Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassallam memiliki waktu khusus di mana beliau mengajarkan para muslimah. Di mana ia (shalawat dan salam untuknya) melakukannya. Khususnya (dengan) perempuan-perempuan Madinah.
Sebenarnya perempuan Madinah sangat berbeda dengan perempuan Mekah, mereka sebenarnya jauh lebih “berani”. Dan para Sahabat juga menyadari, seperti… Umar radhiyallahu anhu menyadari mereka tidak seperti perempuan Mekah. Jadi ada perbedaan di antara mereka.
Dan mereka berbicara blak-blakan, dan kita bahkan tahu dari banyak atsar (segala sesuatu yang berasal dari sahabat) dan juga banyak hadits. Ada momen ketika Umar memberikan khutbah – radhiyallahu anhu -, dan seorang perempuan berdiri. Dan mengatakan, “Ia tidak bisa berkata seperti itu, Allah telah mengatakan hal ini.”
Seperti… “Ukhti mengapa kamu tidak berada di area akhwat di balik kaca (pembatas)?”
“Mengapa kamu??”
Dan kamu berbicara kepada Umar. Umar. Kamu tidak mau menunjuk Umar seperti itu, tapi dia (akhwat tadi) melakukannya. Ini seperti, “Ya Tuhan, dia seorang akhwat.”
Kamu mengerti? Ia melakukan hal tersebut. Dan terkadang ada asumsi bahwa laki-laki dan perempuan tidak boleh berinteraksi satu sama lain dalam situasi apapun, dan itulah yang Islam inginkan. Itu tidak benar!
Faktanya, laki-laki dan perempuan, non mahram, berbicara satu sama lain di tempat umum, di luar, disebutkan dalam Al Quran. Musa ‘alaihissallam menghampiri dua orang gadis yang bukan mahramnya. (Al Qasas ayat 23)
Saat Musa menghampiri mereka dan berbicara pada mereka, “Hei, ada apa dengan kalian?”
“Maa khotbukumaa.” (Al Qasas ayat 23)
Ada masalah apa dengan kalian?
Dan mereka menjawab, “Yah, kami tidak bisa memberi makan hewan kami sampai semua orang melakukannya.”
Mereka melakukan percakapan.
Ia (Musa) tidak menghampiri mereka seperti, “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”
“Ya ukhtiya…. saudari-saudariku, fil islam.”
Ia bahkan tidak mengetahui apakah mereka muslim.
Mereka tidak tahu. Mereka tidak mengenalnya, dan ia tidak mengenal mereka. Mereka tidak tahu ia adalah Musa ‘alaihissallam, mereka tidak tahu itu. Mereka tidak mengetahui apa itu, namun mereka saling berbicara satu sama lain. Non mahram berbicara kepada non mahram lainnya, tentang ada masalah apa. Mereka tarik menarik dengan domba-dombanya, maka ia menghampiri dan berbicara pada mereka.
“Apa yang kalian lakukan? Apa yang terjadi? Dapatkah saya membantu?”
Tetapi ia tidak memperpanjang percakapan, ia langsung ke inti pembicaraan. Apa yang kita pelajari dalam Al Quran? Jika kita menjaga percakapan pada intinya, tidak apa-apa.
Kamu mungkin memiliki… saya memiliki karyawan perempuan. Kamu mungkin memiliki kelas. Saya memiliki siswa, saya harus menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka.
Mereka memiliki hak atas saya (sebagai siswa-guru) sebanyak hak siswa laki-laki atas saya. Karena saya mengajar kelas, ini masalah keadilan. Saya tidak dapat meletakkan mereka di belakang dan tidak memberikan mereka perhatian yang sama, itu tidak adil! Dan saya membahas hal ini, di pendidikan apakah itu adil atau tidak? Itu tidak adil.. Ini dapat diterima.
Ada Ulama yang konservatif dalam hal ini dan ada Ulama yang memperbolehkan juga. Tetapi ada pendapat umum, ahlussunnah, lintas mazhab yang membolehkan hal ini. Yang membolehkan misalnya jenis situasi yang seperti ini. Jika dilakukan dengan batasan tertentu.
Kamu paham? Tidak boleh ada obrolan, sekalipun saya membuat candaan, itu untuk semua audiens, bukan cuma untuk akhwat saja, karena itu tidak pantas. Itu tidak benar.
Dan kamu seharusnya memiliki batasan tertentu. Harus ada batasan tidak nyaman antara kamu dan saya. Atau antara kamu dan non-mahram lainnya, harus ada batas, merasa tidak nyaman. Harus ada tingkat keseriusan. Mereka tidak seharusnya cekikikan.
Saat kamu datang berbicara secara pribadi dan berbicara dengan laki-laki non mahram. Kamu tidak seharusnya seperti, “Saya punya pertanyaan.” (nada lembut)
Tidak!
“Saya punya pertanyaan, akh.” (nada tegas)
“Kamu mengatakan ini, mengapa?”
Belajarlah seperti itu. Belajarlah untuk tidak cekikikan (genit) di sekitar laki-laki non-mahram. Dan tidak tersenyum, “Jazakallahu khayran katsiran untuk banyak hal.”
TIDAK!
Katakan itu pada dirimu sendiri, jangan datang dan mengatakan kepada saya. Jangan datang dan mengatakan kepada saya.
Katakan itu kepada ayahmu, “Jazakallahu khayran, Ayah.”
“(Ayah) kamu luar biasa, hebat!”
Saat kamu berinteraksi dengan non mahram, apakah itu gurumu, imam di masjidmu, atasanmu. Jaga nada serius. Jaga nada serius. Kamu tahu? Saat perempuan menggunakan nada serius, laki-laki otomatis menjadi serius.
Seorang gadis mendatangimu, dan kamu pikir ia cantik.
Ia datang dan berkata padamu, “Assalamualaikum.” (nada serius)
(nangis)
Kamu tidak akan bermain-main lagi sekarang, selesai. Ini sudah berakhir. Namun ia datang dan berkata, “Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.” (nada lembut)
Tidak baik, itu tidak baik untukmu.
Lalu ia akan menjawab seperti, “Oh, Waalaikumussalam.”
Kamu tahu, itu buruk untukmu. Jadi, kamu harus tetap menjaga suara tegas.
Dan aturan ini, aku agak menyinggung, surat An Nur sudah membahasnya, aturan ini sudah ada. Kamu harus menjaga suara tegasmu, dan menundukkan pandanganmu,
Ini tidak berarti, kamu melihat dari jauh, seperti, “Akh, saya punya pertanyaan.”
Jangan melakukan hal itu juga.
Ketika kamu melakukannya, kamu tidak menatap orang itu, kamu tidak seperti, “Ya ukh, silahkan bertanya.”
Tidak, tidak seperti itu.
“Yaghudhdhuu min abshoorihim.” (QS An Nur ayat 30)
“Yaghdhudhna min abshoorihinn.” (QS An Nur ayat 31)
Itu normal… Idenya adalah kamu menundukkan pandangan, tidak menatap. Kontak mata secukupnya untuk menyampaikan maksud, hanya itu. Itu saja. Kamu tidak perlu lebih dari itu.
Jadi hal-hal tersebut, adalah panduan di mana interaksi lawan jenis di depan publik diperbolehkan.
English Transcript: https://islamsubtitle.wordpress.com/2017/12/08/interaction-with-non-mahram
[…] – Transkrip: https://nakindonesia.wordpress.com/2016/11/30/interaksi-dengan-non-mahram […]
LikeLike
min ada link video fullnya? kayaknya ini ceramah yang dipotong.
LikeLike
Maaf tidak ada, ini juga videonya dari simpanan salah satu volunteer
LikeLike
[…] Indonesian Transcript: https://nakindonesia.wordpress.com/2016/11/30/interaksi-dengan-non-mahram […]
LikeLike