yaaa ayyuhalladziina aamanuu, man yartadda minkum ‘an diinihii, fa saufa ya’tillaahu biqoumin yuhibbuhum wa yuhibbuunahuuu.” (QS Al-Maidah ayat 54)
“Adzillatin ‘alal-mu’miniina, a’izzatin ‘alal-kaafiriina, yujaahiduuna fii sabiilillaahi, wa laa yakhoofuuna laumata laaa’im.” (QS Al-Maidah ayat 54)
“Dzaalika fadhlulloohi yu’tiihi man yasyaaa’, waalloohu waasi’un ‘aliim.” (QS Al-Maidah ayat 54)
Allaahummaj’alnaa minalladziinaa aamanuu. Robbisyroh lii shodrii, wa yassir lii amrii, wahlul uqdatan min lisaanii, yafqohuu qoulii. Wallaahumma tsabitnaa ‘indalmautii bi laa ilaaha illallaah. Wallaahummaj’alnaa minalladziinaa aamanuu wa ‘amilushaalihaat wa tawaashau bil haq, wa tawaashau bishshabri. Aamiin yaa rabbal ‘aalamiin.
Pertama-tama, saya meminta kepada Allah ‘Azza wa Jalla agar memberi saya kekuatan dan kejernihan untuk menyampaikan sebuah pesan yang bermanfaat dan sesuatu yang tetap ada dalam hati dan pikiran semua Muslim, termasuk diri saya.
Persoalan yang saya pilih untuk Anda hari ini adalah persoalan yang sangat penting. Biasanya apa yang saya lakukan dalam Khutbah adalah berfokus kepada beberapa bagian dari firman Allah. Bagian yang saya pilih untuk Anda hari ini adalah ayat ke-54 dari Surah An-Nisa.
Surah An-Nisa adalah surah Madaniyah menurut sebagian besar riwayat. Termasuk di dalamnya, berbagai perintah bagi kaum Muslim dan cara mereka untuk mengatur diri sebagai komunitas. Beberapa dasar atau prinsip untuk komunitas Muslim yang kemudian didirikan di Madinah. Dalam kehidupan Madinah.
Di dalamnya juga ada prinsip dasar untuk kita soal bagaimana berkembang dari sebuah masyarakat dan menjadi sebuah bangsa yang sesungguhnya. Anda tahu ada pemikiran tentang kita merupakan bagian paling kecil dari masyarakat sebagai seorang individu dan melebihi itu sebagai keluarga, lalu lingkungan dan kemudian masyarakat, bahkan sebagai sebuah bangsa.
Batu loncatan ini yang membawa kita menjadi bangsa yang kuat, sebuah umat. Allah ‘Azza wa Jalla menyebutkan ayat dan perintah ini satu demi satu dalam surah tersebut. Beberapa dari ayatnya berkaitan dengan hukum perceraian, yang lain berkaitan dengan berjuang dan mengeluarkan uang di jalan Allah. Anda akan menemukan perbedaan yang menarik.
Anda akan menemukan Allah ‘Azza wa Jalla berbicara kepada dua kelompok. Satu kelompok menolak untuk menerima Islam. Kelompok lainnya yang menerima Islam dari penampakan luar, tetapi telah meninggalkan Islam di dalam, orang munafik. Ada berbagai macam orang munafik. Ada mereka yang dari awal tidak pernah percaya dan memang “fasad“.
“Wa qod dakholuu bil-kufri wa hum qod khorojuu bihii.” (QS Al-Maidah ayat 61)
Mereka tidak pernah percaya dari awal. Di sisi lain, ada mereka yang datang dengan niat yang baik, mereka benar-benar berpikir bahwa Islam memberikan sesuatu yang baik dan mereka menerima Islam berpikir bahwa ini adalah kebenaran, meyakinkan, dan sesuatu yang indah.
Tetapi mengenai petunjuk dan perintah dalam Islam, juga tuntutannya, mereka mengatakan, “Saya mencintai Islam, tetapi ini menjadi agak berlebihan. Ini terlalu menuntut.”
Mereka tidak seperti… Sejumlah orang yang memeluk Islam, kebanyakan dari mereka tidak seperti para Sahabat di Mekkah. Saat Anda menjadi Muslim di Mekkah, itu bukan sesuatu yang mudah. Mereka sudah tahu bahwa jika saya menjadi Muslim sekarang, semua Muslim yang saya kenal dikutuk, disiksa, dipukuli, diejek. Mereka diusir dari rumah keluarga mereka. Jika saya bergabung dengan mereka, hal itu juga akan terjadi kepada saya. Tidak ada keuntungan lebih menjadi seorang Muslim dari sisi duniawi, paling tidak di Mekkah.
Ketika Nabi ‘Alaihi Shalawatu Wassalam hijrah ke Madinah, Muslim menjadi masyarakat yang kuat. Jelas sekali lebih kuat dibandingkan saat mereka di Mekkah. Sekarang jika Anda menjadi seorang Muslim, tantangannya tidak sama dengan tantangan yang ada di Mekkah, tentunya bagi Muslim di Madinah, tidak sama.
Sering kali orang akan memeluk Islam tanpa menyadari konsekuensinya. Mereka melibatkan diri dalam kepada apa. Agama ini bukanlah hal yang mudah. Ini bukan sesuatu yang Anda ambil dengan santai. Ini tentu saja perubahan besar dalam hidup Anda.
Jadi Allah ‘Azza wa Jalla dalam ayat ini berfirman secara khusus, terdapat suatu bagian yang didedikasikan untuk sebuah diskusi tentang “munafiquun“, orang munafik. Orang munafik meninggalkan Islam dengan dua cara. Ini penting.
Ada yang meninggalkan Islam secara keseluruhan, “ridda“, seketika itu juga Anda menjadi Muslim, tetapi semua orang tahu bahwa Anda bukan lagi seorang Muslim, Anda menjadi kafir lagi.
Tetapi ada bentuk lain berpaling dari Agama, yaitu secara lahir Anda mengaku sebagai Muslim karena akan ada konsekuensi sosial jika Anda meninggalkan Islam secara terus terang, tetapi dilihat dari tujuan praktis, dan di dalamnya sudah tidak tersisa apa pun. Benar-benar tidak tersisa apa pun.
Terutama saat sekarang Anda menjadi orang yang memilah dan memilih apa yang Anda ambil dari Agama dan apa yang tidak. Ini adalah salah satu pesan pokok dari surah ini bahwa Anda tidak pada posisi untuk berunding apa dari Agama ini yang Anda terima dan apa yang tidak atau Anda merasa tidak nyaman dan Anda tidak perlu mengambil itu. Ini merupakan gagasan pokok yang disampaikan dalam Agama ini.
Baru-baru ini, sebenarnya kemarin, melalui internet saya berbicara dengan kelompok pemuda di DC dan Anda tahu sebuah pertanyaan muncul di dalam diskusi, ada seorang gadis muda yang bertanya.
“Saya mencintai semua tentang Islam kecuali hijab.”
“Sepertinya hijab diciptakan untuk melindungi pria dari melihat kami. Jadi, aku tidak melihat ada yang penting dari hijab.”
Daripada berdebat tentang keuntungan sosial dari hijab atau bagaimana hijab mengangkat kehormatan wanita dan semua itu, percakapan itu sudah menuju ke arah yang salah. Kita perlu mengambil satu langkah ke belakang dan lebih bertanya pada pertanyaan pokok.
Mari mundur selangkah dan bertanya kepada Ibrahim ‘alaihissalam. Ibrahim ‘alaihissalam juga mencintai Islam, lalu Allah membuat suatu permintaan, “Bagaimana jika kau pergi ke tengah gurun dan tinggalkan keluargamu di sana.”
Dia tidaklah berkata, “Saya mencintai semua tentang Islam, tetapi meninggalkan keluarga untuk mati, saya tidak tahu.”
“Saya tidak nyaman dengan hal itu.”
Setelah dia selesai melakukan itu, “Melompatlah ke dalam api.”
“Saya mencintai semua tentang Islam, kecuali semua tentang membakar diri hidup-hidup. Itu permintaan yang berlebihan.”
Tidak! Anda tidak menemukan pertanyaan itu. Kemudian Allah berfirman, “Sembelih putramu, lakukanlah.”
Dia (Nabi Ibrahim) berkata, “Saya cinta Islam, tetapi saya juga cinta anak saya.”
“Saya tidak tahu, bisakah Engkau memberi penjelasan logis kenapa saya harus melakukan ini.”
“Bisakah Engkau menjelaskan kepada saya keuntungan sosial atau alasan lainnya dari kenapa saya harus patuh kepada-Mu?”
“Idz qoola lahuu robbuhuuu aslim, qoola aslamtu lirobbil-‘aalamiin.” (QS Al-Baqarah ayat 131)
Ada alasan Allah mengajarkan kita itu di Surah Al-Baqarah. Kapan saja Allah berkata kepada dia (Ibrahim ‘alaihissalam), “Berikan dirimu, tunduk, berserah diri.”
Dia mengatakan, “Aku berserah diri, Aku berserah diri sepenuhnya kepada Tuhan alam semesta, lirobbil-‘aalamiin.”
Sebelum kita bicara tentang berbagai aspek agama Islam dan mencoba memahami logikanya, pahami tujuan utamanya. Allah telah membuat agama ini agar kita berserah diri kepada-Nya.
Jika Anda memiliki masalah untuk berserah diri kepada-Nya. Anda memiliki masalah dengan Islam itu sendiri. Gagasan yang sangat pokok dari agama Islam. Bukan berarti Anda tidak harus mengerti hukum Allah, tetapi Anda dan saya harus sama, saat kita sudah memahaminya, apakah kita mengerti atau tidak, apakah kita memahami logikanya atau tidak, kita harus berserah diri. Kita benar-benar harus menyerahkan diri. Allah ‘Azza wa Jalla bahkan mengakui dalam Surah Al-Baqarah mengenai riba.
“Dzaalika bi’annahum qooluu innamal-bai’u mitslur-ribaa.” (QS Al-Baqarah ayat 275)
Ini diskusi yang sangat menarik. Allah ‘Azza wa Jalla mengatakan ada orang yang memakan riba dan mereka mengatakan bahwa bisnis sama seperti riba. Jika Anda melihat transaksi likuid dan solid, juga transaksi keuangan dan apa yang bisa didapatkannya, itu sebuah diskusi yang rumit dan bisa mengarah ke mana saja.
Anda bahkan tidak bisa membedakannya, 1920, pate do pata do, satu dua baris di dalam kontrak. Maksud saya apa masalahnya? Ini sama saja. Jika Anda duduk dan menghadapi empat jam argumen dengan seorang ahli keuangan tentang apakah riba halal atau tidak. Atau apa perbedaan antara riba dan bisnis, Anda mungkin akan mengatakan, “Ya, semua sama.”
“Saya tidak melihat perbedaannya.”
Tetapi Allah tidak hanya membuat satu baris, daripada menjelaskan kepada Anda perbedaan yang tipis di antara mereka (riba dan bisnis). Dia berfirman ada satu hal lagi yang perlu Anda ketahui. Sekarang Anda paham dalam pikiran Anda keduanya sangat serupa, ada satu hal lagi.
“Wa ahallalloohul-bai’a wa harromar-ribaa.” (QS Al-Baqarah ayat 275)
Akhir cerita. Allah telah membuat bisnis halal dan Dia membuat riba haram. Itu saja. Itu kesimpulannya. Dengan latar belakang tersebut, saya ingin Anda insyaa Allah untuk merenungkan perkataan ayat yang bermakna ini, “Yaaa ayyuhalladziina aamanuu.” (QS Al-Maidah ayat 54) Tentu saja ayat ini tertuju pada kita.
“Man yartadda minkum ‘an diinihii,” (QS Al-Maidah ayat 54) yang keluar dari agama Allah (murtad), di antara kamu “minkum ‘an diinihii,” dari agamanya.
Orang yang berpaling dari agama di antara kalian. Allah tidak mengatakan semua dari kita berpaling dari agama. Hanya sekelompok di antara kita. Dan “man” adalah kata yang menarik dalam bahasa Arab, ini bisa mengacu pada sesuatu yang jamak dan juga bisa mengacu pada sesuatu yang tunggal.
Jadi dari sudut pandang “Taqliil“, itu bahkan bisa menjadi satu orang berjalan menjauh dari Islam, Anda menjauh dari agama. Saya telah mengatakan kepada Anda, hal ini bisa terjadi dengan dua cara.
Pertama, praktis mereka meninggalkan Islam secara keseluruhan.
Kedua, dengan tujuan praktis, sebenarnya di hati mereka, di dalam hati nurani, pikiran mereka, mereka tidak benar-benar berserah diri kepada Allah. Mereka sungguh tidak melihat pentingnya hidup dalam ajaran Allah. Mereka tidak melihat kegunaannya lagi.
Untuk tujuan praktis mereka sudah berjalan menjauh dari Islam. Bahkan jika tidak ada manusia yang melihat, kita melihat seorang Muslim dari luar, mereka seharusnya mengucapkan, “Assalamualaikum wa rahmatullah.”
Tidak seharusnya kita menilai apa yang ada di hati mereka. Tetapi, Allah bisa. Allah melihat apa yang ada di dalam hati. Siapa pun dari Anda yang telah meninggalkan atau berpaling (dari Islam).
Kemudian apa yang Allah katakan “Fa saufa,” (QS Al-Maidah ayat 54) maka nanti dan “saufa” dalam bahasa Arab bermakna “secepatnya“.
Allah tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mengambil langkah langsung dan apa langkah itu?
“Ya’tiillaahu biqoumin.” (QS Al-Maidah ayat 54)
Allah akan mendatangkan sebuah bangsa/kaum. Allah akan mendatangkan sebuah bangsa. Ini sangat menarik.
Bagian pertama adalah bahkan jika salah satu darimu berpaling dan kemudian Allah berfirman akan mendatangkan sebuah bangsa. Dengan kata lain, Anda pikir bahwa Anda istimewa? Anda pikir Allah membutuhkan Anda? Anda pikir Anda penyumbang untuk Islam yang tidak bisa digantikan orang lain? Bahwa Anda tidak tergantikan? Allah ‘Azza wa Jalla pada dasarnya berfirman untuk menggantikanmu.
Aku akan mendatangkan sebuah bangsa sebagai ganti dirimu. Anda bukan sebuah aset. Jangan berpikir diri Anda setinggi itu. Kita sudah ditempatkan di tempat kita. Salah satu pelajaran penting yang terdapat dalam ayat ini adalah kerendahan hati. Kita memahami kedudukan kita.
Dalam agama ini ketika kita mendapatkan kehormatan untuk mengatakan, Laa ilaaha illallah, ketika kita mendapatkan kehormatan untuk mengatakan, Muhammadur-Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, ini adalah sebuah kehormatan dan hadiah yang diberi oleh Allah.
Jika Anda tidak menghargai pemberian ini, maka siapa yang membutuhkan Anda? Masih banyak Muslim lain yang bisa menghargainya lebih dari Anda dan saya. Banyak Muslim yang lainnya. Sama dengan kita juga harus berhenti berpikir, bahkan di antara kita, yang terlibat dalam aktivitas keagamaan. Mereka terlibat sebagai pemimpin dari kegiatan sukarela, kegiatan Islami. Apa pun yang mereka lakukan dalam kapasitas apa pun.
Terkadang Anda mulai berpikir, “Jika aku tidak melakukannya, itu tidak akan selesai.”
“Jika bukan aku yang memberikan Khutbah, yang menolong secara sukarela di Masjid, jika aku tidak bergabung sebagai pengurus.”
“Jika aku bukan ketua Rohis kampus, jika aku tidak menjalankan organisasi dakwah, pekerjaan ini tidak akan pernah terjadi.”
“Saya bahkan terkejut dengan apa yang terjadi sebelum saya ada di sini karena Allah berikan saya kemudahan dalam bekerja demi Islam.”
Benar? Ya’kan?
“Tanpa saya bagaimana semua itu bisa bergerak maju?”
Allah ‘Azza wa Jalla memberi tahu kita semua bahwa agama-Nya melebihi Anda dan saya. Tidak seperti orang lain akan maju ke depan, sehingga mereka memberi yang lain pujian. Allah berfirman, “Ya’tillaahu biqoumin.” (QS Al-Maidah ayat 54) bukan “ya’ti qoumun“.
“Ya’ti qoumun,” akan datang suatu bangsa.
“Ya’tillaahu biqoumin.” (QS Al-Maidah ayat 54)
Allah yang akan mendatangkan suatu bangsa. Bahkan bukan bangsa baru yang akan mendapatkan pujian. Allah mendapat pujian dengan mendatangkan mereka. Allah mendapat pujian dengan penggantian itu.
Kita bisa tergantikan. Kita juga pada posisi mendapat keistimewaan dan kehormatan. Kita harus menerima dan mengakui itu. Itu adalah hal yang merendahkan hati. Di saat yang sama, itu merupakan sebuah kehormatan, di saat yang sama Anda dan saya harus rendah hati bahwa Allah telah memilih kita dan memberi kita tanggung jawab ini. Kita harus melakukan itu dengan sangat serius.
Tidak dari segi agama kita, juga sikap kita, kita menjadi orang yang berpaling dari agama, dalam kapasitas apa pun, secara keseluruhan atau sebagian. Kita tidak seharusnya bersikap seperti ini. Kita seharusnya menjadi orang yang bergerak maju.
Anda tahu ada ungkapan menarik di dalam Qur’an untuk Muslim yang bergerak maju. Pada dasarnya, jika Anda tidak bergerak maju, bukan berarti Anda diam di tempat, sebenarnya Anda bergerak mundur.
“Yaaa ayyuhalladziina aamanuu, maa lakum idzaa qiila lakumunfiruu fii sabiilillaahits, tsaaqoltum ilal-ardhi, a rodhiitum bil-hayaatid-dun-yaa minal-aakhiroh.” (QS At-Taubah ayat 38)
Bahasa dalam surah At-Taubah sangat tajam. Apa masalah Anda yang mengaku memiliki Iman ketika Anda diperintahkan untuk berjuang di jalan Allah, kaki Anda tertanam ke dalam tanah. Kenapa ini? Anda lebih menyukai dunia dibandingkan akhirat? Itu yang terjadi kepada Anda?
Bisa dimengerti bahwa Non-Muslim yang tidak memiliki konsep tentang surga, yang tidak memiliki konsep tentang neraka, yang tidak memiliki konsep tentang Hari Penghakiman (Hari Akhir). Jika dia lebih menyukai dunia ini, itu logika yang bisa saya pahami. Anda seorang Muslim!
Anda telah diberikan informasi yang lebih baik. Anda tahu banyak tentang apa yang ada di depan. Jika Anda lebih menyukai dunia ini, ada beberapa masalah serius. “Maa lakum“.
Layak untuk dipertanyakan, “Apa yang salah dengan Anda? Apa yang salah dengan Anda?”
Bahwa Anda tidak bergerak maju di jalan Allah. Namun demikian, “Fa saufa ya’tillaahu biqoumin.” (QS Al-Maidah ayat 54)
Kemudian Allah memberi kita kualitas dalam umat ini. Penting untuk memahami pesan yang luas dari ayat ini. Allah mengatakan ada yang berpaling dari agama ini dan sekarang Allah menggambarkan mereka yang tidak berpaling dari agama-Nya. Mereka yang mengikuti ajaran Agama-Nya. Mereka yang menjadi bangsa sesuai dengan yang diharapkan Allah.
Saat Allah memberi kita sifat dari bangsa pengganti ini. Sungguh, kita seharusnya memiliki sifat ini agar kita tidak digantikan. Itu adalah maksud dari memberi kita sifat ini. Bahwa kita seharusnya bercita-cita untuk mempunyai sifat ini pada diri kita sebagai sebuah Umat. Semoga Allah membuat mudah untuk kita semua memiliki sifat ini pada diri kita.
Allah mengatakan, “Yuhibbuhum wa yuhibbuunahuuu.” (QS Al-Maidah ayat 54)
Dia mencintai mereka dan mereka mencintai-Nya. Dia (Allah) mencintai mereka dan mereka mencintai-Nya. Allah menyebutkan cinta-Nya yang pertama dan salah satu pelajaran yang terkandung dalam ayat ini bahwa Dia (Allah) sudah mencintai kita. Dia (Allah) sudah mencintai kita. Ketika kita memahami ini, sebaliknya kita juga harus mencintai Allah. Dia (Allah) telah memberi kita sebuah kehormatan.
Anda tahu ketika Anda, seringkali pemuda khususnya ketika mereka dibesarkan sayangnya di negara ini (Amerika) oleh keluarga Muslim. Sebagai keluarga kita, kita telah gagal mengajarkan anak kita bahwa menjadi Muslim adalah hal yang mengagumkan. Kita hanya membesarkan mereka secara otomatis, berpikir bahwa kita dibesarkan secara Muslim, jadi anak kita dengan sendirinya akan menghargai Islam tanpa kita harus berusaha. Mungkin kita mengajak mereka sholat Jum’at mengikuti sholat, atau kita membawa mereka ke sekolah minggu dan meninggalkan mereka di sana, mereka belajar selama berjam-jam dan entah bagaimana mereka akan menjadi saleh.
Anda menjadi sadar saat mereka remaja. Lalu, Anda mendatangi Imam berkata, “Bisakah Anda bicara kepada anak lelaki atau anak gadis saya karena mereka terlihat berbeda sekarang. Sejak mereka mendapatkan surat izin mengemudi (SIM). Saya tidak tahu apa yang terjadi kepada mereka. Sejak mereka mendapatkan telepon genggam. Saya khawatir siapa teman mereka karena mereka tidak berbicara kepada saya lagi.”
Hal ini mulai terjadi. Tetapi dari awal kita seharusnya menanamkan nilai-nilai tertentu kepada anak kita, kepada generasi penerus kita dan generasi selanjutnya. Salah satu dari nilai itu adalah sesungguhnya agama ini adalah hadiah, bukan penjara atau kutukan.
Seringkali para pemuda kita, ketika Anda bertanya kepada mereka, “Menurutmu, Islam bagaimana, apa yang kau tahu tentang Islam?”
Mereka akan membuat daftar semua yang haram. Ini dan itu haram, senyum itu haram, kebahagiaan, kesenangan, mengambil nafas, istirahat, memiliki teman yang baik. Inilah daftar hal yang tidak boleh saya lakukan.
Itu yang mereka pikir tentang Islam. Anda tanya mereka apa yang kamu tahu tentang Allah?
Allah akan melakukan pembalasan, menghancurkan orang kafir dan Allah telah menghancurkan umat terdahulu. Dia (Allah) telah menciptakan api neraka. Pada Hari Keputusan Dia akan mempermalukan orang-orang. Hal pertama yang keluar dari mulut mereka bukanlah rahmat. Bukan rahmat, petunjuk atau bantuan. Hal pertama yang ada dalam pikiran mereka adalah pembalasan, hukuman. Ini apa yang tidak bisa saya lakukan. Saya tidak bisa hidup bebas. Itu yang mereka pikir.
Tetapi kau tahu kenyataannya? Semua orang lainnya adalah budak. Hanya kita yang bebas. Kita satu-satunya yang bebas. Semua orang itu baik merupakan budak dari nafsu atau hiburan mereka atau mereka budak dari rekening bank, pekerjaan, karir, penampilan, selera mode atau mobil mereka, rumah atau pengeluaran mereka. Kita adalah budak dari Allah, membebaskan kita dari semua hal ini.
Itu membebaskan kita dari semua hal ini. Kitalah satu-satunya yang bebas. Anda berjalan-jalan, ini seharusnya menjadi negara kita, negara ini seharusnya menjadi lambang dari kebebasan individu. Anda pergi ke sebuah SMA dan melihat sekelompok anak, cara berpakaian mereka sama. Semua kelompok gotik, kelompok Hip Hop juga berpakaian sama. Semua kelompok lainnya berpakaian sama. Mereka seakan diperbudak untuk berpakaian dengan gaya tertentu. Mereka memiliki seragam.
Negara ini seharusnya individual, bukan? Seharusnya menjadi individual. Setiap orang harus mendengarkan lagu yang sama dan menonton film yang sama, lalu melaporkan kepada teman mereka, “Aku juga menonton itu.”
Apakah ini individualisme? Ini yang Anda sebut individualisme? Subhanallah. Allah telah memberi kita kehormatan untuk tidak harus mengikuti orang kebanyakan dan berubah menjadi domba. Kita tidak harus begitu. Dia (Allah) telah membebaskan kita dari ini dengan menjadikan kita hamba-Nya.
Kembali kepada ayat, “Yuhibbuhum wa yuhibbuunahuuu.” (QS Al-Maidah ayat 54)
Sekarang bagian selanjutnya sangat sukar dan saya ingin ini menjadi inti dari khutbah saya. Sesuatu yang benar-benar ingin saya beri tahukan kepada Anda. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman tentang sifat selanjutnya, dan sebagian memperdebatkan sifat ini merupakan akibat dari sifat pertama, artinya jika mereka benar-benar mencintai Allah…
Jika Allah mencintai mereka dan mereka sungguh mencintai Allah, maka bagian berikutnya secara alami, yaitu “Adzillatin ‘alal-mu’miniina.” (QS Al-Maidah ayat 54)
Seringkali kita melewati “Adzillatin ‘alal-mu’miniina,” dan kita langsung menuju “a’izzatin ‘alal-kaafiriina” (QS Al-Maidah verse 54) karena itu lebih mudah.
“Adzillatin ‘alal-mu’miniina.” (QS Al-Maidah verse 54) Mereka tak berdaya, lemah, rendah hati, lemah lembut, halus dalam cara mereka berurusan dengan orang beriman. Mereka akrab dengan orang beriman. Mereka pemaaf terhadap orang beriman. Mereka santun dalam berbahasa. Mereka tidak menghakimi. Mereka tidak kasar kepada Muslim lainnya.
Salah satu sifat paling buruk dari masyarakat yang mengaku beriman adalah mereka mudah menghakimi, kasar dan saling menusuk dari belakang. Ini adalah salah satu sifat terburuk Bani Israil, sehingga ketika Allah mengingatkan mereka hal dasar dari agama mereka, Dia (Allah) menambahkan ke dalam hal dasar itu, “Wa quuluu lin-naasi husnan.” (QS Al-Baqarah verse 83)
Bicaralah kepada orang lain dengan santun.
Kini Anda akan menemukan sebuah stigma yang dihubungkan dengan Muslim. Semakin religius mereka, semakin terbatas mereka dalam bersosial. Semakin sulit berbicara dengan mereka. Mereka terlihat lebih pemarah.
Jika pria itu memiliki jenggot, berarti dia kesal akan suatu hal. Anda akan menghindari berbicara dengan dia. Jika seorang wanita memakai hijab, berarti dia akan menghakimi Anda karena Anda tidak memakainya. Dia akan memandangi seakan ingin membakar rambutmu.
Ya’kan? Itu persepsi yang ada. Tetapi semakin Anda dekat dengan agama, seharusnya Anda menjadi semakin santun dan baik, dermawan, mudah memahami dan memaafkan orang lain. Seharusnya Anda seperti itu.
Daripada melihat kepada orang hidup dalam ketidakpedulian. Banyak Muslim yang tidak peduli belakangan ini. Mungkin teman Anda melakukannya dan Anda tidak lagi. Tetapi jika teman Anda tidak peduli.
Anda langsung berpikir, “Astaghfirullah, saya tidak bisa percaya bahwa mereka adalah teman saya. Mereka sungguh tidak peduli. Mereka melakukan bid’ah, kekafiran, syirik, hal haram, mereka tidak peduli terhadap apa pun.”
Anda adalah orang yang sama dua tahun lalu. Itu Anda dulu. Siapa yang memberi Anda petunjuk? Anda memberi petunjuk kepada diri Anda sendiri?
“Wa kuntum ‘alaa syafaa hufrotin minan-naar, fa anqodzakum min-haa.” (QS Al Imran ayat 103)
Ayat yang sama mengatakan, “Fa allafa baina quluubikum.” (QS Al Imran ayat 103)
Kemudian Dia (Allah) menanamkan cinta di antara kalian. Dan ayat yang sama mengatakan, “Kau di tepi jurang neraka.”
“Kau di tepi jurang dan Dia menyelamatkanmu.”
Jadi jika seseorang berada di tepi jurang daripada kita marah dan mengusir mereka. Bersabarlah. Jadilah santun. Bersabar. Beberapa dari Anda mendatangi Imam atau Ulama.
“Anda tahu saya mencoba memberi dakwah kepada saudara saya atau teman saya. Sudah hampir sebulan tetapi tidak ada perubahan. Apa yang harus saya lakukan? Beri aku kata-kata ajaib untuk dikatakan kepada mereka.”
“Beritahu saya apa yang bisa saya lakukan.”
Anda tahu? Apa cara ajaib dari Nuh ‘alaihissalam. Itu adalah sabar. Dia berbicara kepada anaknya sendiri dalam jangka waktu yang lama. Dia berada dalam masyarakat yang sama untuk waktu yang sangat lama.
Dia tidak berbicara kepada sekelompok orang dan mereka tidak mendengarkan, lalu dia berkata, “Saya akan pergi ke tempat lain yang mungkin ada masyarakat yang lebih baik.”
Tidak! Masyarakat yang sama. Kita harus saling sabar satu sama lain, khususnya orang beriman. Itulah cara Nuh ‘alaihissalam menghadapi orang kafir. Itulah dia menghadapi kafir. Begitulah Rasulullah (shallallahu alaihi wa sallam) hampir sepuluh tahun bersama kafir Quraisy di Mekah, kafir yang terburuk. Selama sepuluh tahun.
Kini, kita bicara tentang keluarga Muslim. Kita berbicara tentang teman dan tetangga kita sendiri. Kita harus merendahkan diri di hadapan mereka. Ini ada masalah yang serius, kesombongan. Anda tahu salah salah satu pelajaran pokok dari agama kita “Laa Ilaha Illallah,” bagian awal.
Awal dari agama kita adalah mengakui kebesaran Allah. Semakin Anda menyadari kebesaran Allah, secara alami seharusnya Anda semakin menyadari kecilnya diri Anda. Semakin Anda menyatakan kebesaran Allah, seharusnya Anda menjadi semakin rendah hati.
Itu reaksi alami dari menyatakan “Laa Ilaha Illallah“. Setiap kali Anda dan saya mengatakan, “Allahu akbar,” itu bukan hanya pernyataan kebesaran Allah, itu juga pernyataan dari kelemahan diri kita sendiri. Pernyataan dari kerendahan diri kita.
Tetapi ketika orang-orang mengatakan, “Allahu Akbar,” kemudian menghakimi semua orang yang datang ke Masjid. Mereka melihat panjangnya jenggot mereka dan cara mereka berpakaian atau memerhatikan logat bahasa mereka. Saat itu terjadi…
Ketika relawan yang bekerja untuk kepentingan Islam saling melihat dengan pandangan curiga. Mereka tidak saling percaya. Ketika seseorang mengucap salam dengan tidak sungguh-sungguh. “Assalamualaikum,” kita semua tahu artinya.
Ketika itu menyatakan tidak ada masalah antara kita, saya tidak membenci Anda, saya mencintai Anda, di antara kita sungguh damai dan harmonis. Ketika Anda mengatakan, “Assalamualaikum, saudaraku!”
Anda tidak sungguh-sungguh seperti itu. Anda bermaksud kebalikannya. Saya benci Anda. Tetapi, Anda mengatakan, “Assalamualaikum.”
Itu yang Anda katakan dan ini adalah benar-benar kemunafikan. Anda tidak bisa katakan Assalamualaikum kepada seseorang dan membenci mereka. Tidak bisa. Itu berarti Anda katakan sesuatu dengan tidak sungguh-sungguh. Itu yang Anda lakukan. Jadi Anda dan saya, kita harus memahami “Adzillatin ‘alal-mu’miniina” dahulu. Rendah hati terhadap orang beriman.
“A’izzatin ‘alal-kaafiriina.”
Dan mereka keras, tegas, berwibawa menghadapi orang kafir. Kafir di sini bukanlah Non-Muslim. Kafir di sini maksudnya adalah musuh Islam. Mereka yang meruntuhkan Islam. Muslim tidak keras kepada semua Non-Muslim di Madinah.
Mereka keras terhadap siapa? Musuh Islam. Mereka yang mencoba meruntuhkan, menyerang, menghina agama Islam, mengatakan sesuatu melawan Rasulullah dan bertentangan dengan Quran. Mereka yang mencoba menyerang Madinah dari Mekkah. Orang-orang itu. Muslim harus bersikap keras terhadap mereka. Mereka tidak akan mundur dan diam saja. Mereka membela diri mereka sendiri.
Kita sedang mempelajari perbedaan tipis antara kita tidak sombong karena rendah hati, pada saat yang sama kita tidak bisa ditindas. Kita membela diri kita. Kita tidak hanya diam saja.
Para pemuda kita, kebanyakan dari mereka pergi ke sekolah negeri, pemuda dan pemudi kita. Mereka bersekolah di sekolah negeri dan orang lain mengomentari mereka. Bela diri Anda. Jangan hanya, “Saya harus sabar. Saya harus rendah hati.”
Anda harus berjalan seperti… Anda baru saja selesai operasi punggung, membungkuk dan Anda pikir ini cara yang Islami bahwa Anda harus terlihat lemah atau Anda sakit atau semacamnya. Tidak!
Memang kita harus menundukkan pandangan, tetapi bukan berarti kita harus merendahkan kepala kita. Tidak berarti begitu. Kita harus percaya diri. Kita harus menanamkan kebanggaan besar terhadap agama kita, sehingga ketika melihat orang Kafir, kita melihat rendahnya mereka. Kita melihat betapa rendah dan menyedihkannya mereka. Kita melihat kebanggaan dan kebesaran yang Allah beri kepada kita dalam Islam. Kita tidak sombong, tetapi kita tentunya percaya diri. Begitu seharusnya kita.
“A’izzatin ‘alal-kaafiriina,” dan selanjutnya Allah berfirman, “Laa yakhoofuuna laumata laaa’im.” (QS Al-Maidah ayat 54)
Mereka tidak takut kepada celaan orang yang mencela. Dengan kata lain, banyak orang akan mengatakan berbagai hal kepada kita, mereka akan menuduh kita. Banyak orang benar-benar akan “La um,” menuduh. Banyak orang akan menuduh kita berbagai hal.
Para raja dunia akan menuduh kita sebelum pertemuan. Mereka akan melakukan itu. Tetapi kita tidak takut. Kita tidak akan berkata, “Anda tahu apa yang dia katakan tentang Muslim? Ya Tuhan, apa yang akan terjadi?”
Tidak!
Kita tahu apa yang akan terjadi. Kita tahu hal itu akan datang. Kita tidak takut. Kita tidak harus menjelaskan diri kita kepada Anda. Anda tidak perlu berkata kepada kami, “Kalian gila, ini, itu, atau lainnya.”
Kita tidak harus menghabiskan tenaga. Tidak! Kita tidak gila. Kita baik-baik saja. Tidak! Itu yang mereka inginkan. Mereka ingin membuat kita sibuk dengan selalu mengatakan kepada mereka bahwa kita tidak gila. Muslim tidak kejam, bukanlah ekstrimis, Muslim tidak seperti ini, atau itu. Mereka ingin kita membuat daftar yang tidak cocok dengan Muslim. Supaya kita tidak punya kesempatan untuk menjelaskan bagaimana Muslim sesungguhnya. Itu intinya.
Anda selalu sibuk menjelaskan diri Anda, “Laa yakhoofuuna laumata laaa’im.” Dan akhirnya Allah berfirman, “Yujaahiduuna fii sabiilillaahi.” (QS Al-Maidah ayat 54)
Allah berfirman, “Yujaahiduuna fii sabiilillaahi.”
Mereka berjuang semaksimal mungkin di jalan Allah. Dengan kata lain, umat ini harus bersatu karena umat ini dalam perjalanan. Umat ini dalam perjalanan. Ada tujuan. Tujuan itu harus bisa dicapai. Urusan di dalamnya harus diurus. Sebelum tujuan itu dicapai dan memiliki tujuan yang lebih tinggi. Anda harus mengatur rumah Anda dahulu untuk melakukan hal yang lebih besar.
Allah telah menjadikan kita umat dengan tujuan yang besar, yaitu “Jihad fii sabiilillaah.” Kita tidak takut dengan istilah itu, sebuah istilah mulia di dalam Al-Quran. Tidak ada hubungannya dengan kegilaan dituduhkan kepadanya. Kita harus mempelajari istilah ini dengan percaya diri dan memahami istilah itu mengacu kepada apa. Hal itu mengacu kepada misi semua Nabi. Semua Nabi.
Kita melakukan “Jihad fii sabiilillaah“. Isa ‘alaihissalam melakukan “Jihad fii sabiilillaah“. Musa ‘alaihissalam melakukan “Jihad fii sabiilillaah“, Muhammadur-Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melakukan “Jihad fii sabiilillaah“. Mereka berjuang di jalan Allah.
Allah memberi mereka misi dan mereka berjuang di dalamnya. Umat ini memiliki misi. Ada tujuan untuk dicapai. Kita harus menyebarkan ajaran agama ini ke seluruh dunia. Kita harus menunjukkan kepada dunia keindahan Islam.
Itu tujuan yang besar. Bukan kecil. Dengan milyaran dolar dikeluarkan untuk memperburuk citra Muslim. Umat ini memiliki tujuan untuk mengatasi itu karena mungkin mereka memiliki uang yang banyak di sisi mereka, tetapi Allah azza wa jalla bersama kita. Allah ada bersama kita. Kita memiliki cita-cita. Sebuah misi.
Tetapi kita tidak bisa menyelesaikan misi ini, jika kita saling bertengkar dan berdebat. Kita terlalu sibuk mengurusi hal ini yang menahan kita dari tujuan sebenarnya Allah menciptakan kita.
“Yujaahiduuna fii sabiilillaahi.”
Lalu, Allah mengakhiri dengan, “Dzaalika fadhlulloohi.” (QS Al-Maidah ayat 54)
Itu adalah kebaikan dari Allah.
Jika Anda dan saya menjadi sebuah umat yang sungguh berjuang di jalan Allah, saling rendah hati, tangguh saat melawan musuh. Kita menjadi tegas, tidak diam saja. Kita menjadi orang seperti ini. Lalu, Allah berfirman bahwa itu kebaikan dari Allah.
“Kini, mereka membela diri, melakukan apa yang Aku (Allah) perintahkan.”
Sekarang, mereka bergerak ke depan. Kita selalu berpikir dalam masyarakat kita bahwa tidak akan pernah…
“Alhamdulillah, kita sudah mencapai tujuan kita sebagai komunitas.”
Kita selalu berpikir apa yang harus dilakukan. Apa langkah selanjutnya. Itu adalah “Sabiil,” sebuah jalan.
Apa langkah selanjutnya di jalan ini? Apa tujuan selanjutnya? Apa yang kita butuhkan untuk menyelesaikan ini. Kita selalu berpikir ke depan. Apa lagi yang harus kita lakukan. Apa yang harus ditanamkan kepada anak kita? Kita hanya bisa sejauh ini. Kalian harus lebih baik.
Ini baru permulaan. Inilah orang yang Allah ‘Azza wa Jalla katakan sebagai rahmat dari Allah. Ini keberkahan dari Allah, “Yu’tiihi man yasyaaa’.” (QS Al-Maidah ayat 54)
Allah berikan kepada siapa pun yang Dia kehendaki. Dia telah berikan ini pada kita sekarang. Dia telah memberikan kepada kita. Bukannya Allah tidak berfirman bahwa Dia berikan kepada kita dan kita bisa menjaganya. Jika kita melepaskan tanggung jawab ini, kita tergantikan. Subhanallah.
“Yu’tiihi man yasyaaa’, waalloohu waasi’un ‘aliim.” (QS Al-Maidah ayat 54)
Allah Maha Luas (pemberian-Nya), Maha mengetahui. Dia tahu apa yang kita katakan dan tahu apa yang ada di hati kita. Dia tahu apa yang kita tunjukkan. Apakah kita merupakan orang yang bergerak maju atau diam saja. Hanya karena Anda dipekerjakan, tidak berarti Anda akan melakukan pekerjaan itu. Hanya karena kita Muslim, bukan berarti kita akan melakukan tugas kita.
Kita semua harus serius. Kita harus menyusun kembali cara berpikir kita sebagai individu, keluarga, dan masyarakat. Jadilah bagian dari Masjid. Bawa keluarga Anda ke Masjid. Dengarkan ceramah yang diberikan setiap minggu. Bawa anak Anda untuk mengikuti Khutbah. Biarkan mereka mendengar ceramah setiap minggu. Ini merupakan bagian yang penting dalam membangun pemikiran mereka.
Jika Anda tidak bersama mereka, hanya ini cara paling aman untuk mempelajari agama kita. Jangan bergantung pada komputer karena komputer memiliki hal baik, namun juga banyak hal buruk. Jika Allah telah memberi kita karunia untuk bisa mendirikan rumah-Nya di setiap negara, termasuk Masjid besar di sini.
Anda harus menjawab Allah karena tidak menghargainya. Anda harus menjawab Allah karena tidak mengenalkan Islam di kehidupan anak Anda. Anda semua akan menjadi tua. Sekarang Anak Anda berumur 7, 8, 9, 10, 12 tahun.
Ketika mereka berumur 50 atau 60, mungkin mereka telah meninggalkan shalat, suatu waktu mereka berpikir, “Ayah saya pernah membawa saya ke Masjid, saya harus kembali ke sana.”
Saya bertemu dengan orang seperti ini, meninggalkan shalat. Meninggalkan semua perintah agama. Lalu, di umur 60 tahun dia kembali ke Masjid. Kami berbicara kenapa Anda kembali ke Masjid?
Dia berkata, “Saya ingat bahwa Ayah saya pernah membawa saya ke sini. Sesuatu di kepala saya mengatakan bahwa saya harus ke Masjid lagi.”
Dia kembali ke Masjid. Kita ingin menanamkan memori ini ke dalam kehidupan anak kita. Lakukan itu. Ambil tanggung jawab itu. Mulai dengan langkah pertama ini.
Semoga Allah menjadikan kita sebagai orang yang mencintai-Nya dan Dia mencintai kita. Semoga Allah menjadikan jika sebagai orang yang tidak takut akan celaan para pencela. Semoga Allah menjadikan kita sebagai orang yang benar-benar berjuang di jalan-Nya. Semoga Allah menjadikan semua usaha kita dalam Agama ini dengan segala kekurangan kita. Semoga Allah menerima semua usaha kita dan mengampuni segala kekurangan kita. Semoga Allah menerima tobat tulus kita kepada-Nya.
“Barakallahu lii wa lakum fil qur’aanil hakim wa nafa’nii wa iyyakum bil aayati wa dzikril hakim.”
Subtitle: NAK Indonesia
Donasi: https://kitabisa.com/nakindonesia
English Transcript: https://islamsubtitle.wordpress.com/2017/12/05/when-will-you-submit
[…] Indonesian Transcript: https://nakindonesia.wordpress.com/2017/02/20/kapan-anda-akan-berserah-diri/ […]
LikeLike