Allah Azza wa Jalla melanjutkan topik setelah penggambaran surga kemarin dengan kembali ke Al-Qur’an. Ayat sebelumnya sebenarnya juga tentang Al-Qur’an. Setelah Allah Azza wa Jalla memberikan tantangan.
“Wa inkuntum fii raybiim mimmaa nazzalna ‘alaa ‘abdinaa fa’ tuu bisuuratin min mitslihi…” (QS. Al-Baqarah ayat 23)
Jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Quran itu atau yang mirip dengan itu.
“Wad ‘uu syuhadaa akum minduunillaah…” (QS. Al-Baqarah ayat 23)
Di satu sisi, tantangan itu adalah Anda tak bisa membuat sesuatu yang setara dengan Al-Qur’an. Tetapi, hanya karena mereka tak bisa membuat sesuatu yang setara dengannya dan tak terpikirkan pilihan lain, itu tak berarti mereka akan berhenti menyerang agama Islam.
Jika Anda tak bisa memberikan pilihan lain, yang bisa Anda lakukan hanya menyerang yang mereka punya. Kritik yang mereka punya.
“Baiklah, saya memang tak bisa penuhi tantangan itu, tetapi ada banyak masalah di dalamnya.”
Anda akan melihat bahwa baris kedua ini masih dapat ditemukan saat ini. Apa isi baris kedua itu?
“Kita tak bisa membuat sesuatu seperti Al-Qur’an, maka teruslah mengkritiknya, mencari sesuatu di dalamnya untuk diejek, atau bertanya kenapa ini dan itu bisa masuk akal.”
Kapasitas mental seperti ini masih ada sampai sekarang.
Satu lagi, bahkan belum lama ini. Ini pengalaman saya saat masih menjadi mahasiswa. Saya baru saja mempelajari Bahasa Arab.
Cerita ini sudah lama, saat itu baru ada internet. Masa pada saat laman GeoCities populer, bagi Anda yang masih ingat. Mahasiswa dari Universitas Georgetown membuat halaman web yang menyatakan, karena saat itu Georgetown mempunyai program Bahasa Arab untuk gelar sarjana, master dan doktor filsafat dalam Bahasa Arab.
Kelompok ini adalah mahasiswa program master. Mereka berkata, “Untuk tugas kelas, kami membuat surat seperti surat Al-Qur’an.”
Mereka menampilkannya di laman GeoCities dalam bentuk transkrip Utsmani. Semuanya berima. Terlihat seperti mushaf. Cara bacanya juga seperti mushaf. Mereka berkata, “Lihat, kami membuat surat seperti Al-Quran.”
Telah ada beberapa percobaan lainnya. Sebagian orang melakukannya dan berkata, “Al-Quran telah memberi tantangan.”
“Ini jawaban saya atas tantangan itu.”
“Sebuah surat.”
Lalu, ada beberapa orang yang bergabung dengan mereka, seperti para profesor dan rekan lainnya, para mahasiswa lainnya yang merupakan “syuhada min dunillah” mereka. Mereka berkata, “Ya, itu memang seperti Al-Quran.”
Allah berfirman, “Buatlah sesuatu yang menyerupai Al-Quran dan panggillah para saksimu.”
Mereka berkata, “Baiklah, ini sesuatu yang menyerupai Al-Quran dan kami mempunyai para saksi kami. Semua selesai.” Itulah pikiran mereka.
Masalahnya adalah Al-Quran tidak menurunkan tantangan itu menjadi satu hal saja. Buat sesuatu dalam bahasa Arab, yang menyerupai gaya penulisannya. Buat sesuatu yang unik untuk menyerupainya secara konteks. Al-Quran tak tertandingi dari segala sudut dalam waktu yang bersamaan, sehingga tidak mungkin tergantikan oleh umat manusia.
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam membawa perubahan ke masyarakat. Apakah ada pengaruh dari luar? Apakah ada penyerbuan asing atau kebudayaan baru yang masuk dan menyerbu? Tidak.
Hanyalah seorang pria ini dengan penyampaian ghaib Al-Quran. Apa yang terjadi dalam 23 tahun ini?
Ada sebagian orang yang berubah, tidak hanya pada cara mereka makan, tetapi juga pada cara mereka tidur, cara mereka bangun, cara mereka membersihkan diri, cara mereka menikah, cara mereka bercerai, cara mereka mencintai dan membenci, mengangkat dan merendahkan pandangan, meninggikan dan merendahkan suara mereka. Siapa teman dan musuh mereka. Semuanya berubah dalam 23 tahun.
Secara kebudayaan, sosial, spiritual, ekonomi dan politik, tidak ada satu aspek pun dalam kehidupan manusia bagi semua orang yang mempercayai Nabi Shalallahu Alaihi Wassallam ini, yang tidak berubah. Dalam waktu 23 tahun, masyarakat ini berubah dengan berbagai cara.
Allah Azza Wa Jalla berfirman tentang satu kata Allah dibandingkan dengan lautan.
“Qulluu kanal bahru midaadan likalimaati rabbii lanafidal bahru qabla antanfada kalimaatu rabbii wa lauji’naa bimitslihi madadaa.” (QS. Al-Kahfi ayat 109)
Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku.
Jika Anda mencoba menulis kalimat Allah dengan tinta sebanyak air di lautan, tidak akan cukup untuk menjadi tinta Anda. Kalimat-kalimat Allah tetap tidak akan tertuliskan. Kau tak akan mampu menulisnya.
Itulah tantangan dari Al-Quran. Jadi tantangan itu belum dan tak akan tertaklukkan. Itulah iman kita.
Di sisi yang lain, kritik terhadap Al-Quran akan selalu ada. Tantangan itu hal berbeda, tak mungkin tertaklukkan. Jika itu tidak mungkin, paling tidak Anda sekarang kesal. Jika kesal, tentu Anda akan menemukan sesuatu yang menjadi keluhan. Sesuatu untuk dicemoohkan.
“Ada banyak sekali kontradiksi dalam Al-Quran.”
“Itu tidak masuk akal.”
Mereka katakan ini dan itu. Pasti ada banyak yang dikatakan. Allah mendahului mereka dalam surat ini. Allah berfirman, “Innallaha laa yastahyii.” (QS. Al-Baqarah ayat 26)
Sesungguhnya Allah tiada segan.
“An yadhriba matsalan maa.” (QS. Al-Baqarah ayat 26)
Untuk membuat perumpamaan.
Pelajar Bahasa Arab tahu bahwa kata “matsal” adalah “nakirah, matsalan“.
Jika Anda tambahkan “maa“, membuatnya menjadi lebih, ini “maa“, “al ifhamiyah“. Membuatnya semakin diragukan. Perumpamaan apa pun itu tak terkecuali. Apa pun.
Dalam istilah Bahasa Arab di masa lampau dan bahkan masa kini, jika seseorang berkata,
“Aku lapar.”
“Kau mau makan apa?”
“Syai’an maa?”
“Berikan saja aku sesuatu!”
“Apa pun, aku tak peduli.”
“Tak masalah, yang penting kita makan.”
Inilah “maa“.
Dengan kata lain, Allah berfirman bahwa Allah tidak malu. Allah tidak ragu dalam memberikan perumpamaan dalam berbagai bentuk, apa pun itu.
Ini sebenarnya adalah prinsip pendidikan dalam kitab Allah. Darinya kita mempelajari filosofi pendidikan. Untuk menyampaikan maksud Anda agar dipahami, Anda harus keluar dari zona nyaman Anda dan Anda tidak bisa berlaku formal.
Jika Anda memikirkan keuntungan bagi para pelajar, Anda harus bicara kepada para pelajar pada tingkat yang dipahami oleh mereka. Anda tidak seharusnya bicara dengan bahasa yang tinggi dan kata-kata yang besar untuk membuat seseorang terkesan dengan banyaknya ilmu Anda. Betapa mendalamnya kosa kata Anda dan berapa banyak buku yang Anda kutip. Itu bukan mengajar.
Anda hanya berusaha membuat orang lain terkesan dengan banyaknya ilmu Anda. Mengajar adalah saat Anda bicara kepada orang lain dengan cara yang buat mereka bisa belajar. Allah Azza Wa Jalla, saya jamin, mempunyai kosa kata yang jauh lebih baik dari kita semua. Allah mempunyai ilmu yang lebih luas tentang sains daripada para ilmuwan. Allah mempunyai pemahaman yang lebih luas dan mendalam tentang perbedaan yang ghaib, kasat mata dan iman dari kita semua.
Tetapi, Allah Subhanahu Wa Ta’ala memilih untuk bicara dalam bahasa, “Wa laqad yassarnal qur ‘aana lidzdzikr.” (QS. Al-Qamar ayat 17)
Allah jadikan Al-Quran mudah.
Anda terkadang membaca buku soal aqidah, atau Anda membaca, ayat ini akan dibicarakan nanti, “Fasawwaahuna sab’a samaawaatin.” (QS. Al-Baqarah ayat 29)
“Tsummas tawa ‘alal arsy.” (QS. As-Sajdah ayat 4)
“Tsumma istawa ‘alal arsy.”
Anda mempelajari tafsir dari ayat ini. Anda membaca karya Mu’tazili, dan Maturidi. Lalu, Anda membaca Imam Razi dan Ruh al Ma’ani Al-Alusi. Lalu, Anda membaca berlembar-lembar arti dari ayat itu dan karena sangat abstrak, Anda ingin menarik rambut Anda.
Allah saat berbicara begitu terus terang, sederhana, tidak rumit. Pelajari karya tulis filsafat. Para mahasiswa pasti pernah mengikuti kelas filsafat. Seberapa menyenangkan membaca risalah filsafat?
Anda memukul kepala Anda sambil berkata, “Apa yang dikatakannya?”
Anda tahu? Berputar-putar secara abstrak.
Tetapi Al-Quran, Allah Azza Wa Jalla bisa membuatnya… Karena Allah tahu apa yang dilakukan mereka.
Makalah Doktor Filsafat, Akademisi, Mahasiswa. Mereka dengan sengaja membuat makalah mereka sedikit lebih sulit karena itu cara mereka menunjukkan tingkat pendidikan mereka. Betapa berpendidikannya mereka. Mereka menggunakan kata-kata besar walaupun tidak diperlukan.
Anda tahu? Gagasan seperti ini adalah sesuatu yang dihancurkan di dalam Al-Quran. Allah tidak segan memberi perumpamaan.
[…] —- Transkrip: https://nakindonesia.wordpress.com/2017/01/10/tantangan-dari-al-quran/ […]
LikeLike